BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anemia atau kurang darah adalah kondisi di mana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang berperan dalam mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.
Akibat dari anemia adalah transportasi sel darah merah akan terganggu dan jaringan tubuh si penderita anemia akan mengalami kekuranga oksigen guna mengahasilkan energi. Maka tidak mengeherankan jika gejala anemia ditunjukan dengan merasa cepat lelah, pucat, gelisah, dan terkadang sesak. Serta ditandai dengan warna pucat di beberapa bagian tubuh seperti lidah dan kelopak mata.
Penyebab umum dari anemia antara lain; kekurangan zat besi, pendarahan usus, pendarahan, genetik, kekurangan vitamin B12, kekuarangan asam folat, gangangguan sunsum tulang.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana definisi dari anemia ? 1.2.2 Bagaimana etiologi dari anemia ? 1.2.3 Bagaimana patofisiologi dari anemia ? 1.2.4 Bagaimana klasifikasi dari anemia ? 1.2.5 Bagaimana manifistasi klinis dari anemia ? 1.2.6 Bagaimana faktor resiko dari anemia ? 1.2.7 Bagaimana terapi pada pasien anemia ?
1.2.8 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien anemia ? 1.3 Tujuan Penulisan
Untuk lebih mempelajari dan memahami definisi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, faktor resiko, terapi dan asuhan keperawatan pada pasien anemia.
1.4 Manfaat Penulisan
Agar pembaca, khususnya mahasiswa dapat lebih mudah mempelajari dan memahami definisi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, faktor resiko, terapi dan asuhan keperawatan pada pasien anemia.
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Anemia
Anemia merupakan keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah berada di bawah normal. Hal ini mengakibatkan pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah.
Hemoglobin terdapat dalam sel- sel darah merah dan merupakan pigmen pemberi warna merah sekaligus pembawa oksigen dari paru-paru ke seluruh sel-sel tubuh. Oksigen ini akan digunakan untuk membakar gula dan lemak menjadi energy. Hal ini dapat menjelaskan mengapa kurang darah dapat menyebabkan gejala lemah dan lesu yang tidak biasa. Paru-paru dan jantung juga terpaksa kerja keras untuk mendapatkan oksigen dari darah yang menyebabkan nafas terasa pendek. Walaupun gejalanya tidak terlihat atau samar-samar dalam jangka waktu lama. Kondisi ini tetap dapat membahayakan jiwa jika dibiarkan dan tidak diobati. Anemia biasanya terdeteksi atau sedikitnya dapat dipastikan setelah pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar sel darah merah, hemotokrit dan hemoglobin. Pengobatan bisa bervariasi tergantung pada diagnosisnya Sel-sel darah baru dibuat setiap hari dalam sumsum tulang belakang. Zat gizi yang diperlukan untuk pembuatan sel-sel ini adalah besi, protein dan vitamin terutama asam folat dan B12. Dari semua ini, besi dan protein yang paling penting dalam pembentukan hemoglobin. Setiap orang harus memiliki sekitar 15 gram hemoglobin per 100 ml darah dan jumlah darah sekitar lima juta sel darah merah per millimeter darah.
Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan tersebut secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia untuk jaringan. Menurut Brunner dan Suddart (2001), beberapa penyebab anemia secara umum antara lain :
1. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
2. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah merah yang berlebihan.
3. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.
4. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan, penyakit kronis dan kekurangan zat besi.
2.3 Patofisiologi Anemia
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar: 1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia ↓
viskositas darah menurun ↓
resistensi aliran darah perifer ↓
penurunan transport O2 ke jaringan ↓
hipoksia, pucat, lemah ↓
beban jantung meningkat ↓
kerja jantung meningkat ↓
payah jantung
2.4 Klasifikasi Anemia
Dalam makalah ini di paparkan klasifikasi anemia menjadi 3, yaitu berdasarkan morfologi, etiologi, patofisiologi.
