• Tidak ada hasil yang ditemukan

7. BANGUNAN DAN KONTRIBUSI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "7. BANGUNAN DAN KONTRIBUSI PENELITIAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

7.1.1. Akses Jalan

Dalam konteks pemberian nilai atas “akses jalan”, maka ada 3 hal penting yang menjadi acuan dan tolok ukur untuk melakukan wisata, yaitu jarak, kondisi jalan dan rute. Panjangnya jarak tempuh untuk mencapai lokasi bukan hanya berkaitan dengan kebutuhan biaya transportasi bagi para pengunjung, melainkan juga sangat berpengaruh terhadap lamanya waktu berkunjung yang bisa dinikmati oleh para wisatawan serta menentukan pola kunjungan wisatawan. Kondisi jalan dapat mempengaruhi kenyamanan dan waktu tempuh dalam suatu perjalanan. Dengan demikian rute perjalanan adalah sangat penting dan mempengaruhi kepuasan wisatawan dalam fase perjalanan menuju dan dari destinasi wisata.

Berdasarkan akses tersebut maka pada pengembangan Kawasan Agrowisata di Kabupaten Pasuruan yang mempunyai 24 kecamatan, Kecamatan Tutur paling potensial untuk dikembangkan dalam kegiatan agrowisata. Kecamatan Tutur merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pasuruan yang mempunyai akses jalan yang bagus dan mudah dijangkau, sehingga akan memudahkan para wisatawan untuk datang ke kawasan Kecamatan Tutur tanpa mengalami hambatan masalah transportasi.

Kondisi jalan yang bagus, juga mempunyai orbitrasi ke pusat kabupaten tujuh kilometer dan ke pusat pemerintahan provinsi 132 Km. Secara keseluruhan jalan yang menghubungi antar desa sudah beraspal dan mempunyai panjang jalan ±150 Km.

Namun demikian, jalan lokal yang menuju ke lokasi daerah wisata seperti kawasan petik apel jalannya masih terlalu sempit untuk dilalui kendaraan wisata (bus wisata) dan ada beberapa yang masih berupa pengerasan dan belum diaspal, ada yang masih berupa jalan tanah biasa. Panjang jalan yang perlu ditingkatkan dalam bentuk pengaspalan ± 84 Km, disamping adanya program pelebaran jalan khususnya jalan yang menuju pusat-pusat kegiatan wisata, seperti daerah-daerah

(2)

penghasil apel, paprika, durian, bunga krisan dan sayur-sayuran. Adapun daerah yang dimaksud adalah Desa Blarang, Kayukebek, Wonosari, Ngembal, dan Ngadirejo.

7.1.2 Aksesibilitas

Penilaian aksesibiltas merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam menentukan tujuan objek wisata yang diinginkan. Banyaknya moda transportasi dan waktu layanan yang panjang menentukan penilaian aksesibiltas yang positif bagi wisatawan. Pertimbangan akan moda transportasi adalah gambaran terhadap ada tidaknya pilihan transportasi yang dapat digunakan sesuai dengan kemampuan keuangan dan kenyamanan yang diinginkan pengunjung. Demikian pula waktu layanan transportasi, semakin panjang waktu yang tersedia, maka pengunjung akan semakin leluasa untuk menentukan durasi waktu di lokasi wisata, dan semakin banyak objek yang dapat dinikmati oleh wisatawan. Saat ini moda transportasi yang melayani jalur yang ada belum banyak pilihan, begitu juga waktu layanan masih terbatas. Oleh karenanya dalam pengembangan kawasan Agrowisata di Kecamatan Tutur telah dipertimbangkan untuk adanya penambahan, baik dari jenis angkutan maupun waktu pelayanan.

Kecamatan Tutur, selain mempunyai orbitrasi yang baik dan kondisi jalan yang beraspal, juga mempunyai aksesibilitas yang cukup strategis, dimana pada perbatasan bagian Timur dengan Kecamatan Tosari itu merupakan pintu masuk ke daerah kawasan wisata Gunung Bromo dan kawasan wisata Gunung Semeru. Wisatawan yang ingin mengunjungi kawasan Gunung Bromo dapat menikmati terlebih dahulu kawasan agrowisata Kecamatan Tutur sebagai daerah persinggahan untuk persiapan. Perbatasan sebelah Selatan Kecamatan Tutur yaitu Desa Tlogosari ini langsung berbatasan dengan Kabupaten Malang, sehingga memberikan akses yang baik bagi wisatawan dari luar Kabupaten Pasuruan, khususnya dari Kabupaten Malang dan sekitarnya. Jarak tempuh dari kota malang menuju kawasan Agrowisata Tutur dapat ditempuh ± 1,5 jam dengan menggunakan kendaraan pribadi atau ± 1,75 jam jika menggunakan kendaraan

(3)

umum. Sebelah Barat Kecamatan Tutur ini merupakan pintu masuk utama dari arah Surabaya melewati kecamatan Purwodadi, yang mempunyai jarak tempuh dari Surabaya selama ± 2,5 jam perjalanan menggunakan kendaraan pribadi.

7.1.3 Lokasi Kawasan Agrowisata

Kenyamanan dan keindahan lokasi wisata merupakan faktor yang menjadi salah satu ukuran bagi wisatawan dalam menentukan tujuan wisata. Beberapa alasan wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata adalah untuk berekreasi, istirahat dan untuk menghilangkan kepenatan serta keluar dari kesibukan aktivitas keseharian. Untuk itu lokasi wisata yang nyaman dan indah yang berbeda dari tempat kesehariannya beraktivitas merupakan lokasi yang diinginkan.

