• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menciptakan dan memberikan manfaat bagi pasien pada waktu dan tempat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menciptakan dan memberikan manfaat bagi pasien pada waktu dan tempat"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kualitas Pelayanan 2.1.1. Pengertian Pelayanan

Pelayanan menurut Lovelock (2002), didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberikan manfaat bagi pasien pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dan tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut. Sedangkan pengertian pelayanan menurut Kotler (2002), yaitu setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Jadi pelayanan dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kinerja yang menciptakan manfaat bagi pasien dengan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima.

Menurut Munir (1991), pelayanan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan orang lain sesuai dengan haknya. Hal ini menjelaskan bahwa pelayanan adalah suatu bentuk sistem, prosedur atau metode tertentu yang diberikan kepada orang lain dalam hal ini pasien agar kebutuhan pasien tersebut dapat terpenuhi sesuai dengan harapan mereka.

Sedangkan menurut Siagian (1998), pelayanan secara umum adalah rasa menyenangkan yang diberikan kepada orang lain disertai kemudahan-kemudahan dan memenuhi segala kebutuhan mereka. Dengan demikian pelayanan merupakan upaya

(2)

memberikan kesenangan-kesenangan kepada pasien dengan adanya kemudahan-kemudahan agar pasien dapat memenuhi kebutuhannya. Payne (2000), menyatakan kualitas jasa berkaitan dengan kemampuan sebuah organisasi untuk memenuhi atau melebihi harapan pasien.

Soegito (2007), mengemukakan bahwa pelayanan (service) adalah setiap kegiatan atau manfaat yang dapat diberikan suatu pihak kepada pihak lainnya yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak pula berakibat pemilikan sesuatu dan produksinya dapat atau tidak dapat dikaitkan dengan suatu produk fisik.

Barata (2004), mengemukakan bahwa pelayanan adalah daya tarik yang besar bagi para pasien, sehingga korporat bisnis sering kali menggunakannya sebagai alat promosi untuk menarik minat pasien.

Dari seluruh defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan sebagai sebuah tingkat kemampuan (ability) dari sebuah rumah sakit dalam memberikan segala yang menjadi harapan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.

2.1.2. Pengertian Kualitas Pelayanan

Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono, 2001). Sehingga definisi kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pasien serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan pasien (Tjiptono, 2007). Kualitas pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para pasien atas pelayanan

(3)

yang nyata-nyata mereka terima/peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan/inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu rumah sakit. Jika jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka melampaui harapan pasien, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sangat baik dan berkualitas. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk.

Kualitas pelayanan (service quality) sangat bergantung pada 3 (tiga) hal, yaitu: sistem, teknologi dan manusia. Faktor manusia memegang kontribusi terbesar sehingga kualitas layanan lebih sulit ditiru dibandingkan dengan kualitas produk dan harga.

Menurut Parasuraman dalam buku Rambat Lupiyoadi (2001), mengemukakan bahwa kualitas layanan (service quality) adalah seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pasien atas layanan yang mereka terima/peroleh.

Dari definisi-definisi tentang kualitas pelayanan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh rumah sakit guna memenuhi harapan pasien. Pelayanan dalam hal ini diartikan sebagai jasa atau service yang disampaikan oleh pemilik jasa yang berupa kemudahan, kecepatan, hubungan, kemampuan dan keramahtamahan yang ditujukan melalui sikap dan sifat dalam memberikan pelayanan untuk kepuasan pasien.

Kualitas pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para pasien atas pelayanan yang nyata-nyata mereka

(4)

terima/peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan terhadap pelayanan rumah sakit. Menurut Kotler (1997), mengungkapkan bahwa kualitas pelayanan adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat.

Kualitas pelayanan yang baik sering dikatakan sebagai salah satu faktor yang sangat penting dalam keberhasilan suatu bisnis karena dapat memberikan beberapa manfaat. Berdasarkan hasil sintesis terhadap berbagai riset di dalam Tjiptono (2005), mengemukakan enam kriteria kualitas pelayanan yang dipersepsikan baik, yakni sebagai berikut:

1. Professionalism and Skills

Pasien mendapati bahwa penyedia jasa, karyawan, sistem operasional dan sumber daya fisik, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah mereka secara professional (outcome-related criteria).

2. Attitudes and Behavior

Pasien merasa bahwa karyawan jasa (customer contact personnel) menaruh perhatian besar pada mereka dan berusaha membantu memecahkan masalah mereka secara spontan dan ramah (process-related criteria).