Normositik: anemia normositik adalah anemia yang bentuk dan ukuran sel darah merahnya normal (diameter 76 – 100 fl) namun jumlah sel darah merah sedikit. Contoh anemia yang termasuk anemia normositik adalah anemia hemolitik (anemia akibat peningkatan penghancuran sel darah merah), anemia aplastik (anemia akibat jumlah sel darah merah yang diproduksi sumsum tulang belakang berkurang) dan anemia akibat pendarahan.
Anemia makrositik adalah anemia dimana jumlah sel darah merah berkurang disertai dengan peningkatan ukuran sel (diameter > 100 fl). Anemia makrositik dibagi menjadi dua, yaitu anemia makrositik megaloblastik dan anemia makrositik nonmegaloblastik.
Anemia makrositik megaloblastik adalah anemia akibat kelainan pada sintesis/ pembelahan sel darah merah sehingga terbentuk megaloblast (eritroblast yang besar) yang akan menjadi eritrosit dengan ukuran yang besar. Contoh dari anemia makrositik megaloblastik adalah anemia akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12.
Anemia makrositik nonmegaloblastik adalah anemia dengan ukuran sel darah merah besar namun bukan disebabkan oleh terbentuknya megaloblast. Anemia makrositik nonmegaloblastik dapat disebabkan oleh alkohol, penyakit hati, miksedema, sindrom mielodisplastik, obat sitotoksik, anemia aplastik, kehamilan, merokok, retikulositosis, myeloma, dan nenonatus.
Anemia mikrositik adalah kondisi anemia dimana jumlah sel darah merah berkurang disertai dengan ukuran sel darah merah yang kecil (diameter <76 fl). Hal ini terjadi akibat kegagalan dalam sintesis sel darah merah. Anemia mikrositik biasanya disertai dengan hipokromik (kadar hemoglobin dalam darah berkurang, sehingga warna eritrosit lebih pucat dibanding normal). Contoh anemia mikrositik yang sering terjadi adalah anemia akibat defisiensi zat besi.
Klasifikasi anemia berdasarkan etiologinya:
Defisiensi: anemia akibat defisiensi bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah, seperti Fe, vitamin B12, dan asam folat. Pusat: anemia yang disebabkan oleh kelainan pada fungsi sintesis di
sumsum tulang. Misalnya pada lansia, anemia penyakit kronis, dan kanker sumsum tulang.
Periferal: anemia yang disebabkan oleh pendarahan atau penyakit kronis.
Klasifikasi anemia berdasarkan patofisiologinya: Kehilangan Darah Berlebihan (akut):
Pendarahan, trauma fisik, tukak lambung, infeksi lambung, hemorroid Pendarahan Kronis
Pendarahan vagina, peptic ulcer, parasit intestinal, aspirin dan NSAID lain Destruksi Sel Darah Merah Berlebihan
Antibodi, obat, trauma fisik, seguestrasi berlebih pada limpa, dan faktor ekstrakorpuskular lain
Faktor Intrakorpuskular
Hereditas dan kelainan sintesis hemoglobin Produksi RBC dewasa tidak cukup
Defisiensi nutrient: Vitamin B12, Fe, asam folat, piridoksin
Defisiensi eritroblast: Anemia aplastik, eritroblastopenia terisolasi, antagonis asam folat, antibodi
Defisiensi infiltrasi sumsum tulang: Limfoma, leukemia, mielofibrosis, karsinoma
Abnormalitas endokrin: Hipotiroid, insufisiensi adrenal dan kelenjar pituitari
Penyakit ginjal kronis Penyakit liver
Inflamasi kronis: Granulatomasous disease dan collagen vascular disease
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari anemia tergantung dari jenis dan tingkat keparahan anemia tersebut. Namun pada umumnya gejala anemia terdiri dari:
Pusing (dizziness dan fatigue): Sel darah merah yang berkurang menyebabkan oksihemoglobin yang terdistribusi ke bagian tubuh seperti otak berkurang. Hal ini dapat menyebabkan pusing dan sakit kepala. Tekanan darah rendah
Mata menguning: warna kuning dapat disebabkan oleh adanya bilirubin (hasil destruksi sel darah merah) pada aliran darah
Kulit pucat, dingin, dan berwarna kuning: kulit yang dingin berwarna pucat terjadi akibat kurangnya sel darah merah pada pembuluh darah. Kulit yang menguning bisa disebabkan oleh adanya bilirubin (hasil destruksi sel darah merah) pada darah.