Pengembangan Kawasan Agrowisata Tutur berada dalam kawasan pegunungan pada ketinggian ±1000 m/dpl di lereng Barat Pegunungan Tengger yang berudara sejuk dan berpemandangan yang indah, mempunyai luas dataran ± 94 Km2

Kecamatan Tutur merupakan satu kecamatan yang mempunyai pemandangan sebagai umumnya pedesaan “Ndeso” sebagai karakteristik utama agrowisata. Dari luas lahan yang telah dipergunakan di Kecamatan ini terdapat lokasi pembudidayaan komoditas pertanian yang hampir tersebar di seluruh wilayah Kecamatan Tutur, yaitu untuk budidaya apel seluas 933 Ha, untuk budidaya kopi seluas 985,604 Ha dan untuk budidaya cengkeh seluas 262,787 Ha. Dengan demikian Kecamatan Tutur mempunyai potensi besar untuk dikembangkan menjadi kawasan agrowisata. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Snajzder et al. (2009) yang menyatakan bahwa agrowisata merupakan sub-sektor wisata pedesaan yang dapat melibatkan wisatawan dalam aktivitas rekreasi dengan setting pertanian sebagaimana juga didefinisikan oleh Beeton (2006) dalam Aref dan Gill (2009) yaitu wisata pedesaan (rural tourism). Kondisi demikian lebih diuntungkan dengan adanya lokasi wisata lain di sekitar Kecamatan Tutur yang sudah dikenal sangat luas, seperti kawasan wisata Gunung Bromo. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Che (2005) yang menyatakan bahwa dayatarik wisata akan meningkat apabila dapat dikombinasikan dengan dayatarik wisata lainnya.

(4)

7.1.4 Prasarana Pendukung

Prasarana pendukung merupakan hal yang menjadi pertimbangan dalam kelancaran dan kenyamanan berwisata. Ketersediaan prasarana pendukung ini merupakan syarat kecukupan yang harus disesuaikan dengan kualitas persyaratan umumnya. Prasarana pendukung untuk kegiatan agrowisata meliputi prasarana perekonomian dan prasarana sosial. Prasarana perekonomian terdiri dari prasarana komunikasi, perbankan, dan utilitas, sedangkan prasarana sosial diantaranya yang berkenaan dengan kesehatan, akomodasi, restoran, keamanan, pendidikan dan pusat informasi. Ketersediaan prasarana pendukung tersebut tentunya harus menyebar pada setiap objek wisata, tidak terpusatkan pada satu sub kawasan saja.

Sebagai jaringan komunikasi utama, saluran jaringan telepon dengan menggunakan jasa telekomunikasi (PT.Telkom) sudah masuk ke semua desa yang ada di Kecamatan Tutur, selain letak geografis Kecamatan Tutur yang berupa pegunungan yang memungkinkan beberapa jaringan telepon seluler dapat diakses. Hal yang perlu disiapkan adalah pusat pelayanan telekomunikasi yang tersebar di setiap desa. Suatu ketersediaan pelayanan telepon akan dapat menunjang dan memperlancar proses penyediaan input produksi, percepatan informasi teknologi, dan perluasan jangkauan pemasaran produk dari masing-masing kawasan agrowisata.

Kondisi lain yang juga mendukung pengembangan kawasan agrowisata adalah kondisi tata air yang cukup baik, karena di Kecamatan Tutur terdapat sungai yang melalui kecamatan ini yang semuanya bermuara di Selat Madura serta bermata air di bagian selatan wilayah Kabupaten Pasuruan. Dukungan utilitas air bersih sudah menjangkau ke seluruh desa, yang diperoleh dari dua sumber mata air di Kecamatan Winongan (Umbulan dan Banyubiru) dengan debit air pada musim kemarau 5,525 m3/detik dan 11.070 m3

Fasilitas pasar yang terdapat di Kecamatan Tutur berupa beberapa pasar tradisional yang dapat mendukung kegiatan agrowisata, antara lain Pasar Besar Nongkojajar, Pasar Tosari, dan Pasar Wonokitri. Pasar- pasar ini dalam kondisi baik, bahkan Pasar besar Nongkojajar merupakan salah satu rujukan harga /detik pada musim penghujan.

(5)

sayuran dan buah untuk tingkat nasional yang diwartakan oleh Radio republik Indonesia (RRI) setiap hari.

Produksi listrik yang disediakan oleh PLN sebesar 78.481 Kwh, nampaknya sudah terdistribusi ke semua desa di Kecamatan Tutur, walaupun masih tersisa 10,84 %. Keberadaan pasokan listrik tersebut berperan sangat penting untuk mendukung lancarnya kegiatan agroindustri sebagai industri produk olahan komoditas unggulan.

Pelayanan jasa perbankan (di Kabupaten Pasuruan) yang dapat diakses dalam kegiatan perdagangan dan kegiatan usaha lainnya dapat dikatakan sudah tergolong memadai. Cukup banyak bank yang beroperasi di wilayah ini, yaitu di antaranya adalah Bank BNI, Bank Mandiri, Bank Jatim, Bank BRI, Bank BCA, Bank Bukopin, Bank ANK, dan beberapa Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sarana perekonomian rakyat yang berkembang adalah koperasi di Kabupaten Pasuruan terdiri dari Koperasi Unit Desa (KUD), Koperasi Susu Sapi Perah, Kopersasi Perikanan, Koperasi Kerajinan, dan Koperasi Simpan Pinjam.

