• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cdk 035 Kesehatan Jiwa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Cdk 035 Kesehatan Jiwa"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

3 5 . K e s e h a t a n Jlwa Karya Sriwidodo

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandang-an/pendapat masing-masing penulis dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempet kerja sipenulis.

Daftar 1si :

Artikel :

3 Kesehatan Jiwa di Indonesia

10 Upaya Pencegahan Dalam Kesehatan Jiwa

18 Upaya Rehabilitasi Sebagai Salah Satu Upaya Kesehatan 23 Komputerisasi Data Demografik dan Psikiatrik Pasien

Mental di Indonesia

28 Pengertian Pertanggungjawaban Kriminal Atas Perbuatan Individual Dalam Rangka Visum et Repertum Psikiatrikum 34 Psiko Geriatrik Sekilas Pintas

39 Kesukaran Belajar

46 Pendidikan Anak Usia Balita

53 Pendengaran Pada Usia Lanjut (Presbiakusis) 56 Diagnosis dan Pengobatan Filariasis

59 Perkembangan : Dispareunia

Antibiotika Profilaktik ? Individu vs Masyarakat

62 Hukum & Etika : Tepatkah Tindakan Saudara ? 64 Catatan Singkat

65 Humor Ilmu Kedokteran

67 Ruang Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran 68 Abstrak-abstrak

(3)

Artikel

Kesehatan Jiwa di Indonesia

Prof. Dr. R. Kusumanto Setyonegoro

Gurubesar Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Jiwa Universitas Indonesia Kepala Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI, Jakarta

PENDAHULUAN

Kegiatan dan kesibukan manusia sehari-hari tidak jarang membuat individu cenderung untuk menitikberatkan penting-nya kesibukan/kegiatan itu. Malah mungkin ia agak mengalami obsesif-relatif dengan program hariannya. Oleh sebab itu, sering pula dianjurkan agar manusia menoleh ke sejarah dan meninjau ke masa depan. Ini agar ia dapat meyakinkan diri bahwa relativitas dari problematik yang dihadapinya perlu diprioritaskan, sehingga ia dapat mengembangkan sense of

evolution, progress and contribution dari kegiatan tersebut.

Kesehatan Jiwa (KESWA)

Memasuki bidang Psikiatri untuk kemudian bergiat di pe-layanan keswa, seorang dokter sering merasa dirinya didorong oleh stimulasi intelektual; luasnya materi subjek, termasuk berbagai tantangan dan tuntutan manusiawi dan ilmiah; serta undangan untuk melaksanakan kontak dengan para sejawatnya yang menguji sensitivitas interpersonal, toleransi dan flek-sibilitas. Demikian pula keprihatinan dan keinginan untuk mengetahui lebih lanjut tentang condition humaine.

Psikiatri jelas bukanlah merupakan suatu panacea untuk penderitaan manusia, tetapi yang penting disadari adalah bahwa kesehatan jiwa; yaitu pengetrapan dari prinsip-prinsip psikiatri secara individual di dalam kelompok maupun masyarakat, dapat membantu meringankan dan memecahkan permasalahan manusiawi yang delikat. Oleh sebab itu, bertentangan dengan pendapat sebagian orang, psikiatri merupakan salah satu seni dasar sentral dari ilmu kedokteran. Ini sudah disadari oleh rakyat dan bangsa Indonesia, yaitu sejak permulaan ditegaskannya pelayanan kesehatan dan kesehatan jiwa secara sistimatik dan integratif. Ditetapkan melalui Undang-Undang Pokok Kesehatan (nomor 9/1960); Undang-Undang Kesehatan Jiwa (nomor 3/1966); dan lebih jelas lagi dalam Undang-Undang Narkotik (nomor 9/1976).

Landasan Hukum dan Dokumen Intemasional

Landasan ini terdiri dari beberapa produk legislatif, yaitu : 1. Undang-Undang nomor 9/1960 tentang Pokok-Pokok

Ke-sehatan.

2. Undang-Undang nomor 3/1966 tentang Kesehatan Jiwa. 3. Undang-Undang nomor 9/1976 tentang Narkotik. Dan beberapa Dokumen Internasional, seperti : 4. "World Health Organization (WHO), Constitution". 5. Alma Ata, USSR, 1978, "International Conference on

Primary Health Care", yang disponsori bersama oleh WHO dan UNICEF.

Berdasarkan landasan hukum dan dokumen internasional ini dapat ditarik hal-hal sebagai berikut:

Tentang kesehatan (UUPokok Pokok Kesehatan) Bab I : Ketentuan Umum, fasal 2.

"Yang dimaksud dengan kesehatan dalam Undang-Undang ini meliputi kesehatan badan, rohani (mental) dan sosial, dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacad dan ke-lemahan".

Bab II : Tugas Pemerintah, fasal 8 ayat 2.

Ayat ini lebih menjabarkan lagi istilah "sakit, yaitu termasuk — cacad (invaliditas).

— kelemahan (weakness; feeble conditions; keterbelakangan dalam perkembangan fisik dan mental).

— usia lanjut (geriatric conditions; dengan atau tanpa kelainan yang sifatnya mental).

Tentang kesehatan jiwa (UU Kesehatan Jiwa)

Undang-undang ini menjelaskan hal dan materi kesehatan jiwa, dan dengan pasti mengemukakan definisi sebagai berikut : Bab I : Ketentuan Umum, fasal 1 ayat 1

"Kesehatan jiwa adalah kesehatan jiwa yang sehat menurut ilmu kedokteran sebagai unsur daripada kesehatan, seperti

(4)

yang termaksud dalam fasal 2 UU Pokok-Pokok Kesehatan." Penjelasan mengenai fasal ini, yaitu "Kesehatan Jiwa (mental health) menurut faham ilmu kedokteran sekarang ada-lah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektuil dan emosionil yang optimal dari seseorang. Per-kembangan itu berjalan selaras dengan orang-orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi), dan memperhatikan semua segi dalam penghidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain.

Bab II Pemeliharaan kesehatan jiwa, fasal 3

Fasal ini memberitahukan tentang usaha-usaha pemerintah c.q. Departemen Kesehatan, sebagai berikut :

(a) Merpelihara kesehatan jiwa dalam pertumbuhan dan

perkembangan anak.

(b) Mengusahakan keseimbangan jiwa dengan menyesuaikan penempatan tenaga selaras dengan bakat dan kemampuan.

(c) Perbaikan tempat kerja dan suasana kerja dalam perusahaan

dan sebagainya, sesuai dengan ilmu kesehatan jiwa. (d) Mempertinggi taraf kesehatan jiwa seseorang dalam hu-bungannya dengan keluarga dan masyarakat.

(e) Usaha-usaha lain yang dianggap perlu oleh Menteri

Kesehatan.

Bab III : Perawatan dan pengobatan Bab IV : Harta benda milik penderita

Bab V : Penampungan bekas penderita penyakit jiwa

Bab-bab dan masing-masing fasalnya memberitahukan hal. hal khusus, sehingga memang sudah selayaknya Pemerintah RI memperhatikan dan membina bidang pelayanan kesehatan jiwa ini secara khusus.

(a) Perawatan dan pengobatan bagi mereka yang terganggu berat

dilakukan dalam RS Jiwa yang pada dasarnya tersedia di semua propinsi RI, atau di fasilitas keswa lain.

(b) Perawatan dan pengobatan senantiasa dilakukan atas

permintaan (tidak pernah atas paksaan). Ini menandaskan sikap open door policy dalam pelayanan kesehatan jiwa.

(c) Perawatan dan pengobatan yang dimaksud itu harus disetujui

oleh dokter/psikiater yang bertanggung jawab. Ini berarti, bahwa dokter/psikiater tersebut harus dapat membuat diagnosis tertentu seperti yang tercantum dalam buku Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa, edisi 2 (berlaku 1984—1994), terbitan Direktorat Kesehatan Jiwa.

(d) Semua perawatan pasien di RS Jiwa dan fasilitas kesehatan

jiwa yang representatif di seluruh Indonesia dimonitor oleh Sistim Informasi Keswa, yang berpusat pada Direktorat Kese-hatan Jiwa, Depkes RI, Jakarta*.

(e) Hubungan dengan pihak hukum dan pengadilan sangat erat,

khususnya karena menyangkut hak milik dan harta benda penderita. Demikian pula visum et repertum psikiatrikum, menyangkut responsibility and accountability concepts yang merupakan bidang kepentingan bersama antara Psikiatri dan disiplin-disiplin yuridis/legal.

* Sistim ini meliputi DIPAM (Daftar Isian Pasien Mental) yang dikelola dengan teknik komputer. Menjangkau pasien rawat dalam, pasien rehabilitasi, pasien ambulan (di RS Jiwa/fasilitas keswa; Puskesmas

yang melaksanakan Proyek In tegrasi Keswa; RS Umum dan

Pus-kesmas). Bila dana tersedia, laporan dan tabulasi diterbitkan setiap tahun.

(f) Keterlibatan keluarga dan masyarakat dalam kesehatan jiwa

sangat erat dan mendalam. Ini menciptakan kulminasi dalam pembentukan konsep kesehatan jiwa masyarakat (keswamas), dan pembentukan BPKJM (Badan Pembina Kesehatan Jiwa Masyarakat), di bawah Gubernur/KDH tingkat I dan II di semua propinsi yang sudah mempunyai RS Jiwa Pemerintah (Pedoman Kerja BPKJM, 1983).

