• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KONFLIK KERJA-KELUARGA DAN TIPOLOGI KELUARGA BERDASARKAN JENIS PEKERJAAN ISTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN KONFLIK KERJA-KELUARGA DAN TIPOLOGI KELUARGA BERDASARKAN JENIS PEKERJAAN ISTRI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

32

PERBEDAAN KONFLIK KERJA-KELUARGA DAN

TIPOLOGI KELUARGA BERDASARKAN JENIS

PEKERJAAN ISTRI

Work-Family Conflict and Family Typology based on Job Characteristic among Dual Earner Families

Fitri Meliani, Euis Sunarti, Diah Krisnatuti Abstrak

Keluarga dengan suami-istri bekerja menghadapi tantangan pembagian peran dalam rumah tangga dan pekerjaan. Adanya tuntutan dari dua peran penting disebut sebagai konflik kerja-keluarga dan kondisi ini dapat menimbulkan tekanan. Pola penanggulangan konflik pada setiap keluarga dapat diklasifikasikan dengan menggunakan tipologi keluarga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan konflik kerja-keluarga dan tipologi keluarga berdasarkan jenis pekerjaan pada keluarga dengan suami-istri bekerja. Desain penelitian ini adalah deskriptif dan sampling dilakukan secara non-proportional stratified random sampling di Kecamatan Bogor Barat dan Bogor Tengah berdasarkan jenis pekerjaan istri (sektor formal dan informal). Sampel yang dipilih adalah 120 orang istri bekerja. Hasil penelitian memperlihatkan terdapat perbedaan yang nyata pada karakteristik keluarga dan konflik kerja-keluarga antara keluarga istri dengan pekerjaan formal dan informal, namun tidak terdapat perbedaan yang nyata pada tipologi keluarga. Implikasi dari penelitian ini adalah bagi Lembaga Pendidikan dan Lembaga Swadaya Masyarakat untuk memberikan sosialisasi pada keluarga dengan suami-istri bekerja guna meningkatkan dan mengembangkan keterampilan istri yang bekerja di sektor informal untuk meningkatkan penghasilan keluarga. Keluarga dengan suami-istri bekerja diharapkan untuk meningkatkan ketangguhan dan ikatan keluarga agar mampu mengurangi konflik kerja-keluarga.

Kata kunci: fleksibilitas keluarga, ikatan keluarga, jenis pekerjaan, keluarga dengan suami-istri bekerja, ketangguhan keluarga, koherensi keluarga, konflik kerja-keluarga, sektor kerja formal, sektor kerja informal, tipe keluarga regenerative, tipe keluarga resilient, tipologi keluarga

Abstract

Dual-earner family faces challenge on dual role demand. This is called work-family conflict and could lead a family to stressfull condition. Stress regulation of each family could be classified by family typology. The purpose of this paper was to examined the differences of work-family conflict and family typology based on job characteristic among dual-earner families. The study was a descriptive cross sectional study design. Locations were selected purposively with non-proportional stratified random sampling at District of West and Central Bogor based on wife’s job characteristic (formal and informal sector). There 120 samples were randomly chosen among dual earner families. The findings showed, that there were noticable differences on family characteristics and work-family conflict among both samples (wifes work in formal and informal sector), but there was no noticeable difference on family typology. The implication of the study is

(2)

33 expected that Education Institution and NGO could help dual earner families by socializing to increased education attainment and developed askill to raise family income especially for wifes who work in informal sector. Dual earner families were expected to increase family hardiness and bonding in order to reduced work-family conflict.

Keywords: dual earner family, family hardiness, family coherence, family bonding, family flexibility, family typology, formal sector, informal sector, job characteristic, regenerative family, resilient family

Pendahuluan

Menjadi ibu rumah tangga atau bekerja adalah sebuah pilihan. Dewasa ini, lebih banyak wanita yang memilih untuk bekerja. Hal ini dipertegas dengan data Sakernas (BPS 2014) yang menyatakan jumlah TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) wanita terus meningkat dari tahun ke tahun. Dengan bekerja, wanita dapat berkontribusi lebih untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Namun keinginan wanita untuk bekerja seringkali tidak didukung oleh ketersediaan lapangan kerja karena tidak memiliki pendidikan tinggi. Maka mereka cenderung memilih bekerja di sektor informal yang peluangnya lebih luas. Sektor pekerjaan informal di wilayah kota merupakan angkatan kerja di luar pasar kerja yang terorganisir, tidak tersentuh kebijakan pemerintah dan meliputi kegiatan usaha yang sifatnya marjinal dengan waktu kerja yang tidak teratur, seperti usaha barang dan jasa. Di wilayah perdesaan, sektor informal didominasi oleh sektor pertanian. Sektor formal adalah usaha yang secara sah terdaftar dan mendapat izin dari pejabat berwenang. Kegiatannya terhimpun dalam instansi pemerintah, bentuk badan usaha seperti BUMN, BUMS, dan koperasi. Sedangkan pekerjaan sektor informal adalah sebuah lapangan kegiatan usaha yang bersifat mandiri (Triputrajaya, 2011).

Dengan terbaginya peran wanita dalam pekerjaan dan rumah tangga, maka banyak waktu dan energi yang dituntut untuk memenuhi tanggung jawab pada kedua peran tersebut. Tuntutan ini dapat menimbulkan konflik yang mengganggu masing-masing peran sehingga terjadi konflik kerja-keluarga. Konflik yang terjadi dalam keluarga dapat mengakibatkan keluarga berada pada kondisi stres. Bagaimana suatu keluarga mengatasi setiap kejadian, tantangan, stres dan perubahan dalam hidup adalah kemampuan yang diperlukan agar menjadi keluarga yang berfungsi secara tepat (McCubbin et al. 1988).

Setiap keluarga memiliki usaha yang berbeda-beda dalam menghadapi stres. Tipologi keluarga merupakan karakteristik atau ciri-ciri keluarga dalam menilai, beroperasi, dan atau berperilaku ketika menghadapi sumber stress (Sunarti 2012). Dengan mengukur tipologi keluarga, maka dapat menggambarkan bagaimana keluarga dengan suami-istri bekerja (dual earner) mengatasi tuntutan peran. Pemetaan keluarga berdasarkan tipologi keluarga dimaksudkan agar dapat melihat karakteristik keluarga dari berbagai dimensi, yaitu regenerative dan resilient. Kedua dimensi tersebut diharapkan dapat membantu keluarga dengan suami-istri bekerja untuk mencapai keseimbangan kerja dan keluarga (balancing work and family). Keluarga dengan dimensi tipologi yang baik akan memiliki pola adaptasi

(3)

34

yang positif terhadap kondisi krisis, mengalami kepuasan perkembangan anak, kepuasan perkawinan, kepuasan komunitas, dan secara keseluruhan menjadi keluarga yang sejahtera (McCubbin et al. 1988). Berdasarkan pertimbangan tersebut, penulis ingin mengetahui perbedaan konflik kerja-keluarga dan tipologi keluarga pada keluarga dengan suami-istri bekerja.

Tujuan Penelitian

1. Membedakan karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan istri, konflik kerja-keluarga, dan tipologi keluarga pada keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal dan informal.

2. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan istri, konflik kerja-keluarga, dan tipologi keluarga pada keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal dan informal.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai istri yang bekerja di sektor formal dan informal, perbedaan konflik kerja-keluarga yang dirasakan istri, dan menambah literatur mengenai tipologi keluarga guna memetakan kemampuan dan potensi keluarga dalam mengelola konflik kerja-keluarga. Bagi pemerintah dan instansi tenaga kerja, penelelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan acuan dalam menyusun program yang berkaitan dengan manajemen stress (berdasarkan tipologi keluarga) untuk keseimbangan peran dalam kerja dan keluarga (balancing work and family). Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kemampuan keluarga berbeda-beda dalam mengelola stres terkait kehidupan keluarga dengan suami-istri bekerja.

Metode Penelitian

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan disain cross sectional. Pemilihan lokasi penelitian dipilih secara purposive, yaitu Kota Bogor di Kecamatan Bogor Barat (Kelurahan Pasir Jaya, Menteng, dan Cilendek Barat) dan Kecamatan Bogor Tengah (Kelurahan Paledang dan Panaragan). Pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan memiliki data kependudukan digital untuk kemudahan memperoleh data dan dilakukan pengacakan (random sampling). Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2014.

Teknik Penarikan Contoh

Penelitian ini mengacu pada penelitian payung dengan tema Keseimbangan Kerja dan Keluarga (Balancing Work and Family). Populasi penelitian ini adalah keluarga dengan suami-istri bekerja. Contoh dalam penelitian ini adalah istri bekerja di sektor formal dan informal yang memiliki salah satu anaknya berusia 0–6 tahun di Kecamatan Bogor Barat dan Kecamatan Bogor Tengah. Teknik penarikan contoh dilakukan secara stratified non-proporsional random sampling

(4)

35 berdasarkan jenis pekerjaan, dengan istri bekerja di sektor formal sebanyak 60 orang dan di sektor informal 60 orang, maka jumlah contoh sebanyak 120 orang.

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini terdapat data primer dan sekunder. Data sekunder adalah data dasar keluarga yang diperoleh dari kecamatan dan kelurahan terkait. Data primer diperoleh melalui wawancara dibantu dengan kuesioner terstruktur, yang meliputi faktor demografik, konflik kerja keluarga dan kepuasan perkawinan. Faktor demografik terdiri dari usia istri, pendidikan suami-istri, pendapatan keluarga, pendapatan per kapita, lama pernikahan dan jumlah anggota keluarga. Kategori usia suami-istri yaitu: (1) 20-30 tahun, (2) 31-40 tahun, (3) 41-50 tahun, dan (4) >50 tahun. Kategori pendidikan suami-istri terdiri dari (1) ≤ 6 tahun (SD), (2) 7-9 tahun (SMP), (3) 10-12 tahun (SMA), (4) 12-16 tahun (Perguruan Tinggi), dan (5) > 16 tahun (Pasca Sarjana). Pendapatan Per kapita (GK Jawa Barat, September 2012) dikategorikan (1) sangat miskin (< Rp 278.530), (2) miskin (Rp 278.530- Rp 334.236), (3) mendekati miskin (Rp 334.237- Rp 417.795) dan tidak miskin (> Rp 417.795). Lama pernikahan dikategorikan (1) ≤ 5 tahun, (2) 6-10 tahun, (3) 11-20 tahun, dan (4) > 20 tahun. Besar keluarga (BKKBN 1998) dikategorikan (1) keluarga kecil (≤4 orang), (2) keluarga sedang (5-7 orang), dan (3) keluarga besar (≥ 8 orang).

Konflik kerja-keluarga diukur dengan menggunakan alat ukur Netemeyer, McMurrian dan Boles (1996) yang terdiri dari sepuluh pernyataan, yaitu lima item yang mewakili dimensi konflik kerja mengganggu keluarga dan lima item yang mewakili dimensi konflik keluarga mengganggu kerja. Contoh pernyataan konflik kerja mengganggu keluarga adalah kegiatan di rumah sering tidak dapat diselesaikan karena adanya tuntutan pekerjaan. Contoh pernyataan konflik keluarga mengganggu kerja adalah adanya tuntutan di rumah, membuat harus sering menunda dalam menyelesaikan tugas di tempat kerja. Masing-masing pernyataan dinilai dengan sekala semantik (sangat tidak setuju hingga sangat setuju), dengan nilai minimal 1 dan maksimal 4. Reliabilitas menghasilkan nilai cronbach alpha, yaitu sebesar 0.855.

Tipologi keluarga diukur dengan menggunakan alat ukur McCubbin dan Thompson (1988) yang dimodifikasi oleh Sunarti (2012), yaitu terdiri dari 10 pernyataan dari masing-masing empat indikator tipologi keluarga (family hardiness, family coherence, family flexibility, family bonding). Contoh item pernyataan family hardiness adalah sering memikirkan ulang tentang makna ikatan pernikahan. Contoh item pernyataan family coherence adalah mampu menerima permasalahan sebagai bagian dalam kehidupan berkeluarga. Contoh

item pernyataan family bonding adalah merasa mudah mendiskusikan masalah dengan orang lain di luar keluarga dibanding dengan keluarga sendiri. Contoh item pernyataan familyflexibility adalah dalam keluarga, suami dan istri fleksibel siapa yang lebih dominan dalam pengambilan keputusan. Masing-masing pernyataan dinilai dengan sekala ya (skor = 1) dan tidak (skor = 0). Perhitungan circumplex tipe keluarga regeneratif dan resilient dihitung menggunakan analisis crosstab di SPSS. Reliabilitas menghasilkan nilai cronbach alpha, yaitu sebesar 0,525.

(5)

36

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS 16.0. Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik keluarga (usia suami dan istri, pendidikan suami dan istri, pendapatan per kapita, pekerjaan suami dan istri, lama pernikahan, serta jumlah anggota keluarga) dan karakteristik pekerjaan istri.

- Data rataan skor konflik kerja-keluarga dan tipologi keluarga dari seluruh contoh dihitung dengan cara:

- Kategori pengelompokkan untuk konflik kerja-keluarga terdiri dari tiga kategori berdasarkan nilai capaiannya yaitu rendah (0.00-33.33%), sedang (33.34-66.66%), dan tinggi (66.67-100.00). Kategori pengelompokan untuk tipologi keluarga dari dua kategori berdasarkan nilai capaiannya, yaitu rendah (0.00-50.00%) dan tinggi (50.01%-100.00%). Nilai capaian dari konflik kerja-keluarga dan tipologi keluarga didapatkan dari rumus yang disajikan sebagai berikut:

Keterangan:

Y = Skor dalam persen

X = Skor yang diperoleh untuk setiap contoh

2. Uji hubungan (korelasi Spearman) untuk melihat hubungan antara karakteristik keluarga, konflik kerja-keluarga, dan tipologi keluarga.

3. Uji beda (independent sample t-test) digunakan untuk menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, karakteristik pekerjaan istri, konflik kerja-keluarga, dan tipologi keluarga berdasarkan jenis pekerjaan istri (formal dan informal).