Prasarana sosial yang berkenaan dengan kesehatan dan keamanan yang ada di Kecamatan Tutur masih belum memadai, hal ini termasuk dalam paket pengembangan kawasan agrowisata yang perlu disiapkan ketersediaannya, khususnya di setiap lokasi objek wisata. Hal ini berkaitan dengan nilai penting rasa aman dan keselamatan dalam kegiatan rekreasi dan wisata.

7.1.5. Komoditas Unggulan

Sebagai daya tarik objek wisata dari suatu kawasan yang menjadi pilihan perlu adanya komoditas unggulan yang dapat menjadi ciri khas yang unik sebagai

brand image” dari kawasan tersebut, walaupun keberagaman diperlukan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa komoditas yang diunggulkan di Kecamatan Tutur adalah buah apel. Kondisi ini didukung oleh beberapa hal: (1) luas lahan tanaman apel yang cukup luas (933 Ha) dengan jumlah produksi per tahun mencapai 6.315.506 ton, (2) kondisi alam berupa pegunungan dengan iklim yang sejuk dengan curah hujan yang tergolong tinggi mencapai 2.981 mm dan hari hujan mencapai 141 hari, (3) jenis tanah latosol (4.672,5 Ha) dan jenis tanah androsol (3.957,5 Ha).

(6)

Budidaya tanaman apel merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat secara turun temurun sehingga menjadi komoditas yang khas Kecamatan Tutur yang merupakan daya tarik yang unik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rana (2008) dan Kuswidiati (2008) yang mengatakan bahwa kawasan agrowisata hendaknya didukung oleh produk unggulan, mengingat produk unggulan tersebut akan menjadi ciri khas penguat agrowisata. Agrowisata dengan komoditas unggulan Apel ini dapat menjadi daya tarik unik, mengingat kegiatan wisata yang ditawarkan bisa memberikan atraksi-atraksi yang beragam, misalnya wisata panen apel, wisata petik apel, wisata memupuk apel, wisata membuat pupuk apel, dan membuat makanan yang bahan utama dari apel. Selain itu, produk olahan dari buah tersebut sangat beragam dan bermanfaat bagi kesehatan, sehingga dapat mendorong untuk tumbuhnya agroindustri di kawasan.

Kondisi tersebut di atas merupakan nilai tambah dan merupakan hal yang dapat memperkuat daya tarik agrowisata di Kecamatan Tutur. Adanya kegiatan agrowisata dengan beranekaragam atraksi tersebut di atas akan sangat banyak membantu masyarakat, terutama dalam hal menyerap pengangguran dan akan memperluas jenis usaha masyarakat dalam mencari nafkah. Kondisi tersebut juga akan dapat menekan terjadinya urbanisasi yang hingga saat ini menjadi masalah besar di kota-kota besar.

Pengembangan agrowisata juga akan bermanfaat untuk berbagai kalangan karena pusat agrowisata akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Adanya pertumbuhan ekonomi baru ini pada akhirnya juga akan mendorong ekonomi kreatif masyarakat , misalnya akan membuat berbagai cinderamata yang khas Kecamatan Tutur.

Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa Kecamatan Tutur dapat dikembangkan agrowisatanya karena unsur kapital yang sangat didukung oleh Pemda setempat. Secara fisik, infrastruktur dan Sumberdaya Manusia (SDM) juga mendukung, bahkan di lokasi agrowisata sudah terdapat penginapan dan rumah makan dalam jumlah yang memadai. Berbagai penelitian berkenaan dengan pengembangan agroindustri di lokasi ini juga sudah ada, sehingga hanya membutukan implementasikan dalam mengembangkan sistem dan teknologi yang lebih baik yang sangat berguna untuk pengembangan agrowisata. Secara khusus,

(7)

pada saat penelitian relatif masih belum ada pemandu lokal, sehingga dapat disarankan untuk segera diperhatikan untuk dapat dipenuhi.

Keberagaman komoditas lain yang dapat diunggulkan di Kecamatan Tutur dan sekaligus akan menunjang pengembangan agrowisata adalah durian, pisang, paprika, bunga krisan, sayur-sayuran, cengkeh, dan kopi. Adapun produk olahan untuk agroindustri yang diunggulkan dari komoditas apel adalah sari buah apel, dengan tidak menutup kemungkinan produk olahan lainnya seperti cuka apel, jenang apel, dan keripik apel. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan selain dapat menikmati rasa buah, juga dapat berpartisipasi aktif dalam pemetikan buah, dapat melihat kegiatan produksi dari agroindustri yang ada, serta orientasi alam maupun studi alam (Font and Tribe, 1999).

7.1.6 Keterbukaan Masyarakat

Berkembangnya suatu daerah sangat berkaitan dengan adanya kesadaran masyarakat di daerah tersebut untuk dapat menerima masuknya informasi, baik yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan maupun dengan sosial budaya. Adanya kesadaran tersebut memberikan ruang akan keterbukaan masyarakat untuk bertoleransi dan siap menyediakan layanan, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan wisata.