Tentang Narkotik (UUNarkotik)

Undang-Undang ini menjelaskan tentang materi narkotik. Beberapa pokok yang khususnya menyangkut kesehatan dan kesehatan jiwa:

Bab VIII: Pengobatan dan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkotik dan usaha penanggulangannya; fasal 32.

1) Orang tua/wali dari seorang pecandu narkotik yang belum cukup umur wajib melaporkan pecandu tersebut kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan, dan wajib membawanya kepada dokter terdekat untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan yang diperlukan.

2) Pecandu narkotik yang telah cukup umur wajib melaporkan diri kepada pejabat yang telah ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. 3) Syarat-syarat untuk melaksanakan ketentuan tersebut dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Perlu diketahui, walaupun peraturan pelaksanaan Menteri Kesehatan yang dimaksud dalam fasal 32 hingga kini belum ditetapkan, tapi dalam kenyataan sehari-hari semua penderita yang dikirimkan itu langsung menuju kepada dokter puskes-mas/RS Umum terdekat, yang kemudian meneruskannya ke-pada RS Ketergantungan Obat di Jalan Fatmawati, Kebayoran Baru, atau RS Jiwa Pemerintah terdekat. Tindakan tersebut benar dan menjamin bantuan medik-psikiatrik yang tepat.

Ditkeswa (Direktorat Kesehatan Jiwa) telah mengeluarkan instruksi (1973) yang berlaku hingga sekarang: "Para penderita ketergantungan narkotik, alkohol, dan substansi (obat) dapat diterima untuk terapi dan rehabilitasi di semua RS Jiwa Pemerintah dan Swasta, bila permintaan itu datang dari pihak masyarakat sesuai syarat-syarat yang berlaku untuk semua permintaan perawatan di RS Jiwa."

Dalam hubungan ini, perlu ditegaskan diagnostik di bidang penyalahgunaan narkotik, alkohol dan substansi (obat) yang tercantum dalam PP DGJ (1984) dan ICD — 9/WHO, Geneva lihat Lampiran).

• WHO Constitution

Dokumen ini memberikan anjuran dan justifikasi suatu pen-dekatan holistik terhadap materi kesehatan manusia. Ini di-tuangkan dalam pernyataan-pernyataan di bawah ini.

(a) Mengenai konsep kesehatan

"Health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity." (b) Mengenai anak (pertumbuhan dan perkembangan) "Health

development of the child is of basic importance; the ability to live harmoniously in a changing environment is essential to such development."

(c) Mengenai informasi kepada masyarakat

"Informed opinion and active participation on the part of the public are of the utmost importance in the improvement of the health of the people."

(5)

(d) Mengenai tanggung jawab pemerintah

"Government have the responsibility for the health of their people which can be fulfilled only by the provision of adequate health and social measures."

• Alma Ata, USSR, 1978

Konferensi ini diadakan pada tanggal 6 — 12 September 1978 di kota Alma Ata, USSR, ibukota Kazakh Soviet So-cialist Republic di bawah sponsorship gabungan WHO dan UNICEF.

Beberapa hasil penting perlu dikemukakan: (a) Declaration of Alma Ata, Section I

The Conference strongly reaffirms that health which is a state of complete physical, mental and social well-being, and not merely the absence of disease and infirmity, is a fundamental right and that the attainment of the highest possible level of health is a most important world-wide social goal whose realization requires the action of many other social and eco-nomic sectors in addition to the health sector.

(b) Content of Primary Health Care (Recommendation 5)

The conference;

Stressing that Primary Health Care should focus on the main health problems in the community, but recognizing that these problems and ways of solving them will vary from one country and community to another.

Recommends that primary health care should include at least:

— Education concerning prevailing health problems and the methods of identifying, preventing and controlling them. — Promotion of food supply and proper nutrition.

— Adequate supply of safe water, and basic sanitation. — Maternal and child health care, including family planning. — Immunication against the major infectious diseases. — Prevention and control of locally endemic diseases. — Appropriate treatment of common diseases and injuries. — Promotion of mental health; and provision of essential

drugs.

(c) Primary Health Care Approach (Summary and

Dis-cussions 15)

The conference considered primary health care to be essential care based on practical, scientifically sound and socially acceptable methods and technology made universally accesible to individuals and families in the community through their full participation and at a cost that the community and the country can afford to maintain at every stage of their development in the spirit of self-reliance and self-determination.

It forms an integral part both of the country's health system, of which it is the central function and main focus, and of the overall social and economic development of the community.

It is the first level of contact of individuals, the family and the community with the national health system, bringing health care as close as possible to where people live and work, and constitute the first element of a continuing health care process. Kesehatan Jiwa Masyarakat (KESWAMAS)

Sesuai dengan istilahnya, maka kesehatan jiwa masyarakat

merupakan

(a) Suatu orientasi dalam keswa.

(b) Mencakup semua upaya yang dilaksanakan di masyarakat,

di bawah nama kesehatan jiwa. Baik yang dilaksanakan secara

hospital based maupun ambulatory.

Beberapa karakteristik lain yang melekat pada upaya kes-wamas adalah sebagai berikut:

(a) Terutama sekali tertuju kepada kelompok-kelompok

masyrakat (walaupun fokus terhadap individu tidak diabaikan.

(b) Dititikberatkan kepada upaya prevensi dan promosi; tidak

hanya terapi dan rehabilitasi.

(c) Diikhtiarkan agar ada suatu kontinuitas dari berbagai

pe-layanan (keswa, sosial, kesejahteraan dan sebagainya). Dengan demikian maka diikthiarkan agar pelayanan-pelayanan itume-rupakan suatu sistim keswa yang komprehensif.

(d) Mengutamakan suatu kerjasama intersektoral, khususnya

sektor kesehatan/kesehatan jiwa/pendidikan/kesejahteraan sosial/keagamaan/penerangan/keluarga berencana/dan sektor-sektor lain yang ada relevansi dengan keswa.

(e) Berupaya melaksanakan "kegiatan psikoterapi singkat" (brief psychotherapy), dan tertuju kepada intervensi

kondisi-kondisi krisis.

(f) Mengutamakan peran serta masyarakat.

(g) Mengusahakan pendidikan keswa bagi pejabat/petugas di

bidang-bidang pelayanan kemanusiaan (human services), guna memperkokoh orientasi keswa mereka.

(h) Mengusahakan kerjasama yang mantap dan erat dengan

bidang kesehatan masyarakat (public health).

(i) Melaksanakan research epidemiologi keswa.

(j) Mengusahakan agar seluruh lapisan masyarakat (golongan

ekonomi; usia; jenis-jenis gangguan keswa; dan sebagainya) dapat mengambil manfaat dari upaya keswamas.

BERBAGAI KEGIATAN Orientasi

Di hampir semua negara berkembang, perubahan sosial yang cepat (sebagai hasil dari perkembangan ekonomi, industrialisa-si, urbanisasi dan proses-proses lain yang berkaitan dengan itu) telah diketahui membawa serta akibat-akibat buruk terhadap struktur keluarga, berfungsinya keluarga, dan dengan sendiri-nya taraf keswa dari individu-individu.

Berbagai laporan tentang keretakan rumah tangga, kenakal-an remaja, gaya hidup ykenakal-ang kurkenakal-ang sehat, kekeraskenakal-an dkenakal-an peng-rusakan, semua dapat merupakan indikasi daripada disorganisa-si sodisorganisa-sial tertentu.

Sistim pendukung tradisional mengalami erosi, demikian pula daya tahan keluarga dan individu menghadapi stres, an-caman penyakit atau disabilitas sehingga peranan sosial mereka terganggu. Kondisi-kondisi itu jelas akan menambah beban dari sistim pelayanan kesehatan yang sudah sangat besar beban ru-tinnya. Ditambah keterbatasan dari sumber-sumber dana dan manusia yang ahli, maka dapat dikatakan bahwa jaringan pe-layanan keswa perlu diperkuat dengan segera dan merata.

Tidak kurang dari 40 juta manusia di dunia menderita gang-guan jiwa berat, dan kira-kira dua kali dari jumlah tersebut menderita gangguan jiwa akibat ketergantungan alkohol, nar-kotik dan substansi (obat), retardasi mental dan gangguan

(6)

organik lain dari susunan saraf pusat. Penderita epilepsi di dunia ditaksir berjumlah 15 juta. Dugaan mengenai jumlah pasien dengan gangguan jiwa yang relatif ringan (neurotik) itu bervariasi, dan tergantung dari lokasinya. Tapi, tidak kurang dari 200 juta manusia yang menderita gangguan tersebut se-hingga efisiensi kerja atau hidupnya merosot. Oleh sebab itu, gangguan kesehatan jiwa merupakan bagian yang cukup besar dari seluruh morbiditas umat manusia dan tidak dapat diabai-kan baik di dunia berkembang atau maju.*

Di Indonesia, diperhitungkan gangguan jiwa berat (psi-kotik) berjumlah 1—3 per mil dari seluruh penduduk; sedang-kan yang relatif ringan (neurotik) antara 40—60 per mil.

Kota Jakarta yang berpenduduk 6 juta, diperhitungkan ada 6—18 ribu penderita psikotik. 10% di antaranya perlu perawat-an segera di RS Jiwa atau klinik Psikiatri untuk pengobatperawat-an intensif. Perhitungan untuk penderita neurotik dan lain-lain dengan sendirinya jauh lebih besar.