Napas pendek Otot melemah
Warna feces berubah: terutama pada anemia hemolitik, dimana terjadi peningkatan destruksi sel darah merah. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kadar bilirubin yang merupakan hasil destruksi sel darah merah. Bilirubin akan membuat warna feces menguning.
Pembesaran hati Palpitasi
Peningkatan detak jantung
Pada anemia akut dapat terjadi gejala kardiorespiratori seperti takikardi, kepala terasa ringan dan sesak napas.Sementara pada anemia kronis gejala yang nampak adalah lelah, letih, pusing, vertigo, sensitif dingin, pucat. Khusus pada anemia akibat defisiensi zat besi dapat terjadi penurunan
saliva, rasa tidak enak pada lidah, dan pica. Pada anemia defisiensi vitamin B12 dan asam folat, terjadi ikterus, pucat, atropi mukosa gastrik, abnormalitas neuropsikiatrik (abnormalitas neuropsikiatrik khusus pada defisiensi vitamin B12).
2.6 Faktor Resiko
Faktor resiko pada anemia adalah:
Genetik dan Sejarah keluarga: sejarah keluarga merupakan faktor resiko untuk anemia yang disebabkan oleh genetik, misalnya sickle-cell anemia, talasemia, atau fancony anemia.
Nutrisi: pola makan yang kurang zat penting bagi sel darah merah seperti zat besi, vitamin B12, dan asam folat dapat meningkatkan resiko anemia Kondisi saluran cerna: kondisi saluran cerna dapat mempengaruhi absorbsi
nutrisi yang penting bagi pembentukan sel darah merah sehingga dapat meningkatkan resiko anemia. Selain itu, pendarahan akibat tukak lambung, tukak peptik, dan infeksi parasit pada saluran cerna juga dapat menyebabkan anemia.
Menstruasi: menstruasi dapat meningkatkan resiko anemia akibat kekurangan zat besi. Kehilangan darah akibat menstruasi memicu pembentukan darah berlebih. Apabila tidak diikuti dengan peningkatan
asupan nutrisi terutama zat besi, dapat memicu terjadinya anemia defisiensi zat besi.
Kehamilan: kehamilan dapat meningkatkan resiko anemia akibat kekurangan zat besi. Hal ini disebabkan tubuh harus memiliki nutrisi yang cukup untuk tubuh ibu dan fetus, serta nutrisi untuk pembentukan sel darah fetus. Apabila tidak dibarengi dengan asupan nutrisi yang cukup terutama zat besi, dapat menyebabkan anemia
Penyakit kronis seperti kanker, gagal ginjal, dan tukak dapat meningkatkan resiko anemia.
Zat kimia dan obat: beberapa obat dan zat kimia seperti benzena, penisilin, primaquin, dan sulfasalazin dapat menyebabkan anemia.
Faktor lain seperti infeksi, penyakit autoimun. 2.7 Terapi
Tujuan
Mengurangi tanda-tanda dan gejala Memperbaiki etiologi yang mendasarinya Mencegah kambuhnya anemia
Terapi non-farmakologi Terapi farmakologi
1. Terapi Non-Farmakologi
Terapi non-farmakologi dapat dilakukan dengan istirahat yang cukup, pola hidup sehat yang teratur, dan mencukupi asupan makanan, yaitu nutrisi dari besi, vitamin B12, dan asam folat.