Pengelolaan kawasan agrowisata Kecamatan Tutur, didasarkan pada pendekatan berbasis masyarakat. Hal ini diharapkan bukan hanya dalam fase pengelolaan, melainkan mulai dari perencanaan, pengoperasian dan pengawasan hingga evaluasi dan hinggs fase distribusi hasil dan manfaat. Dengan demikian diharapkan adanya keterbukaan masyarakat terhadap wisatawan yang berkunjung untuk menjaga keberlanjutan usaha agrowisata dengan tidak mengenyampingkan tatanilai dan etika yang berlaku; sejalan dengan kenyataan bahwa Kecamatan Tutur merupakan kawasan yang bernuansa pedesaan dan didalamnya terdapat masyarakat yang ramah.

Namun seperti halnya dengan pedesaan umumnya yang penghasilan masyarakatnya masih tergolong rendah, maka dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat di Kecamatan Tutur melalui pengembangan agrowisata,

(8)

sebaiknya dilakukan pemberdayaan masyarakat dengan konsep pendekatan berbasis masyarakat (Community Based Management) sebagai wujud dari strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lagarense (2003) yang menyatakan bahwa agrowisata merupakan salah satu alternatif pariwisata yang potensial dikembangkan dengan pendekatan Community Based Development. Dengan demikian pada proses pemberdayaan juga akan dapat memberi peluang bagi anggotanya untuk ambil bagian dalam pengambilan keputusan, tanggung jawab kolektif dan kepemimpinan kolektif (Rana, 2008).

Sesuai dengan pandangan Ecker et al. (2010) bahwa karakteristik utama agrowisata adalah adanya keterlibatan masyarakat, maka pada penelitian ini juga ditemukan bahwa pada agrowisata, masyarakat lokal memiliki peranan penting dalam proses pengembangan model agrowisata yang diinginkan. Hal ini setidaknya sudah terwujud dalam bentuk cukup besarnya peran masyarakat lokal dalam mendukung pengembangan agrowisata, yang terlihat dalam penyediaan akomodasi, kantin, transportasi, kerajinan tangan yang dijadikan sebagai oleh-oleh dan jenis bisnis layanan lainnya. Namun demikian, Hu and Cai (2003) mengingatkan bahwa keterlibatan perusahaan travel dan pengelola tujuan wisata serta pengembangan produk yang atraktif adalah juga diperlukan untuk mendorong pertumbuhan jumlah wisatawan. Atas hal ini, maka suatu agrowisata yang bersahabat dengan lingkungan, secara ekologis aman, dan tidak menimbulkan banyak dampak negatif seperti yang dihasilkan oleh jenis pariwisata konvensional yang bersifat masif dapat diwujudkan.

Adanya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan agrowisata pada dasarnya merupakan satu upaya yang dilakukan pada masyarakat agar dapat melakukan proses komunikasi dua arah secara terus menerus. Untuk itu pada saatnya nanti pemahaman masyarakat atas proses pengelolaan kawasan agrowisata dapat meningkat secara penuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Canter

dalam Sembiring dan Husbani (1999) yang mengatakan bahwa partisipasi

masyarakat dapat didefinisikan sebagai komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang suatu kebijakan dan komunikasi dari masyarakat kepada pemerintah atas kebijakan tersebut.

(9)

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka partisipasi masyarakat menjadi sangat penting, mengingat adanya hal-hal positif dari partsipasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Saharuddin dan Sumardjo (2004) yang mengatakan bahwa terdapat hal positif pada partisipasi masyarakat, karena:(1) melalui partisipasi masyarakat, dapat diperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan akan gagal, (2) bahwa masyarakat lebih mempercayai program pembangunan jika dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan, karena mereka lebih mengerti seluk beluk program tersebut, (3) adanya anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.

7.2 Zonasi Kawasan Agrowisata

Secara umum, Kecamatan Tutur sifatnya tidak homogen namun terdapat keragaman dan perbedaan karakteristik, baik dilihat dari sisi sumberdayanya maupun dilihat dari perilaku dan cara-cara manusia mengelola keragaman dan perbedaan karakteristik sumberdaya serta perilaku. Hal ini sesuai dengan pernyataan Notohadiprawiro (1977) dan Rustiadi et al. (2004) yang mengatakan bahwa cara-cara manusia memanfaatkan berbagai hal di atas bumi, dapat dijelaskan dan disederhanakan dengan pengklasifikasian spasial. Untuk itu maka McKinnon et al (1993) dan Alikodra (1998) menyatakan bahwa zonasi merupakan suatu kebijakan dalam membagi kawasan sesuai dengan potensi dan karakteristik sumberdaya alam dan lingkungan untuk memenuhi prinsip-prinsip kelestarian dan pemenuhan kebutuhan manusia secara lestari. Pernyataan yang sejalan diungkapkan Walter (1986) dalam Bos (1991) yang menyatakan bahwa zonasi merupakan metode perencanaan struktur wilayah dengan cara mendesain unit area untuk tujuan khusus.

Pada dasarnya pembentukan zonasi di Kawasan Agrowisata Kecamatan Tutur bukan berarti dimanfaatkan untuk melarang penggunaan kawasan dalam zona tertentu, tetapi zonasi menandakan adanya perbedaan dalam hal tujuan pengelolaan pada bagian-bagian kawasan (zona) yang berbeda. Selain itu zonasi

(10)

memungkinkan pengawasan yang lebih jelas, spesifik dan efektif. Hal ini berhubungan dengan tujuan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Sesuai dengan pendapat Rustiadi et al. (2004) yang mengatakan bahwa zonasi ditentukan sebagai hasil analisis spasial pengelompokan yang mempunyai kemampuan dan karakterisrik yang sama, dengan tujuan memberikan arah pengelolaan dan perencanaan menyeluruh pada suatu wilayah yang membagi wilayah tersebut kedalam zona-zona yang sesuai dengan peruntukan dan kegiatan yang saling mendukung (compatible) serta memisahkan dari kegiatan yang saling bertentangan (incompatible).