Pendekatan prevensi, terapi dan rehabilitasi

Landasan dasar dari pendekatan prevensi, terapi dan rehabi-litasi yaitu eklektik-holistikDetail-prinzip dan Ganzheit-prinzip perlu diusahakan agar dua prinsip itu terjalin secara integratif dan sistematik.**

Segi-segi organobiologik, psiko-edukatif dan sosio-kultural perlu dipertemukan masing-masing relevansi dan korelasinya dengan mengetahui pendalaman ilmiah pendukung secara me-madai, dan mengamalkan pengetrapan menyeluruh secara ber-tanggung jawab.

Segi psiko-edukatif

Merupakan salah satu segi yang sering diabaikan oleh seorang dokter, tetapi yang justru dipentingkan dalam praktek keswa. Teknologi medik, tendensi untuk berorientasi pada penyakit perlu dijadikan satu dengan observasi klinik dan humanistik, sehingga kejadian-kejadian dalamproses relasi-interrelasi antara pasien dan dokter dapat dicatat berbagai perilaku khusus yang indikatif. Dengan demikian, proses diagnostik dipermudah dan dipertajam. Bimbingan psikoterapeutik kemudian menjadi langkah berikutnya yang layak dilaksanakan.

Segi sosio-kultural

Dasar-dasar genetik manusia tidak berubah dalam 50.000 hing-ga 100.000 tahun perjalanan evolusinya. Akan tetapi, sebalik-nya lingkungan sosio-kultural tempat ia hidup dan berkembang telah berubah dengan sangat radikal dan fenomenal.

Memang benar, terdapat unsur spekulasi dalam upaya me-rekontruksi sejarah evolusi itu. Akan tetapi, hal seperti itu akan menambah penilaian perspektif kita terhadap hakekat problematik umat manusia. Dengan demikian pula, kita dapat mengetahui hubungan fungsional, dan kadang-kadang juga struktural antara kondisi organo-biologik dan keadaan sosio-kultural yang berkembang.

Salah satu faktor sosio-kultural yang umum diketahui ada-lah kondisi stres. Berbagai hubungannya diketahui, misalnya

* WHO 7th Programme of Work, 1984-1989. Promotion and Protection of Mental Health.

** Kusumanto Setyonegoro. Pendekatan eklektik-holistik dalam Ilmu Psikiatri di Indonesia dengan minat khusus kepada Masalah phronia. Disertasi FKUI1967.

antara stres dan penyakit; stres dan lingkungan; stres dan ke-retakan marital; stres dan golongan sosio-ekonomik; serta ba-gaimana stres itu dapat diatur dan diarahkan agar psikopatolo-gik yang mengancam dapat dikurangi tarafnya.

Contoh lainnya yaitu krisis. Ia merupakan peristiwa yang mempresipitasi suatu keadaan gawat darurat, yang setiap indi-vidu atau keluarga dapat memberikan formulasinya masing-masing.

Jadi, berbagai upaya prevensi stres dan krisis bukan meru-pakan lembaga yang fantastis, melainkan sumber-sumber suportif yang sangat realistik. Dengan sendirinya makna sosio-kultural dari peristiwa-peristiwa seperti bunuh-diri, percobaan bunuh-diri, ansietas, depresi serta frustasi merupakan kondisi-kondisi mental emosional dari gambaran manusiawi yang mulai makin luas diketahui serta diakui di kalangan profesional atau awam.

Segi organobiologik

Kedokteran biologik memperhatikan secara mendalam bidang-bidang neurofisiologi, biokimia, elektroensefalografi, dan psi-kofarmakologi; serta relevansi dan korelasinya terhadap kondisi mental emosional individual. Khususnya mengenai bidang psikofarmakologi, perhatian makin berkembang karena relevansinya yang langsung dengan upaya terapi dan rehabilitasi.

Oleh sebab itu, sub-bidang tertentu seperti klasifikasi obat psikofarmaka; mekanisme dasar (dengan masing-masing hipo-tesis mengenai khasiat dan mekanisme neuroleptik, antidepre-sif, dan substansi/obat lain); metodik neurofisiologi (EEG, sleep

polygrams, evoked potentials, dan hal-hal lain yang berkaitan); uji coba klinik (preklinik, klinik-terapeutik, dan lain-lain); pengaruh obat terhadap daya ingat (memory); pendekatan integratif farmakoterapi dan psikoterapi serta implikasi-implikasinya, semuanya merupakan bidang perhatian yang serius.

Prospek masa depan (penelitian; pengetrapan praktis) Pelayanan keswa secara kontinu memperhatikan landasan ilmiah dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan di masing-masing unit pelaksana dari RS Jiwa dan Fasilitas Keswa di se-luruh Indonesia. Diantaranya:

• Terapi integratif dari psikoterapi, farmakoterapi dan bim-bingan sosial-lingkungan tetap merupakan suatu tantangan be-sar. Dokter/psikiater; disiplin perawatan; disiplin psikologi kli-nik; antropologi medik dan lain-lain masih perlu melaksanakan upaya yang lebih banyak dan mendalam.

• Efektivitas terapi yang dilaksanakan sering merupakan bi-dang yang sulit dinilai secara pasti, tidak saja di bibi-dang keswa, melainkan juga di bidang kedokteran lainnya. Apakah benar pasien menggunakan dosis yang diharuskan (patient complian-ce)? Bagaimana perbandingan faktual antara efek dan efek sampingan?

• Penilaian komparatif dari satu jenis terapi dibandingkan je-nis terapi lain, merupakan bidang yang belum cukup dinilai.

Demikian pula di bidang prevensi melalui Upaya Bina Kes-mawas (BP KJM: Badan Pembina Kesehatan Jiwa Maysarakat), yang merupakan dimensi baru dalam pelayanan kesehatan jiwa, tetap menunggu penjabaran dan penelitian yang lebih luas dan mantap.

(7)

PROGRAM

Sebagaimana lazimnya, suatu program sangat terikat pada berbagai kondisi faktual seperti dana, sumber daya manusia ahli, serta fasilitas struktural yang tersedia. Implementasi dari program itu dengan sendirinya juga bergantung kepada tekno-logi medik-psikiatrik yang tersedia, dan dikuasai oleh masing-masing bidang prevensi, terapi dan rehabilitasi.

Salah satu tujuan umum agar permasalahan yang ada di-batasi/dikurangi, khususnya di bidang mental-emosional dan neurologik tertentu (seperti: ancaman gangguan serebro-vaskular; konvulsif dan disabilitas motorik lainnya). Tujuan umum lainnya terarah kepada inkorporasi dan pemantapan pengetahuan keswa di pelayanan kesehatan umum dan berbagai segi perkembangan sosial. Demikian pula permasalahan yang terikat pada penyalahgunaan narkotik, alkohol dan sub-. stansi (obat dan lain-lain), tetap merupakan fokus yang besar.

1) Berfungsinya Direktorat Kesehatan Jiwa sebagai WHO-SEARO Collaborating Centre in Research, Training and Services, merupakan salah satu indikator kesungguhan hati dari Pemerintah RI (Depkes RI) dan pihak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dalam menilai dan menghadapi permasalahan keswa/keswamas.

2) Pembentukan dan pembinaan suatu jaringan RS Jiwa Peme-rintah yang makin merata dianggap sebagai suatu kebutuhan. Tujuannya agar dalam setiap propinsi terdapat satu RS Jiwa Pemerintah.

Bila kebutuhannya mendesak, juga disediakan RS Jiwa Pemerintah lain/tambahan di Propinsi yang sama. Ini bila di-anggap layak ditinjau dari sudut demografi, sosi-ekonomi dan lain-lain. Dalam hubungan ini, maka upaya keswa swasta dianggap dapat membantu program pemerintah.

3) Penataran dan spesialisasi khusus dilaksanakan secara kon-tinu, dan diusahakan agar dapat dilaksanakan seluruhnya di dalam negeri. Tambahan pendidikan di luar negeri bila perlu tetap dipertimbangkan.

Diantaranya, pendidilcan keahlian psikiatri (lamanya 3—4 tahun) dapat dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Negeri di Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Surabaya.

Penataran periodik dilaksanakan bagi para perawat, ahli psikologi, ahli pekerjaan sosial dan para administrator keswa. 4) Integrasi keswa di Pelayanan Kesehatan Umum* (RS Umum, sejak 1980; Puskesmas, sejak 1975), tetap dijalankan terus sehingga tercapai sasaran untuk meliputi 10% dari RS Umum (tipe C/D) dan Puskesmas, sesuai pengarahan Ka-Kanwil propinsi masing-masing.

Pengembangan Bina Keswamas (BP KJM: Badan Pembina Kesehatan Jiawa Masyarakat) dilaksanakan terus dengan mengundang peran•serta dari semua sektor yang relevan. Berbagai proyek prevensi dan promosi keswa ditunjang untuk dilaksanakan, disamping konsultasi periodik (diantaranya: tentang proyek "gelandangan psikotik" dan "pasung").

Interface dan kerjasama dengan berbagai disiplin di luar kesehatan jiwa merupakan bidang kegiatan baru, diantaranya: hukum, pengadilan, penegakkan hukum, mengenai hal-hal

* Publikasi: Integrasi Kesehatan Jiwa di Puskesmas

seperti KUHAP; Visum et Repertum Psikiatrik; Undang-Undang Narkotik nomor 9/1976, dan masing-masing implika-sinya.

