PENYUSUNAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)
KABUPATEN JOMBANG
TAHUN 2011
Oleh :
BIDANG LITBANG BAPPEDA JOMBANG
Bekerjasama Dengan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan limpahan rahmat dan karuania-Nya, khususnya bagi TIM RISET STIE PGRI Dewantara
Jombang sehingga dapat menyelesaikan Laporan Riset
“Penyusunan Nilai Tukar Petani (NTP) Kabupaten Jombang Tahun 2011”.
Kami menyadari tanpa bantuan dari semua pihak khususnya Bidang Litbang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Jombang dan masyarakat petani di Kabupaten Jombang, Laporan Riset Penyusunan Nilai Tukar Petani (NTP) Kabupaten Jombang Tahun 2011 ini tidak akan dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada beberapa pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan riset ini.
Semoga penyusunan Nilai Tukar Petani (NTP) ini nantinya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi aparat
pelaksana pembangunan (khususnya pembangunan bidang
Jombang, Desember 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 6
1.3. Maksud dan Tujuan ... 7
1.4. Sasaran ... 8
1.5. Kegunaan dan Manfaat ... 8
1.6. Ruang Lingkup ... 9
BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Letak Geografis ... 10 2.2. Kondisi Topografi ... 13 2.3. Kependudukan ... 15 2.4. Struktur Ekonomi ... 15 2.5. Penggunaan Lahan ... 17 2.6. Komoditas Pertanian ... 17
BAB 3 KERANGKA TEORI 3.1. Nilai Tukar Petani (NTP) ... 26
3.3. Indeks Harga ... 28
3.4. Angka Indeks Gabungan ... 29
3.5. Penghitungan Nilai Tukar Petani ... 32
BAB 4 METODOLOGI 4.1. Kaidah Penelitian ... 38
4.2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 38
4.3. Metode Pengumpulan Data ... 41
4.4. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 44
4.5. Definisi Operasional ... 47
4.6. Metode Analisis Data ... 49
BAB 5 HASIL PENGHITUNGAN 5.1. Nilai Tukar Petani ... 51
5.2. Indeks Diterima Petani (It) ... 56
5.3. Indeks Dibayar Petani ... 58
5.4. Nilai Tukar Petani (Kecamatan) ... 63
5.5. Indeks Diterima Petani (Kecamatan) ... 64
5.6. Indeks Dibayar Petani (Kecamatan) ... 66
BAB 6 PEMBAHASAN ... 68
BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan ... 75
7.2. Saran ... 76
7.3. Rekomendasi ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 79
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Luas Wilayah dan Jumlah Desa Menurut
Kecamatan ... 11
Tabel 2.2 Tinggi dan Luas Wilayah Menurut Kecamatan ... 14
Tabel 2.3 Empat Sektor Dominan dalam Struktur Ekonomi Kabupaten Jombang ... 16
Tabel 2.4. Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Fungsinya .... 19
Tabel 2.5 Jumlah Ternak Besar Menurut Kecamatan ... 21
Tabel 2.6 Ternak Kecil Menurut Kecamatan ... 22
Tabel 2.7 Produksi Ikan Menurut Kecamatan ... 24
Tabel 2.8 Produksi Ikan Menurut Jenisnya ... 25
Tabel 4.1 Variabel-Variabel dan Sumber Data yang digunakan ... 42
Tabel 4.2 Populasi Penelitian ... 45
Tabel 5.1 Rata-rata Indeks Diterima Petani ... 52
Tabel 5.2 Rata-rata Indeks Diterima Petani (It), Indeks Dibayar Petani (Ib) dan Nilai Tukar Petani (NTP) per Subsektor Kabupaten Jombang Tahun 2011 (2008 =100) ... 53
Tabel 5.3 Rata-rata Indeks Diterima Petani Menurut Subsektor ... 57
Tabel 5.4. Rata-rata Indeks Dibayar Petani ... 60
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Indeks Terima (It), Indeks Bayar (Ib) dan NTP 2009-2010 ... 5 Gambar 2.1 Peta Admnistratif Kabupaten Jombang ... 12 Gambar 4.1 Diagram Alir Metode Analisis Perhitungan NTP 39 Gambar 5.1 Grafik Perkembangan Indeks Terima (It), Indeks
Bayar (Ib) dan NTP Tahun 2009-2011 ... 54 Gambar 5.2 Grafik Rata-rata Indeks Diterima Petani (It),
Indeks Dibayar Petani (Ib) dan Nilai Tukar Petani (NTP) per Sub-sektor Kab. Jombang Tahun 2011 (2008 =100) ... 54 Gambar 5.3 Grafik Nilai Tukar Petani (NTP) Kecamatan
PENDAHULUAN | 1
1.1. LATAR BELAKANG
Sektor pertanian sebagai salah satu sektor pendukung perekonomian Indonesia merupakan sektor yang relatif lebih tahan dan lebih fleksibel terhadap krisis ekonomi dibandingkan sektor-sektor lainnya karena lebih mengandalkan pemanfaatan sumberdaya domestik daripada komponen impor. Pada situasi krisis sekitar tahun 2.000-an, pertanian berperan sangat penting dalam pembangunan nasional antara lain melalui penyediaan kebutuhan pangan pokok, perolehan devisa melalui ekspor, penampung tenaga kerja khususnya di daerah pedesaan bahkan kurang lebih 60% penduduk Indonesia tinggal
di daerah pedesaan, dimana sebagian besar masih
menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Terlepas dari keberhasilan yang telah dicapai dan peran strategis sektor pertanian tersebut, tantangan pembangunan pertanian saat ini dan mendatang dirasakan semakin berat. Oleh karena itu arah kebijakan harus lebih menekankan kepada ekonomi kerakyatan yang secara langsung melibatkan petani.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Jombang Tahun 2005–2025 yang merupakan dokumen perencanaan makro, salah satu misi yang akan dicapai adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berbasis pada sektor pertanian dan produk unggulan daerah melalui strategi mewujudkan struktur perekonomian yang kokoh berbasis
pertanian sebagai penggerak utama dan didukung keunggulan sektor pendukung. Upaya mewujudkan struktur perekonomian yang kokoh berbasis pertanian sebagai penggerak utama yang didukung keunggulan sektor pendukung ditempuh dengan: (1) Membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi dan pelayanan publik; (2) Pengembangan potensi wilayah, baik pada daerah sekitar hutan, persawahan, perikanan, dan
daerah-daerah sekitar kawasan industri dengan
mengembangkan produk unggulan yang spesifik dan kompetitif serta mempunyai dampak langsung terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja; (3)
Meningkatkan nilai tambah dan produktivitas melalui
pengembangan industri yang memiliki daya saing global serta mampu memberikan layanan yang berkualitas; (4) Membangun inkubator agribisnis dan agroindustri dan mengembangkan kawasan pusat-pusat pengembangan terpadu.
Selanjutnya dalam RPJMD Kabupaten Jombang Tahun 2009-2013 juga disebutkan bahwa dalam upaya mewujudkan visi "Terwujudnya Masyarakat Jombang yang sejahtera, agamis dan berdaya saing berbasis agribisnis” dirumuskan misi “Membangun struktur perekonomian yang kokoh dengan basis keunggulan kompetitif di bidang agribisnis”, yang mengandung
arti mengembangkan daerah dengan memperkuat
perekonomian daerah yang berbasis pada kekuatan sektor pertanian dan produk unggulan daerah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan produksi, distribusi, dan pelayanan; mengurangi kesenjangan sosial secara
menyeluruh, menumbuhkan keberpihakan pada ekonomi kerakyatan; serta memantapkan program penanggulangan kemiskinan.
Arah kebijakan pembangunan di atas sangatlah tepat,
mengingat penggunaan tanah di Kabupaten Jombang
didominasi oleh sawah yang mencapai 42,19 persen dari luas wilayah kabupaten, kemudian permukiman/ perumahan 24,08 persen, hutan 19,46 persen, tegal 11,62 persen dan penggunaan lainnya 2,65 persen.
Kondisi ini menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk Kabupaten Jombang sebagian besar bertumpu pada bidang pertanian sehingga perhatian pembangunan daerah harus lebih banyak terfokus kepada bidang pertanian. Dalam hal ini bukan berarti tetap harus mempertahankan keberadaan bidang pertanian dengan segala ciri tradisionalnya, namun harus lebih mengarah kepada transformasi modern atau industrialisasi pertanian (agroindustri) yang mampu memberikan nilai tambah terhadap bidang pertanian.