Pada saat menentukan zonasi di Kecamatan Tutur, selalu dikaitkan dengan estetika. Adapun yang dimaksud dengan estetika di sini adalah keindahan, yang menurut Simonds (1983) merupakan hubungan yang harmonis dari semua elemen atau komponen yang dirasakan. Oleh karena itu ada hubungannya dengan pengembangan kawasan rekreasi (agrowisata). Estetika dalam suatu lanskap diartikan sebagai keindahan yang dapat mempengaruhi kualitas suatu lingkungan untuk tujuan pengembangan tersebut dan merupakan salah satu sumberdaya alam, sehingga perlu dilestarikan dan ditingkatkan kualitasnya.

Terkait dengan Kawasan Agrowisata Kecamatan Tutur, maka kawasan agrowisata adalah tergolong memenuhi persyaratan estetika, mengingat wilayahnya cukup indah dengan iklim mikro yang juga sejuk, sehingga relatif membuat betah siapapun yang datang ke kawasan agrowisata. Walaupun demikian penilaian estetika dapat dikatakan sebagai sesuatu yang bersifat subyektif, sehingga berbeda menurut individu yang menilai. Namun demikian, penilaian tersebut diambil secara umum (pendapat dominan). Dari hasil kuesioner terlihat bahwa Kecamatan Tutur mempunyai estetika yang baik, dihubungkan dengan bentukan dan kualitas suatu material. Bentuk material merupakan wujud fisik yang dapat ditangkap oleh mata dan berkaitan dengan warna serta tekstur dari material. Hal ini sesuai dengan pendapat Nohl (1988) yang mengatakan bahwa selain dapat ditafsirkan melalui karakteristik formalnya yaitu bentuk, garis, warna, dan tekstur, kualitas estetika juga dapat dibentuk dari kombinasi kompleksitas, keserasian, dan kesatuan, sehingga membentuk pemandangan yang indah.

(11)

Keindahan pemandangan (scenic beauty) merupakan hasil tanggapan atau respon seseorang terhadap lanskap di sekitarnya. Scenic beauty tersebut juga dipengaruhi oleh bentukan fisik (seperti topografi, pola vegetasi, kemiringan lahan, penutupan bangunan, rasio area berlantai) dan karakteristik pengamat (seperti pergerakan, latar belakang personal, lokasi dan sudut pandang). Bentukan fisik dapat dijadikan sebagai penduga keindahan jika keindahan tersebut secara konsisten dapat dihubungkan dengan bentukan fisik lansekap tersebut (Don-Gwong Sung et al., 2001). Pengertian lain diberikan oleh Simond (1983) menyatakan bahwa keindahan merupakan hubungan yang harmonis dari semua komponen yang dirasakan. Kawasan agrowisata Kecamatan Tutur yang ada di di sekeliling gunung membentuk keindahan pemandangan tersendiri, sehingga kawasan ini mempunyai potensi yang sangat baik untuk dikembangkan kegiatan wisata. Mengingat kawasan tersebut kegiatannya didominasi oleh kegiatan pertanian dan mempunyai produk unggulan, maka kawasan ini paling tepat jika dikembangkan menjadi kawasan agrowisata.

7.2.1. Zonasi Utama

Suatu kawasan agrowisata dikatakan potensial jika mempunyai kualitas lanskap yang baik. Adapun yang dimaksud dengan kualitas lanskap tersebut adalah derajat keunggulan dari kawasan tersebut. Menurut Daniel (2001) penilaian kualitas lanskap tersebut meliputi semua aspek lingkungan dan pengalaman manusia terhadap lingkungan. Penilaian kualitas lanskap itu sendiri minimum dapat menentukan secara visual lanskap mana yang lebih baik atau lebih unggul dibanding dengan yang lain. Adapun beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas visual suatu lanskap adalah kesatuan sumberdaya visual lanskap dalam membentuk suatu unit visual yang harmonis dan koheren, kesan hidup dari penggabungan elemen-elemen yang kontras, visual elemen-elemen pembentuk lanskap serta keutuhan kondisi lanskap alami dan bantuan (Iverson et.al.,1993).

Selain dilihat kualitas lanskap juga dilihat estetika lanskap dan evaluasi pemandangan yang semuanya merupakan bagian yang penting dalam memahami

(12)

lanskap secara luas. Menurut Ewald (2001) estetika secara umum didefinisikan sebagai suatu pengetahuan tentang keindahan dan pembelajaran keselarasan terhadap alam atau seni. Adapun kualitas visual estetis merupakan hasil peretemuan antara fitur fisik dari lanskap dan proses psikologis (persptual, kognitif, dan emosional) dari pengamat (Daniel, 2001). Selanjutnya setelah didapat lanskap yang potensial untuk dijadikan kawasan agrowisata, pada umumnya dilanjutkan dengan kegiatan lainnya yaitu menentukan zonasi.