5) Penelitian dan penghimpunan data. Secara rutin penghim-punan data berdasarkan DIPAM (Daftar Isian Pasien Mental) dilaksanakan sejak 1971, meliputi pasien yang dirawat; pasien berobat jalan, dan pasien rehabilitasi.

Kegiatan penelitian meliputi berbagai upaya survai epide-miologik; uji-klinik psikotropik; sleep studies, dan lain-lain.

MASA DEPAN

Perspektif masa depan dari psikiatri dan kesehatan jiwa sekarang diliputi oleh kemantapan kepercayaan, bahwa segi mental-emosional dari pelayanan kesehatan akan diperhatikan dengan lebih memadai. Observasi longitudinal dari upaya ke-sehatan di Indonesia agaknya cukup memberi petunjuk ke arah tersebut. Undang-undang pokok Kesehatan 9/1960 dan UU Kesehatan Jiwa 3/1966 nyata benar saling melengkapi dan menyempurnakan.

Sikap indifference dan indefinite terhadap kesehatan jiwa dalam era di mana "sumber daya manusia" diutamakan sudah tidak lagi memadai. Yang sekarang diperlukan berupa suatu

sense of commitment dan sense of precision dalam

membim-bing dan mengarahkan pelayanan kesehatan pada umumnya di mana pelayanan keswa merupakan suatu unsur yang integral.

Problematik fisik, mental dan sosial yang relevan terhadap problematik kesehatan perlu dipertajam dan diperjelas secara spesifik. Upaya diagnostik, terapi, rehabilitasi dan prevensi perlu diindentifikasi dan dilimitasi secara positif, khususnya bila terdapat berbagai hambatan dari sumber-sumber dana, peralatan, teknologi dan lain-lain.

Dengan demikian, secara perlahan-lahan pelayanan kese-hatan umum dapat letih optimal memanfaatkan berbagai ke-mampuan dan kemungkinan (potentialities) yang diteliti dan diamalkan di bidang kesehatan jiwa individual maupun masya-rakat.

Lampiran: ICD — 9, Section V 291 Alcoholic psychoses

Organic psychotic states due mainly to excessive consumption of alcohol; defects of nutrition are thought to play an important role. In some of these states, withdrawal of alcohol can be of aetiological significance.

Excludes: alcoholism without psychosis (303) 291.0 Delirium tremens

Acute or subacute organic psychotic states in alcoholics, charac-terized by clouded consciousness, disorientation, fear, illusions, delusions, hallucinations of any kind, notably visual and tactile, and restlessness, tremor and sometimes fever.

Alcoholic delirium

291.1 Korsakov's psychosis, alcoholic

A syndrome of prominent and lasting reduction of memory span, including striking loss of recent memory, disordered time appreciation and confabulation, occurring in alcoholics as the

(8)

sequel to an acute alcoholic psychosis [especially delirium tremens] or more rarely in the course of chronic alcoholism. It is usually accompanied by peripheral neuritis and may be associated with Wernicke's encephalopathy.

Alcoholic polyneuritic psychosis Excludes: Korsakov's psychosis:

NOS (294.0) nonalcoholic (294.0) 291.2 Other alcoholic dementia

Nonhallucinatory demential occurring in association with alcoholism but not characterized by the features of either delirium tremens or Korsakov's psychosis.

Alcoholic dementia NOS Chronic alcoholic brain syndrome 291.3 Other alcoholic hallucinosis

A psychosis usually of less than six months' duration, with slight or no clouding of consciousness and much anxious restlessness in which auditory hallucinations, mostly of voices uttering insults and threats, predominate.

Excludes: schizophrenia (295.–) and paranoid states (297.–) taking the form of chronic hallucinosis with clear consciousness in an alcoholic

291.4 Pathological drunkenness

Acute psychotic episodes induced by relatively small amounts of alcohol. These are regarded as individual idiosyncratic reactions to alcohol, not due to excessive consumption and without conspicuous neurological signs of intoxication.

Excludes: simple drunkenness (305.0) 291.5 Alcoholic jealousy

Chronic paranoid psychosis characterized by delusional jealousy and associated with alcoholism.

Alcoholic paranoia

Excludes: nonalcoholic paranoid states (297.–) schizophrenia, paranoid type (295.3) 291.8 Other

alcohol withdrawal syndrome Excludes: delirium tremens (291.0) 291.9 Unspecified

Alcoholic: mania NOS psychosis NOS

Alcoholism (chronic) with psychosis

292 Drug psychoses

Syndromes that do not fit the descriptions given in 295–298 ( nonorganic psychoses) and which are due to consumption of drugs [notably amphetamines, barbiturates and the opiate and LSD groups] and solvents. Some of the syndromes in this group are not as severe as most conditions labelled "psychotic" but they are included here for practical reasons. Use additional E Code to identify the drug and also code drug dependence (304.-) if present.

292.0 Drug withdrawal syndrome

States associated with drug withdrawal ranging from severe, as specified for alcohol under 291.0 (delirium tremens) to less

severe states characterized by one or more symptoms such as convulsions, tremor, anxiety, restlessness, gastrointestinal and muscular complaints, and mild disorientation and memory disturbance.

292.1 Paranoid and/or hallucinatory states induced by drugs States of more than a few days but not usually of more than a few months duration, associated with large or prolonged intake of drugs, notably of the amphetamine and LSD groups. Auditory hallucinations usually predominate, and there may be anxiety and restlessness.

Excludes: the described fonditions with confusion or delirium (293.–) states following LSD or other hallucinogens, lasting only a few days or less [''bad trips"] (305.3)

292.2 Pathological drug intoxication

Individual indiosyncratic reactions to comparatively small quantities of a drug, which take the form of acute, brief psychotic states of any type.

Excludes: physiological side-effects of drugs [e.g., dystonias] expected brief psychotic reactions to hallucinogens ["bad trips"] (305.3)

292.8 Other 292.9 Unspecified

293 Transient organic psychotic conditions

States characterized by clouded consciousness, confusion, disorientation, illusions and often vivid hallucinations. They are usually due to some intra-or extracerebral toxic, infectious, metabolic or other systemic disturbance and are generally rever-sible. Depressive and paranoid symptoms may also be present but are not the main feature. Use additional code to identify the associated physical or neurological condition.

Excludes: Confusional state or delirium superimposed on senile dementia (298.3)

dementia due to: alcohol (291.-) arteriosclerosis (290.4) senility (290.0) 293.0 Acute confusional state

Short-lived states, lasting hours or days, of the above type.

Acute: psycho-organic syndrome psychosis associated with

endo-crine, metabolic or cerebro vascular disorder

Epileptic:

confusional state twilight state

303 Alcohol dependence syndrome

A state, psychic and usually also physical, resulting from taking alcohol, characterized by behavioural and other responses that always include a compulsion to take alcohol on a continuous or periodic basis in order to experience its psychic effects, and sometimes to avoid the discomfort of its absence; tolerance may or may not be present. A person may be dependent on alcohol and other drugs; if so also make the appropriate 304 coding. If dependence is associated with alcoholic psychosis or with physical complications, both should be coded.

Acute: delirium

infective psychosis organic reaction post-traumatic organic

(9)

304. —) and that he has taken on his own initiative to the detriment of his health or social functioning. When drug abuse is secondary to a psychiatric disorder, code the disorder.

Excludes: alcohol dependence syndrome (303) drug dependence (304.—4-drug withdrawal syndrome (292.0)

poisoning by drugs or medicaments (960—979) 305.0 Alcohol

Cases of acute intoxication or "hangover" effects. Drunkenness NOS "Hangover" (alcohol)

Excessive drinking of alcohol Inebriety NOS NOS

Excludes: alcoholic psychoses (291.—)

physical complications of alcohol, such as: cirrhosis of liver (571.2)

epilepsy (345.—) gastritis (535.3) 305.1 Tobacco

Cases in which tobacco is used to the detriment of a person's health or social functioning or in which there is tobacco dependence. Dependence is included here rather than under 304. — because tobacco differs from other drugs of dependence in its psychotoxic effects.

Tobacco dependence 305.2 Cannabis 305. 3 Hallucinogens

Cases of acute intoxication or "bad trips." LSD reaction

305.4 Barbiturates and tranquillizers

Cases where a person has taken the drug to the detriment of his health or social functioning, in doses above or for periods beyond those normally regarded as therapeutic.

305.5 Morphine type 305.6 Cocaine type 305.7 Amphetamine type 305.8 Antidepressants

305.9 Other, mixed or unspecified

"Laxative habit" Nonprescribed use of drugs or Misuse of drugs NOS patent medicinals

Untuk segala surat-surat, pergunakan alamat :

Redaksi Majalah Cermin Dunia Kedokteran

P.O. Box 3105 Jakarta 10002

Acute drunkenness in alcoholism Dispomania Chronic alcoholism

Excludes: alcoholic psychoses (291.—) drunkenness NOS (305.0)

physical complications of alcohol, such as: cirrhosis of liver (571.2)

epilepsy (345.—) gastritis (535.3) 304 Drug dependence

A state, psychic and sometimes also physical, resulting from taking a drug, characterized by behavioural and other responses that always include a compulsion to take a drug on a continuous or periodic basis in order to experience its psychic effects, and sometimes to avoid the discomfort of its absence. Tolerance may or may not be present. A person may be dependent on more than one drug.

