• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sapi Bali dan Kukunya

Perkembangan sapi bali di Indonesia sangat signifikan dibandingkan ras sapi potong pada umumnya. Hal tersebut disebabkan sapi bali lebih diminati oleh petani tradisional karena beberapa keunggulan, antara lain, fertilitas yang tinggi (persentase kebuntingan tiap perkawinan mencapai 50%-70%), merupakan sapi pekerja yang baik, memiliki persentase karkas yang tinggi dan memiliki kecernaan yang baik pada pakan. Sapi bali memiliki daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan baru, baik terhadap suhu udara, kelembaban dan angin, maupun terhadap kondisi lahan, pakan dan penyakit. Selain itu, sapi bali memiliki daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan baru, baik terhadap suhu udara, kelembaban dan angin, maupun terhadap kondisi lahan, pakan dan penyakit.

Kemampuan sapi bali beradaptasi dengan lingkungan yang panas merupakan yang terbaik dibandingkan dengan kemampuan sapi-sapi lain di Indonesia ataupun sapi-sapi di daerah sub-tropis. Selain beberapa keunggulan tersebut, sapi bali juga memiliki beberapa kelemahan yakni, rentan terhadap

penyakit jembrana, Malignant Catarrhal Fever, Septicaemia Epizootica, Penyakit

Mulut dan Kuku (PMK) dan kuku busuk/foot rot (Darmadja, 1980;

Hardjosubroto, 1994).

Sapi bali merupakan salah satu jenis sapi lokal yang merupakan plasma nutfah asli Indonesia serta turunan asli dari banteng (Bibos banteng) yang telah mengalami proses domestikasi berabad-abad lamanya (Payne, 1970). Bandini (2004) menyatakan sapi bali memiliki persamaan dalam tipe dan penampilan dengan banteng liar tetapi dimana dan kapan pertama kali dilakukan domestikasi masih menjadi permasalahan.

Selain Bos javanicus, sapi bali memiliki beberapa sinonim yaitu Bos

banteng dan Bos sondaicus. Sapi bali termasuk Famili Bovidae, Genus Bos dan

Subgenus Bibovine (Hardjosubroto dan Astuti, 1993). Sapi jenis ini hidup pada

lingkungan yang bervariasi, mayoritas terdapat di Bali, Lombok, Nusa Tenggara

(2)

Timur, Flores, Jawa Timur, Sabah serta Serawak dalam jumlah yang sedikit (Payne, 1970).

Kuku merupakan penopang utama bagi tubuh sapi. Kuku sapi juga

berperan untuk melindungi os. phalanx III, tempat bertumpu ke tanah, menahan

bobot tubuh, meredam getaran saat berjalan, berlari atau melompat, dan memompa darah dari daerah kuku kembali ke proximal (Ramey, 1995)

Menurut Greenough and Paul (1997) untuk melaksanakan fungsi kuku sebagai penopang yang baik, sudut kuku yang normal terhadap bidang tumpu

adalah 45o. Pengukuran sudut 45o tersebut diambil dari garis rambut ke satu inci

di bawah garis rambut seperti yang tampak pada (gambar 1).

Gambar 1. Kuku Kaki Depan Normal Tampak dari Sisi Lateral

Sumber : (Greenough et al, 1996)

2.1.1 Anatomi Kuku (Hoof) Sapi

Menurut Sisson (1974), pada setiap kaki sapi memiliki 4 digitalis, dimana

digit 3 dan 4 berkembang penuh, memiliki 3 tulang phalanx dan 3 tulang

sesamoid. Digit 2 dan 5 tidak berkembang dengan baik, berukuran sangat kecil,

dan berada di belakang sendi fetlock. Masing-masing digiti memiliki satu atau dua

tulang kecil yang tidak berartikulasi dengan tulang lainnya. Permukaan abaksial dari kuku tersebut berbentuk cembung dari sisi yang satu ke sisi yang lain dan

A

(3)

ditandai dengan suatu peninggian yang sejajar dengan tepi koronaris. Sedangkan bagian anteriornya cembung (konveks) dari tepi ke tepi, dan sudut yang dibentuk

saat sejajar dengan tanah yakni 45o. Permukaan interdigitalis berbentuk cekung

(konkaf) menyerupai parit, dan hanya pada ujungnya yang bersinggungan dengan kuku diseberangnya. Permukaan basal atau yang mengarah ke tanah terdiri dari dua bagian yang masing-masing memiliki sole yang agak cekung, meruncing kearah depan dan melebar ke belakang, dan terdapat bagian tanduk

yang membulat tersambung ke atas dengan kulit (Rakhmawati, et al. 2012).