Zonasi utama adalah kumpulan dari beberapa desa yang merupakan sub kawasan baik yang telah ada maupun yang baru dengan memperhatikan aset sumberdaya yang ada, sarana transportasi, waktu tempuh, durasi wisata, keberagaman objek, serta suatu kesatuan tema objek wisata. Mempertimbangkan berbagai potensi komoditas pertanian andalan dan letak geografis serta kesatuan administrasi desa, maka dari 12 desa yang ada zonasi kawasan agrowisata di Kecamatan Tutur dibagi menjadi dua zona jalur agrowisata (Zona I dan Zona II).

Kawasan Agrowisata Zona I. Zona ini meliputi wilayah 7 desa yaitu : 1) Desa Ngembal (potensi komoditas Durian)

2) Desa Tutur (potensi komoditas Pisang) 3) Desa Tlogosari (potensi komoditas Paprika)

4) Desa Gendro (potensi komoditas Paprika dan Bunga Krisan) 5) Desa Blarang (potensi komoditas Bunga Krisan dan Apel) 6) Desa Kayukebek (potensi komoditas Apel)

(13)

Kawasan Agrowisata Zona II. Zona ini meliputi wilayah 7 desa yaitu : 1) Desa Ngembal (potensi komoditas Durian)

2) Desa Kalipucang (potensi komoditas Pisang dan Durian) 3) Desa Tutur (potensi komoditas Pisang)

4) Desa Gendro (potensi komoditas Paprika dan Bunga krisan) 5) Desa Wonosari (pusat keramaian kota dan penghasil Apel) 6) Desa Andonosari (potensi komoditas Apel sebagai wisata petik) 7) Desa Ngadirejo (potensi komoditas sayur-sayuran)

Untuk memberi warna tersendiri dari masing-masing zona dan agar tidak terpusatkan semua kegiatan di satu tempat, maka dibuatlah pusat-pusat kegiatan yang mendukung kegiatan agrowisata secara terpisah menurut skala usaha dan skala kegiatan sesuai kompetensi dan potensi daerah tersebut.

7.2.2. Pusat Perdagangan

Pusat perdagangan dimaksudkan untuk memfasilitasi khususnya bagi wisatawan yang tergolong Agrowisata Bisnis. Pada lokasi ini disediakan berbagai fasilitas seperti:

(i)Tempat Kegiatan Pameran Produk (ii)Tempat Lobby Bisnis

(iii)Tempat Pergudangan

(iv)Tempat Bongkar Muat Produk

Lokasi pusat perdagangan ini dirtempatkan pada desa Tutur untuk Zona I dan desa Wonosari untuk Zona II.

7.2.3. Pusat Produksi

Kegiatan produksi yang dilakukan mencakup produksi tanaman Agrowisata dan produksi dari produk olahan agroindustri. Tidak semua sentra produksi tanaman mempunyai kegiatan agroindustri. Pada saat ini yang diunggulkan adalah agroindustri pengolahan buah apel menjadi sari buah apel. Untuk keberagaman produk olahan maka agroindustri lainnya sepeerti: kripik apel, jenang apel, brem

(14)

apel, dan cuka apel menjadi prioritas berikutnya. Desa yang menjadi prioritas sebagai pusat produksi adalah Desa Andonosari pada Zona I, dan Desa Blarang untuk Zona II.

7.2.4. Pusat LayananWisata

Pelayanan wisata sangat perlu untuk diperhatikan, karena dengan adanya pelayanan yang baik, maka wisatawan akan merasa nyaman, aman, dan puas selama menikmati aktifitas berwisata. Pelayanan disini meliputi berbagai kegiatan seperti :

(i)Layanan Informasi, yang dapat memberikan berbagai informasi mengenai sarana dan prasarana, macam-macam kegiatan berikut waktu dan tempat diadakan, serta kemudahan-kemudahan lain yang menjadi kesulitan bagi wisatawan.

(ii)Layanan Kesehatan, yang dapat memberikan bantuan kesehatan bagi wisatawan yang mendapatkan kecelakaan ataupun gangguan kesehatan selama berwisata.

(iii)Layanan Transportasi, layanan ini tidak hanya menyediakan fasilitas terminal atau pun perparkiran, juga termasuk layanan angkutan yang dapat menghubungkan antara satu sub kawasan dengan sub kawasan lainnya. Sehingga wisatawan diharapkan mendapat banyak pilihan dan kemudahan untuk menjangkau berbagai objek wisata.

(iv)Layanan Akomodasi, sebagai pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam berwisata terutama dalam hal kebutuhan akan makanan dan minuman, maka layanan akomodasi merupakan layanan yang tak terpisahkan dari kegiatan berwisata. Oleh karenanya penyediaan Rumah Makan dengan kondisi yang bersih, baik, dan nyaman merupakan keharusan yang perlu disediakan. Begitu pula layanan tempat istirahat untuk bermalam bagi wisatawan yang mempunyai waktu cukup untuk bermalam, terutama bagi pengunjung keluarga ataupun bagi wisatawan yang berasal dari luar kota yang cukup jauh.

(v)Layanan Pemandu Wisata, saat ini layanan pemandu wisata dirasakan masih sangat terbatas baik dari segi kuntitas maupun kualitas, oleh

(15)

karenanya perlu ada nya perekrutan dan peningkatan kualitas pengetahuan agar dapat melayani pengunjung dengan baik.

Kesemua layanan di atas diharapkan tersedia disetiap desa sebagai sub kawasan agar tidak terlalu jauh bagi pengunjung untuk memanfaatkannya.