Excludes: nondependent abuse of drugs (305.—) 304.0 Morphine type

Heroin Opium alkaloids and their

deriva-Methadone tives

Opium Synthetics with morphine-like

effects 304.1 Barbiturate type

Barbiturates

Nonbarbiturate sedatives and tranquillizers with a similar effect: chlordiazepoxide

diazepam glutethimide

mepr obamate 304.2 Cocaine

Coca leaves and derivatives 304.3 Cannabis

Hemp Marijuana

Hashish

304.4 Amphetamine type and other psychostimulants Phenmetrazine Methylphenidate 304.5

Hallucinogens

LSD and derivatives Psilocybin Mescaline

304.6 Other

Absinthe addiction Glue sniffing Excludes: tobacco dependence (305.1)

304.7 Combinations of morphine type drug with any other 304.8 Combinations excluding morphine type drug 304.9

Unspecified

Drug addiction NOS Drug dependence NOS 305 Nondependent abuse of drugs

Includes cases where a person, for whom no other diagnosis is possible, has come under medical care because of the maladap-tive effect of a drug on which he is not dependent (as defined in

(10)

Upaya Pencegahan Dalam Kesehatan

Jiwa

Dr. W.M. Roan DPM

Kepala Sub Direktorat Pencegahan dan Peningkatan

Kesehatan Jiwa, Direktorat Kesehatan Jiwa, Depkes RI

PENDAHULUAN

Sejarah kedokteran membuktikan bahwa usaha pencegahan ternyata lebih berhasil dari pada usaha pengobatan. Hal ini memang berlaku untuk penyakit infeksi dan gangguan gizi, dan dapat diduga juga berlaku untuk banyak kondisi penderitaan manusia lainnya termasuk gangguan dan penyakit jiwa.

Jauh sebelum diterimanya teori kuman, pada abad ke-18 dan awal abad ke-19, para ahli sanitasi dan humaniter Eropah dan Amerika telah menyatakan bahwa semua bau busuk atau tumpukan sampah merupakan sebab dari semua penyakit, serta mengusahakan kampanye kebersihan dan pembuangan sampah sebagai usaha terbaik untuk pencegahan terhadap penyakit. Ternyata kampanye untuk memelihara kebersihan dan menghilangkan bau busuk, yang pada zaman itu dikenal de. ngan gerakan penyingkiran "miasma" memberi basil yang amat besar.

Setelah usaha itu pada tahun 1800, kematian ibu yang me-lahirkan telah berkurang menjadi sepertujuh dari angka pada tahun 1750, demikian juga angka kejadian penyakit tifus abdo-minalis, demam kuning, tuberkulosis, paratifus, kolera dan ke-matian bayi telah dapat ditekan lebih drastik.

Pada saat berkecamuknya perang Krimea (1853.1856), Florence Nightingale dengan profesi sebagai perawat telah me-nyatakan bahwa penyakit cacar tentu terdapat penyebab pertamanya yang kemudian menyebar dan menyerang secara berantai kepada orang -lain, terutama kepada orang yang se kamar atau bangsal yang padat sehingga mudah terjadi penular-an.

Teori miasma beranggapan bahwa tanah yang dicemari oleh sampah memberikan miasma ke udara dan dapat menyebabkan timbulnya penyakit infeksi yang gawat. Teori ini yang bermula pada zaman Hippokrates menyatakan bahwa bahan yang bera-cun ini timbul dari tanah dan disebarkan oleh angin. Penduduk yang bermukim di dekat paya-paya sangat rentan terhadap gas

metan sehingga dapat timbul penyakit panas yang kemudian dikenal sebagai penyakit malaria (udara yang busuk).

Para pendukung teori miasma beranggapan bahwa jalan untuk mencegah penyakit ialah dengan mengubah lingkungan dan menyingkirkan sumber miasma itu. Tumpukan sampah dan tergenangnya air kotor dianggap sebagai bahan berbahaya dan dapat mencemari air minum. Gerakan kesehatan masyarakat pada mulanya memang berusaha menyelenggarakan sanitasi lingkungan untuk mencegah penyakit.

Pada tahun 1847, John Snow, seorang dokter Dinas Kese-hatan Kota London telah mengamati dengan cermat pecahnya dan penyebaran wabah penyakit kolera di tengah kota London abad pertengahan di mana persediaan air minum diambil dari pompa air di tengah jalan. Penyakit kolera digambarkan oleh-nya dengan gejala pada saluran cerna, muntah dan diare yang hebat, orang yang tinggal bersama belum tentu tertular, se-dangkan kasus penyakitnya tersebar luas di tengah kota Lon-don dan sebagian besar meninggal, yang meninggal telah me-minum air dari pompa yang sama itu. Pada waktu itu belum di. ketahui adanya vibrio cholerae. John Snow mengambil kesim-pulan bahwa penyakit itu ada hubungannya dengan air pompa itu yang tercemar dari sumbernya di Sungai Thames. Oleh se-bab itu, ia mengambil kebijaksanaan untuk menanggalkan ba-tang pompa air itu dan membuangnya sehingga penduduk tidak lagi dapat mengambil air minum dari padanya. Setelah itu maka angka kejadian penyakit kolera di Tengah Kota London reda.

Tindakannya merupakan satu upaya pertama dari pencegah-an dalam Kesehatpencegah-an Masyarakat. Sejak saat itu, peristiwa di-gunakan sebagai pola raga (model) dari upaya pencegahan da-lam arti yang sesungguhnya. Pola raga yang telah disebutkan walaupun sangat berorientasi pada ilmu kedokteran fisik, na-mun tidak urung sangat mempengaruhi jalan pikir para dokter ahli jiwa di kemudian hari untuk menggunakan daya analisa

(11)

John Snow itu untuk meneliti angka kejadian gangguan dan penyakit jiwa, dan dengan demikian upaya pencegahannya da-pat direncanakan dan dilaksanakan dengan lebih berhasilguna. BATASAN TENTANG PENCEGAHAN DALAM KESEHAT-AN DKESEHAT-AN KESEHATKESEHAT-AN JIWA

Beberapa konsep dalam upaya kesehatan patut dikemuka-kan di sini untuk memberidikemuka-kan landasan pengertian tentang pembahasan dalam tulisan ini. Dalam meninjau perkembangan suatu penyakit, penting untuk meneliti unsur yang mempenga-ruhi :

(1) unsur individu yang rentan atau "host" yang perlu hui hal ihwalnya -- seperti tentang kesehatan umumnya, kisah masa lalunya, pola genetik, vitalitas atau nya, taraf ketahanan terhadap kelelahan, dan sebagainya. (2) pengenalan tentang ciri lingkungannya atau

"environ-ment" aspek yang memberi tekanan fisik atau psikolo-gik, dan

pengenalan dari penyebab atau "agent" - pola atau urutan peristiwa dari lingkungannya yang memberi sties dan ke-mudian menimbulkan suatu gangguan atau penyakit. Me-ngambil penyakit malaria sebagai contoh, maka dapat di. sebutkan bahwa seseorang penderita memang mempunyai kerentanan tertentu terhadap penyakit tersebut, an sebagai penyebabnya ialah kuman malaria yang dibawa oleh nyamuk jenis tertentu, yang tumbuh dalam daerah yang berpaya di daerah tropik dan subtropik. Pencegahan terhadap malaria secara teoritik dapat dilaksanakan ngan mengolah calon penderita yang akan diserang, juga penyebabnya, yaitu nyamuk (dengan kumannya), atau lingkungannya. Jadi pencegahan terhadap malaria harus

berhasil bila ada upaya meningkatkan ketahanan para duduknya, membuat nyamuknya tidak berdaya dan hapus paya tempat nyamuk itu berkembang.

Dengan membuat cara pikir yang sama dapat ditinjau ten-tang peristiwa kecelakaan kendaraan bermotor. Pengemudi yang lelah, mabuk atau mengemudikan kendaraan terlalu cepat membuat kemungkinan kecelakaan lebih besar. Kondisi mobil itu sendiri sebagai penyebab (agent) telah dibuktikan juga. Ke-mudian kondisi jalan raya (permukaannya), cuaca atau cahaya. Usaha mengurangi kecelakaan ditujukan pada ketiga unsur tersebut di atas.

Sedikitnya 2 jenis gangguan jiwa telah dapat dihapuskan da-lam waktu 50 tahun terakhir ini dengan cara pecegahan. Ke-dua jenis gangguan itu kebetulan disebabkan oleh faktor or-ganik. Yang pertama ialah Gangguan psikotik karena pelagra, suatu kondisi karena kekurangan niasin dalam makanannya. Dengan menambah zat ini dalam makanannya praktis gang-guan ini dapat dihilangkan. Penyakit kedua yang dapat diatasi secara dramatik ialah demensia paralitika, suatu psikosa organik oleh karena infeksi sifilis. Dengan ditemukannya pe-nyebab penyakit sifilis dan pengobatannya dengan penisilin, angka kejadian demensia paralitika dapat diturunkan. Sekitar tahun 1920 penderita demensia paralitika ini berjumlah antara 8 – 10% dalam RS Jiwa, namun kini praktis sudah tidakpernah dijumpai lagi gangguan tersebut. Namun demikian, lebih

banyak gangguan dan penyakit jiwa tidak diketahui penyebab-nya, sehingga metoda pencegahan dengan cara biologik tidak dapat diharapkan.

Para sarjana sejak saat itu telah mengenal 3 jenis upaya pencegahan.