Hasil

Karakteristik Keluarga

Berdasarkan uji beda karakteristik keluarga (Table 9) berdasarkan jenis pekerjaan istri (formal dan informal), semua karakteristik keluarga memperlihatkan perbedaan bila dilihat dari nilai P-Value dengan nilai p<0.05. Rata-rata suami dan istri pada sektor informal berusia lebih tua dari suami dan istri di sektor formal. Rata-rata lama pendidikan suami dan istri dengan pekerjaan formal lebih tinggi (13.7 dan 14.5 tahun atau setingkat S1) dari pekerjaan informal (10.3 dan 9.3 tahun atau setingkat SMA). Rata-rata pendapatan keluarga dengan jenis pekerjaan formal lebih tinggi (Rp7 992 083) dari keluarga dengan jenis pekerjaan informal (Rp4 096 166). Rata-rata lama pernikahan keluarga informal lebih lama (13.5 tahun) dibanding keluarga formal (7.8 tahun).

Y = X - Nilai minimum X × 100

Nilai maksimum X - Nilai minimum X Y = Nilai minimum X × 100

(6)

37 Tabel 9 Hasil Uji beda karakteristik keluarga berdasarkan jenis pekerjaan

Karakteristik Jenis Pekerjaan P-Value Rataan

Total

Formal Informal

Usia Suami (tahun) 36.07 40.60 0.000** 38.3

Usia Istri (tahun) 33.17 36.58 0.003** 34.9

Pendidikan Suami (tahun) 13.78 10.18 0.000** 12

Pendidikan Istri (tahun) 14.53 9.37 0.000** 11.9

Jumlah Anggota Keluarga (orang) 4.20 4.87 0.004** 4.5

Pendapatan Keluarga (ribu rupiah/bln) 7992.083 4096.166 0.004** 6 040

Pendapatan Per-kapita (ribu

rupiah/bln) 1973.691 907.392 0.001** 1 441

Lama Pernikahan (tahun) 7.8 13.5 0.000** 10.6

Keterangan: ** Nyata pada p<0,01; * Nyata pada p<0,05

Karakteristik Pekerjaan Istri

Table 10 memperlihatkan hasil uji beda karakteristik pekerjaan istri berdasarkan jenis pekerjaan. Lama pengalaman bekerja dan lama jam kerja (jam/hari), tidak ada perbedaan antara istri yang bekerja formal dan informal. Pengalaman pindah istri yang bekerja informal cenderung lebih banyak dari istri yang bekerja formal. Hal ini memperlihatkan juga derajat stabilitas pekerjaan informal lebih rentan dari pekerjaan formal. Uji beda lama perjalanan bekerja menunjukkan waktu yang dibutuhkan istri yang bekerja formal lebih lama dibanding istri yang bekerja informal, karena sebagian besar pekerjaan formal dilakukan di instansi atau lembaga yang letaknya jauh dari rumah, sedangkan pekerjaan informal cenderung dilakukan di luar kantor (seperti wiraswasta dan pekerja rumah tangga) yang letak tempat kerjanya lebih terjangkau dan cenderung dekat dengan rumah.

Tabel 10 Hasil uji beda karakteristik pekerjaan istri berdasarkan jenis pekerjaan

Karakteristik Pekerjaan Istri Jenis Pekerjaan P-Value Rataan

Total

Formal Informal

Lama pengalaman bekerja (tahun) 10.2 12.4 0.063 11.3

Jumlah pindah kerja 1.3 2.3 0.012** 1.8

Lama jam kerja (jam/hari) 7.9 7.4 0.240 7.6

Lama perjalanan bekerja (jam) 1.6 0.6 0.000** 1.1

Konflik Kerja-Keluarga

Konflik kerja-keluarga pada penelitian ini adalah keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara pekerjaan dengan keluarga dimana peran yang satu menuntut peran yang lain sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu. Dimensi konflik keluarga mengganggu pekerjaan (family to work conflict) adalah konflik peran akibat tuntutan umum dan ketegangan yang diciptakan oleh keluarga yang menganggu kemampuan isteri untuk melakukan tanggung jawab yang berhubungan dengan pekerjaan. Dimensi konflik kerja mengganggu keluarga (work to family conflict) adalah konflik antar peran yang terjadi sebagai hasil dari tuntutan dan tekanan umum dari pekerjaan yang mengganggu kemampuan isteri untuk melakukan tanggung jawab di keluarga.

(7)

38

Tabel 11 Hasil uji beda dimensi konflik kerja-keluarga berdasarkan jenis pekerjaan

Dimensi Konflik-Kerja Keluarga Total Jenis Pekerjaan P-Value

Formal Informal

Konflik Kerja-Keluarga 51.9 54,1 49,7 0,041**

Konflik kerja mengganggu

keluarga (WFC) 53.9 57,4 50,5 0,020**

Konflik keluarga mengganggu

kerja (FWC) 49,7 50,7 48,8 0,289

Hasil analisis deskriptif (Tabel 11) konflik kerja-keluarga menunjukkan bahwa rata-rata capaian konflik kerja-keluarga 51.9 persen, dan dimensi yang paling tinggi capaiannya (53.9%) adalah konflik kerja mengganggu keluarga. Uji beda menyatakan, bahwa istri dengan jenis pekerjaan formal memiliki capaian konflik kerja mengganggu keluarga lebih tinggi (57,4%) dibandingkan istri dengan jenis pekerjaan informal (50,5%) dan berbeda secara nyata, yang berarti tuntutan dari pekerjaan formal cenderung lebih menyita perhatian istri sehingga mengganggu kehidupan keluarga.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan kategori capaian dimensi konflik kerja mengganggu keluarga menurut jenis pekerjaan

Kategori Konflik Kerja-Keluarga Formal Jenis Pekerjaan Informal Total

n % n % n %

Rendah (0-33.3%) 22 36,7 29 48,3 51 42,5

Sedang (33.4%-66.7%) 36 60 29 48,3 65 54,2

Tinggi (66.8%-100%) 2 3,3 2 3,3 4 3.3

Capaian konflik keluarga mengganggu kerja tidak memperlihatkan perbedaan secara nyata antara istri yang bekerja formal dan informal, yang berarti bahwa istri cenderung dapat mereduksi konflik keluarga tanpa harus mengganggu peran di tempat kerja. Berdasarkan kategori konflik kerja-keluarga (Tabel 12), setengah (54.2%) dari istri bekerja memiliki konflik kerja keluarga yang sedang. Sebagian kecil (3.3%) istri yang tergolong dalam kategori konflik kerja-keluarga tinggi. Lebih dari setengah (60%) istri yang bekerja di sektor formal tergolong dalam kategori konflik kerja-keluarga sedang.