7.2.5 Layanan Beranda

Layanan beranda diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin menikmati keindahan alam terutama keindahan bunga-bungaan secara alami. Bunga-bungaan yang menjadi unggulan di Kecamatan Tutur adalah bunga krisan yang terdapat di desa Tlogosari dan Gendro.

7.3. Bangunan Teori dan Kontribusi Penelitian terhadap Perencanaan Wilayah.

Dari uraian di atas jelas bahwa pengembangan suatu kawasan menjadi agrowisata harus mempertimbangkan faktor : (1) akses jalan, (2) aksesibilitas, (3)lokasi kawasan, (4)prasarana pendukung, (5)komoditas unggulan, dan (6) keterbukaan masyarakat. Hubungan antar faktor tersebut dapat digambarkan secara fungsional sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 33.

Gambar 33 menunjukkan bahwa untuk melakukan pengembangan suatu kawasan khususnya kawasan agrowisata yang berbasis masyarakat, sangatlah perlu memperhatikan kelima faktor di atas, yaitu: zonasi kawasan agrowisata, daya tarik objek wisata, sarana berwisata, prasarana berwisata, dan pelaku pengelola lembaga agrowisata.

Zonasi di sini dimaksudkan adalah penentuan lokasi kawasan berdasarkan akses dan aksesibilitas yang dibagi menjadi sub-sub kawasan yang saling mendukung satu sama lainnya sesuai dengan fungsinya berdasarkan pertimbangan administratif, keseimbangan, skala usaha, keberagaman, geografis, dan jalur/rute perjalanan. Zonasi ini dapat dibedakan menjadi : zonasi utama, zonasi pendukung, dan zonasi seni budaya.Daya tarik objek wisata merupakan cerminan dari suatu objek yang menjadi unggulan dan memberikan ciri khusus yang unik, sehingga

(16)

diharapkan dapat memberi kepuasan terhadap pengunjung sesuai dengan apa yang diharapkan. Untuk agrowisata, daya tarik ini dibedakan dalam empat hal, yaitu: agrowisata ilmiah, agrowisata bisnis, agrowisata rekreasi, dan agrowisata budaya.

Kawasan Pendukung Kawasan Seni Budaya Kawasan Utama Zonasi Kawasan Agrowisata Agro-wisata Bisnis Agro-wisata Rekreasi Agro-wisata Budaya Daya Tarik Obyek Wisata Sarana rerkreasi Sarana publik Sarana berwisata Pengembangan Kawasan Agrowisata Berbasis Masyarakat CBM CBM CBM CBM CBM Agro-wisata Ilmiah Prasarana Ekonomi Prasarana sosial Prasarana Berwisata Pemerintah Wisata-wan Pelaku Pengelola Lembaga Prasarana Amenitas Pengusaha NGO Masyarakat lokal Sarana Usaha Komunitas

Gambar 33. Model fungsional pembangunan agrowisata berbasis masyarakat

Prasarana berwisata merupakan faktor yang sangat mendukung lancarnya fungsi dari faktor-faktor lainnya seperti prasarana amenitas, prasarana ekonomi, dan prasarana sosial. Prasarana disini merupakan satu kesatuan baik prasarana berwisata maupun prasarana yang mendukung produksi budidaya dan produksi agroindustri.

Sarana berwisata terdiri dari sarana rekreasi, sarana usaha, sarana publik, dan sarana komunitas yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam kenyamanan dan keamanan berwisata, kelancaran beraktivitas, kelancaran berproduksi, dan kelancaran bertransaksi.

Pelaku pengelola lembaga dibedakan menjadi pelaku utama dan pelaku terkait. Pelaku utama adalah pelaku yang bertanggungjawab dalam hal merencanakan, mengoperasikan, dan mengawasi pelaksanaan kegiatan yang

(17)

merupakan wakil dari masyarakat. Sedangkan pelaku terkait adalah pelaku pendukung yang sifat nya membantu kelancaran berbentuk stimulus baik dalam hal pembinaan maupun dalam hal keberlanjutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan instansi terkait. Dengan adanya kesadaran memiliki oleh masyarakat diharapkan dapat memberikan rasa toleransi atas masuknya informasi dan budaya luar sehingga timbulnya suatu kondisi keterbukaan masyarakat.

Pengembangan suatu kawasan tidak terlepas dari adanya perencanaan wilayah yang tertuang dalam rencana tata ruang wilayah baik secara regional maupun secara nasional. Namun demikian dalam era otonomi daerah, sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom, maka penyelenggaraan daerah diserahkan pada daerah, dengan tetap berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Hal tersebut juga berlaku untuk pembentukan wilayah dan penyediaan dukungan pengelolaan wilayah tersebut, termasuk di dalamnya dalam mengembangkan kawasan agrowisata seperti yang terjadi di Kecamatan Tutur. Untuk kesempurnaannya, maka pengembangan kawasan tersebut perlu di dukung dengan keharmonisan dan sinergi kebijakan yang satu dengan kebijakan yang lain, termasuk di dalamnya kebijakan tata ruang wilayah Kabupaten Pasuruan.