3. Accessibility and Flexibility

Pasien merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam operasi, karyawan dan sistem operasionalnya, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pasien dapat mengakses jasa tersebut dengan mudah. Selain itu, juga dirancang dengan maksud

(5)

agar dapat menyesuaikan permintaan dan keinginan pasien secara luwes (process-related criteria).

4.

Pasien memahami bahwa apa pun yang terjadi atau telah disepakati, mereka bisa mengandalkan penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya dalam memenuhi janji dan melakukan segala sesuatu dengan mengutamakan kepentingan pasien (process-related criteria)

5. Recovery

Pasien menyadari bahwa bila terjadi kesalahan atau sesuatu yang tidak diharapkan dan tidak dapat diprediksi, maka penyedia jasa akan segera mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari solusi yang tepat (process-related criteria).

6. Reputation and Credibility

Pasien meyakini bahwa operasi dari penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai/imbalan yang sepadan dengan biaya yang dikeluarkan (image-related criteria).

Menurut Gronroos dalam Tjiptono (1999), mengemukakan bahwa terdapat 4 (empat) faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu :

1. Menjaga dan memperhatikan, bahwa pasien akan merasakan karyawan dan sistem opersional yang ada dapat menyelesaikan masalah mereka.

2. Spontanitas, dimana karyawan menunjukkan keinginan untuk menyelesaikan masalah pasien.

(6)

3. Penyelesaian masalah, karyawan yang berhubungan langsung dengan pasien harus memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas berdasarkan standar yang ada, termasuk pelatihan yang diberikan untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik.

4. Perbaikan, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan harus mempunyai personil yang dapat menyiapkan usaha-usaha khusus untuk mengatasi kondisi tersebut.

Menurut Zeithaml dan Bitner (2003), kualitas pelayanan (jasa), adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pasien. Dengan demikian ada 2 (dua) faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu : expected service dan perceived service. Apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan (expected service), maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika pelayanan yang diterima melampsaui harapan pasien, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika pelayanan yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk. Maka, baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada penyedia pelayanan dalam memenuhi harapan pasiennya secara konsisten.

2.1.3. Dimensi Kualitas Pelayanan

Sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas kepuasan pasien (jasa) yang dikembangkan pertama kali pada tahun 1985 oleh Parasuraman dalam Tjiptono (1999), meliputi 10 dimensi, yaitu :

(7)

1. Tangibles: keberadaan fisik pemberi pelayanan, meliputi tempat parkir, fasilitas

gedung, tata letak dan tampilan barang, kenyamanan fasilitas fisik, peralatan dan perlengkapan modern.

2. Reliability: mencakup 2 hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan

kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti rumah sakit memberikan pelayanannya (jasa) secara tepat sejak saat pertama (right in the firts time). Selain itu juga berarti bahwa rumah sakit yang bersangkutan memenuhi janjinya.

3. Responsiveness: pelayanan yang baik harus disertai dengan tingkat keikutsertaan/ keterlibatan dan daya adaptasi yang tinggi, yaitu membantu dengan segera memecahkan masalah.

4. Competence: pelayanan yang baik harus didasarkan kepada kecakapan/

keterampilan yang tinggi.

5. Access: meliputi memberikan/menyediakan keinginan pasien dan pelayanan

yang mudah dihubungi.

6. Courtesy: pelayananyang baik harus disertai dengan sikap keramahan, kesopanan

kepada pihak yang dilayani.

7. Communication: pelayanan yang baik harus didasarkan kepada kemampuan

berkomunikasi yang baik dengan pihak yang dilayani.

8. Credibility: pelayanan yang baik harus dapat memberikan rasa kepercayaan yang

(8)

9. Security: pelayanan yang baik harus memberikan rasa aman kepada pihak yang

dilayani dan membebaskan dari segala resiko atau keragu-raguan pasien.

10. Understanding The Customer: pelayanan yang baik harus didasarkan kepada

kemampuan menanggapi atau rasa pengertian kepada keinginan pihak yang dilayani.

Dalam pengembangan selanjutnya pada tahun 1990, kualitas pelayanan (jasa) dikelompokkan ke dalam 5 (lima) dimensi oleh Parasuraman dalam Tjiptono (1999), yaitu :

1. Bukti Langsung (Tangible), yaitu sebagai fasilitas yang dapat dilihat dan

digunakan rumah sakit dalam upaya memenuhi kepuasan pasien, seperti gedung kantor, peralatan kantor, penampilan karyawan dan lain lain.