Tabel 13 Hasil uji beda item rataan capaian konflik kerja mengganggu keluarga berdasarkan jenis pekerjaan

No Indikator konflik kerja mengganggu keluarga Formal Informal P-value Total

1. Tuntutan pekerjaan mempengaruhi kehidupan

keluarga. 62,9 3,7 0,021** 58,3

2. Jumlah waktu bekerja membuat sulit

memenuhi tanggung jawab dalam keluarga. 57,5 50,4 0,100 53,9

3. Kegiatan di rumah sering tidak dapat

diselesaikan karena adanya tuntutan pekerjaan. 55,8 49,2 0,080 52,5

4. Pekerjaan menghasilkan tekanan yang

membuat sulit untuk memenuhi tugas keluarga. 50 45,8 0,029** 47,9

5. Tuntutan tugas pekerjaan mengharuskan

membuat perubahan rencana bersama keluarga. 60,8 53,3 0,037** 57,1

Hasil analisis deskriptif dimensi konflik kerja mengganggu keluarga (Tabel 13) menunjukkan bahwa capaian item dengan persentase terbesar adalah item dimana istri merasa tuntutan dari pekerjaan mempengaruhi kehidupan

(8)

39 keluarga dan rumah tangganya (58.3), dan harus membuat perubahan rencana kegiatan keluarga karena melaksanakan tugas pekerjaan (57.1). Indikator konflik kerja mengganggu keluarga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara istri dengan jenis pekerjaan formal dan informal pada tiga item pernyataan, yaitu tuntutan dari pekerjaan mempengaruhi kehidupan keluarga dan rumah tangga, pekerjaan menghasilkan tekanan yang membuat sulit memenuhi tugas keluarga, dan waktu bekerja membuat sulit memenuhi tanggung jawab keluarga.

Tabel 14 Hasil uji beda item rataan capaian konflik keluarga mengganggu kerja berdasarkan jenis pekerjaan

No Indikator konflik keluarga mengganggu kerja Formal Informal P-value Total

1. Tuntutan keluarga mempengaruhi kegiatan

pekerjaan. 52,1 50 0,599 51,3

2. Adanya tuntutan di rumah, membuat harus

sering menunda dalam menyelesaikan tugas di tempat kerja.

51,7 52,9 0,730 52,3

3. Hal yang ingin dilakukan di tempat kerja

tidak dapat dilakukan karena tuntutan keluarga.

49,6 49,6 1,00 49,6

4. Kehidupan keluarga mengganggu tanggung

jawab di tempat kerja, seperti tidak bisa tepat waktu untuk masuk kerja dan menyelesaikan tugas sehari-hari, dan tidak bisa bekerja lembur.

47,5 45 0,424 46,3

5. Ketegangan yang terjadi dalam keluarga

mengganggu kemampuan untuk melakukan tugas yang berhubungan dengan pekerjaan.

52,5 46,7 0,177 49,6

Hasil analisis deskriptif indikator konflik keluarga mengganggu kerja (Tabel 14) menunjukkan bahwa capaian dengan persentase terbesar adalah item dimana istri merasa tuntutan di rumah membuatnya sering menunda melakukan hal-hal di tempat kerja (52.3) dan tuntutan keluarga mempengaruhi kegiatan pekerjaan (51.3). Hasil uji beda dimensi konflik keluarga mengganggu kerja menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara istri dengan jenis pekerjaan formal dan informal.

Tipologi Keluarga

Tipologi keluarga pada penelitian ini adalah sistem keluarga yang dibentuk dan dibedakan berdasarkan ketangguhan keluarga, koherensi keluarga, ikatan keluarga, dan fleksibilitas keluarga. Ketangguhan keluarga (family hardiness) adalah kekuatan dan ketahanan keluarga yang timbul oleh perasaan yang kuat sebagai suatu keluarga dalam mengontrol peristiwa serta kesulitan-kesulitan hidup, mampu melihat adanya potensi masalah dalam kehidupan berkeluarga, mampu bertahan saat menghadapi masalah keluarga yang besar, dan memandang penting makna ikatan keluarga dan hubungan antara anggota keluarga. Family coherence (koherensi keluarga) adalah sebuah hal yang mendasar dalam melakukan koping strategi dalam keluarga, dan dipakai dalam manajemen permasalahan keluarga. Family coherence dioperasionalkan sebagai penerimaan terhadap permasalahan dan perbedaan pendapat antara anggota keluarga, mampu

(9)

40

memaknai masalah keluarga secara positif, dan memandang masalah sebagai upaya untuk berkembang. Family bonding (ikatan keluarga) adalah derajat yang mengukur kelekatan emosi dan arti kebersamaan keluarga serta integrasi antar anggota keluarga. Family bonding dapat dijabarkan dalam keterbukaan untuk mendiskusikan masalah, merasa dekat dengan anggota keluarga lain, dan terlibat dalam kebersamaan keluarga sebagai bagian dari keluarga secara keseluruhan. Family flexibility (fleksibilitas keluarga) adalah kemampuan keluarga untuk merubah aturan, batasan, dan peran untuk mengakomodasi tekanan perubahan dari dalam maupun luar keluarga. Family flexibility dapat dijabarkan dalam keluwesan aturan keluarga, peran suami-istri dalam pengambilan keputusan dan pembagian tugas antar anggota keluarga.

Tabel 15 Hasil uji beda capaian dimensi tipologi keluarga berdasarkan jenis pekerjaan

Karakteristik Rataan Total Jenis Pekerjaan P-Value

Formal Informal

Keluarga regeneratif 80.4 79,6 81,2 0,359

Family hardiness 68.2 66,5 69,8 0,188

Family coherence 92.6 92,7 92,5 0,934

Keluarga lenting (resilient) 72.0 72,8 71,2 0,375

Family bonding 51.9 53,3 50,5 0,430

Family flexibility 92.1 92,3 91,8 0,845

Uji beda (Tabel 15) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dimensi dan indikator tipologi keluarga pada istri dengan pekerjaan formal dan informal. Istri dengan jenis pekerjaan informal memiliki rataan skor yang lebih tinggi pada dimensi keluarga regeneratif (81.2%), dan istri dengan jenis pekerjaan formal memiliki rataan skor yang lebih tinggi pada dimensi keluarga lenting (resilient).

Dimensi Keluarga Regeneratif

Dimensi keluarga regeneratif dapat diidentifikasi menjadi empat sistem keluarga dengan memasukkan indikator ketangguhan (family hardiness) dan koherensi keluarga (family coherence): yaitu (1) vulnerable (rentan) ketika indikator ketangguhan dan koherensi sama-sama rendah, (2) secure (aman) ketika ketangguhan tinggi sementara koherensi rendah, (3) durable (tahan/awet) ketika koherensi tinggi dan ketangguhan keluarga rendah, dan (4) regenerative ketika indikator ketangguhan dan koherensi sama-sama tinggi.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan kategori capaian dimensi ketangguhan keluarga (hardiness) menurut jenis pekerjaan

No Kategori Formal Informal

n = 60 % n = 60 %

1 Rendah (0-50.0%) 14 23.3 10 16.7

2 Tinggi (50.1%-100%) 46 76.7 50 83.3

Total 100.0 100.0

P-value 0.333

Hasil uji beda dimensi ketangguhan keluarga (Tabel 16) menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memiliki ketangguhan keluarga yang tinggi. Keluarga dengan istri yang bekerja di sektor informal (83.3%) memiliki ketangguhan keluarga yang lebih tinggi atau lebih baik dibandingkan dengan

(10)

41 keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal (76.7%). Hasil analisis deskriptif dimensi ketangguhan keluarga (Tabel 17) menunjukkan bahwa capaian dengan persentase terbesar adalah item dimana istri sering memikirkan untuk meningkatkan hubungan antara orangtua dan anak (98.3), dan memikirkan untuk meningkatkan keharmonisan suami istri (97.5).