Dalam bentuk yang paling sederhana terdapat tiga dasar komponen struktur pada kaki yaitu: tulang (bone), corium, dan epidermis. Kaki terdiri atas dua digit, dimana pada akhir setiap digit dikelilingi oleh kapsul bertanduk yang sering disebut sebagai claw. Dua tulang spesifik dalam bidang distal area digital

adalah distal phalanx (pedal bone) dan navicular bone. Corium adalah jaringan

yang mengelilingi tulang di setiap digit yang terdiri atas: jaringan ikat, pembuluh darah dan saraf. Ada empat daerah spesifik pada corium (dermis) yang meliputi: 1) perioplic (heel) corium, 2) coronary corium, 3) sensitive laminae corium, dan 4) solar corium. Jaringan tanduk yang melampaui corium disebut epidermis (Raven, 1985).

Kuku menipis pada bagian bulb dan seperti yang telah diungkapkan diatas,

terdiri atas lapisan tipis yang merupakan perluasan periople. Sole menempati

salah satu sisi dari sudut yang dibentuk dengan dinding kuku dan berlanjut tanpa

adanya batasan yang jelas dengan periople dan pada bulb (Sisson, 1953).

Beberapa bagian yang penting, yakni: coffin bone (tulang coffin) yang

merupakan tulang berbentuk segitiga di akhir digit. Digit (toe) atau ujung kaki

terdiri dari dua digit yang membentuk kaki. Sole adalah bagian bawah kuku yang

berbentuk konkaf (cekung), tebal menuju tumit dan miring dari arah luar. Cushion

digital merupakan area di dalam bulb, berfungsi sebagai shock absorber atau penyerap syok yang elastis, dan berfungsi sebagai pompa untuk mengalirkan darah kembali serta membantu hewan untuk berjalan.

Kuku merupakan struktur yang sangat penting bagi tubuh hewan. Kecepatan dari memanjangnya dinding kuku sapi yaitu sekitar 0,52 sampai 0,65

(4)

cm per bulan (Hepworth, 2012). Jarak dari pita coronaria (coronary band) ke ujung kuku (toe) normal adalah 7,5 cm. Untuk itu kuku yang baru tumbuh memerlukan waktu selama 15 bulan untuk dapat digunakan (Jackson dan Cockcroft, 2002).

2.1.2 Bagian-bagian Kuku (Penampang)

Kuku terdiri dari tiga bagian yakni: wall (dinding), sole (alas), dan heel

(tumit). Pengalas kaki (sole) terbentuk dari tabung tanduk yang sama seperti

dinding kuku dan ketebalannya kurang dari 1 cm. Diantara dinding kuku terdapat

daerah yang disebut white line (baris sekitar tepi dinding kuku pada bawah kuku),

dan daerah ini paling empuk dibandingkan dinding kuku. Oleh karena itu, daerah ini merupakan bagian yang paling rentan terhadap kerikil, kotoran dan sampah, yang dapat menyebabkan kuku terluka dan menyebabkan infeksi pada kuku dan kepincangan (Kasari and Thomas, 1991).

Gambar 2. Kuku kaki depan dilihat dari sisi ventral (Greenough and Paul, 1996)

Setiap bagian kuku sangat penting untuk menunjang performa dari hewan tersebut, sehingga sekecil apapun gangguan yang dialami oleh bagian tertentu, maka akan mempengaruhi kesehatan. Terdapat bagian-bagian luar kuku yang mudah diamati secara morfologik seperti yang tampak pada gambar 3, antara lain: coronary band yaitu daerah di atas kuku yang biasanya lembut dan tampak

(5)

tubular keras yang halus, dengan permukaan samar dan sejajar menuju coronary

band. Bulb merupakan bagian belakang dari kuku yang diteruskan oleh coronary

band yang terdiri dari tanduk elastis seperti karet yang lembut. Coronary cushion

adalah massa jaringan elastis dan merupakan vena bagian bawah coronary band

yang pada saat sapi exercise berfungsi memompa darah melalui kaki kembali ke

tubuh. Lamellae adalah ratusan gundukan kecil yang melekat pada coffin bone

oleh serat yang kuat dan tertutup oleh bagian bawah dinding bagian dalam.

