• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. disampaikan oleh Robert Nozick dalam bukunya Anarchy, State, and Utopia, keadilan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. disampaikan oleh Robert Nozick dalam bukunya Anarchy, State, and Utopia, keadilan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Keadilan merupakan hasrat manusia dalam budaya dan bangsa manapun. Tak satupun anggota masyarakat dari seluruh bangsa di dunia yang tidak menginginkan perlakuan yang adil. Oleh karena itu, sesungguhnya keadilan adalah nilai moral universal yang merupakan hak dan

kebutuhan dasar manusia di seluruh dunia.1Nilai keadilan sosial tidak dapat terlepas dari

masyarakatnya karena keadilan merupakan konsep nilai moral yang ada dan lahir dari dalam

kehidupan masyarakat.2

Dalam masyarakat modern sendiri ada berbagai macam pandangan mengenai keadilan, yang mana tidak terlepas dari konteks dan karakteristik masyarakatnya, sehingga tidak jarang kita temui ada begitu banyaknya konsep atau teori mengenai keadilan. Seperti halnya yang

disampaikan oleh Robert Nozick dalam bukunya Anarchy, State, and Utopia, keadilan

merupakan suatu kebebasan yang harus dimiliki oleh setiap individu dalam mengatur dan mengurus kehidupannya menurut pendapatnya masing-masing tanpa ada intervensi dari pihak lain, kebebasan tersebut hanya akan dibatasi apabila membahayakan kehidupan, kebebasan dan

harta milik sesamanya.3 Bagi Kai Nielsen, nilai yang paling penting dalam konsep keadilan

adalah ekualitas (kesederajatan) bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk mengakses sumber-sumber penghidupan yang tersedia. Tidak boleh ada orang yang memiliki kekuasaan

1Fadhilah. “Refleksi Terhadap Makna Keadilan Sebagai Fairness Menurut John Rawls Dalam Perspektif

Keindonesiaan” dalam Jurnal Kybernan. Vol.3, No.1, 2012, 26.

2Konsep keadilan harus berdasar dari kehidupan bersama manusia, karena dari kehidupan bersama itulah

yang membuat manusia saling berintegrasi dengan orang di sekitarnya. Karena jika manusia itu seorang diri konsep keadilan itu tidak akan ada, karena tidak adanya saling bertintegrasi. Thobias A. Messakh, Konsep Keadilan dalam Pancasila, Salatiga: SatyaWacana University Press, 2007, 1.

(2)

2

ekonomi yang sedemikian besar sehingga mendominasi dan mengeksploitasi sesamanya.4

Sedangkan John Rawls, membangun teori keadilannya yang ia sebut Justice as Fairness dengan

dua asas (principle) penting yakni pertama: setiap orang memiliki sebesar-besarnya

kesederajatan hak akan kebebasan sejauh yang diatur dalam sistem kesederajatan kebebasan dasar untuk semua. Kedua: ketidak-sederajatan sosial-ekonomi diatur sedemikian rupa sehingga: a. Bermanfaat sebesar-besarnya bagi warga masyarakat yang paling kurang beruntung, konsisten dengan prinsip menabung yang adil, b. Dikaitkan dengan jabatan dan posisi yang terbuka untuk

semua berdasarkan syarat semua memiliki kesempatan yang adil.5 Bagi Niebuhr, ada dua nilai

utama dalam keadilan yakni kebebasan dan kesetaraan, dengan menjadikan nilai kasih sebagai dasar acuan. Sehingga, kebebasan dan kesederajatan dapat dipergunakan dengan sebaik-sebaiknya sehingga menciptakan keadilan bagi kelompok yang miskin dan termarginal dalam

masyarakat.6 Magnis Suseno juga menekankan pada kesetaraan serta mengutamakan mereka

yang lemah dalam kehidupan bermasyarakat. Baginya memperjuangkan keadilan maka harus pula memperjuangkan kebebasan, kemandirian dan daya juang bagi mereka yang menderita

ketidakadilan.7

Dari beberapa pandangan mengenai keadilan sosial menurut saya, keadilan akan tercipta dalam kehidupan bermasyarakat asalkan manusia mengutamakan mereka yang paling kurang beruntung dalam masyarakat atau meniadakan kepentingan pribadinya, jika tidak manusia akan

4

Konsep Ekualitas dari Nielsen dimaksudkan tidak sekedar dalam arti hak perlindungan yang sama bagi segenap warga masyarakat menghadapi keterbatasan persediaan barang dan jasa pemuas kebutuhan, akan tetapi, terutama dalam arti adanya kondisi (sumber-sumber penghidupan dan situasi sosial) yang ekual bagi segenap warga masyarakat, sehingga setiap anggota masyarakat mampu memenuhi kebutuhannya seoptimal mungkin sama seperti sesamanya. Kai Nielsen, Equality and Liberty: A Defence of Radical Egalitarianism (New Jersey: Rowman and Allandheld, Publishers, 1985), 283. Dapat dilihat dalam Thobias A. Messakh. Konsep Keadilan Dalam Pancasila., 43.

5

John Rawls, A Theory of Justice (Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press, 1971), 302.

6Reinhold Neibuhr, The Nature and Destinity of Man vol.II (New York: Scribner, 1964), 254.