Untuk meningkatkan pembangunan di sektor pertanian diperlukan strategi yang tepat sesuai dengan spesifik lokasi. Hal yang sangat perlu diperhatikan adalah jaminan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian sehingga tidak terjadi kendala pada tingkat produsen yang akan berakibat pada meningkatnya biaya produksi dan akan merugikan petani. Selain itu jaminan harga pasar yang stabil oleh pemerintah juga menjadi faktor penting sebagai indikator keberhasilan pembangunan di bidang pertanian.
Untuk melihat keberhasilan pembangunan, selain data tentang pertumbuhan ekonomi juga diperlukan data pengukur tingkat kesejahteraan penduduk khususnya petani. Salah satu indikator pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Petani (NTP).
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan perbandingan/rasio antara Indeks Harga Yang Diterima Petani (It) dengan Indeks Harga Yang Dibayar Petani (Ib). Hubungan Nilai Tukar Petani (NTP) dengan tingkat kesejahteraan petani sebagai produsen secara nyata terlihat dari posisi It yang berada pada pembilang (enumerator) dari angka NTP. Apabila harga barang/produk pertanian naik, dengan asumsi volume produksi tidak berkurang, maka penerimaan/ pendapatan petani dari hasil panennya juga akan bertambah. Perkembangan harga yang
ditunjukkan It, merupakan sebuah indikator tingkat
kesejahteraan petani produsen dari sisi pendapatan. It Kabupaten Jombang pada tahun 2010 (2008 = 100) tercatat 119,74; ini berarti bahwa tingkat harga produk pertanian mengalami kenaikan harga secara rata-rata hampir 1,2 kali lipat dibandingkan dengan tingkat harga produk yang sama pada tahun dasar 2008. Sejauh mana pertambahan pendapatan petani selama 2 tahun terakhir ini dapat mensejahterakan petani dan keluarganya, sangat tergantung dari berapa besar
selisih/margin pendapatan petani yang dipakai untuk
konsumsi/kebutuhan pokoknya (subsistence).
Oleh karena itu untuk melihat tingkat kesejahteraan petani secara utuh perlu juga dilihat sisi yang lain yaitu
perkembangan jumlah pengeluaran/pembelanjaan mereka baik untuk kebutuhan konsumsi maupun untuk produksi. Dalam hal ini petani sebagai produsen dan juga konsumen dihadapkan kepada pilihan dalam mengalokasikan pendapatannya yaitu: Pertama, untuk memenuhi kebutuhan pokok (konsumsi) demi kelangsungan hidup petani beserta keluarganya. Kedua,
pengeluaran untuk produksi/budidaya pertanian yang
merupakan ladang penghidupannya yang mencakup biaya operasional produksi dan investasi atau pembentukan barang modal. Unsur kedua ini hanya mungkin dilakukan apabila kebutuhan pokok petani telah terpenuhi; dengan demikian investasi dan pembentukan barang modal merupakan faktor penentu bagi tingkat kesejahteraan petani.
Gambar 1.1. Grafik Perkembangan Indeks Terima (It), Indeks Bayar (Ib) dan NTP 2009-2010
Perkembangan harga barang kebutuhan petani baik untuk konsumsi maupun produksi ditunjukkan oleh Indek Harga Yang Dibayar Petani (Ib). Pada tahun 2010 tercatat Ib sebesar 122,03 (2008 = 100) ; ini berarti tingkat harga kebutuhan petani naik 1,22 kali dibandingkan dengan tingkat harga pada tahun 2008. Dengan membandingkan kedua perkembangan harga tersebut dalam satu parameter/ukuran yaitu NTP, maka dapat diketahui apakah peningkatan pengeluaran untuk kebutuhan petani dapat dikompensasi dengan pertambahan pendapatan petani dari hasil produksinya. Atau sebaliknya apakah kenaikan harga panen dapat menambah pendapatan petani yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan petani.
Disamping itu, Nilai tukar petani (NTP) juga merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan arah kebijakan pertanian. Sehingga pada tahun 2011 ini sangat perlu dilakukan perhitungan kembali Nilai Tukar Petani (NTP) untuk melakukan evaluasi menyeluruh pada kebijakan pertanian di Kabupaten Jombang ke depan di dalam kerangka untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
1.2. PERMASALAHAN
Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Kabupaten Jombang masih besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik Regional Brutonya. Meskipun cenderung mengalami penurunan dibanding sektor yang lain, tetapi persentasenya masih berkisar
sekitar 30 persen. Oleh karena itu perlu diketahui capaian dari pembangunan pertaniannya pada tahun-tahun berikutnya.
Pada prinsipnya, keberhasilan pembangunan pertanian bukan hanya dilihat dari peningkatan produksi komoditas
produk pertaniannya saja, tetapi juga peningkatan
kesejahteraan petaninya. Peningkatan kesejahteraan petani di Kabupaten Jombang dapat diukur dengan menggunakan indeks nilai tukar petani (NTP). Untuk mengetahui lebih lanjut sejauhmana tingkat kesejahteraan petani yang ada di Kabupaten Jombang, maka perlu dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana Keberhasilan pembangunan sektor pertanian di setiap Kecamatan dan Kabupaten Jombang tahun 2011 ?
2. Bagaimana tingkat kesejahteraan petani di setiap
Kecamatan dan Kabupaten Jombang tahun 2011 ?
1.3. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud kegiatan ini adalah melakukan perhitungan NTP Kabupaten Jombang tahun 2011 yang meliputi indeks harga yang diterima petani, indeks harga yang dibayar petani dan Nilai Tukar Petani.
Sedangkan tujuan kegiatan ini adalah :
1. Mengetahui keberhasilan pembangunan sektor pertanian di setiap Kecamatan dan Kabupaten Jombang tahun 2011. 2. Mengetahui tingkat kesejahteraan petani di setiap
1.4. SASARAN
Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan penyusunan Nilai Tukar Petani (NTP) Tahun 2011 adalah tersedianya buku perhitungan Nilai Tukar Petani (NTP) Kabupaten Jombang tahun 2011 dan Nilai Tukar Petani (NTP) di setiap kecamatan pada sektor pertanian yang meliputi sub-sektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan rakyat, peternakan, perikanan dan kehutanan.
Buku ini diharapkan akan menjadi acuan bagi penyusunan kebijakan pembangunan khususnya di bidang pertanian oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jombang ke depan.
1.5. KEGUNAAN DAN MANFAAT
NTP sebagai sebuah indikator perkembangan harga berguna antara lain :
a. Dari indeks harga yang diterima petani (It) dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini digunakan juga sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian.
b. Dari indeks harga yang dibayar petani (Ib), dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh petani
yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat
dipedesaan, serta fluktuasi harga barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Perkembangan Ib juga dapat menggambarkan perkembangan inflasi di pedesaan.
c. Nilai tukar petani (NTP) mempunyai kegunaan untuk mengukur kemampuan tukar (term of trade) produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam berproduksi dan konsumsi rumah tangga. Dari angka ini sekurang-kurangnya dapat diperoleh gambaran tentang perkembangan tingkat pendapatan petani dari waktu ke waktu yang dapat dipakai sebagai dasar kebijakan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan petani.
1.6. RUANG LINGKUP A. Cakupan Komoditas
Data komoditas pertanian yang dimonitor perkembangan harganya untuk perhitungan NTP meliputi 5 (lima) sub-sektor pertanian yang meliputi : sub-sektor tanaman pangan seperti padi, palawija, sayur-sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias, sub-sektor perkebunan seperti tembakau, tebu, dan lain-lain, sub-sektor peternakan, sub-sektor perikanan dan sub-sektor kehutanan.
B. Cakupan Wilayah
Wilayah yang tercakup dalam perhitungan NTP adalah seluruh Kecamatan yang ada di Kabupaten Jombang yang terdiri dari 21 Kecamatan antara lain : Bandar Kedungmulyo, Perak, Gudo, Diwek, Ngoro, Mojowarno, Bareng, Wonosalam, Jombang, Peterongan, Mojoagung, Sumobito, Kesamben,
Ploso, Plandaan, Megaluh, Kudu, Kabuh, Ngusikan,
GAMBARAN UMUM WILAYAH | 2
2.1. LETAK GEOGRAFIS
Secara goegrafis Kabupaten Jombang terletak di sebelah selatan garis katulistiwa berada antara 7° 20’ 48,60” dan 7° 46’ 41,26” Lintang Selatan serta antara 112° 03’ 46,57” dan 112° 27’ 21,26” Bujur Timur, dengan luas wilayah 1.159,50 Km2. Ibukota Kabupaten Jombang terletak pada ketinggian + 44 m diatas permukaan laut.