(1) Pencegahan primer, upaya ini merupakan usaha agar suatu gangguan atau penyakit tidak akan timbul sama sekali. Misalnya vaksinasi terhadap cacar merupakan satu upaya pencegahan primer. Kebanyakan gangguan jiwa terjadi oleh karena faktor psikologik dan bukan faktor biologik. Oleh se-bab itu, dewasa ini sedang diusahakan suatu rangkaian usaha psikologik untuk mencegah terjadinya. Upaya psikologik ini secara garis besar dapat dibagi dua. Pertama, yang paling umum, ialah upaya untuk menurunkan kerentanan seseorang terhadap satu stres tertentu. Kedua, yang lebih jarang, upaya menurunkan faktor stres pada sumbernya.

(2) Pencegahan sekunder, merupakan upaya untuk mengem-bangkan teknik untuk menemukan secepatnya masalahnya se-hingga dapat dilaksanakan pengobatan yang segera. Upaya ini sebenarnya dapat disamakan dengan upaya pengobatan atau upaya kuratif, dengan harapan agar gangguannya cepat sem-buh, sesedikit mungkin menimbulkan sequelae.

(3) Pencegahan tarsier, merupakan usaha untuk meringankan sebanyak mungkin adanya ketidakmampuan penderita akibat gangguannya itu sehingga penderita masih dapat menggunakan sisa kemampuannya untuk menolong dirinya sendiri. Usaha ini dapat disamakan dengan usaha rehabilitasi.

Dalam upaya pencegahan perlu dipikirkan tentang siapa se-bagai penerima dari upaya ini. Kelompok penduduk perlu di-identifikasi agar supaya efisien dan efektif. Dalam hal ini dapat disebutkan pendekatan terhadap :

(1) Seluruh penduduk (total population) dalam satu masyara-kat. Contohnya suatu upaya pendidikan kesehatan atau kese-hatan jiwa masyarakat melalui media massa.

(2) Tahap perkembangan tertentu (milestone approach), da-lam upaya ini dipilih kelompok penduduk tertentu untuk di-berikan pengolahan. Contohnya pada sejumlah anak umur 6 tahun semasa mereka memasuki sekolah, pengolahan ini me-rupakan satu transisi dalam membaca perubahan pada mereka agar belajar dan mendapatkan pengetahuan yang semestinya. Masa ini merupakan masa kritik dalam perkembangan se-seorang sehingga olehnya dapat diciptakan se-seorang manusia yang akan berguna untuk dirinya atau masyarakatnya pada masa mendatang. Kegagalan dalam upaya ini dan melewati masa kritik ini, sudah terlambat dan tidak lagi mudah dilaksa-nakan pembentukan kepribadian.

(3) Kelompok penduduk dengan risiko tinggi (high risk group), contohnya memberikan kaca pengaman bagi para pekerja yang menggunakan sinar las atau para pekerja di tambang agar tidak terkena debu tambang yang berbahaya. Dalam kesehatan jiwa upaya menghadapi krisis (crisis intervention) seperti meninggalnya orangtua atau akan datangnya ujian. Upaya konsultasi yang diberikan kepada para ahli hukum yang sering menghadapi permohonan cerai dengan bukti yang meng-hubungkan pecahnya satu perkawinan dengan gangguan psi-kiatrik di kemudian hari. Kelompok risiko tinggi lainnya ialah (3)

(12)

pekerja yang sudah menghadapi pensiun. Bagi orangtua yang putera-puterinya sudah mencapai umur 18 th dan siap me-ninggalkan mereka untuk menuntut pendidikan yang lebih tinggi, agar orangtua tidak merasa kesepian dan berakibat buruk bagi kehidupan emosional mereka.

BERBAGAI ILMU PENGETAHUAN YANG MENDUKUNG UPAYA PENCEGAHAN

Paint dikemukakan di sini beberapa kondisi dan ilmu pe-ngetahuan yang sampai saat ini dapat diinkorporasikan dalam upaya pencegahan, dengan demikian lebih memajukan dan me-ningkatkan efisiensi.

Epidemiologi

Epidemiologi ialah ilmu yang mempelajari penyebaran dan faktor penentu dari prevalensi penyakit. Dalam mempelajari penyebaran dari penyakit atau gangguan, kita memasuki bidang epidemiologi deskriptif. Dalam mempelajari faktor penentu dari penyebaran itu, maka kita mencoba untuk meneliti penyebarannya agar dapat mengidentifikasi penyebabnya. Bila semua data telah terkumpul untuk mengadakan evaluasi itu, maka upaya ini disebut epidemiologi analitik. Bila analisa ter-sebut dapat dicoba dalam suatu program untuk mempelajari kebenaran dari penyebab itu, maka kita memasuki bidang epidemiologi experimental. Dengan demikian, epidemiologi

deskriptif berhubungan erat dengan demografi dan ekologi manusia. Epidemiologi analitik erat hubungannya dengan penelitian terapan atau penelitian di lapangan (applied

rese-arch, field-study), dan epidemiologi experimental sering tidak

dapat dibedakan dari evaluasi program. Sistem Infonnasi Kesehatan Jiwa

Suatu cara pencatatan informasi tentang kesehatan jiwa yang dipusatkan dalam satu lembaga tertentu. Dari pusat tersebut kecuali dapat diminta semua informasi atau angka tentang kesehatan jiwa, dapat juga memberikan semua keterangan yang ada kaitannya dengan upaya pencegahan, pengolahan angka yang khusus dibutuhkan untuk tujuan tertentu. Dengan demikian segala informasi akan di dapatkan dengan mudah dan dengan sendirinya akan melancarkan upaya lain yang tertuju.

Ilmu Pengetahuan Sosial

Ilmu pengetahuan biding sosial, khususnya psikologi, antro. pologi dan sosiologi dengan sendirinya merupakan sumbangsih yang sangat besar dalam pengembangan kesehatan jiwa, khu-sunya upaya pencegahannya. Semua ilmu pengetahuan ini pada dasarnya mempelajari perilaku manusia secara individual atau kelompok dari sejak -dahulu hingga saat ini dari pola ber-pikirnya, motivasinya, budayanya dan projeksi ke masa depan. Ilmu dan sarana komunikasi

Pada saat ini, dimana ilmu dan sarana komunikasi sudah mencapai tingkat yang memadai; maka kegiatan pencegahan kesehatan sudah dapat dilaksanakan dengan lebih mudah, komunikasi juga dapat dilaksanakan lebih cepat. Alat ko-munikasi seperti media massa yang mendapat banyak

sambut-an, akan sangat bermanfaat digunakan. Ilmu pengetahuan komputer

Ilmu komputer yang hingga kini sudah berkembang demiki-an pesatnya, telah memberikdemiki-an dukungdemiki-an ydemiki-ang begitu besar terhadap informatika dan informasi bagi manusia dalam waktu singkat dan cara yang relatif sangat mudah.

Teknologi transportasi

Kemajuan teknologi terutama teknologi transportasi telah memberikan kemudahan bagi penduduk untuk mencapai fasi-litas kesehatan dan kesehatan jiwa. Dengan demikian men-dukung kecepatan pencapaian fasilitas sehingga upaya pence-gahan para penderita dan yang perlu ditangani masalah ganggu-annya dapat cepat diatasi.

PROGRAM USAHA PENCEGAHAN KESEHATAN JIWA DI INDONESIA

Upaya kesehatan jiwa di Indonsia pada umumnya didasarkan atas landasan hukum, yaitu Undang-undang tentang Kesehatan Jiwa No. 3 tahun 1966 yang menjelaskan sebagai berikut : "Kesehatan Jiwa (Mental Health) menurut faham ilmu kedokteran pada dewasa ini adalah satu kondisi yang me-mungkinkan perkembangan fisik, intelek dan emosi yang op-timal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras de-ngan orang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat yang harmonis (serasi), dan memperhatikan semua segi dalam ke. hidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain."

Mengenai bidang khusus yang menjadi perhatian dan sasaran dari upaya kesehatan jiwa disebutkan bahwa :

Dalam bidang kesehatan jiwa usaha pemerintah meliputi : a. memelihara kesehatan jiwa dalam pertumbuhan dan

kembangan anak-anak;

b. mengusahakan keseimbangan jiwa dengan meyesuaikan penempatan tenaga selaras dengan bakat dan nya;

c. perbaikan tempat kerja dan suasana kerja dalam perusaha-an dperusaha-an sebagainya sesuai dengperusaha-an ilmu kesehatperusaha-an jiwa; d. mempertinggi taraf kesehatan jiwa seseorang dalam

hubung-annya dengan keluarga dan masyarakat.

e. usaha lain yang dianggap perlu oleh Menteri Kesehatan. Sejak tahun 1971, Direktorat Kesehatan Jiwa, Depkes RI telah berusaha untuk mengarahkan upaya kesehatan jiwa yang secara rutin terikat pada Rumah Sakit Jiwa keluar lingkungan Rumah Sakit dan ke arah memasuki lingkungan dan pemukiman masyarakat umum. Extensifikasi dari pelayanan kesehatan jiwa itu menjadi permulaan dari suatu "gerak extra-mural" sehingga tidak saja menjangkau Puskesmas dan Rumah Sakit Umum tipe C dan D, tetapi juga kelompok dan organisasi masyarakat serta masyarakat itu sendiri.

Dalam gerak extra -mural itu, seluruh tenaga ahli kesehatan jiwa (psikiater, dokter perawat, pekerja.sosial dan lainnya) dikerahkan, karena Direktorat Kesehatan Jiwa berpendapat bahwa pengetahuan keahlian yang khusus yang dimiliki oleh para tenaga ahli itu sekaligus mengandung tanggung jawab

(13)

mo-ril; bahwa isi dan maknanya harus disampaikan secara merata kepada seluruh jajaran pelayanan kesehatan di Indonsia, bah-kan seluruh anggota masyarakat Indonesia.