2. Kehandalan (Reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan kepada pasien sesuai dengan yang diharapkan, seperti kemampuan dalam menempati janji, kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan untuk meminimumkan kesalahan.

3. Daya Tanggap (Responsiveness), yaitu sebagai sikap tanggap, mau mendengarkan dan merespon pasien dalam upaya memuaskan pasien, misalnya : mampu memberikan informasi secara benar dan tepat, tidak menunjukan sikap sok sibuk dan mampu memberikan pertolongan dengan segera.

4. Jaminan (Assurance), yaitu kemampuan karyawan dalam menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pasien melalui pengetahuan, kesopanan serta menghargai perasaan pasien.

(9)

5. Kepedulian/Empati (Emphaty), yaitu kemampuan atau kesediaan karyawan

memberikan perhatian yang bersifat pribadi, seperti bersikap ramah, memahami kebutuhan dan peduli kepada pasiennya.

Dalam 5 (lima) dimensi kualitas pelayanan yang baru ini, dimensi Competence, Credibility dan Security dikelompokkan ke dalam dimensi Assurance, sedangkan dimensi Access, Courtesy, Communication dan Understanding dikelompokkan ke dalam dimensi Emphaty.

Sedangkan Zeithaml (2003), menjelaskan bahwa kualitas pelayanan berfokus terhadap evaluasi yang mencerminkan persepsi pasien dari dimensi yang spesifik tentang pelayanan. Dan juga bahwa kualitas pelayanan merupakan komponen daripada kepuasan pasien. Dalam hal ini bahwa kualitas pelayanan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien.

Rangkuti (2002), menandaskan bahwa kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan kepuasan pasien. Lebih lanjut Irawan (2002), menjelaskan bahwa kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong kepuasan pasien.

Jadi dari beberapa teori yang ada kesimpulannya bahwa kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien. Teori ini digunakan dalam penelitian karena mampu mengakomodasi dan mewakili obyek-obyek kualitas produk dan kualitas pelayanan dari produk yang diteliti. Pada pengembangan selanjutnya, dimensi tersebut di angkat menjadi variabel dimana dari

(10)

variabel-variabel ini kemudian diuraikan menjadi dimensi-dimensi dan indikator-indikatornya.

2.2. Kepuasan Pasien 2.2.1. Pengertian Kepuasan

Kepuasan pasien atau pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis. Pelanggan merupakan fokus utama dalam pembahasan mengenai kepuasan dan kualitas jasa. Oleh karena itu, pelanggan memegang peranan cukup penting dalam mengukur kepuasan terhadap produk maupun pelayanan yang diberikan perusahaan.

Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin “satis”, yang artinya cukup baik dan memadai, sementara “facio” berarti melakukan atau membuat. Rambat Lupiyoadi (2001), mengutip Kotler (1997), yang mengungkapkan bahwa kepuasan dideskripsikan sebagai: “tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk atau jasa yang diterima dan yang diharapkan”.

Sementara menurut Webster’s (1928), Dictionary, seperti yang dikutip oleh Lupiyoadi (2001), pelanggan adalah: “seseorang yang beberapa kali datang ke tempat yang sama untuk membeli suatu barang atau peralatan”. Jadi dengan kata lain, pelanggan adalah seseorang yang secara kontinu datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk (barang) atau mendapatkan jasa dan membayar produk (barang) atau jasa tersebut.

(11)

Menurut Tse dan Wilton, seperti yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2005), menguraikan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon konsumen pada evaluasi persepsi terhadap perbedaan antara ekspektasi awal atau standar kinerja tertentu dan kinerja aktual produk sebagaimana dipersepsikan setelah konsumsi produk.

Berdasarkan definisi tersebut adalah bahwa bila kinerja produk, baik barang atau pun jasa, jauh lebih rendah dibandingkan dengan harapan pelanggan, pembeli dapat dikatakan tidak puas. Sebaliknya, bila kinerja sesuai dengan harapan atau bahkan melebihi harapan, maka pembeli akan merasa puas atau sangat gembira.

Selanjutnya, Tjiptono dan Diana (2001), juga mengutip pendapat lain dari Wilkie (1990), yang mengungkapkan bahwa Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction) adalah suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa.