Kabupaten Jombang mempunyai letak yang sangat strategis, karena berada pada bagian tengah Jawa Timur dan dilintasi Jalan Arteri Primer Surabaya - Madiun dan Jalan Kolektor Primer Malang - Babat. Kabupaten Jombang berbatasan dengan batas administratif wilayah-wilayah berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten
Lamongan
Sebelah Timur :
Kabupaten Mojokerto
Sebelah Selatan :
Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang
Sebelah Barat : Kabupaten
Nganjuk
Secara administratif Kabupaten Jombang terbagi menjadi 21 Kecamatan yang terdiri dari 302 desa dan 4 kelurahan serta meliputi 1.258 dusun. Ditinjau dari komposisi jumlah desa/kelurahan, Kecamatan Sumobito memiliki jumlah desa
terbanyak, yaitu 21 desa. Namun bila ditinjau dari luas wilayah, terdapat 3 Kecamatan yang memiliki wilayah terluas, yaitu Kecamatan Wonosalam dengan luas 121,63 Km2, Kecamatan Plandaan dengan luas 120,40 Km2 dan Kecamatan Kabuh dengan luas 97,35 Km2. Kecamatan Ngusikan merupakan kecamatan baru, yaitu merupakan pemekaran dari Kecamatan Kudu berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Jombang No. 15 Tahun 2000.
Tabel 2.1. berikut menggambarkan luas wilayah dan jumlah desa serta dusun di masing-masing kecamatan di Kabupaten Jombang.
Tabel 2.1 Luas Wilayah dan Jumlah Desa Menurut Kecamatan
No. Kecamatan (KmLuas 2
) Desa Dusun
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Bandar Kedung Mulyo 32,50 11 42
2 P e r a k 29,05 13 36 3 G u d o 34,39 18 75 4 D i w e k 47,70 20 100 5 N g o r o 49,86 13 82 6 Mojowarno 78,62 19 68 7 Bareng 94,27 13 50 8 Wonosalam 121,63 9 48 9 Mojoagung 60,18 18 60 10 Sumobito 47,64 21 76 11 Jogoroto 28,28 11 46 12 Peterongan 29,47 14 56 13 Jombang 36,40 20 72 14 Megaluh 28,41 13 41 15 Tembelang 32,94 15 65 16 Kesamben 51,72 14 61 17 K u d u 77,75 11 47 18 Ngusikan 34,98 11 39 19 P l o s o 25,96 13 50
20 K a b u h 97,35 16 87
21 Plandaan 120,40 13 57
Jumlah 1.159,50 306 1.258
2009 1.159,50 306 1.258
2008 1.159,50 306 1.258
Sumber : Jombang Dalam Angka, 2010
2.2. KONDISI TOPOGRAFI
Secara topografis, Kabupaten Jombang dibagi menjadi 3 (tiga) sub area, yaitu :
a. Kawasan Utara, bagian pegunungan kapur muda Kendeng
yang sebagian besar mempunyai fisiologi mendatar dan sebagian berbukit, meliputi Kecamatan Plandaan, Kabuh, Ploso, Kudu dan Ngusikan.
b. Kawasan Tengah, sebelah selatan sungai Brantas,
sebagian besar merupakan tanah pertanian yang cocok bagi tanaman padi dan palawija, karena irigasinya cukup bagus meliputi Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Perak,
Gudo, Diwek, Mojoagung, Sumobito, Jogoroto,
Peterongan, Jombang, Megaluh, Tembelang dan
Kesamben.
c. Kawasan Selatan, merupakan tanah pegunungan, cocok untuk tanaman perkebunan, meliputi Kecamatan Ngoro, Bareng, Mojowarno dan Wonosalam
Sebagian besar wilayah Kabupaten Jombang merupakan wilayah datar hingga bergelombang. Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Kecamatan Perak Kecamatan Gudo, Kecamatan Diwek, Kecamatan Ngoro, Kecamatan Jodoroto, Kecamatan
Peterongan, Kecamatan Megaluh, Kecamatan Tembelang, Kecamatan Kesamben, dan Kecamatan Ploso berada pada kemiringan lahan 0 – 2 %. Kecamatan Mojowarno dan Kecamatan Jombang berada pada kemiringan 0 – 5 %. Kecamatan Kecamatan Kabuh berada pada kemiringan 0 – 40 %. Kecamatan Bareng, Kecamatan Mojoagung dan Kecamatan Plandaan merupakan kecamatan yang mempunyai kemiringan bervariasi dari datar hingga terjal 0 - > 40 %. Kecamatan Wonosalam, Kecamatan Kudu dan Kecamatan Ngusikan merupakan wilayah yang berada pada kategori bergelombang hingga terjal.
Tabel 2.2 Tinggi dan Luas Daerah Menurut Kecamatan
Letak Ketinggian (M) Luas Daerah Kecamatan < 500 500-700 > 700 ( Km2 ) (1) (2) (3) (4) (5) 1. Bandar Kedung M. 32,50 - - 32,50 2. P e r a k 29,05 - - 29,05 3. G u d o 34,39 - - 34,39 4. D i w e k 47,70 - - 47,70 5. N g o r o 49,86 - - 49,86 6. Mojowarno 78,62 - - 78,62 7. Bareng 94,27 - - 94,27 8. Wonosalam 63,65 51 7,22 121,63 9. Mojoagung 60,18 - - 60,18 10. Sumobito 47,64 - - 47,64 11. Jogoroto 28,28 - - 28,28 12. Peterongan 29,47 - - 29,47 13. Jombang 36,40 - - 36,40 14. Megaluh 28,41 - - 28,41 15. Tembelang 32,94 - - 32,94 16. Kesamben 51,72 - - 51,72 17. K u d u 77,75 - - 77,75
18. Ngusikan 34,98 - - 34,98 18. P l o s o 25,96 - - 25,96 20. K a b u h 97,35 - - 97,35 21. Plandaan 120,40 - - 120,40
Kabupaten Jombang 1.101,52 50,76 7,22 1.159,50
Sumber : Jombang Dalam Angka, 2010
2.3. KEPENDUDUKAN
Berdasarkan hasil Registrasi jumlah penduduk
Kabupaten Jombang akhir tahun 2009 sebesar 1.348.199 jiwa. Dari 21 Kecamatan yang ada di Kabupaten Jombang, Kecamatan Jombang mempunyai jumlah penduduk terbesar, yaitu sebanyak 148.494 jiwa atau 11,01 persen dari total
penduduk Kabupaten Jombang. Kepadatan penduduk
Kabupaten Jombang sedikit meningkat dari 1.013 jiwa/km2 pada tahun 2008 menjadi 1.159 jiwa/km2 pada tahun 2009.
Kepadatan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Jombang sebagai Ibukota Kabupaten dan kepadatan terendah berada di Kecamatan Wonosalan, Kabuh, Plandaan dan Ngusikan. Sex rasio yang merupakan perbandingan jumlah penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan dikalikan seratus, menunjukkan bahwa sex rasio penduduk Kabupaten Jombang 2009 adalah 100,44 artinya setiap 10.000 penduduk perempuan terdapat 10.044 penduduk laki-laki. (BPS, 2010).
2.4. STRUKTUR EKONOMI
Struktur ekonomi Kabupaten Jombang bertumpu pada empat sektor utama yang secara tradisional menyangga ekonomi Kabupaten Jombang sebagai penyerap tenaga kerja
terbesar. Namun kalau dilihat lebih jauh peranan keempat sektor tersebut secara alamiah mengikuti trend bahwa sektor pertanian akan terus mengecil peranannya sedang kedua sektor yang lain, yaitu sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran akan selalu merupakan kebalikannya. Selebihnya, sektor jasa-jasa berfluktuasi tanpa kaitan langsung dengan trend tersebut.
Peranan keempat sektor dominan tersebut pada tahun 2009 adalah, Sektor Pertanian 30,79%, Sektor Industri Pengolahan 11,02%, Sektor Perdagangan 33,10 % dan Sektor Jasa-jasa 12,27%. Menurunnya andil sektor pertanian dibanding tahun sebelumnya bukan berarti sektor ini tidak tumbuh, melainkan karena kecepatan tumbuhnya kalah cepat dengan sektor lain, misalnya sektor Perdagangan dan Industri. Dengan demikian momentum revitalisasi pertanian dapat dilanjutkan.