PENYULUHAN KESEHATAN JIWA

Falsafah pencegahan semula timbul sebagai suatu penger-tian dalam Kesehatan Masyarakat, yang mencoba untuk

men-cegah timbulnya wabah di kalangan penduduk dan ternyata mendapatkan hasil yang sangat memuaskan, bahkan usaha ter-sebut ternyata lebih efektif daripada usaha pengobatan.

Demikian pula dalam Kesehatan Jiwa diharapkan bahwa konsep tersebut dapat pula dilaksanakan. Pencegahan dalam bidang kesehatan jiwa, menitik beratkan pada usaha untuk menciptakan suasana yang baik dan serasi dalam keluarga demi tumbuh dan, berkembangnya seorang anak manusia yang sehat baik fisik maupun mental. Ini berarti bahwa lingkungan hidup tempat suami istri berada harus se-optimal mungkin agar anak mendapat tempat hidup yang layak, yaitu ruang gerak yang cukup, perumahan yang memadai, cukup tempat untuk bermain, tersedia kesempatan untuk mendapat pendidikan, suasana aman dan sentosa serta saling mempercayai dan hormat menghormati.

Konsep pencegahan ini oleh Direktorat Kesehatan Jiwa secara konkrit dimanifestasikan dalam upaya kesehatan jiwa, salah satu diantaranya adalah melalui PENYULUHAN KE-SEHATAN JIWA.

Tugas Penyuluhan Kesehatan Jiwa dilaksanakan oleh para petugas kesehatan jiwa melalui jalur yang telah tersedia, yaitu Fasilitas Kesehatan Jiwa/Rumah Sakit Jiwa Pemerintah yang dapat bekerja sama dengan berbagai organisasi masyarakat dalam mengusahakan ceramah dan penyuluhan yang ditujukan kepada orang-orang yang memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat ("orang penentu") agar mereka lebih memahami dan menghayati hakekat dan "mission" Kesehatan Jiwa.

Usaha lain yang dilaksanakan sehubungan dengan usaha pencegahan kesehatan jiwa ialah, dengan mengadakan pen-dekatan pelayanan kesehatan jiwa pada masyarakat melalui usaha

Integrasi Kesehatan Jiwa baik di Puskesmas maupun Rumah Sakit Umum type C dan D dengan maksud untuk mengadakan pembinaan. bagi para dokter dan petugas Puskesmas dan Rumah Sakit Umum, agar mereka fasih dalam melayani masalah kesehatan jiwa dan masukkan azas-azas kesehatan jiwa secara dini dalam pelayan-annya.

Arti Penyuluhan Kesehatan Jiwa

Konsep penyuluhan kesehatan jiwa, pada umumnya dapat diartikan sebagai berikut :

1). Suatu penyampaian informasi tentang kesehatan jiwa dan penyakit jiwa oleh para ahli di bidang kesehatan jiwa ke-pada suatu kelompok hadirin atau pendengar yang awam. 2). Menyebarluaskan faham kesehatan jiwa secara sistematik. 3). Suatu kampanye luas tentang kesehatan jiwa.

Tujuan Penyuluhan Kesehatan Jiwa

Tujuan dari usaha ini merupakan salah suatu upaya agar

individu mencapai tingkat kesehatan jiwa yang setinggi-tinggi-nya melalui ikhtiarsetinggi-tinggi-nya sendiri.

• Tujuan Umum

1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya ke-sehatan jiwa sebagai suatu milik masyarakat yang berharga. 2. Membantu masyarakat agar mampu memprakarsai atau ber

upaya dalam kegiatan kesehatan jiwa baik secara perorang-an maupun berkelompok.

3. Meningkatkan penggunaan sarana pelayanan kesehatan jiwa yang tersedia.

• Tujuan Khusus

1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang faham-faham kesehatan jiwa seperti yang tercantum dalam Un-dang-Undang Kesehatan Jiwa No. 3 tahun 1966.

2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang berbagai gangguan dan penyakit jiwa dalam masyarakat.

3. Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program kesehatan jiwa.

4. Mendorong masyarakat agar bergotong royong dalam ngusahakan daya dan dana demi pengadaan dan raan fasilitas kesehatan jiwa di masyarakat.

5. Menciptakan nilai dan norma sosial yang menunjang upaya untuk meningkatkan kondisi dan kegiatan kesehatan jiwa. 6. Mendapat dukungan dan kerjasama dari kelompok penentu

dalam melaksanakan berbagai peraturan pemerintah yang menyangkut usaha -usaha kesehatan jiwa.

Hasil-hasil Yang Diharapkan

1. Untuk menciptakan dan mengembangkan kesadaran dari anggota masyarakat tentang pentingnya pembinaan keluarga demi tercapai keadaan sejahtera, aman dan bahagia, sehingga kehidupan mental para anggotanya dapat terlaksana dalam suasana yang sehat, produktif dan kreatif.

2. Untuk menciptakan kesadaran bagi.anggota keluarga dan masyarakat agar mengambil tanggung jawab untuk mengasuh dan mengobati anggota keluarga yang sedang sakit atau terganggu jiwanya.

3. Tidak menjadi korban dari rasa dosa dan cenderung nyalahkan diri sendiri, bila terjadi gangguan atau penyakit jiwa di kalangan anggota keluarga, sehingga membuat mereka menjadi lebih sedih dan putus asa sehingga mengabaikan untuk mengobatkan anggota keluarganya hingga sembuh, atau sekurang-kurangnya agar dapat kembali aktif dan masih tetap berguna bagi keluarga dan masyarakat.

4. Agar anggota masyarakat mendapat informasi yang se-cukupnya sehingga dapat mempergunakan fasilitas kesehatan jiwa untuk keperluan dirinya sendiri maupun keluarganya, dan dapat meneruskan informasi itu kepada orang lain untuk juga mempergunakan fasilitas tersebut.

5. Agar anggota masyarakat dapat juga bertindak secara dini dan praktis sebagai suatu "agent" untuk memberikan penyuluhan kepada orang lain di sekitarnya dalam menghadapi berbagai kesulitan atau gangguan yang sederhana.

(14)

6. Agar anggota masyarakat lebih memahami permasalahan gangguan dan penyakit jiwa, sehingga berdasarkan penge-tahuannya mengenai penderitaan pasien mental, mereka tidak akan bertindak keliru atau bersikap memusuhi atau malahan mencemoohkan para penderita tersebut.

7. Agar anggota masyarakat secara berswadaya dapat melaksanakan usaha untuk membantu masyarakat dan pemerintah dalam meningkatkan taraf kesehatan jiwa masyarakat dan dengan demikian dapat turut membantu

menanggulangi berbagai masalah kesehatan jiwa

masyarakat. Sasaran

Penyuluhan kesehatan jiwa ditujukan kepada seluruh lapis-an masyarakat, dan untuk mencapai hal tersebut perlu diadakan pembagian dalam beberapa kelompok masyarakat, yang diperlukan untuk menentukan prioritas penanganan masalah dan pentahapan pelaksanaan penyuluhan.

1. Kelompok profesi yang mempunyai kegiatan dalam bidang kesehatan seperti: dokter, paramedik, pekerja sosial, ahli psikologi, guru dan ahli perilaku manusia.

2. Kelompok khusus yaitu kelompok dalam masyarakat yang dapat berperan penting dalam bidang kesehatan jiwa seperti : — pejabat pemerintah.

— kelompok penentu

— organisasi profesi (diluar kesehatan) — organisasi masyarakat.

— lembaga pendidikan — dan lain-lain Isi Penyuluhan A. Pesan Pokok

1. Tugas dan fungsi tenaga kesehatan jiwa.

2. Fasilitas dan sarana kesehatan jiwa yang tersedia. 3. Materi penting yang perlu diketahui :

a. Faham tentang Kesehatan Jiwa. b. Faham Tri Upaya Bina Jiwa.

c. Perkembangan individu secara psikososial dan psikoseksual d. Pembahasan tentang proses terjadinya dan berbagai bentuk

dari gangguan dan penyakit jiwa seperti : — psikosa organik dan fungsional — neurosa

— gangguan kepribadian — kenakalan anak dan remaja.

— gangguan tingkah laku dan kelainan seksual. — ketergantungan obat dan alkohol.

— keterbelakangan mental. — psikogeriatri.

e. Cara penanggulangan gangguan dan penyakit jiwa yang sudah memungkinkan dewasa ini.

f. Hidup perkawinan dan berbagai problematiknya. g. Lain-lain.

B. Pesan Tambahan

1. Prosedur/jalur untuk mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa.

2. Sistim rujukan dalam pelayanan kesehatan jiwa.

3. Kebijaksaan Pemerintah yang berkaitan dengan kesehatan jiwa.

4. Ilmu pengetahuan lainnya yang mendukung dan berkaitan dengan usaha-usaha kesehatan jiwa seperti: psikologi, ilmu sosial, ilmu antropologi, psikofarmakologi, ilmu ngetahuan perilaku (behavioral sciences).

Cara Penyampaian

Pesan-pesan penyuluhan disampaikan melalui pendekatan massa, kelompok, maupun individu dengan menggunakan ber-bagai metoda dan teknik audiovisual dan demonstrasi kasus yang disesuaikan dan dapat diterima oleh hadirin/pendengar.