Terapi non-farmakologi sendiri dapat dilakukan dengan tranfusi darah. Transfusi darah dapat menjaga jumlah sel darah merah dalam tubuh dan mengurangi gejala yang timbul. Namun perlu diperhatikan kecocokan antara pendonor dan penderita.
Besi memiliki absorpsi yang rendah pada sayuran, produk padi-padian, produk susu, dan telur. Absorpsi besi yang paling baik berasal dari daging, ikan, dan unggas. Pemberian terapi besi bersamaan dengan makanan dapat mengurangi absorpsi besi lebih dari 50%, namun hal ini diperlukan untuk memperbaiki toleransi tubuh.
b. Vitamin B12
Di bawah ini daftar makanan beserta jumlah vitamin B12 yang terkandung di dalamnya :
c. Asam folat
Di bawah ini adalah daftar makanan beserta jumlah asam folat yang terkandung di dalamnya :
Selain itu, dapat juga diberikan transfusi darah. Transfusi darah diindikasikan untuk situasi yang akut di mana pasien kekurangan darah yang berlebih. Transfusi darah dapat meningkatkan konsentrasi Hb dalam waktu singkat tetapi tidak ditujukan untuk menghilangkan penyebabnya. 2. Terapi Farmakologi
a. Besi
Terapi besi secara oral
Fe2+ sulfat, fumarat, dan glutamat diabsorpsi tubuh dalam jumlah yang kurang lebih sama. Besi karbonat lebih menguntungkan karena resiko kematian yang lebih rendah jika terjadi overdosis. Adanya substansi chelator mukopolisakarida mencegah besi terpresipitasi dan menjaga besi dalam bentuk yang larut. Bentuk besi yang paling baik diabsorpsi adalah bentuk Fe2+ dengan absorpsi paling baik terjadi di duodenum dan jejunum.
Dosis yang diberikan tergantung pada toleransi setiap individu. Umumnya, dosis yang direkomendasikan sebesar 200 mg besi setiap hari dalam 2 atau 3 dosis terbagi. Besi disarankan untuk dikonsumsi 1 jam sebelum makan karena makanan akan mengganggu absorpsi besi. Namun pada beberapa pasien, besi harus diberikan bersama makanan karena dapat menyebabkan mual dan diare ketika mengkonsumsi besi dalam keadaan
perut kosong. Besi ditransportasikan melalui darah. Sebanyak 0,5-1 mg besi dieksresi melalui urin, keringat, dan sel mukosa intestinal pada pria sehat, sedangkan pada wanita yang sedang mengalami menstruasi kehilangan besi sekitar 1-2 mg.
Indikasi :
Defisiensi besi untuk pencegahan dan pengobatannya Suplemen besi
Kontraindikasi :
Hemokromatosis, hemosiderosis, anemia hemolitik, reaksi hipersensitivitas.
Peringatan :
Individu dengan keseimbangan besi normal tidak boleh mengkonsumsi dalam jangka waktu lama.
Overdosis dapat menyebabkan keracunan fatal terutama pada anak-anak di bawah 6 tahun.
Kehamilan : kategori A
Efek samping :
Cairan mengandung besi dapat menodai gigi untuk sementara waktu, nyeri abdominal, konstipasi, diare, iritasi saluran pencernaan, mual, muntah, feses berwarna lebih gelap.