Tabel 2.3. Empat Sektor Dominan dalam Struktur Ekonomi
Kabupaten Jombang
Sektor / Sub Sektor 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1. PERTANIAN 38,74 37,49 36,47 34,79 33,87 33,04 32,51 31,81 31,20 30,79 2. INDUSTRI PENGOLAHAN 10,93 11,08 11,32 11,66 11,67 11,67 11,58 11,43 11,24 11,02 3. PERDAGANGAN, H & R 25,55 26,35 27,15 28,50 29,48 30,23 30,97 31,76 32,56 33,10 4. JASA-JASA 12,47 12,62 12,41 12,28 12,14 12,23 12,18 12,21 12,22 12,27
a. Pemerintahan Umum 6,48 6,65 6,43 6,29 6,18 6,18 6,11 6,08 6,06 6,06 b. Swasta 6,00 5,97 5,98 5,99 5,96 6,05 6,06 6,13 6,16 6,21
Sumber : Jombang Dalam Angka, 2010
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran selalu tumbuh subur walaupun kali ini tampak memperlambat langkahnya, sehingga tetap dapat dikatakan sebagai sektor yang paling luwes sekaligus cepat berubah, terutama untuk yang kecil dan informal. Mudah sekali orang masuk pasar sektor ini, sehingga banyak pakar yang memuji perdagangan kecil informal merupakan bumper ketika terjadi krisis ekonomi yang baru lalu karena keluwesannya menyerap pengangguran dan tenaga kerja tak terdidik. Andil penting sektor ini dalam perekonomian Kabupaten Jombang tak dapat diingkari siapapun. (BPS, 2010).
2.5. PENGGUNAAN LAHAN
Penggunaan tanah di Kabupaten Jombang didominasi oleh sawah yang mencapai 42,19 persen dari luas wilayah kabupaten, kemudian permukiman / perumahan 24,08 persen, hutan 19,46 persen, tegal 11,62 persen dan penggunaan lainnya 2,65 persen. (BPS, 2010).
2.6. KOMODITAS PERTANIAN 2.6.1 Tanaman Bahan Pangan
Rata-rata produksi/produktivitas padi (padi sawah dan ladang) di Kabupaten Jombang pada tahun 2009 sebanyak
60,26 Kw/Ha dengan luas panen bersih 69.350 Ha dan produksi 417.939 ton. Kecamatan penyumbang produksi padi terbesar adalah Kecamatan Mojowarno dengan total produksi 37.569 ton dan luas panen bersih sebesar 6.268 Ha. Sedang Kecamatan Sumobito memiliki produktivitas paling tinggi yaitu 63,86 Kw/Ha dengan luas panen sebesar 4.134 Ha. Hampir semua kecamatan di Kabupaten Jombang memiliki luas panen padi sawah meskipun terdapat dua Kecamatan yang relatif kecil luas panennya, yaitu Kecamatan Wonosalam (1.158 Ha) dan Kecamatan Ngusikan (1.080 Ha). Hal ini disebabkan karena sebagian besar lahan yang ada di wilayah Kecamatan ini merupakan hutan.
Tanaman palawija yang memiliki produktifitas paling tinggi adalah jagung dengan produksi 180.819 ton dengan luas panen 39.551 Ha. Sementara yang memiliki produksi paling rendah adalah kacang hijau dengan produksi 263 ton dan luas panen 268 Ha. (BPS, 2010).
2.6.2 Tanaman Perkebunan
Tanaman perkebunan yang terdapat di Kabupaten Jombang adalah jambu mete, kelapa, kopi, cengkeh, kapuk randu, tembakau virginia dan rakyat, pandan, kencur, jahe, kunyit, lada, lengkuas, sere dan kenanga. (BPS, 2010).
2.6.3 Kehutanan
Menurut fungsinya, hutan dibagi menjadi hutan produksi, hutan lindung, hutan tebang pilih (HTB) dan suaka alam/hutan
wisata/Taman Nasional. Tabel 2.4 pada tahun 2009 memperlihatkan keberadaan hutan di Kabupaten Jombang dengan luas mencapai 16.798,3 Ha yang terdiri dari hutan produksi seluas 14.908,7 Ha (88,75 persen), hutan lindung seluas 873,1 Ha (5,20 persen), hutan tebang pilih (TBP) seluas 1.005,1 Ha (5,98 persen) dan suaka alam/hutan wisata/Taman Nasional seluas 11,4 Ha (0,07 persen). (BPS, 2010).
Tabel 2.4 Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Fungsinya Tahun 2001-2009 (Ha) Tahun Hutan Produksi Hutan Lindung TBP / LDTI Suaka Alam / Hutan Wisata / Taman Nasional Luas Hutan 2001 15.441,3 873,1 472,5 2.864,7 19.651,6 2002 15.441,3 873,1 472,5 2.864,7 19.651,6 2003 15.441,3 873,1 472,5 2.864,7 19.651,6 2004 15.441,3 873,1 472,5 2.864,7 19.651,6 2005 15.441,3 873,1 472,5 2.864,7 19.651,6 2006 14.868,1 873,1 1.045,7 2.864,7 19.651,6 2007 14.868,1 873,1 1.045,7 2.864,7 19.651,6 2008 14.908,7 873,1 1.005,1 11,4 16.798,3 2009 14.908,7 873,1 1.005,1 11,4 16.798,3
2.6.4 Peternakan
Perkembangan populasi ternak besar per Kecamatan se Kabupaten Jombang dapat dilihat pada tabel 2.5. Dari tabel tersebut nampak bahwa pada tahun 2009 terdapat beberapa ternak yang mengalami peningkatan dan penurunan jumlah populasinya. Populasi ternak yang mengalami peningkatan adalah Sapi potong sebesar 9,26 persen, sapi perah 27,16 persen, sedangkan yang mengalami penurunan adalah kerbau sebesar 31,54 persen, Kambing 15,81 persen, dan domba 29,87 persen.
Populasi kuda terbanyak terdapat di Kecamatan Diwek, sapi potong di Kecamatan Diwek, sapi perah di Kecamatan Wonosalam dan kerbau terbanyak di Kecamatan Bareng dan Kabuh.
Di samping itu dari Tabel 2.6 dapat dilihat perkembangan populasi ternak kecil selama tahun 2009. Jumlah populasi kambing dan domba meningkat masing-masing sebesar 5,80 persen dan 0,34 persen. Populasi kambing terbesar di Kecamatan Wonosalam, sedangkan domba terbanyak di Kecamatan Bandarkedungmulyo.
Perkembangan populasi unggas di Kabupaten Jombang mengalami penurunan sebesar 31,78 persen pada ayam buras, sedangkan ayam petelur mengalami kernaikan sebesar 53,42 persen, sedangkan ayam pedaging dan itik mengalami peningkatan masing-masing sebesar 10,63 persen dan 62,91 persen. Jenis unggas yang mengalami penurunan tertinggi
adalah ayam buras dari 2.739.932 ekor menjadi 1.869.168 ekor dan entok dari 63.155 ekor menjadi 61.993 ekor. (BPS, 2010).
Tabel 2.5 Jumlah ternak besar Menurut Kecamatan tahun 2009
Kecamatan Kuda Sapi
Potong
Sapi
Perah Kerbau
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Bandar Kedung Mulyo - 4.032 - 20 2. P e r a k - 2.643 3 9 3. G u d o - 4.378 - 7 4. D i w e k 8 5.849 24 5 5. N g o r o - 4.980 - - 6. Mojowarno - 4.204 30 15 7. Bareng 2 3.659 85 54 8. Wonosalam 8 4.183 2.871 - 9. Mojoagung - 2.940 669 8 10. Sumobito 2 3.006 - - 11. Jogoroto - 2.757 - - 12. Peterongan - 2.981 2 6 13. Jombang 6 1.013 - 24 14. Megaluh - 2.400 5 22 15. Tembelang - 2.531 - 22 16. Kesamben - 915 - 3 17. K u d u - 3.667 - 14 18. Ngusikan - 2.947 - 11 19. P l o s o - 2.657 - 29
20. K a b u h - 5.420 - - 21. Plandaan - 4.176 - 18 Jumlah 26 71.338 3.689 267 2008 26 65.290 2.901 390 2007 27 63.577 2.644 606 2006 27 3.291 2.790 899
Tabel 2.6 Jumlah Ternak Kecil Menurut Kecamatan tahun 2009
Kecamatan Kambing Domba Babi
(1) (2) (3) (4)
1. Bandar Kedung Mulyo 3.898 5.484 -
2. P e r a k 3.370 3.027 - 3. G u d o 2.966 3.528 - 4. D i w e k 3.454 3.255 - 5. N g o r o 2.515 3.383 - 6. Mojowarno 2.615 3.880 - 7. Bareng 2.984 2.092 - 8. Wonosalam 14.992 2.120 - 9. Mojoagung 1.798 2.256 - 10. Sumobito 3.138 2.737 - 11. Jogoroto 2.423 2.651 - 12. Peterongan 1.809 2.814 - 13. Jombang 3.767 3.997 - 14. Megaluh 2.188 2.796 - 15. Tembelang 3.098 2.640 - 16. Kesamben 1.929 2.667 - 17. K u d u 3.348 2.757 - 18. Ngusikan 7.579 3.241 - 19. P l o s o 2.942 3.087 - 20. K a b u h 3.282 2.356 - 21. Plandaan 4.360 2.719 34 Jumlah 78.495 63.487 34 2008 93.238 90.533 6 2007 88.124 90.226 - 2006 84.316 87.624 35 2005 93.057 87.667 76 2004 100.895 73.840 68
2.6.5 Perikanan
Tabel 2.7 dan Tabel 2.8 memperlihatkan perkembangan produksi perikanan perairan umum, sawah tambak, kolam, mina padi dan keramba. Total produksi perikanan mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2008. Produksi ikan terbesar adalah dari jenis ikan lele sebesar 7.176 ton. (BPS, 2010).