Pesan-pesan tersebut disampaikan sedemikian rupa hingga terjadi proses pengenalan dan perkembangan sehingga se-seorang dapat mencapai suatu titik ketrampilan tertentu dan mampu melaksanakan usaha-usaha kesehatan jiwa baik yang sederhana maupun yang lebih kompleks.

Adapun proses tersebut dapat dibayangkan sebagai berikut:

Kesadaran (awareness)

Minat (interest)

Penilaian (evaluation)

Penjajakan (trial) Penerimaan dalam motivasi (adoption)

Penyampaian pesan penyuluhan kesehatan jiwa kepada sasaran dapat dilaksanakan melalui berbagai cara pendekatan: • Pendekatan melalui kelompok:

— RT/RW

— Organisasi masyarakat

— Murid sekolah/orang tua murid. — Karyawan Pemerintah/Swasta — Dan sebagainya.

• Pendekatan secara massa : Ceramah dan wawancara melalui : — Radio

— Televisi

— Surat kabar, majalah, dan sebagainya.

• Pendekatan melalui perorangan dan keluarga misalnya: — Melalui kegiatan/praktek dokter, ahli psikologi, guru

dan lain-lain. — Konsultasi pribadi.

Jalur Penyuluhan Kesehatan Jiwa Jalur yang dipergunakan meliputi : 1. Sarana yang disediakan Pemerintah

a. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Rumah Sa-kit Jiwa, Puskesmas, Rumah SaSa-kit Umum, Balai Pengo-batan, Fasilitas Kesehatan Pemerintah lainnya.

b. Departemen-Departemen lain yang menyelenggarakan program penyuluhan.

(15)

2. Non Pemerintah a. Organisasi swasta

b. Kelompok organisasi dalam masyarakat. c. Lingkungan perusahaan/industri/business. d. Organisasi lainnya.

Langkah-Iangkah

Untuk mencapai tujuan penyuluhan kesehatan jiwa perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut :

1. Penyempurnaan materi dan penyusunan program penyuluh-an kesehatpenyuluh-an jiwa.

2. Pembentukan organisasi pelaksana penyuluhan kesehatan jiwa, baik di tingkat pusat maupun daerah oleh organisasi Pemerintah maupun masyarakat.

3. Pelaksanaan penyuluhan kesehatan jiwa dengan urutan pri-oritas sebagai berikut :

a. masyarakat penentu

b. profesi yang berkaitan dengan kesehatan jiwa. c. kelompok-kelompok berminat dalam masyarakat. d. masyarakat umum.

4. Pembinaan dan monitoring terhadap pelaksanaan penyuluh-an kesehatpenyuluh-an jiwa.

5. Penilaian hasil guna penyuluhan kesehatan jiwa sebagai unsur masukan bagi penyempurnaan materi dan penyusunan program.

Bantuan Tenaga, Ilmiah dan lain-lain.

Struktur pelayanan kesehatan jiwa di Indonsia (Rumah Sakit Jiwa, Fakultas Kedokteran Universitas Negeri, Bagian Psi-kiatri Rumah Sakit ABRI, Yayasan-Yayasan Kesehatan Jiwa dan psikiater-psikiater) dapat diminta bantuannya bila or-ganisasi Pemerintah/Non Pemerintah merencanakan upaya ke-sehatan jiwa preventif secara insidentil atau periodik.

KONSULTASI KESEHATAN JIWA

Upaya ini berusaha untuk memberikan pelayanan kesehatan jiwa secara tidak langsung kepada klien, tetapi melalui suatu badan atau perorangan yang menyelenggarakan pelayanan ke-pada Mien.

Istilah "konsultasi" telah lama dikenal dalam praktek ke-dokteran, yang berarti upaya bantuan yang dimintakan pada seorang konsultan di luar ilmu kedokteran guna membantu da-lam rencana formulasi dan diagnosis serta pengobatan seorang penderita.

Dalam kesehatan jiwa, "konsultasi" diartikan agak berlainan, yaitu suatu interaksi antara dua orang ahli, seorang konsultan yang dianggap ahli dalam salah satu bidang ilmu pengetahuan, dan seorang yang meminta konsul. Dalam hal ini ia mungkin menghadapi-kesulitan yang dianggapnya di luar dari keahliannya, namun pengetahuan itu dapat digunakan untuk membantu mengatasi kesulitan tersebut. Atau suatu kesulitan dalam perencanaan program yang lebih luas dan perlu bantuan dan nasihatnya dalam mensukseskan program pelayanan yang luas.

"Konsultasi" perlu dibedakan dari "Supervisi' atas dasar : 1. bahwa konsultan mungkin keahliannya dan kedudukannya

tidak setaraf dengan orang yang meminta konsultasi itu. 2. bahwa konsultan tidak mempunyai tanggung jawab

lang-sung secara administratif terhadap orang atau badan yang diberikan konsultasi itu.

3. bahwa konsultasi diberikan secara tidak teratur menurut ke-butuhan sesaat saja dan tidak terus-menerus.

4. bahwa konsultan tidak berkuasa atas orang yang diberikan konsultasi secara mutlak dan dapat mempergunakan atau tidak mempergunakan hasil konsultasi itu. "Konsultasi" juga dibedakan dari "instruksi atau pendidikan" atas dasar: 1. kebebasan yang relatif dari penerima konsultasi untuk tidak

terikat pada instruksi atau saran yang diberikan.

2. tiadanya kurikulum pendidikan yang terencana dalam kon-sultasi itu,

3. tiadanya evaluasi atau penilaian dari hasil karya belajar pe-nerima konsultasi itu.

"Konsultasi" juga perlu dibedakan dari "psikoterapi". Da-lam psikoterapi jelas terdapat hubungan yang bersifat kontrak antara pemberi dan penerima psikoterapi. Dalam hal ini si penerima psikoterapi yang biasanya seorang pasien dan mengakui bahwa ia bermasalah dan mengizinkan intervensi dari luar oleh pemberi psikoterapi untuk mengatasi masalahnya. Tujuan dari konsultasi ialah memajukan hasil karya dan bukan meningkat-kan hanya kemampuan penyesuaian diri pasien. Selain itu, konsultasi dan penerima konsultasi mempunyai kedudukan setaraf dan saling menghormati kedudukannya.

Akhirnya "konsultasi" perlu dibedakan dari "kerjasama atau kolaborasi". Pada konsultasi tidak ada perjanjian bahwa konsultan akan turut melaksanakan rencana pekerjaan dari nerima konsultasi, tetapi hanya membantu agar tujuan dari pe-kerjaan itu dapat tercapai.

Konsultasi pada saat ini dianggap sebagai salah satu teknik yang akan banyak digunakan dalam psikologi sosial, psikiatri sosial dan kesehatan jiwa masyarakat. Hal ini demikian karena: 1. Memungkinkan pencapaian kelompok masyarakat yang

re-latif besar dibandingkan dengan jumlah pekerja yang kecil 2. memberi kemungkinan mendidik prinsip kesehatan jiwa

ke-pada para ahli lain dalam masyarakat.

3. membina dan mengembangkan kelompok sosial, program dan kesadaran tentang kesehatan jiwa dan kemampuan untuk mengatasinya.

4. sebagai salah satu jalan keluar dari masalah kekurangan te-naga di bidang upaya kesehatan jiwa.

5. sebagai pusat pelayanan atau pemeliharaan dari instansi sehatan lain yang mungkin kurang mampu melayani sehatan jiwa atau yang jauh dari pusat sehingga tidak dapat mengambil manfaat dari kemajuan ilmu.

Beberapa jenis konsultasi kesehatan jiwa

Dibandingkan dengan psikoterapi, konsultasi kesehatan jiwa masih belum demikian berkembang, namun demikian Caplan (1963) telah mengemukakan 4 jenis konsultasi.

1. Konsultasi kasus yang tertuju pada klien

2. Konsultasi kasus yang tertuju pada penerima konsultasi

(consultee)

Gambar

gambar bulatan mana dari urutan bulatan y yang sama Y dengan bulatan x

Referensi

Dokumen terkait

Penahanan dapat dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dan adanya kekhawatiran bahwa

3 perkara pidana didasarkan pada kondisi-kondisi tertentu, yaitu dalam hal adanya perbuatan pidana dalam bentuk penyertaan dan terhadap perkara itu diperiksa dengan

Ancaman pidana terhadap perbuatan yang disangkakan/ didakwakan kepada kepada tersangka/Terdakwa yang dikaitkan dengan maksud dan tujuan dari ketentuan Pasal 51

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur: “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam

Untuk keperluan pengurusan dan pembelaan perkara ini, maka advokat yang diberikan kuasa tersebut berwenang sepenuhnya untuk menghadiri dan mendampingi tersangka/ terdakwa di

Dikatakan, atas perbuatan tersebut kedua tersangka diduga telah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan.. Kedua tersangka akan dijerat dengan pasal 363

3 perkara pidana didasarkan pada kondisi-kondisi tertentu, yaitu dalam hal adanya perbuatan pidana dalam bentuk penyertaan dan terhadap perkara itu diperiksa dengan

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP TERDAKWA YANG MELAKUKAN PERBUATAN MEMPERKAYA DIRI DALAM PERKARA KORUPSI Darwin Lolo Saragi 1, Roni Syahputra 2, Muhammad Yasid 3 memperkaya dan atau