Kedua definisi tersebut memperlihatkan bahwa pelanggan akan melihat secara keseluruhan apa yang telah mereka rasakan setelah membeli dan mengkonsumsi suatu produk, baik barang maupun jasa. Pelanggan sangat kritis terhadap produk yang mereka konsumsi. Mereka akan menilai berdasarkan apa yang mereka harapkan dan apa yang mereka peroleh dari pengorbanan mereka pada kenyataannya. Tingkat kepuasan pelanggan itu sendiri amat subyektif dimana ukuran kepuasan satu pelanggan dengan pelanggan lain akan berbeda.

(12)

2.2.2. Kepuasan Pasien

Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah bagaimana untuk memenuhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya

Menurut Tjiptono (1999), kepuasan pasien ditentukan oleh beberapa hal yaitu :

a. Kinerja (performance), pendapat pasien terhadap karakteristik operasi dari pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang dirasakan. Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatanrumahsakit. b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), merupakan karakteristik

sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh jasa pelayanan, misalnya : kelengkapan interior dan eksterior seperti televisi, AC, sound system, dan sebagainya.

c. Keandalan (reliability), sejauhmana kemungkinan kecil akan mengalami ketidakpuasan atau ketidaksesuaian dengan harapan atas pelayanan yang

(13)

diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh perawat didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu dengan kemampuan dan pengalaman yang baik terhadap memberikan pelayanan keperawatan dirumah sakit.

d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification), yaitu sejauh mana karakteristik pelayanan memenuhi standart-standart yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi terpenuhi seperti peralatan pengobatan.

e. Daya tahan (durability), berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya : peralatan bedah, alat transportasi, dan sebagainya.

f. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang tinggi terhadap keluhan pasien sewaktu-waktu.

g. Estetika, merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh panca indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit yang lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan sebagainya.

h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), citra dan reputasi rumah sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang diterima pasien

(14)

terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan keunggulan rumah sakit daripada rumah sakit lainnya dan tangggung jawab rumah sakit selama proses penyembuhan baik dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat.

Lupyoadi (2001), menyatakan dalam menentukan (lima) faktor yang harus diperhatikan oleh perusahaan antara lain:

1. Kualitas produk, yaitu pelanggan akan merasa puas bila hasil mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.

2. Kualitas pelayanan atau jasa, yaitu pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.

3. Emosi, yaitu pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi sosial atau self esteem yang membuat pelanggan merasa puas terhadap merek tertentu.

4. Harga, yaitu produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggan.

5. Biaya, yaitu pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut.

(15)

Selanjutnya menurut Irawan (2004), faktor-faktor yang pendorong kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut:

1. Kualitas produk, pelanggan puas kalau setelah membeli dan menggunakan produk tersebut ternyata kualitas produknya baik.

2. Harga, untuk pelanggan yang sensitif, biasanya harga murah adalah sumber kepuasan yang penting karena pelanggan akan mendapatkan value for money yang tinggi.

3. Service quality, kepuasan terhadap kualitas pelayanan biasanya sulit ditiru. Kualitas pelayanan merupakan driver yang mempunyai banyak dimensi, salah satunya yang popular adalah SERVQUAL.

4. Emotional Factor, pelanggan akan merasa puas (bangga) karena adanya

emosional value yang diberikan oleh brand dari produk tersebut.

5. Biaya dan kemudahan, pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.

Selanjutnya menurut Muninjaya (2012), kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan penting

2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan.

Sikap ini akan menyentuh emosi pasien dan factor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien.

(16)

3. Biaya (cost)

Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang peduli pasien dan keluarganya “yang penting sembuh” menyebabkan mereka menerima saja jenis pelayanan yang diberikan dari teknologi kedokteran yang ditawarkan oleh petugas kesehatan yang pada akhirnya biaya perawatan akan menjadi sumber keluhan pasien.

4. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan.

5. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan

Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter juga termasuk pada faktor ini.

6. Keandalan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memberikan perawatan. 7. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap pasien.

2.2.3. Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Pengukuran terhadap kepuasan pelanggan merupakan hal yang penting bagi perusahaan, karena dengan mengetahui tingkat kepuasan pelanggan, perusahaan memperoleh umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan pelanggan selanjutnya.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya (juga pelanggan perusahaan pesaing). Menurut Kotler dalam Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2001), mengemukakan empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:

(17)

1. Sistem Keluhan dan Saran

Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) perlu menyediakan kesempatan seluas-luasnya serta akses yang mudah dan nyaman bagi pelanggannya guna menyampaikan saran, pendapat, kritik dan keluhan mereka. Contohnya melalui penyediaan sarana seperti kotak saran, saluran telepon khusus bebas pulsa maupun websites.