Tabel 17 Hasil uji beda item rataan capaian ketangguhan keluarga (hardiness) berdasarkan jenis pekerjaan

No. Indikator family hardiness Jenis Pekerjaan P-value Total

Formal Informal

1. Sering memikirkan ulang tentang makna

ikatan pernikahan. 53,3 46,7 0,469 50

2. Memikirkan adanya

potensi/kemungkinan masalah dalam kehidupan keluarga

68,3 80 0,147 74,7

3. Memikirkan untuk meningkatkan

hubungan antara orangtua dan anak 98,3 98,3 1,000 98,3

4. Memikirkan untuk meningkatkan

keharmonisan suami istri 96,7 98,3 0,563 97,5

5. Merasa yakin akan mampu bertahan jika

menghadapi permasalahan keluarga yang besar

93,3 93,3 1,000 93,3

6. Merasa tidak perlu merencanakan masa

depan keluarga karena tidak yakin bisa mencapainya

15 30 0,050 22,5

7. Merasa tidak yakin dengan usaha yang

dilakukan akan berhasil 18,3 26,7 0,278 22,5

8. Lebih senang tinggal di rumah

dibanding pergi keluar rumah 83,3 80 0,640 81,7

9. Merasa bosan karena melakukan

aktivitas/kegiatan yang sama berulang kali

58,3 61,7 0,712 60

10. Percaya bahwa hidup ini bukan sebuah

kebetulan dan keberuntungan semata 80 83,3 0,640 81,7

Hasil uji beda dimensi ketangguhan keluarga menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara istri dengan jenis pekerjaan formal dan informal. Istri dengan jenis pekerjaan informal memiliki capaian yang lebih tinggi pada hampir semua item. Hasil uji beda dimensi koherensi keluarga (Tabel 18) menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memiliki koherensi keluarga yang tinggi. Keluarga dengan istri yang bekerja di sektor informal (98.3%) memiliki koherensi keluarga yang lebih tinggi atau lebih baik dibandingkan dengan keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal (76.7%).

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kategori capaian dimensi koherensi keluarga menururt jenis pekerjaan

No Kategori Formal Informal

n = 60 % n = 60 %

1 Rendah (0-50.0%) 2 3.3 1 1.7

2 Tinggi (50.1%-100%) 58 96.7 59 98.3

Total 100.0 100.0

(11)

42

Tabel 19 Hasil uji beda item rataan capaian koherensi keluarga berdasarkan jenis pekerjaan

No. Indikator family coherence Jenis Pekerjaan P-value Total

Formal Iinformal

1. Mampu menerima permasalahan

sebagai bagian dalam kehidupan berkeluarga

98,3 96,7 0,563 97,5

2. Mampu menerima perbedaan pendapat

antara anggota keluarga 96,7 93,3 0,406 95

3. Mampu melihat kelebihan pada setiap

anggota keluarga 96,7 95 0,651 95,8

4. Mampu memahami cara berfikir

anggota keluarga yang berbeda pandangannya

96,7 90 0,146 93,3

5. Memaknai masalah keluarga secara

positif 96,7 93,3 0,406 95

6. Memandang masalah sebagai

upaya/cara untuk berkembang 95 93,3 0,407 94,7

7. Percaya akan adanya campur tangan

Tuhan dalam kehidupan keluarga 100 100 0,700 100

8. Percaya bahwa manusia sepenuhnya

dapat mengendalikan kehidupan

sebagaimana yang diinginkan

66,7 78,3 0,155 72,5

9. Merasa yakin bahwa setiap anggota

keluarga tidak mungkin mengharapkan adanya kesulitan

90 96,7 0,146 93,3

10. Memandang bahwa kesulitan seorang

anggota keluarga merupakan kesulitan bagi seluruh anggota keluarga lainnya

90 88,3 0,771 89,7

Hasil analisis deskriptif (Tabel 19) dimensi koherensi keluarga menunjukkan bahwa capaian dengan persentase terbesar adalah item istri percaya akan adanya campur tangan Tuhan dalam kehidupan keluarga (100.0), dan mampu menerima permasalahan sebagai bagian dalam kehidupan berkeluarga (97.5).

F a mil y Co here nce Family Hardiness R en dah Rendah Tinggi

Vulnerable Family Secure Family

Formal

0 (0.0%) Informal 0 (0.0%) 2 (3.33%) Formal 1 (1.67%) Informal

Tin

gg

i

Durable Family Regeneretive Family

Formal

14 (23.3%) 10 (16.7%) Informal 44 (73.3%) Formal Informal= 49 (81.67%)

P-Value = 0,359 Keterangan: F (Formal); IF (Informal)

Gambar 6 Sebaran keluarga (%) berdasarkan model kuadran circumplex tipe keluarga regeneratif berdasarkan jenis pekerjaan

Gambar 6 menunjukkan bahwa tidak ada (0.0%) keluarga yang tergolong dalam keluarga rentan (vulnerable family). Lebih dari setengah keluarga dengan

(12)

43 istri bekerja di sektor formal (73.3%) dan informal (81.67%) memiliki tipe keluarga regeneratif. Keluarga regeneratif adalah keluarga yang memiliki tujuan yang ingin dicapai, memiliki rencana dan nilai dalam setiap usahanya, dan merasa bahwa hidup sangat berarti. Sebagian keluarga dengan istri bekerja di sektor formal (23.3%) dan informal (16.7%) tergolong dalam keluarga tahan lama (durable family), yaitu keluarga yang menunjukkan perasaan yang lemah terhadap tujuan, menganggap hidup tidak berarti, dan kurang mengapresiasi sesuatu yang dilakukan anggota keluarga. Durable family memiliki kontrol yang lemah terhadap sesuatu yang terjadi dalam keluarga, kurang aktif dan tidak mendorong anggota keluarga untuk berusaha belajar sesuatu yang baru. Secara umum durable family menunjukkan dasar kekuatan internal yang lemah, namun keluarga cenderung menggantinya dengan mengoptimalkan kemampuan strategi koping dengan ciri-ciri yaitu, memiliki kepedulian, penghormatan, kepercayaan dan kemampuan mengelola dan kestabilan emosi (McCubbin dan Thompson, 1988).

Dimensi Keluarga Lenting

Keluarga lenting (resilient family) dapat diidentifikasi dengan indikator ikatan (bonding) dan fleksibilitas keluarga, yaitu (1) fragile (rapuh) ketika indikator ikatan dan fleksibilitas rendah, (2) bonded (terikat) ketika ikatan tinggi sementara fleksibilitas rendah, (3) pliant (lunak/mudah berubah) ketika ikatan rendah dan fleksibilitas tinggi, dan (4) resilient (lenting) ketika indikator ikatan dan fleksibilitas tinggi.