Gambar 3. Kuku kaki depan sapi tampak dari sisi lateral (Greenough, 1996)

2.2 Kelainan-kelainan yang Ditemukan Pada Kuku Sapi

Perawatan terhadap kuku sapi sangat penting dalam meningkatkan performa dan produktivitas sapi dan juga untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat menyerang kuku sapi. Hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan dan kelainan pada kuku antara lain:

Kuku panjang/kuku aladin (shallow heel)

Sapi yang hanya dipelihara di dalam kandang secara terus menerus, kuku hanya sedikit bergesekan dengan lantai sehingga dapat menim bulkan kedudukan atau posisi kuku yang salah. Sebab, kukunya akan tumbuh terus dan akhirnya menjadi panjang. Kuku yang tidak pernah dipotong akhinya menjadi tebal dan pada bagian depannya sangat panjang. Perubahan kedudukan kuku yang salah ini mengakibatkan pergeseran terhadap bidang teracak, sehingga titik bobot badan berpindah pada kuku

(6)

bagian belakang yang lunak. Keadaan semacam itu akan mempengaruhi bentuk tubuh, punggungnya akan melengkung seperti busur sehingga kuku yang lunak tersebut sangat mudah sakit, menyebabkan sapi menjadi pincang (Anonymous, 1974). Selain itu, kuku yang panjang dapat menyebabkan terbentuknya rongga di bawah telapak kaki, sehingga mudah sekali kemasukan kotoran yang menjadi tempat tumbuhnya kuman pathogen yang menyebabkan kuku menjadi busuk. Kuku yang busuk ditandai dengan munculnya bau busuk, jaringan di atas kuku memerah dan terjadinya pembengkakan sekitar kuku. Penanganannya addalah dengan pemberian antibiotika untuk mencegah kuku busuk serta menjaga lingkungan kandang tetap kering dan bersih. Kuku yang panjang juga dapat mengganggu aktivitas ternak karena sulit untuk berjalan. Sapi yang memiliki kuku yang panjang menyebabkan kukunya mudah patah sehingga dapat timbul luka dan infeksi (Cahyono, 2010). Untuk mencegah timbulnya hal-hal tersebut, maka dilakukan manajemen terhadap kuku,

seperti memotong kuku (trimming) secara teratur dan dibersihkan dari

kotoran yang ada dalam rongga kuku.

Ada juga penyakit yang sering terjadi pada kuku sapi, yaitu: a. Foot rot (kuku busuk)

Foot rot adalah infeksi kuku yang akut atau sub-akut yang disebabkan oleh mikroba yang berakibat peradangan pada sela-sela kuku

yaitu Fusiformis necrophorus yang biasa hidup di tanah, bersifat aerob

atau mikroaerofilik. Disebut juga necrobacillosis interdigitalis, infectious pododermatitis, foul in the foot, clit ill, hoof roty, interdigital phlegmon, dan busuk jari. Morbiditas penyakit footrot rendah, tetapi kejadiannya tinggi pada kawanan ternak di daerah dengan tanah permukaan kasar, berbatu, lumpur dan kotoran yang tergenang air. Pada beberapa kasus, foot rot dapat sembuh sendiri, tetapi kebanyakan tidak dapat sembuh sendiri dan kejadiannya sering terulang kembali (Gibbons et al., 1970)

(7)

Bila terjadi luka pada sela kuku dan kondisi kuku sedang kotor atau basah, maka hal tersebut memicu terjadinya infeksi. Jaringan kuku bias pecah dan dapat menjadi sumber penularan pada hewan lain. Gejala klinis biasanya ditandai dengan kepincangan pada kaki yang terluka, bagian atas kuku meradang, tampak kemerahan dan mampu membentuk abses yang dapat meluas ke daerah sekitar kuku. Bagian sela kuku (interdigiti) bias pecah/meradang. Luka akibat penyakit ini menimbulkan nanah dan bau busuk. Pada kondisi serius, kuku bias lepas dan hewan mengalami kesulitan berdiri karena menahan rasa nyeri. Nafsu makan dan kondisi secara umum juga ikut menurun (Akoso, 1996).