Tabel 2.7 Produksi Ikan Menurut Kecamatan tahun 2009
Perairan Sawah Mina
Kecamatan
Umum Tambak Kolam Padi Karamba Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 01. Bandar Kd. My. 18,80 - 473,90 - - 492,70 02. P e r a k 6,30 - 243,80 - - 250,10 03. G u d o 9,80 - 260,60 - - 270,40 04. D i w e k 6,80 - 1.288,10 - - 1.294,90 05. N g o r o 12,50 - 1.542,20 - 29,10 1.583,80 06. Mojowarno 7,60 - 508,80 - - 516,40 07. Bareng 12,40 - 90,00 - - 102,40 08. Wonosalam 4,60 - 0,40 - - 5,00 09. Mojoagung 10,30 - 418,90 - - 429,20 10. Sumobito 6,50 - 438,90 - - 445,40 11. Jogoroto 5,20 - 1.208,00 - - 1.213,20 12. Peterongan 7,60 - 525,10 - - 532,70 13. Jombang 5,30 - 470,90 - - 476,20 14. Megaluh 20,50 - 168,20 - - 188,70 15. Tembelang 8,50 - 305,30 - - 313,80 16. Kesamben 17,40 - 660,50 - - 677,90 17. K u d u 6,30 - 3,20 - - 9,50 18. Ngusikan - - 136,80 - - 136,80 19. P l o s o 19,40 - 43,10 - - 62,50 20. K a b u h 1,20 - 0,50 - - 1,70 21. Plandaan 21,30 - 6,20 - - 27,50
Jumlah 208,30 - 8.793,40 - 29,10 9.030,80 Sumber : Jombang dalam angka, 2010
Tabel 2.8 Produksi Ikan Menurut Jenisnya tahun 2009 Jenis Ikan
Kecamatan
Tombro Gurami Patin Lele Tawes Nila
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Bandar Kd. Mulyo - 15,70 49,10 409,10 - - P e r a k - 10,90 3,30 229,60 - - G u d o - 6,70 2,50 251,40 - - D i w e k - 16,20 8,60 1.263,30 - - N g o r o 59,30 14,20 488,10 - 71,30 Mojowarno - 12,80 0,80 495,20 - - Bareng - 5,40 0,10 84,50 - - Wonosalam - - - 0,40 - - Mojoagung - 7,50 2,70 408,70 - - Sumobito - 6,90 3,60 428,40 - - Jogoroto - 49,40 17,50 1.141,10 - - Peterongan - 13,40 2,20 509,50 - - Jombang - 13,50 5,10 452,30 - - Megaluh - 122,60 34,10 11,50 - - Tembelang - 9,90 1,20 294,20 - - Kesamben - 118,70 10,40 531,40 - - K u d u - - - 3,20 - - Ngusikan - 6,90 5,60 124,30 - - P l o s o - - - 43,10 - - K a b u h - - - 0,50 - - Plandaan - - - 6,20 - -
Jumlah 475,80 161,00 7.176,00 - 71,30 Sumber : Jombang dalam angka, 2010
KERANGKA TEORI | 3
3.1. NILAI TUKAR PETANI (NTP)
Indeks Nilai Tukar Petani (NTP), yang dalam bahasa Inggris disebut Farmer’s Term of Trade Indices, seringkali dikaitkan dengan kondisi ekonomi petani. Angka indeks ini bahkan telah menjadi salah satu indikator yang diunggulkan untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani oleh berbagai pihak.
NTP merupakan nilai tukar (term of trade) antara barang/produk pertanian dengan barang-barang konsumsi dan faktor produksi yang dibutuhkan petani yang dinyatakan dalam persen. NTP berfluktuasi dari waktu kewaktu tergantung dari perkembangan harga barang yang dijual petani (It) dan barang dan jasa yang dikonsumsi petani (Ib). Apabila harga produk pertanian yang dihasilkan petani naik dengan persentase lebih besar dari persentase kenaikan barang dan jasa yang dibayar petani, dengan asumsi volume produksi tidak berkurang, maka NTP naik dan dengan sendirinya pendapatan petani naik relatif lebih besar dari kenaikan pengeluaran atau terjadi surplus. Dengan demikian secara konseptual, hubungan antara NTP dan pertambahan pendapatan petani sangat erat. Karena pendapatan petani sangat erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan, maka NTP merupakan indikator yang relevan
untuk menunjukkan perkembangan tingkat kesejahteraan petani.
Jadi Nilai Tukar Petani (NTP) adalah angka perbandingan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib) yang dinyatakan dalam persentase. Sedangkan Indeks harga yang diterima petani (It) menunjukkan perkembangan harga barang/produk pertanian yang dihasilkan petani (dibanding tahun dasar). Indeks harga yang dibayar petani (Ib) menunjukkan perkembangan harga barang kebutuhan petani baik untuk konsumsi maupun produksi (dibanding tahun dasar).
Dengan membandingkan kedua perkembangan harga tersebut dalam satu parameter/ukuran yaitu NTP, maka dapat diketahui apakah peningkatan pengeluaran untuk kebutuhan petani dapat dikompensasi dengan pertambahan pendapatan petani dari hasil produksinya. Atau sebaliknya apakah kenaikan harga panen dapat menambah pendapatan petani yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan petani.
Secara umum ada tiga macam pengertian NTP yaitu: a. NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga
produksinya naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya; dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya.
b. NTP = 100, berarti petani mengalami impas/break even. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan
persentase kenaikan/penurunan harga barang
konsumsinya. Tingkat kesejahteraan petani tidak
mengalami perubahan.
c. NTP < 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga barang produksinya relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Tingkat kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami penurunan dibanding tingkat kesejahtaraan petani pada periode sebelumnya.
3.2. ANGKA INDEKS
Angka lndeks adalah suatu angka yang diharapkan dapat memberitahukan perubahan-perubahan sebuah atau lebih karakteristik pada waktu dan tempat yang sama ataupun berlainan. Macam-macam angka lndeks ada tiga, yaitu lndeks harga, Indeks jumlah (kuantitas), dan lndeks nilai.
3.3. INDEKS HARGA
Angka yang diharapkan dapat dipakai untuk
memperlihatkan perubahan mengenai harga-harga barang, baik harga untuk semacam maupun berbagai macam barang dalam waktu dan tempat yang sama ataupun berlainan, lndeks harga dirumuskan sebagai berikut :
100
/x
h
h
l
o t t o
dimana,
ho = harga barang pada tahun atau waktu dasar ht = harga barang pada tahun yang lain
Dalam perhitungan angka lndeks, selalu menggunakan acuan tahun dasar. Pengertian tahun dasar adalah tahun dan waktu dimana keadaan dijadikan pokok perbandingan daripada keadaan pada tahun atau waktu yang lainnya. Pedoman dalam pemilihan tahun dasar adalah sebagai berikut :
1. harga yang dipakai berdasarkan perbandingan adalah harga rata-rata selama jangka waktu tersebut.
2. tahun atau waktu dasar yang normal (tidak masa perang, banjir, wabah penyakit).
3. jangka waktu tidak terlalu pendek atau terlalu panjang. 4. tahun dasar atau waktu dasar tidak diambil terlampau jauh
lewat ke masa silam.