2. Ghost Shopping (Mystery Shopping)

Perusahaan dapat mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing. Mereka diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan menggunakan produk perusahaan. Mereka kemudian diminta melaporkan temuan-temuannya berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing. Biasanya para ghost shoppers diminta mengamati secara seksama dan menilai cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan spesifik pelanggan, menjawab pertanyaan, dan menangani setiap keluhan.

3. Lost Customer Analysis

Perusahaan berusaha menghubungi pelanggan yang telah berhenti membeli atau beralih, untuk memperoleh informasi penyebab terjadinya hal tersebut karena dapat dikatakan bahwa perusahaan telah gagal dalam memuaskan pelanggannya. Ini juga dilakukan agar perusahaan dapat menganalisanya sebagai pelajaran dan pengalaman agar tidak mengulangi kesalahan yang telah dilakukan.

(18)

4. Survei Kepuasan Pelanggan

Metode survei baik melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti:

a. Directly reported satisfaction

Pengukuran secara langsung menggunakan item-item spesifik yang menanyakan langsung tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan.

b. Derived satisfaction

Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni mengenai tingkat harapan atau ekspektasi pelanggan terhadap kinerja produk pada atribut-atribut tertentu yang relevan, serta persepsi pelanggan terhadap kinerja aktual.

c. Problem analysis

Responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok. Pertama, masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan. Kedua, saran-saran agar perusahaan dapat melakukan perbaikan.

(19)

d. Importance-performance analysis

Responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan berbagai atribut relevan dan tingkat kinerja perusahaan pada masing-masing atribut tersebut. Kemudian nilai rata-rata tingkat kepentingan atribut dan kinerja perusahaan akan dianalisis dengan Importance-Performance Matrix. Matrix ini sangat bermanfaat sebagai pedoman dalam mengalokasikan sumber daya perusahaan yang terbatas pada bidang-bidang spesifik dimana perbaikan kinerja bisa berdampak besar pada kepuasan pelanggan total.

2.2.4. Hubungan Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Pasien

Sejalan dengan kemajuan peradaban, selera pasar pun semakin maju. Konsumen semakin hari semakin kritis. Mereka menuntut kualitas layanan, kecepatan, flexibilitas dan harga bersaing, sehingga produsen dewasa ini cenderung lebih memperhatikan kepentingan pelanggan dalam hal memasarkan produk yang dihasilkan guna menciptakan kepuasan pelanggan, karena kepuasan pelanggan merupakan sasaran dari semua kegiatan pemasaran yang dilakukan dengan sukses.

Kualitas layanan, terutama bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa, berhubungan sangat erat dengan kepuasan pelanggan. Seperti yang dikemukakan oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2001), kualitas layanan yang unggul dan konsisten dapat menumbuhkan kepuasan pelanggan yang akan memberi berbagai manfaat bagi perusahaan, seperti:

a. Hubungan perusahaan dan pelanggan menjadi harmonis. b. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang.

(20)

c. Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan.

d. Membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan.

e. Reputasi perusahaan menjadi baik dimata pelanggan. f. Laba yang diperoleh perusahaan akan meningkat.

Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin suatu ikatan yang harmonis dan kuat dengan perusahaan yang tentu saja akan menjadi dasar bagi pembelian dan pemakaian ulang. Dalam jangka panjang, ikatan ini akan memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan lebih seksama kebutuhan serta harapan pelanggan. Dengan demikian, perusahaan akan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dengan memaksimalkan pengalaman yang menyenangkan dan meminimalkan bahkan meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan yang pada gilirannya, kepuasan pelanggan dapat menciptakan loyalitas pelanggan kepada perusahaan.

Jika perusahaan memiliki pelanggan yang loyal, reputasi perusahaan tentu menjadi semakin baik dimata pelanggan. Dengan tingginya atmosfir kompetisi di antara banyaknya perusahaan-perusahaan jasa saat ini, tidak jarang membuat konsumen bingung untuk memilih sehingga sering kali mereka meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan untuk memilih satu penyedia jasa. Reputasi perusahaan yang baik di antara para pelanggan otomatis dapat membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut yang tentu saja akan sangat menguntungkan bagi

(21)

perusahaan karena akan berimplikasi terhadap meningkatkannya laba yang diperoleh perusahaan.