Cara menangani ialah dengan membersihkan jaringan kuku, bagian nekrosis disingkirkan, kemudian diberi desinfektan dan diolesi dengan salep antibiotic atau yodium tincture. Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang, pemberian alas berupa jerami atau bahan lainnya agar kering dan terasa empuk.

b. Abses Pada Coronary Band

Coronary band merupakan daerah di bagian atas kuku yang biasa

lembut, mengkilap dan berwarna merah muda. Coronary band adalah

bagian antara dinding kuku dan tempat pertumbuhan rambut pada kaki dimulai. Kejadian abses biasanya tidak terdeteksi dan tidak terlihat dari luar, karena pada bagian ini biasanya tertutup oleh lumpur, sehingg sering diabaikan oleh peternak. Pada saat membersihkan kaki biasanya tampak kemerahan dan adanya pembengkakan. Penyebab abses biasanya terjadi akibat penetrasi benda tajam (Scharko, 1998).

c. Tendosynovitis

Merupakan radang pada membran synovial dan biasanya juga

terjadi pada lapisan fibrosa dari selubung tendon, ditandai dengan distensi selubung tendon akibat pengaliran cairan synovial. Radang tersebut memiliki sejumlah kemungkinan penyebab dan manifestasi klinis.

(8)

Macam-macam tendosynovitis meliputi: idiopatik, akut, kronis, dan septik (menular). Synovitis Idiopathic mengacu pada distensi sinovial selubung tendon pada hewan muda, dimana penyebabnya tidak pasti. Tendosinovitis akut dan kronis disebabkan oleh trauma. Septic Tendosynovitis kemungkinan berhubungan dengan luka penetrasi, infeksi lokal berkelanjutan, atau infeksi hematogen.

Ada berbagai jenis distensi sinovial selubung tendon dan kepincangan, tergantung pada tingkat keparahan. Kuda ditandai dengan kelumpuhan bila mengalami tendosinovitis septik. Tendosinovitis kronis

umum terjadi pada kuda dalam di bagian selubung tarsal dari hock

(thoroughpin) dan dalam selubung digitalis (windpuffs tendinous). Kedua

hal tersebut harus dibedakan dari bog spavin dan efusi sinovial fetlock

tersebut .

Dalam kasus idiopatik, tidak ada perawatan yang awalnya direkomendasikan. Kasus akut dengan tanda-tanda klinis dapat diobati

gejala dengan kompres, obat-obatan NSAID (Non-steroid Anti

Inflammation Drugs), dan istirahat. Penerapan perban telah digunakan

pada kasus yang lebih kronis. Septic tendosynovitis memerlukan antibiotik

sistemik dan drainase. Jika adhesi berkembang antara selubung tendon dan tendon, aturannya adalah pengaliran cairan secara persisten.

Gambar 4. Beberapa variasi bentuk kuku panjang pada kuku sapi (Sumber: Brahman News, 2011)

Gambar

Gambar 1. Kuku Kaki Depan Normal Tampak dari Sisi Lateral  Sumber : (Greenough et al, 1996)
Gambar 2. Kuku kaki depan dilihat dari sisi ventral (Greenough and Paul, 1996)
Gambar 3. Kuku kaki depan sapi tampak dari sisi lateral (Greenough, 1996)
Gambar 4. Beberapa variasi bentuk kuku panjang pada kuku sapi (Sumber:

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, kosmetik pada dasarnya adalah campuran bahan yang diaplikasikan pada anggota tubuh bagian luar seperti epidermis kulit, kuku, rambut, bibir, gigi, dan sebagainya dengan

Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini, berupa : kotoran-kotoran ternak, sisa-sisa makanan bangkai binatang, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Penyebaran bibit penyakit yang dibawa oleh lalat rumah yang berasal dari sampah, kotoran manusia/hewan terutama melalui bulu-bulu badannya, kaki dan bagian tubuh

Sampah yang berasal dari permukiman atau tempat tinggal dan daerah komersial, selain terdiri atas sampah organik dan anorganik, juga dapat berkategori Bahan

Faktor lokal yang mengakibatkan infertilitas yaitu infeksi pada vagina seperti trikomonas vaginalis dan vaginitis yang bisa menyebabkan kegagalan konsepsi, kelainan

Penyakit infeksi rentan terjadi dan sering dialami pada balita, karena balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, dan salah satu masalah yang

Infeksi Dalam, yaitu infeksi yang terjadi diantara 30 hari setelah operasi dimana tidak menggunakan alat-alat yang ditanam pada daerah dalam dan jika menggunakan alat-alat

Bronkhitis akut pada anak merupakan penyakit infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang sering dijumpai dan penyebabnya disebabkan infeksi bakteri atau