Tabel 20 Hasil uji beda item rataan capaian ikatan keluarga berdasarkan jenis pekerjaan

No. Indikator family bonding Jenis Pekerjaan P-value Total

Formal Informal

1. Mudah mendiskusikan masalah dengan

orang lain di luar keluarga dibanding dengan keluarga sendiri

21,7 28,3 0,403 25

2. Merasa anggota keluarga lebih dekat

dengan orang lain di luar keluarga 18,3 20 0,818 19,2

3. Menempatkan keluarga diurutan

pertama 98,3 95 0,314 96,7

4. Memiliki sedikit waktu kebersamaan 51,7 38,3 0,145 45

5. Merasa perlu memberitahukan anggota

keluarga dalam mengambil sebuah keputusan yang besar

88,3 73,3 0,37 80,3

6. Merasa sulit untuk melakukan kegiatan

bersama-sama 38,3 35 0,734 36,7

7. Sulit merencanakan kegiatan bersama

keluarga sebagai bentuk kebersamaan 36,7 35 0,864 35,8

8. Merasa anggota keluarga saling

menjauh satu sama lain ketika berada di rumah

15 25 0,236 20

9. Merasa penting, calon pasangan hidup

salah satu anggota keluarga mendapat persetujuan dari seluruh anggota keluarga

88,3 93,3 0,347 90,8

10. Memendam masalah untuk

menghindari konflik/pertengkaran dan ketegangan keluarga

(13)

44

Hasil analisis deskriptif (Tabel 20) dimensi ikatan keluarga menunjukkan bahwa capaian dengan persentase terbesar adalah item dimana istri menempatkan keluarga diurutan pertama dan menempatkan kepentingan pribadi diurutan kedua (96.7), dan merasa penting bahwa calon pasangan hidup salah satu anggota keluarga mendapat persetujuan dari seluruh anggota keluarga (90.8). Istri dengan jenis pekerjaan formal memiliki capaian yang lebih tinggi pada enam item dibanding istri dengan pekerjaan informal.

Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan kategori capaian dimensi ikatan keluarga berdasarkan jenis pekerjaan

No Kategori Formal Informal

n = 60 % n = 60 %

1 Rendah (0-50.0%) 36 60 39 65

2 Tinggi (50.1%-100%) 24 40 21 35

Total 100.0 100.0

P-value 0.320

Hasil uji beda dimensi ikatan keluarga (Tabel 21) menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memiliki ikatan keluarga yang rendah. Keluarga dengan istri yang bekerja di sektor informal (35%) memiliki indeks persentase ikatan keluarga yang lebih rendah dibandingkan dengan keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal (40%). Ikatan keluarga merupakan protective factor agar keluarga dapat bertahan ketika menghadapi masalah (Bogenschneider et al. dalam Siliman). Hal ini dapat menduga bahwa keluarga dengan istri bekerja memiliki ikatan keluarga yang cenderung rendah.

Tabel 22 Hasil uji beda item rataan capaian fleksibilitas keluarga berdasarkan jenis pekerjaan

No. Indikator family flexibility Jenis Pekerjaan P-value Total

Formal Informal

1. Dalam keluarga, suami dan istri

fleksibel siapa yang lebih dominan dalam pengambilan keputusan

85 75 0,174 80

2. Dalam keluarga, aturan keluarga yang

telah disepakati dapat diubah sepanjang ada alasan yang jelas

95 90 0,302 92,5

3. Dalam keluarga, tugas suami-istri

dimungkinkan diubah sepanjang ada alasan yang jelas

90 91,7 0,754 90,8

4. Dalam keluarga. anggota keluarga

bebas mengungkapkan ide, pemikiran, dan pertimbangannya

100 100 0,313 100

5. Dalam keluarga, ide dan saran anggota

keluarga dihormati dan dihargai 95 98,3 0,573 96,7

6. Dapat merubah prioritas keluarga jika

ada hal yang lebih penting 90 86,7 0,468 88,3

7. Dapat mengubah kegiatan bila ada

pertimbangan yang dapat diterima 91,7 95 0,700 93,3

8. Dapat merubah rencana pengeluaran

bila ada hal yang lebih penting 93,3 95 0,347 94,2

9. Dapat mengubah rencana kegiatan jika

ada agenda yang lebih penting 88,3 93,3 0,700 90,8

10. Dalam keluarga, anggota keluarga

(14)

45 Hasil analisis deskriptif (Tabel 22) dimensi fleksibilitas keluarga menunjukkan bahwa capaian dengan persentase terbesar adalah item dimana anggota keluarga bebas mengungkapkan ide, pemikiran, dan pertimbangan (100.0), dan ide dan saran anggota keluarga selalu dihormati dan dihargai (96.7). Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan kategori capaian dimensi fleksibilitas

keluarga menururt jenis pekerjaan

No Kategori Formal Informal

n = 60 % n = 60 %

1 Rendah (0-50.0%) 3 5 2 3.3

2 Tinggi (50.1%-100%) 57 95 58 96.7

Total 100.0 100.0

P-value 0.209

Hasil uji beda dimensi fleksibilitas keluarga (Tabel 23) menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memiliki fleksibilitas keluarga yang tinggi. Keluarga dengan istri yang bekerja di sektor informal (96.7%) memiliki indeks persentase koherensi keluarga yang lebih tinggi atau lebih baik dibandingkan keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal (76.7%).

F a mil y F lex ibi lity Family Bonding R en dah Rendah Tinggi

Fragile Family Bonded Family

Formal

0 (0.0%) Informal 2 (3.3%) 3 (5.0%) Formal Informal 0 (0.0%)

Tin

gg

i

Pliant Family Resilient Family

Formal

36 (60.0%) 37 (61.7%) Informal 21 (35.0%) Formal 21 (35.0%) Informal

P-Value = 0,375 Keterangan: F (Formal); IF (Informal)

Gambar 7 Sebaran keluarga (%) berdasarkan model kuadran circumplex tipe keluarga lenting berdasarkan jenis pekerjaan

Gambar 7 menunjukkan bahwa tidak ada (0.0%) keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal tergolong dalam keluarga rapuh (fragile family) dan sebagian kecil (3.3%) keluarga dengan istri bekerja di sektor informal tergolong dalam keluarga rapuh. Sebagian besar keluarga dengan istri bekerja di sektor formal (60%) dan informal (61.7%) memiliki tipe keluarga lunak (pliant family). Pliant family menunjukkan bahwa keluarga memiliki kemungkinan yang besar untuk melakukan perubahan. Keluarga ini menunjukkan bahwa setiap anggota keluarga dapat mengatakan yang mereka inginkan sebagai masukan dalam keputusan yang besar, dapat membentuk peraturan dan praktek dalam keluarga, serta dapat berkompromi. Hal ini menunjukkan kurang ikatan (family bonding) dalam keluarga. Anggota keluarga menunjukkan keraguan untuk bergantung pada keluarga, baik dalam mendukung maupun mengerti satu sama lain, dan lebih

(15)

46

mempercayai orang di luar keluarga, menghindari anggota keluarga lain, dan memiliki kesulitan dalam melakukan sesuatu dalam keluarga (McCubbin dan Thompson, 1988).

Hubungan Antar Indikator Tipologi keluarga

Hasil analisis hubungan antar indikator tipologi keluarga (Tabel 24) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara ikatan keluarga dan fleksibilitas keluarga dengan koherensi keluarga. Di samping itu, terdapat hubungan antara ikatan keluarga dengan fleksibilitas keluarga.