3.4. ANGKA INDEKS GABUNGAN
Angka lndeks gabungan adalah angka lndeks yang ditentukan berdasarkan beberapa macam barang atau bahan. Penentuan angka lndeks gabungan meliputi :
a. Angka Indeks Agregatif
Angka lndeks gabungan yang didapat dengan jalan membentuk angka relatif untuk jumlah akhir mengenai harga (jumlah atau nilai) dari pada barang-barang (bahan-bahan) yang membentuk agregatif tersebut.
b. Angka lndeks dengan cara rata-rata relatif
Angka lndeks gabungan yang didapat dengan jalan menentukan rata-rata dari angka relatif tiap barang atau bahan.
Cara penentuan angka Indeks gabungan meliputi dua hal, yaitu memperhatikan kepentingan relatif (ditimbang) dan tidak memperhatikan kepentingan relatifnya (tidak ditimbang). Tiga cara untuk penentuan angka lndeks agregatif ditimbang, yaitu :
1) Cara Laspeyres atau cara tahun dasar
Menggunakan banyak barang yang terdapat pada tahun dasar sebagai timbangan terhadap harga. Banyak barang merupakan faktor perkalian untuk harga-harga barang yang lndeks sedang di cari. lndeks ini digunakan untuk mengetahui perubahan harga apabila dengan menganggap banyak barang tidak berubah dari tahun ke tahun semenjak tahun dasar atau pengaruh perubahan banyak barang ditiadakan.
Formula lndeks Laspeyres adalah sebagai berikut :
100
x
d
h
d
h
l
o o o t t
dimana,ho = harga pada tahun dasar
do = banyak barang yang didapat tahun atau waktu dasar lt = lndeks Laspeyres yang sedang dicari
2) Cara Paasche atau cara tahun diketahui
Menggunakan timbangan berupa banyak barang yang terdapat pada tahun yang angka lndeksnya akan
ditentukan. lndeks ini digunakan untuk mengukur
perubahan harga semenjak tahun dasar dengan anggapan bahwa banyak barang pada tahun dasar sama dengan banyak barang pada tahun yang lndeksnya dicari.
Formula lndeks Paasche adalah sebagai berikut :
100
x
d
h
d
h
l
t o t t p
dimana,ht = harga pada tahun t yang lndeksnya sedang dicari ho = harga pada tahun dasar
dt = banyak barang yang didapat tahun atau waktu dasar lp = lndeks Paasche yang sedang dicari
3) Cara Tahun Khas
lndeks yang menggunakan timbangan berupa banyak barang yang terdapat pada suatu tahun atau waktu tertentu yang dianggap khas atau cukup beralasan.
Formula lndeks Tahun Khas adalah sebagai berikut :
100
x
d
h
d
h
l
k o k t k
dimana,ht = harga pada tahun t yang lndeksnya sedang dicari ho = harga pada tahun dasar
dk = banyak barang yang didapat tahun khas lk = lndeks Khas yang sedang dicari
3.5. PERHITUNGAN NILAI TUKAR PETANI
Beberapa formula angka Indeks yang berkaitan dengan perhitungan nilai tukar petani adalah :
a. Harga Relatif
Harga relatif (HR) adalah rasio perbandingan harga suatu komoditi pada suatu periode waktu tertentu terhadap harga pada periode waktu sebelumnya. Data harga per komoditi diperoleh dari pemantauan harga konsumen pedesaan dan harga produsen di kecamatan dan digunakan untuk menghitung HR komoditi kecamatan. Rumus HR adalah :
100
) 1 ( ) ( ) (x
H
H
HR
ji t ji t ji t
dengan,HR(t)ji = HR pada bulan ke-t komoditi j di kecamatan ke-i
H(t)ji = Harga pada bulan ke-t komoditi j di kecamatan ke-i
H(t-1)ji = Harga pada bulan ke-(t-1) komoditi j di
kecamatan ke-i
Dari hasil perhitungan HR kecamatan, selanjutnya dihitung HR komoditi kabupaten dengan cara rata-rata dari HR sebagai berikut :
100
1 ) ( ) (x
k
HR
HR
k i ji t j t
dengan, j tHR
()= rata-rata HR pada bulan ke-t komoditi j
HR(t)ji = HR pada bulan ke-t komoditi j di kecamatan ke-i
b. lndeks Harga Yang Diterima Petani (IHTP)
Perhitungan lndeks harga yang diterima petani
menggunakan formula lndeks Laspeyres. Beberapa formula yang berkaitan dalam perhitungan IHTP dan IHBP adalah sebagai berikut :
100
1 1 ) 1 ( ) 1 (x
Q
H
Q
H
H
H
l
m i oi oi m i oi i t i t ti t
dengan,It = lndeks harga bulan ke-t baik pada IHTP
maupun IHBP
Hti = Harga pada bulan ke-t untuk barang ke-i
H(t-1)i = Harga pada bulan ke-(t-1) untuk barang ke-i
i t ti
H
H
) 1 (= Relatif harga bulan ke-t dibanding ke-(t-1) untuk barang ke-i
Hoi = Harga pada tahun dasar untuk barang ke-i
Qoi = Kuantitas pada tahun dasar untuk barang ke-i
m = Banyaknya barang yang tercakup dalam paket
komoditi.
Untuk mempermudah perhitungan pada formula Indeks Laspeyers maka digunakan rumus berikut :
100
1 1 ) 1 ( ) 1 (x
Q
H
Q
H
H
H
l
m i oi oi m i oi i t i t ti t
=100
1 1 ) 1 (x
Q
H
Q
H
HR
m i oi oi m i oi i t ti
=100
1 1x
DT
DT
HR
m i oi m i ti ti
Sehingga untuk perhitungan IHTP adalah
100
1 1x
DT
DT
HR
l
m i oi m i ti ti t
dimana,10000
1x
NMS
NMS
DT
T i oi oi oi
dengan,
DToi = Diagram timbangan dasar untuk komoditi i NMSoi = Nilai Market Surplus dasar untuk komoditi i
T = Jumlah komoditi pada paket komoditi sektor pertanian
c. lndeks Harga Yang Dibayar petani (lHBP)
Perhitungan IHBP pada dasarnya juga menggunakan lndeks Laspeyers, tetapi terdapat perbedaan pada penyebutnya. Formula perhitungan lHBP adalah sebagai berikut :
m i oi ti m i ti bDT
DT
HR
l
1 1 Dimana :
B i oi oi oi oi oiQ
P
Q
P
DT
1 dengan,DToi = Diagram timbangan dasar untuk komoditi i
PoiQoi = Nilai Konsumsi dasar untuk komoditi i
T = Jumlah komoditi konsumsi rumahtangga dan biaya produksi
d. Nilai Tukar Petani
Berdasarkan IHTP dan IHBP maka Nilai Tukar Petani diformulakan sebagai berikut :
100
x
l
l
NTP
b t
dengan,NTP = Nilai Tukar Petani
lt = lndeks harga yang diterima petani
METODOLOGI | 4
4.1. KAIDAH PENELITIAN
Untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang baik, maka diperlukan suatu pola/strategi pelaksanaan yang tepat dan terpadu dari beberapa aspek yang berkaitan dengan berbagai masalah dan tingkat kepentingannya. Koordinasi dari beberapa disiplin ilmu yang relevan dengan masalah-masalah yang ada guna mendapatkan hasil pemecahan yang terbaik sangat diperlukan.
Acuan kerja untuk pekerjaan ini telah memberi arahan pelaksanaan pekerjaan yang baik. Untuk memenuhi maksud dan tujuan seperti dalam Kerangka Acuan Kerja, maka perlu diuraikan pendekatan umum tentang hal-hal yang diperhatikan dalam melaksanakan pekerjaan ini, yaitu :
1. Dalam melaksanakan pekerjaan ini harus didasari dengan pola berpikir multi disiplin teknologi, lingkungan, ekonomi pembangunan dan tata ruang.
2. Pemahaman pekerjaan yang akan dilakukan dengan
sedetail-detailnya sangat diperlukan untuk memperoleh hasil pekerjaan yang teliti dan dapat mendukung kelancaran pekerjaan. Oleh karena itu tim harus benar-benar memahami situasi, kondisi dan lokasi pekerjaan.