Interaksi obat :
Obat Interaksi
Asam asetohidroksamat (AHA) Mengkelat logam berat termasuk besi, absorpsi besi menurun
Antacid Absorpsi besi menurun
Asam askorbat Pada dosis ≥200 mg meningkatkan absorpsi besi ≥30%
Garam kalsium Aborpsi besi pada saluran cerna menurun Kloramfenikol Kadar serum besi meningkat
Antagonis H2 Absorpsi besi menurun
Inhibitor pompa proton Absorpsi besi menurun
Trientin Keduanya saling menghambat absorpsi
Kaptopril Penggunaan bersamaan dalam 2 jam menyebabkan pembentukan dimer disulfide kaptopril yang inaktif Sefalosporin Besi menurunkan absorpsi 80%, makanan
menurunkan absorpsi 30%
Fluorokuinolon Absorpsi pada saluran cerna menurun karena terjadi pembentukan kompleks
Levodopa Membentuk kelat dengan garam besi, menurunkan absorpsi kadar serum
Levotiroksin Efikasi levotiroksin menurun menyebabkan hiportiroidsm
Metildopa Terjadi penurunan efikasi
Penisilamin Absorpsi menurun karena, kemungkinan karena terbentuk kelat
Tetrasiklin Penggunaan dalam 2 jam dapat saling menurunkan absorpsi
b. Vitamin B12 /sianokobalamin
Penting untuk pertumbuhan, reproduksi sel, hematopoiesis, dan sintesis nucleoprotein dan myelin.Vitamin B12 juga berperan dalam pembentukan sel darah merah melalui aktivitas koenzim asam folat.Absorpsi tergantung pada faktor intrinsik dan kalsium.
Indikasi
Defisiensi vitamin B12 karena malabsorpsi seperti pada anemia pernisiosa, peningkatan kebutuhan vitamin B12 seperti saat kehamilan, tirotoksikosis, anemia hemolitik, pendarahan, penyakir hati dan ginjal. Kontraindikasi
Hipersensitifitas Peringatan
Pemberian parenteral dipilih untuk anemia pernisiosa namun hindari pemberian intravena.Selain itu, pada defisiensi asam folat yang
dibiarkan selama > 3 bulan dapat menyebabkan lesi permanen pada sumsum tulang belakang.Hipokalemia dan kematian mendadak dapat terjadi pada anemia megaloblastik parah yang diobati intensif.
Efek samping
Pemberian secara parenteral dapat menyebabkan edema pulmonari, gagal jantung kongestif, thrombosis vaskuler perifer, rasa gatal, syok anafilaktik, diare ringan, perasaan bengkak pada seluruh tubuh.
Dosis
Secara oral : 1-2 mg setiap hari selama 1-2 minggu, dilanjutkan 1 mg setiap hari
Secara parenteral : baru digunakan jika terdapat gejala neurologi, diberikan 1 mg setiap hari selama 1 minggu, kemudian setiap minggu selama sebulan, dan terakhir setiap bulan. Ketika gejala teratasi, pemberian oral harian dapat dilakukan.
Sediaan
Sianokobalamin (generik) tab 50 mcg Cairan injeksi 500 mcg/ml, 1000 mcg/ml Etacobalamin (errita) cairan injeksi 100 mcg/ml Vitamin B12 Cap FM (fimedco) tab 25 mcg
Interaksi obat
Obat Interaksi
Asam aminosalisilat Menurunkan kerja vitamin B12
pasien anemia pernisiosa
Kolkisin, alcohol Asupan berlebih (>2 minggu) menyebabkan malabsorpsi vitamin B12 c. Asam folat
Folat eksogen dibutuhkan untuk sintesis nukleoprotein danpemeliharaan eritropoiesis normal, menstimulasi produksi eritrosit, leukosit, dan platelet pada anemia megaloblastik.
Indikasi
Anemia megaloblastik disebabkan defisiensi asam folat Kontraindikasi
Pengobatan anemia pernisiosa dan anemia megaloblastik lainnya di mana vitamin B12 tidak cukup.
Peringatan
Jangan diberikan secara tunggal pada anemia pernisiosa dan defisiensi vitamin B12 karena menimbulkan degenerasi majemuk medulla spinalis.Selain itu, jangan diberikan pada penyakit yang ganas kecuali anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat merupakan komplikasi penting.
Efek samping
Relatif tidak toksik, efek samping yang umum terjadi adalah perubahan pola tidur, sulit berkonsentrasi, iritabilita, aktivitas berlebih, depresi mental, mual, anoreksia, flatulensi.