Dalam hal ini, untuk melakukan pembangunan kawasan agrowisata tersebut, harus didasarkan pada arahan pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Pasuruan yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan. Berkaitan dengan fungsinya sebagai kawasan agrowisata, maka kebijakan pengelolaan kawasan agrowisata Kabupaten Pasuruan harus dilaksanakan untuk: (a) Melestarikan dan menata fungsi ekosistem untuk pengembangan pendidikan dan pariwisata, (b) Meningkatkan kualitas lingkungan di dalam dan di sekitar kawasan agrowisata, (c) Terbentuknya pusat pertumbuhan ekonomi, (d) Adanya bangkitan ekonomi daerah melalui agrowisata sekaligus merangsang pertumbuhan ekonomi dan peningkatan PAD, (e) Menularkan pertumbuhan ekonomi ke daerah hintherland, (f) Mencegah dan atau meminimalisir terjadinya urbanisasi, (g) Mempersempit ketimpangan antara desa dan kota dan (h) Implementasi tataruang

(18)

Kawasan Agrowisata Kecamatan Tutur juga hendaknya harus benar-benar mengikuti rencana pola tata ruang Provinsi Jawa Timur, yang semuanya sudah dialokasikan di lokasi tertentu di Kecamatan Tutur; yang paling tidak harus terdiri atas: budidaya sawah, ruang budidaya lain, seperti kawasan agrowisata, dan kawasan lindung yang menjadi penyangga antara alokasi budidaya lainnya dan budidaya sawah.

Pada rencana pengembangan kawasan agrowisata ini, selain harus menentukan empat jenis kawasan tersebut, juga pemerintah daerah harus melakukan:

- menetapkan kawasan lindung dari luas seluruh wilayah;

- mempertahankan kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidrologis untuk menjamin ketersediaan sumber daya air;

- mengendalikan pemanfaatan ruang di dalam dan di luar kawasan agrowisata sehingga tetap berfungsi dengan baik.

Adanya penentuan kawasan tersebut di atas, maka pada pengembangan kawasan agrowisata akan dapat mencapai sasaran yang sudah ditentukan yakni tercapainya proporsi luas kawasan lindung atas dasar kriteria kawasan-kawasan yang berfungsi lindung, tidak adanya alih fungsi kawasan lindung menjadi kawasan budidaya, terjaganya kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidrologis, terjaminnya ketersediaan sumber daya air, berkurangnya lahan kritis, terbentuknya kawasan penyangga di sekitar kawasan agrowisata, dan terkendalinya pemanfaatan sumberdaya (terutama tambang/galian) pada kawasan agrowisata.

Pada prakteknya, kawasan lindung tidak sepenuhnya berperan sebagai kawasan lindung, sehingga dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seringkali terjadi revisi pada RTRW, walau berdasarkan arahan pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam RTRW sebelumnya yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten kawasan tersebut dinyatakan sebagai kawasan lindung. Berdasarkan hal tersebut, maka walaupun terjadi pengembangan kawasan agrowisata, namun untuk tetap menjaga estetika lanskap, maka kawasan agrowisata dan sekelilingnya harus

(19)

selalu terjaga pemanfaatannya, dan diupayakan agar tidak sampai terjadi alih fungsi lahan ataupun revisi RTRW. Untuk itu pengembangan wilayah di Kecamatan Tutur harus pula memperhatikan hal-hal berikut:

a. Pelestarian dan penataan kawasan agrowisata untuk pengembangan pendidikan dan pariwisata;

b. Peningkatan kualitas lingkungan di kawasan agrowisata.

c. Pengelolaan kawasan rawan bencana yang dilaksanakan melalui upaya: • Pengendalian kegiatan di kawasan rawan, kawasan waspada dan kawasan

berpotensi bencana letusan gunung berapi dan pemanfaatan dengan resiko terendah.

• Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan bencana tanah longsor/ kritis, gempa serta penerapan teknologi/rekayasa teknik di kawasan tersebut.

• Pengurangan luas wilayah banjir.

Gambar

Gambar 33. Model fungsional pembangunan agrowisata berbasis masyarakat  Prasarana berwisata merupakan faktor yang sangat mendukung lancarnya  fungsi dari faktor-faktor lainnya seperti prasarana amenitas, prasarana ekonomi,  dan prasarana sosial

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tentang pemanfaatan flavonoid ekstrak daun katuk sebagai antioksidan pada minyak kelapa yang dilakukan oleh Cikita (2015) menunjukkan

Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa ada beberapa alasan yang menyebabkan suatu putusan arbitrase tidak dapat diakui atau dilaksanakan yang salah satunya

Dari hasil perhitungan IRR yang di dapat, menunjukkan bahwa nilai IRR rata-rata dari usahatani padi di Desa Pringgondani Kecamatan Sukadana Lampung Timur nilainya

Microorganism counts of Keş cheese samples were high, particularly the TAMB, psychrophilic bacteria, LAB, yeasts and moulds, which is not surprising, due to the fact that raw milk

Sungai Cimanuk y ang sumber airnya berasal dari 6 gunungapi yang mengitari kawasan perkotaan. Bagian lereng-lereng gunungapi yang mengitari Kota Garut telah dimanfaatkan

 2ama pasien < 2y.. 5)8 dengan Gastroenteritis didapatkan kesimpulan bahwa dalam pengkajian telah dilakukan anamnesa yang meliputi data subjektif dan obyektif. Dari

Enkripsi Algoritma Merkle Hellman Adapun tahap- tahap yang dilakukan oleh penulis dalam melakukan analisa terhadap struktur, dapat diuraikan seperti berikut : Proses

Ruang lingkup dalam penelitian adalah pada Bagian Humas Kantor Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi NTT yang memberikan layanan kepada