Tahap-tahap pelaksanaan kegiatan perhitungan Nilai Tukar Petani (NTP) Kabupaten Jombang Tahun 2011 dirumuskan dalam bentuk diagram alir yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 4.1 Diagram Alir Metode Analisis Perhitungan NTP
Agar pekerjaan ini dapat dilaksanakan secara terarah dan sistematis, berikut diuraikan tahapan pelaksanaan pekerjaan dengan berdasar pada lingkup dan kerangka pikir pekerjaan. 1. Kegiatan Persiapan
Kegiatan persiapan mencakup beberapa kegiatan awal sebelum kegiatan operasional survai di lapangan dimulai. Kegiatan ini dilakukan untuk mempersiapkan beberapa hal yang terkait agar kegiatan operasional yang akan dilaksanakan mencapai sasaran, lebih terarah, efektif dan efisien.
Pemahaman terhadap lingkup pekerjaan dan persoalan yang dapat dikaji / dipelajari dari Kerangka Acuan Pekerjaan yang ada, produk studi terdahulu yang terkait dengan studi yang akan dilaksanakan, serta informasi lain termasuk aspek kebijakan dan kelembagaan. Dari tahapan kegiatan tersebut dapat dirumuskan persoalan yang ada, data pendukung yang diperlukan baik data primer maupun sekunder, serta data dan informasi tambahan sesuai dengan kebutuhan
2. Pengumpulan Data, Referensi dan Analisis
Kegiatan ini mencakup beberapa tahapan, mulai dari Inventarisasi data dan referensi pendahuluan yang perlu dilakukan untuk mendapatkan garis besar dari kondisi wilayah dan persoalan-persoalan penelitian, baru ditindak lanjuti dengan pengumpulan data primer, sekunder dan data penunjang.
a) Inventarisasi Pendahuluan, dimaksudkan untuk
melakukan orientasi atau observasi lapangan secara global untuk memperoleh informasi mutakhir tentang
kondisi wilayah studi dengan referensi hasil studi terdahulu dan informasi lain yang ada, untuk menangkap persoalan-persoalan umum sebelum survai dan pengumpulan data yang lebih rinci dilakukan.
b) Pengumpulan dan Analisis Data Sekunder, dilakukan terutama untuk melengkapi data yang telah ada yang dipakai sebagai dasar analisis dari pekerjaan ini dan untuk pemutakhiran (up dating) terhadap data yang dianggap kurang. Sehingga studi ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan secara optimal serta efisien. c) Melakukan telaah hukum/sinkronisasi dengan RTRW
dan penjaringan informasi/pengumpulan referensi data yang berkaitan dengan pekerjaan ini, dilakukan dengan maksud untuk melengkapi data sekunder
yang ada yang dianggap masih kurang,
memutakhirkan atau checking silang terhadap data atau informasi yang dianggap meragukan atau yang
dianggap perlu dilakukan pengecekan untuk
penajaman.
4.3. METODE PENGUMPULAN DATA 4.3.1. Data dan Sumber Data
Terdapat dua sumber data utama dalam penyusunan Nilai Tukar Petani (NTP) Kabupaten Jombang yaitu : (1) data primer (melalui survei lapangan), dan (2) data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber. Variabel-variabel yang
dibutuhkan dalam penyusunan NTP dan sumber datanya selengkapnya disajikan pada Tabel 4.1. berikut :
Tabel 4.1. Variabel-variabel dan sumber data yang digunakan dalam penyusunan NTP
No. Data/Variabel Sumber data
1. Peta administrasi Kabupaten Jombang : jumlah penduduk menurut pekerjaan
Jombang Dalam Angka
2. Produksi pertanian : tanaman pangan, perkebunan,
peternakan, perikanan dan kehutanan
Jombang Dalam Angka
3. Produk unggulan pertanian dan perkebunan
Dinas Pertanian Jombang
4. Produk unggulan peternakan Dinas Peternakan
dan Perikanan Jombang
5. Produk unggulan perikanan Dinas Peternakan
dan Perikanan Jombang
6 Produk unggulan kehutanan Dinas Kehutanan
dan Perkebunan Jombang
7. Pengeluaran konsumsi
rumahtangga (makanan dan non makanan)
Survai
8. Kuantitas hasil pertanian : tanaman bahan makanan, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan
Survai
9. Pengeluaran faktor produksi dan penambahan barang modal pertanian
4.3.2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui : 1. Kuesioner
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data primer yang terkait dengan harga dan volume 5 sub-sektor pertanian, baik yang diterima maupun yang dibayar oleh petani. 2. Interview
Interview dilakukan untuk mendapatkan data pembanding, terutama yang terkait keseimbangan harga-harga pasar. 3. Dokumentasi
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data penunjang seperti jumlah petani, gambaran umum wilayah penelitian, dan lain sebagainya.
Sedangkan proses pengumpulan data utama dilakukan
melalui survey langsung kepada responden (petani/
pedagang/penjual jasa) yang tersebar pada 21 kecamatan di Kabupaten Jombang dengan menggunakan daftar pertanyaan yang terdiri dari 3 daftar pertanyaan (kuesioner) :
Daftar pertanyaan 1 (Q1) digunakan untuk mencatat harga eceran barang/jasa kelompok makanan dan non makanan untuk keperluan konsumsi rumah tangga petani.
Daftar pertanyaan 2 (Q2) digunakan untuk mencatat harga eceran barang/jasa untuk keperluan produksi pertanian.
Daftar pertanyaan 3 (Q3) digunakan untuk mencatat harga produsen yang dihasilkan petani.
4.4. POPULASI, SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING 4.4.1. Populasi
Menurut Arikunto (2002 : 108), “populasi adalah keseluruhan subyek penelitian”. Populasi merupakan jumlah keseluruhan variabel yang akan diteliti (Cooper dan Schindler, 2006). Menurut Nasir (1999), “populasi merupakan kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan”.
Dalam melakukan suatu penelitian (survey) tidaklah selalu perlu untuk meneliti keseluruhan individu dalam populasi, untuk itu hanya dipilih sebagian dari keseluruhan individu dalam populasi yang dikenal dengan istilah sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani yang ada di Kabupaten Jombang yang tersebar di 21 kecamatan yang berjumlah 150.833 petani. Rincian jumlah petani di tiap-tiap kecamatan dapat dilihat pada tabel 4.2. di bawah ini :
Tabel 4.2. Populasi Penelitian
NO KECAMATAN JUMLAH PETANI
1 BANDAR KEDUNGMULYO 3,725 2 BARENG 20,805 3 DIWEK 5,340 4 GUDO 21,997 5 JOGOROTO 3,219 6 JOMBANG 4,165 7 KABUH 7,245 8 KESAMBEN 7,953 9 KUDU 5,144 10 MEGALUH 4,386 11 MOJOAGUNG 12,833 12 NGORO 12,381 13 NGUSIKAN 1,656 14 MOJOWARNO 6,204 15 PERAK 4,740 16 PETERONGAN 2,677 17 PLANDAAN 7,402 18 PLOSO 5,494 19 SUMOBITO 7,302 20 TEMBELANG 1,092 21 WONOSALAM 5,073 JUMLAH 150,833
4.4.2. Jumlah Sampel
Mengingat jumlah populasi yang sangat besar, maka diperlukan sebuah sampel sebagai representasi dari populasi. Sesuai dengan Kerangkan Acuan Kerja, maka ditentukan jumlah sampel sebesar 0,5 % dari jumlah populasi, sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
0,005 x 158.833 = 754,165 754
Dan untuk keperluan pengambilan data di setiap kecamatan, jumlah responden diambil secara merata yaitu 36 reponden di masing-masing kecamatan. Sedangkan penentuan sampel dilakukan dengan teknik non random sampling yaitu
Purposive Sampling.
Dari jumlah 754 responden, dalam penelitian ini juga dibutuhkan responden dengan karakteristik lainnya (non petani) diantaranya adalah :
dari tenaga medis (dokter praktek, rumah sakit, puskesmas),
pedagang (pasar, toko, super market),
lain-lain (tukang pangkas rambut, tukang jahit, sekolah) Responden dengan karakteristik tersebut di atas, adalah merupakan sumber data primer untuk harga-harga konsumen baik makanan maupun non makanan.
Sedangkan pemilihan responden ditetapkan sebagai berikut :
Responden harga konsumen pedesaan
Pedagang di setiap pasar yang diwawancarai untuk setiap jenis harga barang yang diperjualbelikan
Dokter praktek, tukang pangkas rambut, tukang jahit, sekolah, dll.