Tabel 24 Koefisien korelasi antar indikator tipologi keluarga

Indikator Tipologi Keluarga X1 X2 X3 X4

X1: Ketangguhan keluarga 1

X2: Koherensi keluarga .149 1

X3: Ikatan keluarga .119 .204* 1

X4: Fleksibilitas keluarga .094 .345* .270* 1

Hubungan Antara Karakteristik Keluarga dan Konflik Kerja-Keluarga dengan Indikator Tipologi keluarga

Hasil analisis (Tabel 25) menunjukkan bahwa usia istri berhubungan positif secara signifikan dengan koherensi keluarga, dan pendidikan istri berhubungan positif secara signifikan dengan koherensi dan fleksibilitas keluarga. Lama jam kerja istri berhubungan negatif secara signifikan dengan ikatan keluarga. Konflik kerja mengganggu keluarga berhubungan negatif secara signifikan dengan koherensi, ikatan, dan fleksibilitas keluarga.

Tabel 25 Koefisien korelasi antar karakteristik keluarga, konflik kerja keluarga, dan indikator tipologi keluarga

Variabel Hardiness Indikator Tipologi Keluarga Coherence Bonding Flexibility

Karakteristik Keluarga

Usia Istri .026 .235* .146 .180

Pendidikan Istri .153 .203* .127 .274*

Pendapatan Keluarga .129 .020 .167 .080

Jumlah Anggota Keluarga -.053 -.187 -.208* -.095

Lama Pernikahan .063 .044 .360* .018

Karakteristik Pekerjaan Istri Jenis pekerjaan (formal atau

informal) -.121 -.008 -.051 -.018

Lama jam kerja -.135 -.101 -.215* -.190

Lama pengalaman kerja .166 .005 .171 .161

Pengalaman pindah kerja -.035 -.048 -.018 -.033

Konflik kerja keluarga

Konflik kerja mengganggu keluarga -.122 -.205* -.231* -.278*

(16)

47

Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa konflik dari lingkungan kerja yang tidak dapat diselesaikan oleh istri dapat mengurangi koherensi, ikatan (bonding) dalam keluarga dan fleksibilitas keluarga dalam menghadapi permasalahan keluarga. Hal ini berarti situasi kerja sangat mempengaruhi istri dalam menghadapi permasalahan keluarganya.

Berdasarkan karakteristik keluarga dan karakteristik pekerjaan, rata-rata keluarga istri dengan jenis pekerjaan informal lebih tua dalam usia, lebih rendah dalam pendidikan dan pendapatan keluarganya, lebih lama dalam pernikahan, serta lebih sering berpindah kerja (stabilitas pekerjaan) dibandingkan dengan keluarga istri dengan jenis pekerjaan formal. Hasil ini mendukung penelitian Sunarti (2013a), bahwa keluarga dengan pekerjaan yang stabil akan memiliki kondisi sosial ekonomi (pendapatan dan pendidikan) yang lebih baik dibandingkan keluarga dengan pekerjaan tidak stabil.

Konflik kerja-keluarga adalah variabel yang menggambarkan bagaimana kemampuan istri bekerja menjalankan dual role (peran ganda) di dunia kerja dan rumah tangga. Terdapat perbedaan nyata antara istri dengan pekerjaan formal dan informal dalam menjalankan peran gandanya, yang dinyatakan dari data bahwa istri dengan jenis pekerjaan formal lebih tinggi capaiannya dalam dimensi konflik kerja mengganggu keluarga. Hal ini berarti peran dari pekerjaan formal cenderung lebih menuntut peran istri dalam rumah tangga sehingga menimbulkan konflik. Sedangkan capaian dimensi konflik keluarga mengganggu kerja tidak memperlihatkan perbedaan nyata antara istri yang bekerja formal dan informal. Hasil ini mendukung penelitian Lu et al. (2006), bahwa dalam masyarakat kolektif seperti di Indonesia, pekerjaan dianggap sebagai kontribusi untuk kesejahteraan keluarga sehingga konflik keluarga mengganggu kerja (FWC) mereka juga lebih rendah dibanding masyarakat individualist, karena memandang dan memaknai hal ini sebagai kewajiban dalam keluarga.

Hasil uji beda menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan pada empat indikator tipologi keluarga antara istri dengan pekerjaan formal dan informal. Hal ini berarti bahwa baik keluarga dengan jenis pekerjaan istri formal maupun informal memiliki kemampuan yang sama dalam mengelola sumber stress dalam kehidupan keluarga. Hasil ini berbeda dengan penelitian Sunarti (2012), yang menyatakan bahwa keluarga dengan pekerjaan yang tidak stabil (informal) memiliki pencapaian indikator dan tipologi keluarga yang lebih rendah dibandingkan keluarga dengan pekerjaan stabil (formal). Perbedaan ini dapat disebabkan karena kurangnya keberagaman (heterogen) contoh dalam penelitian ini.

Berdasarkan kategori indikator tipologi keluarga, keluarga dengan istri yang bekerja di sektor informal tergolong dalam ketangguhan (hardiness), koherensi (coherence) dan fleksibilitas (flexibility) keluarga yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga dengan istri yang bekerja di sektor formal. Hal ini diduga berkaitan dengan konflik kerja-keluarga yang lebih tinggi dialami oleh istri yang bekerja di sektor formal, sehingga mengganggu keluarga dalam mengelola sumberdaya secara efektif dalam menghadapi konflik dari tempat kerja.

(17)

48

Berdasarkan circumplex dimensi keluarga regeneratif, dapat disimpulkan bahwa masih ada sebagian keluarga yang tidak tergolong dalam keluarga regeneratif (tipe keluarga terbaik), yaitu keluarga yang tersebar dalam tipe durable family (tahan lama). Hal ini diduga karena rendahnya ketangguhan keluarga. Berdasarkan circumplex dimensi keluarga lenting (resilient), dapat disimpulkan bahwa sebagian besar keluarga (> 50%) yang tergolong dalam tipe pliant family (keluarga lunak). Hal ini mengindikasikan rendahnya ikatan keluarga sehingga keluarga mudah berubah. Dapat disimpulkan, bahwa keluarga dengan istri bekerja perlu meningkatkan indikator ketangguhan dan ikatan keluarga. Temuan ini menambah khasanah penelitian mengenai tipologi sebelumnya, bahwa ketangguhan keluarga lebih tinggi dimiliki oleh keluarga yang bekerja di wilayah perkotaan (Sunarti, 2013b). Hasil tersebut menggambarkan bahwa ketangguhan keluarga berkaitan dengan lingkungan kerja keluarga yang tinggal di wilayah perkotaan yang jauh lebih tinggi sumber stresnya, sehingga menuntut lebih banyak ketangguhan keluarga.

Uji hubungan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara koherensi keluarga (family coherence) dengan ikatan keluarga (family bonding) dan fleksibilitas keluarga (family flexibility). Pernyataan ini sejalan dengan hasil penelitian Sunarti dan Ginanjarsari (2013), bahwa keluarga yang memiliki kelekatan emosi sebagai kekuatan internal sebuah keluarga cenderung memiliki kemampuan dasar untuk melakukan koping strategi yang baik. Penerimaan terhadap tekanan, loyalitas dan kemampuan dalam berbagi nilai di keluarga dapat dibentuk bila keluarga memiliki kelekatan emosi yang baik. Fleksibilitas keluarga menciptakan situasi keluarga yang lentur dalam menghadapi permasalahan dan perubahan-perubahan hidup dalam keluarga sehingga memungkinkan keluarga untuk menghadapi situasi stres dengan lebih terbuka. Kemampuan koherensi dapat membantu seseorang untuk mengatasi konflik yang ditimbulkan peran di tempat kerja yang mengganggu keluarga. Kemampuan koherensi dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik seseorang dalam membangun lingkungan kerja yang memungkinkan seseorang untuk menyeimbangkan kehidupan kerja dan keluarga (Takeuchi dan Yamazaki, 2010).