Kualitas pelayanan dan kepuasan, menurut Tjiptono (2002), mempunyai hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin hubungan yang kuat dengan perusahaan. Pada jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami harapan serta kebutuhan pelanggan. Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dimana perusahaan memaksimalkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminimalkan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan.

2.3. Rumah Sakit

2.3.1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit menurut Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Selanjutnya menurut American Hospital Association dalam Azwar (1996), bahwa rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang parmanen menyelenggarakan pelayanan

(22)

kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Fungsi Rumah Sakit adalah sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan;

2.3.2. Kualitas Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit

Kualitas memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pasien, dimana kualitas memberikan dorongan kepada pasien untuk menjalin ikatan hubungan yang lebih kuat dengan rumah sakit dan pada gilirannya kepuasan pasien dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pasien kepada rumah sakit yang memberikan kualitas memuaskan (Tjiptono, 2004).

Pasien akan merasa puas jika kebutuhan mereka dapat diekspresikan dan terpenuhi. Pasien yang puas pelayanan rumahsakit akan semakin kooperatif dan petugas rumah sakit akan memiliki motivasi yang tinggi untuk memberikan

(23)

pelayanan yang lebih baik. Keluhan adalah tanda ketidakpuasan. Ketidakpuasan pasien tidak selalu berhubungan dengan mutu pelayanan yang buruk. Keluhan dapat muncul karena standar mutu yang berbeda antara pasien dan pemberi layanan kesehatan. Menurut Azwar (1996), dimensi kepuasan pasien sangat bervariasi. Ada 2 (dua) macam dimensi kepuasan pasien yaitu :

1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan dan standar kode etik profesi.

Yaitu bahwa ukuran ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu hanya mengacu pada penerapan standar dan kode etik profesi yang baik saja, mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai :

a. Hubungan dokter-pasien

Hubungan dokter dan pasien yang baik adalah salah satu kewajiban etik. Dokter diharapkan dapat dan bersedia memberikan perhatian yang cukup kepada pasiennya secara pribadi, menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta menjawab dan memerikan keterangan yang sejelas jelasnya tentang segala hal yang ingin diketahui pasiennya.

b. Kenyamanan pelayanan (Amenities)

Kenyamanan yang dimaksud disini adalah yang menyangkut fasilitas yang disediakan, tetapi yang terpenting adalah yang menyangkut sikap serta tindakan para pelaksana ketika memberikan pelayanan.

c. Kebebasan melakukan pilihan (Choice)

Pasien bebas memilih pelayanan yang diinginkannya dan rumah sakit sebagai penyelenggara harus memberikan mutu yang diharapkan pasien.

(24)

d. Pengetahuan dan kompetensi teknis (Scientific Knowledge and Technical Skill)

Makin tinggi tingkat pengetahuan dan kompetensi tehnis tersebut maka mutu pelayanan kesehatanpun akan menjadi tinggi pula.

e. Efektivitas pelayanan (Effectivess)

Efektivitas merupakan prinsip pokok penerapan standar profesi. f. Keamanan tindakan (Safety)

Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, aspek keamanan harus diperhatikan. Pelayanan kesehatan yang membahayakan pasien bukanlah pelayanan kesehatan yang baik dan tidak boleh dilakukan. 2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan pelayanan kesehatan.

Ukuran ukuran yang mengacu pada penerapan pelayanan kesehatan meliputi: a. Ketersediaan Pelayanan Kesehatan (Available)

Yaitu apabila pelayanan kesehatan itu tersedia di masyarakat. b. Kewajaran Pelayanan Kesehatan (Appropriate)

Artinya bahwa pelayanannya bersifat wajar dan dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.

c. Kesinambungan Pelayanan Kesehatan (Acceptabel)

Dapat diterima atau tidaknya pelayanan kesehatan sangat menentukan puas dan tidaknya pasien terhadap pelayanan kesehatan.