Responden harga produsen adalah petani yang tinggal di pedesaan (kecamatan pedesaan)
Sementara itu, untuk keperluan survey harga pasar maka pemilihan pasar di kecamatan dipilih berdasarkan kriteria : Paling besar di kecamatan tersebut
Beraneka ragam barang yang diperdagangkan
Kebanyakan masyarakat berbelanja di sana
Dapat dijamin kelangsungan (kontinuitas) pencatatan harganya
Pasar terletak di desa pedesaan
4.5. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi dan konsepsi pada data yang diperlukan dalam perhitungan Nilai Tukar Petani adalah sebagai berikut :
Petani
Adalah orang yang mengusahakan dan mengelola usaha pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan, atas resiko sendiri dengan tujuan untuk dijual. Petani yang termasuk dalam cakupan perhitungan NTP adalah petani penggarap baik sebagai petani pemilik, penyewa atau bagi hasil, tidak termasuk buruh tani.
Harga Produsen
Adalah harga produksi dari petani sebelum memasukkan biaya pengepakan dan transportasi ke dalam harga penjualan atau dengan kata lain harga di ladang atau sawah setelah pemetikan (farm gate). Harga yang dicakup adalah harga transaksi dengan sistem penjualan umum atau tebasan, sedangkan penjualan dengan sistem ijon tidak dicatat karena tidak mewakili harga yang sebenarnya. Harga Konsumen pedesaan
Adalah harga transaksi yang terjadi antara penjual (pedagang eceran) dan pembeli (konsumen langsung)
dengan satuan eceran, sesuai dengan kebiasaan
masyarakat setempat dan dikonversikan ke satuan standar. Nilai Konsumen
Adalah jumlah nilai yang dikeluarkan oleh rumahtangga untuk memperoleh suatu komoditi untuk dikonsumsi. Nilai konsumsi suatu komoditi merupakan perkalian harga komoditi (banyaknya) yang dikonsumsi pada periode dasar. Paket Komoditi
Adalah jenis barang/jasa yang dipantau harganya untuk perhitungan NTP.
Diagram Timbangan
Adalah diagram yang menunjukkan persentase nilai
konsumen/produksi komoditi terhadap total
timbangan tersebut juga mencerminkan pola konsumsi rumahtangga petani dan pola produksi (potensi usaha tani) di suatu daerah.
Nilai Tukar petani
Adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani dan dinyatakan dalam bentuk persentase.
4.6. METODE ANALISIS DATA
Rumus yang digunakan pada penghitungan Indeks Harga Yang Diterima Petani (It) dan Indeks Harga Yang Dibayar
Petani (Ib) adalah formula Indeks Laspeyres yang
dikembangkan (Modified Laspeyres Indices), yaitu :
100
1 1 ) 1 ( ) 1 (x
Q
H
Q
H
H
H
l
m i oi oi m i oi i t i t ti t
dimana,It = Indek harga bulan ke-t baik pada IHTP maupun
IHBP
Hti = Harga pada bulan ke-t untuk barang ke-i
i t ti
H
H
) 1 (= Relatif harga bulan ke-t dibanding ke-(t-1) untuk barang ke-i
Hoi = Harga pada tahun dasar untuk barang ke-i
Qoi = Kuantitas pada tahun dasar untuk barang ke-i
m = Banyaknya barang yang tercakup dalam paket
komoditi
Dengan menggunakan tahun dasar 2008, maka formula untuk menghitung Nilai Tukar Petani (NTP) adalah sebagai berikut :
100
x
l
l
NTP
b t
dengan,NTP = Nilai Tukar Petani
lt = lndeks harga yang diterima petani
HASIL PENGHITUNGAN | 5
Pada bagian ini akan disajkan hasil penghitungan NTP di tingkat kabupaten dan tingkat kecamatan yang terdiri atas 5 (lima) sub-sektor pertanian. Sektor pertanian tersebut meliputi sub-sektor tanaman bahan makanan, sub-sektor tanaman perkebunan rakyat, sub-sektor perikanan, sub-sektor peternakan dan sub-sektor kehutanan.
5.1. NILAI TUKAR PETANI(NTP KABUPATEN)
Berdasarkan hasil penghitungan dengan menggunakan data yang diambil pada akhir tahun (September dan Oktober) tahun 2011, rata-rata NTP Kabupaten Jombang Tahun 2011 adalah sebesar 97,87. Angka ini dihitung berdasarkan tahun dasar 2008. Indeks diterima petani sebesar 106,88 dan indeks dibayar petani sebesar 109,12 (lihat Tabel 5.1). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan petani selama tahun 2011 secara umum mengalami penurunan dari tahun 2008 (tahun dasar) dan tahun 2010.
Tabel 5.1. Rata-rata Indeks Diterima Petani (It), Indeks Dibayar Petani (Ib) dan Nilai Tukar Petani (NTP) Kabupaten Jombang Tahun 2011 (2008 =100)
No. Uraian Rata-rata 2010 Rata-rata 2011 Perubahan (%)
1. Indeks yang diterima petani (It) 119,74** 106.80* (10,80)
1. Tanaman bahan makanan 100,68 101,44 0,75 2. Tanaman perkebunan rakyat 96,33 128,59 33,49
3. Peternakan 185,72 98.79 (46,81)
4. Perikanan 96,23 101,02 5,41
5. Kehutanan - 104.16 -
2. Indeks yang dibayar petani 122,03** 109.12* (10,58)
1. Konsumsi Rumah Tangga 131,70 107,65 (18,26) 2. Biaya Produksi dan
Penambahan Barang Modal 112,36 110,59 (1,58)
3. Indeks tukar petani 98,12** 97.87* (0,16)
Sumber : Diolah dari hasil Survai, 2011 Keterangan:
Indeks yang diterima petani (It)
* = hasil rataan dari (101,44+128,59+98,79+101,02+104,16) / 5 = 106,80 ** = hasil rataan dari (100,68+96,33+185,72+96,23) / 4 = 119,74
Indeks yang dibayar petani (Ib)
* = hasil rataan dari (131,70+112,36) / 2 = 122,03 ** = hasil rataan dari (107,65+110,59) / 2 = 109,12 Indeks tukar petani
* = (106,80 / 109,12) x 100 = 97,87 ** = (119,74 / 122,03) x 100 = 98,12
Tabel 5.2. Rata-rata Indeks Diterima Petani (It), Indeks Dibayar Petani (Ib) dan Nilai Tukar Petani (NTP) per Subsektor Kabupaten Jombang Tahun 2011 (2008 =100)
Tahun Sub Sektor
2010 2011
Perubahan (%)
1. Tananam Bahan Makanan
Indeks yang diterima (It) 100.68 101,44
Indeks yang dibayar (Ib) 120.21 113,47
Nilai Tukar Petani (NTP) 83.76 89,40 6,73
2. Tanaman Perkebunan Rakyat
Indeks yang diterima (It) 96.33 128,59
Indeks yang dibayar (Ib) 113.63 124,46
Nilai Tukar Petani (NTP) 84.78 103,32 21,86
3. Peternakan
Indeks yang diterima (It) 185.72 98,79
Indeks yang dibayar (Ib) 133.85 89,50
Nilai Tukar Petani (NTP) 138.75 110,38 (20,44)
4. Perikanan
Indeks yang diterima (It) 96.23 101,02
Indeks yang dibayar (Ib) 120.48 120,58
Nilai Tukar Petani (NTP) 78,87 83,78 6,22
5. Kehutanan
Indeks yang diterima (It) - 104,67
Indeks yang dibayar (Ib) - 104,94
Nilai Tukar Petani (NTP) - 99,74
Gambar 5.1. Grafik Perkembangan Indeks Terima (It), Indeks Bayar (Ib) dan NTP Tahun 2009-2011
Gambar 5.2. Grafik Rata-rata Indeks Diterima Petani (It), Indeks Dibayar Petani (Ib) dan Nilai Tukar Petani (NTP) per Sub-sektor Kab. Jombang Tahun 2011 (2008 =100)
Penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) pada tahun 2011 disumbangkan paling besar oleh penurunan NTP sub sektor peternakan (20,44%). Turunnya NTP sub sektor peternakan disebabkan turunnya harga sapi dan domba yang hampir 50%. Untuk tanaman pangan meskipun ada kenaikan nilai NTP (6,73%) akan tetapi nilainya dibawah 100 (tahun dasar), artinya tahun 2010 dan 2011 tingkat kesejahteraan petani masih lebih rendah dibanding 2008.
NTP sub sektor perikanan yang jauh di bawah 100 (83,78%) mengindikasikan rendahnya kesejahteraan petani ikan dibandingkan tahun 2008, meskipun sebenarnya ada kenaikan dibandingkan tahun 2010. Tajamnya penurunan NTP perikanan disebabkan naiknya harga pakan (pelet) dan turunnya harga ikan gurami dan lele yang merupakan bagian besar dari komoditas ikan yang dibudidayakan oleh petani.