Sering timbulnya konflik dalam keluarga tidak akan menjadi masalah selama keluarga memiliki ikatan yang kuat. Ikatan (bonding) yang berperan penting dalam hal ini adalah adanya cinta, respek, pertemanan, dan komitmen yang terjalin di antara anggota keluarga. Suatu keluarga dapat berfungsi dengan baik bila memiliki ikatan yang tinggi (Gottman, 1995). Fleksibilitas keluarga dalam lingkungan kerja dan keluarga dibutuhkan oleh setiap pasangan suami-istri bekerja untuk mengelola konflik kerja-keluarga, seperti dapat bernegosiasi mengenai tugas atau memiliki kontrol dalam mengatur waktu kerja mereka tanpa merasa takut didiskriminasi atau mendapat skorsing. Semakin fleksibel seseorang dalam mengelola jam kerja dan penyelesaian tugas maka semakin berkurang konflik kerja-keluarga dan semakin meningkat kepuasan hidupnya (Boushey, 2011). Hubungan antara ikatan keluarga (family bonding) dengan fleksibilitas keluarga (family flexibility) menunjukkan ikatan emosional yang kuat antara anggota keluarga dapat menjadi dasar kepercayaan dalam keluarga, sehingga keluarga memiliki pola komunikasi yang terbuka, kebijaksanaan dalam melakukan kompromi, dan masing-masing anggota dapat berpartisipasi aktif dalam mengambil keputusan (McCubbin dan Thompson 1988).

(18)

49 Hubungan antara karakteristik keluarga dengan indikator tipologi keluarga memperlihatkan usia istri berhubungan positif secara signifikan dengan koherensi keluarga (family coherence). Semakin bertambah usia istri, maka semakin matang dan bijaksana dalam menghadapi suatu permasalahan, sehingga cenderung lebih dapat mengatasi situasi stres dalam keluarga. Pendidikan istri berhubungan positif secara signifikan dengan koherensi keluarga (family coherence) dan fleksibilitas keluarga (family flexibility). Hal ini berarti semakin tinggi pendidikan istri maka semakin bijaksana menghadapi permasalahan dan situasi stres, dan cenderung lebih mampu kompromi dan menghormati pendapat serta partisipasi anggota keluarga yang lain dalam memecahkan masalah dalam keluarga. Glenn dan Weaver (1988) menjelaskan bahwa perbedaan tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan, keinginan dan aspirasinya. Hal ini berarti semakin tinggi pendidikan individu semakin jelas wawasannya, sehingga persepsi terhadap diri dan kehidupan pernikahannya menjadi semakin baik. Hubungan antara karakteristik pekerjaan istri dengan indikator tipologi keluarga menunjukkan bahwa lama jam kerja istri berhubungan negatif secara signifikan dengan ikatan keluarga (family bonding). Istri yang lebih aktif dalam dunia kerja akan memiliki kecenderungan sedikit waktu untuk melakukan berbagai kegiatan bersama keluarganya sehingga dapat meregangkan hubungan antara anggota keluarga.

Simpulan

Suami dan istri dengan jenis pekerjaan informal berusia lebih tua dibandingkan keluarga dengan pekerjaan formal. Pendidikan suami dan istri, pendapatan keluarga, dan pendapatan per kapita keluarga berdasarkan jenis pekerjaan formal lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga dengan pekerjaan informal. Lama pernikahan keluarga dengan jenis pekerjaan informal rata-rata lebih lama dibanding keluarga pekerja formal.

Istri dengan jenis pekerjaan formal cenderung mengalami konflik kerja mengganggu keluarga yang lebih tinggi dibandingkan dengan istri dengan jenis pekerjaan informal. Berdasarkan tipologi keluarga, istri yang bekerja di sektor formal maupun informal tidak memiliki perbedaan yang signifikan pada semua dimensi dan indikator tipologi keluarga. Kelompok terbesar keluarga tegolong dalam keluarga regeneratif, namun masih ada keluarga yang tersebar dalam tipe durable family.

Uji hubungan antar indikator tipologi keluarga menunjukkan bahwa semakin baik koherensi dan fleksibilitas keluarga, maka semakin baik ikatan keluarga. Uji hubungan antara karakteristik keluarga dengan indikator tipologi keluarga menunjukkan, semakin bertambah usia istri maka semakin baik koherensi keluarga, dan semakin tinggi pendidikan istri maka semakin baik koherensi dan fleksibilitas keluarga. Uji hubungan antara karakteristik pekerjaan istri dengan indikator tipologi keluarga menunjukkan, berarti semakin lama jam kerja istri maka semakin rendah ikatan keluarga. Uji hubungan antara dimensi konflik kerja mengganggu keluarga dengan indikator tipologi keluarga menunjukkan bahwa semakin tinggi konflik kerja mengganggu keluarga

Gambar

Tabel 10 Hasil uji beda karakteristik pekerjaan istri berdasarkan jenis pekerjaan
Tabel  11  Hasil  uji  beda  dimensi  konflik  kerja-keluarga  berdasarkan  jenis  pekerjaan
Tabel 14 Hasil uji beda item rataan capaian konflik keluarga mengganggu kerja  berdasarkan jenis pekerjaan
Tabel  17  Hasil  uji  beda  item  rataan  capaian  ketangguhan  keluarga  (hardiness)  berdasarkan jenis pekerjaan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tanaman kacang hijau umur 2 MST, volume akar pada perlakuan kerapatan tinggi berbeda nyata dengan perlakuan kerapatan rendah, tetapi tidak berbeda nyata

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan bahwakemampuan pemecahan masalah mahasiswa PGSD FKIP Universitas Riau pada pecahan melalui pendekatan model

o) Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 114- II/2005 tentang Manual Pendaftaran Tanah Berbasis Masyarakat pada Lokasi Terkena Bencana Tsunami di Propinsi Nanggroe

bahwa untuk mengakomodasi ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Teknis Daerah Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Rakyat tersebut dan penataan kelembagaan Inspektorat

Mari kita masuk kehalaman mesin pencari kita dengan mengetikan http://www.AltaVista.com pada Address Bar yang disediakan oleh Web Browser setelah itu tekan enter atau klik tombol

• Pada tahap analisis sintaks ini token yang diperoleh dari analisis leksikal disusun dan dikelompokkan dalam suatu hirarki tertentu yang mempunyai arti yang disebut sebagai

adalah menyajikan pemikiran yang dapat memperkaya kemungkinan pilihan dalam kebijakan dan mencari jalan keluar. Salah satu caranya adalah melalui berita. Dalam surat

Dari tabel 5.8 dan gambar 5.8 diatas dapat dilihat bahwa seluruh industri jasa bordir memiliki mesin bordir sendiri tetapi untuk industri konveksi sebanyak 19 responden atau 32