(25)

Pelayanan kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari tempat tinggal tentu tidak mudah dicapai sehingga tidak memuaskan pasien.

e. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan (Affordable)

Pelayanan kesehatan yang terlalu mahal tidak akan dapat dijangkau oleh masyarakat sebagai pengguna jasa maka akan membuat pasien enggan kembali sehingga pasien tidak akan meras puas.

f. Efisiensi Pelayanan Kesehatan (Efficient)

Efisiensi pelayanan telah diketahui mempunyai hubungan yang erat dengan kepuasan pemakai jasa pelayanan. Dengan demikian untuk dapat menimbulkan kepuasan tersebut perlu diupayakan peningkatan efisiensi pelayanan.

g. Mutu Pelayanan Kesehatan (Quality)

Mutu pelayanan kesehatan yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan.

2.3.3. Kualitas Pelayanan Rawat Inap

Rawat inap merupakan salah satu jenis perawatan yang pasiennya dirawat di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu dan pasien tinggal di rumah sakit untuk mendapat perawatan. Pasien sejak masuk ruang perawatan hingga pasien dinyatakan boleh pulang pasien mendapat pelayanan antara lain:

1. Pelayanan penerimaan atau administrasi, 2. Pelayanan dokter,

(26)

4. Pelayanan makanan dan gizi,

5. Pelayanan penunjang medik dan non medik.

Menurut Revas dalam Anjaryani (2009), bahwa pasien yang masuk pada pelayanan rawat inap mengalami tingkat proses tranformasi yaitu:

1. Tahap admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan dirawat tinggal di rumah sakit.

2. Tahap diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakkan diagnosisnya.

3. Tahap treatment, yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam program perawatan dan terapi.

4. Tahap inspection, yaitu secara terus menerus diobservasi dan dibandingkan pengaruh serta respon pasien atas pengobatan.

5. Tahap control, yaitu setelah dianalisa kondisinya, pasien dipulangkan.

Jacobalis dalam Anjaryani (2009), menyampaikan bahwa kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap dapat diuraikan dari beberapa aspek, yaitu:

1. Penampilan keprofesian atau aspek klinis

Aspek ini menyangkut pengetahuan, sikap, perilaku dokter, perawat dan tenaga profesi lainnya.

2. Efisiensi dan efektivitas

Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya di rumah sakit agar dapat berdaya guna dan berhasil guna.

3. Keselamatan pasien

(27)

4. Kepuasan pasien

Aspek ini menyangkut kepuasan pisik, mental dan sosial terhadap lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya.

Selanjutnya Muslihuddin dalam Anjaryani (2009), mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik, apabila :

1. Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit.

2. Menyediakan pelayanan yang benar-benar professional dari setiap strata pengelola rumah sakit. Pelayanan bermula sejak masuknya pasien ke rumah sakit sampai pulangnya pasien.

2.4. Kerangka Konsep

Untuk mempermudah dalam pembuatan penelitian ini digambarkan kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Kualitas Pelayanan: 1. Bukti Langsung 2. Kehandalan 3. Daya Tanggap 4. Jaminan 5. Kepedulian Kepuasan Pasien

(28)

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dijelaskan bahwa kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti langsung, keandalan, daya tanggap, jaminan dan kepedulian berpengaruh terhadap kepuasan pasien.

2.5. Hipotesis Penelitian

Kualitas pelayanan rumah sakit (bukti langsung, keandalan, daya tanggap, jaminan dan kepedulian) berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pasien rawat inap pada Rumah Sakit Columbia Asia Medan.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Kualitas Pelayanan: 1.  Bukti Langsung 2.  Kehandalan 3

Referensi

Dokumen terkait

Siti Maimunah (2004) studied The Influence of Cooperative Learning to the Students’ Achievement in English Speaking to the Second Year Students of SMPN 6 Cirebon.. She

Fanya mulai menerangkan kepada rombongannya bahwa sebenarnya bunga yang abadi adalah bunga Leontopodium di pegunungan Alpen, namun bunga edelweis daerah Jawa ini

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh

Profil Keterampilan Abad 21 (4C’s) Siswa SMA pada Materi Fisika melalui Model Pembelajaran Project Based Learning.. dengan

Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Pengaruh Metil Paraben

Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila tidak ada bobot pada faktor keamanan bertransaksi dan kualitas pelayanan sistem informasi perbankan maka kepuasan

Mekanisme penurunan glukosa oleh tanaman sambung nyawa adalah dengan cara mensekresi insulin yang ada pada sel β-pankreas dan meregenerasi kerusakan sel

Panjang Kolom Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif dengan Kapur Metode Deep Soil Mixing Tipe Panels Berdiameter 4,5 cm terhadap Nilai Daya Dukung Tanah. A