Secara oral 1 mg setiap hari selama 4 bulan.Jika terjadi malabsorpsi, dosis harian ditingkatkan menjadi 5 mg.
Sediaan
Folic Acid (generik) tab 1 mg, 5 mg. Interaksi obat
Obat Interaksi
Asam aminosalisilat Penurunan kadar serum asam folat selama penggunaan konkuren Kontrasepsi oral Mempengaruhi metabolism folat
dan menyebabkan defisiensi asam folat, tapi efeknya ringan
Dihydrofolate reductase inhibitor Mempengaruhi penggunaan asam folat
Sulfasalazine Terjadi tanda-tanda defisiensi folat
Fenitoin Menurunkan kadar serum folat
2.8 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anemia 1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluru
Pengkajian pasien dengan anemia meliputi : 1) Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan. 2) Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
3) Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi. 4) Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen. 5) Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak
kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP). 7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB) 8) Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9) Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).
10) Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat. 2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia meliputi
1) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
2) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
5) Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
3. Intervensi/Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Intervensi dan implementasi keperawatan pasien dengan anemia adalah :
1) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil : melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.
INTERVENSI & IMPLEMENTASI DX 1 a. Kaji kemampuan ADL pasien.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
c. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
d. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
e. Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
2) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
INTERVENSI & IMPLEMENTASI DX 2
a. Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi. c. Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.
Rasional : membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
d. Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.
Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan. e. Berikan antiseptic topical ; antibioticsistemik (kolaborasi).
Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
tidak mengalami tanda mal nutrisi.
Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.
INTERVENSI & IMPLEMENTASI DX 3
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi. b. Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
Rasional : mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
c. Timbang berat badan setiap hari.
d. nutrisi. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan.
Rasional : menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
e. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.
Rasional : gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ. f. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.
Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
g. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
Rasional : membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual. Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.
4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil : - menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil. INTERVENSI & IMPLEMENTASI DX 4
a. Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuaitoleransi.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk c. kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi. Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jantung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
d. Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
Rasional : iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
e. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
5) Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
Kriteria hasil : pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit.
mengidentifikasi factor penyebab.
Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup. INTERVENSI & IMPLEMENTASI DX 5
a. Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
b. Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic.
Rasional : ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas. c. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
d. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang. Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
e. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya. Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
f. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah :
1). pasien dapat mempertahankan / meningkatkan ambulasi/aktivitas. 2). infeksi tidak terjadi.
3). kebutuhan nutrisi terpenuhi. 4). Peningkatan perfusi jaringan.
5). Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 100 ml darah. Etiologi anemia karena cacat sel darah merah
(SDM), karena kekurangan zat gizi, karena perdarahan, karena auotoimun. Patofisiologi anemia/timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
3.2 Saran
Diharapkan dengan dibuatnya makalah ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan untuk bisa lebih mengerti dan memahami gangguan sistem hematology. Makalah “Anemia” ini masih jauh dari kata sempurna, maka diharapkan kritik dan saran untuk lebih memperbaiki makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien. EGC : Jakarta
Dipiro, Joseph T.,2008,Pharmacotherapy A Pathophisiologic Approach, 7th edition, US, McGraw-Hill Companies
Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematology. Salemba Medika. Jakarta
2008, ISO Farmakoterapi, Jakarta, PT. Ikrar Mandiri Abadi,p.1-25. http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/ha/ha_treatments.html http://www.drugbank.ca/drugs/DB00746 http://www.merckmanuals.com/professional/lexicomp/deferoxamine.html http://www.merckmanuals.com/professional/sec11/ch131/ch131i.html? qt=hydroxyurea&alt=sh http://id.scribd.com/doc/54756023/Anemia#download http://ridhoinhealthy.blogspot.com/2012/12/asuhan-keperawatan-pada-penderita-anemia.html http://ppni-klaten.com/index.php? option=com_content&view=article&id=76:anemia&catid=38:ppni-ak-category&Itemid=66