7Franz Magnis Suseno, “Keadilan dan Kerukunan” dalam Keprihatinan Gereja (Yogyakarta: Kanisius,

(3)

3

kehilangan nilai kasih yang ada padanya yang berdampak pada hancurnya hubungan baik dengan orang sekitar. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, sebagai manusia yang hidup dan berkarya di dunia yang dijadikan Allah, menginginkan suatu kehidupan yang damai, tenteram, sejahtera, adil dan sebagainya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa hal yang baik itu dalam realita kehidupan hanya dialami oleh segelintir orang atau sekelompok tertentu. Mereka yang dipercayai untuk memimpin dan mengatur kehidupan masyarakat berupaya menciptakan kesejahteraan lewat pembangunan berkelanjutan secara besar-besaran. Namun, semakin pembangunan diusahakan, semakin permasalahan hidup bertambah rumit. Misalnya, melebarnya jurang kaya dan miskin, bertambahnya jumlah pengangguran, rendahnya upah buruh, perkosaan

hak-hak kaum miskin oleh pihak yang memegang kekuasaan.8

Dalam kalangan para nabi, seruan-seruan akan keadilan merupakan hal yang tidak asing, mereka secara keras, mengecam dan mencela segalah bentuk penindasan dan ketidakadilan, kecurangan-kecurangan, monopoli tanah, penyuapan terhadap hakim-hakim, penurunan martabat

manusia ke dalam perbudakan, kekerasan orang kaya, dan sebagainya.9 Salah satu nabi yang

sangat keras dalam menyuarakan keadilan adalah nabi Amos di masyarakat Israel Utara yang pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani dan peternak. Sebagian bekerja di ladang dan sebagian kecil bekerja sebagai pedagang. Hewan yang dipelihara seperti domba, kambing, dan lembu yang merupakan hewan yang paling penting diambil susunya, kulit, bulu, dan dipekerjakan sebagai penarik beban. Hasil pertanian yang dihasilkan antara lain adalah anggur

8

Dalam praksisnya, Pembangunan dalam masyarakat umumnya menurut Antoncich, merupakan pembangunan yang berwajah ganda. Pada satu sisi pembangunan memang telah membuktikan hasil-hasilnya. Menunjukan bukti-bukti lahariah: banyaknya gedung-gedung pemerintahan, pasar-pasar swalayan, bank-bank, dan pusat-pusat hiburan dan life-style masyarakat kita. Namun pada sisi yang berbeda, dapat dilihat bahwa dampak dari pembangunan itu sendiri adalah terciptanya sebuah permasalahan baru dalam masyarakat; melebarnya kesenjangan sosial, ekonomis, budaya, politik, sehingga jurang antara yang kaya dan miskin semakin melebar. Ricardo Antoncich, IMAN & KEADILAN: Ajaran Sosial Gereja dan Praksis Sosial Iman (Yogyakarta: Kanisius, 1991), 16.

(4)

4

dan zaitun yang ditanam di sisi bukit serta gandum di lembah. Tanah dan juga anggur menjadi sesuatu yang sangat berharga pada saat itu. Jenis anggur yang paling berharga pada waktu itu

adalah jenis anggur sleeping wine, yakni jenis anggur tua yang dicampur dengan minyak

pembasuh yang digunakan untuk meminyaki kaki seseorang setelah mandi. Oleh para penguasa biasanya disimpan dalam gudang sebagai komoditi yang bernilai paling tinggi. Sedangkan pada kegiatan perdagangannya adalah berupa penjualan logam, batu berharga, gading,

rempah-rempah, dan kemenyan.10

Israel Utara yang merupakan negeri pertanian, pada zaman Amos sangat cocok dengan tampilan kehidupannya sebagai peternak domba dan pemungut buah ara. Namun kemunculannya ke gelanggang kenabian di Israel merupakan kejadian yang sangat kontroversial. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor penunjang antara lain; pertama nabi Amos tidak mengikuti tradisi kenabian yang berlaku saat itu di mana umumnya nabi datang dari sekolah nabi atau anak nabi. Kedua, Amos yang berasal dari Tekoa di Yehuda justru menyampaikan suara kenabiannya ke Israel Utara. Hal inilah yang menimbulkan pertanyaan apakah tidak ada nabi di Israel kala itu dan sejauh mana urgensi pemberitaannya kepada Israel. Ketiga, pemberitaannya terhadap konteks sosial yang tampak makmur dan sejahtera serta aktivitas ritual yang sangat ramai, justru nabi Amos mengkritik konteks sosial yang terkait dengan ibadah Israel yang palsu, ketimpangan ekonomi, dan kebobrokan moral para pemimpin yang mengancam eksistensi Israel sebagai satu

bangsa.11

10Robert B. Coote, Amos Among The Prophets: Composition and Theology (Philadelphia: Fortress Press,

1981), 37.

11

Gambaran terhadap pemanggilan dan penolakan Amos dari Israel Utara tampak dalam Amos 7:14, “jawab Amos kepada Amazia: Aku ini bukan nabi dan aku ini tidak termasuk dalam golongan nabi, melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan”. Klaus Koch, The Prophets: The Assyrian Period (Philadelphia: Fortress Press, 1983), 37.

(5)

5

Amos melihat bahwa sebelumnya telah ada struktur sosial di bidang pertanian di dalam masyarakat Israel. Mereka dicirikan dengan kemajuan di bidang pertanian. Ciri penting dalam masyarakat pertanian adalah perbedaan yang besar antara dua golongan utama, yakni golongan

atas yang berkuasa terhadap golongan bawah.12 Golongan atas yang dimaksud adalah orang kaya

atau kaum elit sedangkan golongan bawah adalah kaum miskin atau petani, keduanya saling berinteraksi satu sama lain. Struktur sosial inilah yang menimbulkan penindasan yang dilakukan oleh orang kaya terhadap orang miskin. Golongan atas atau Kaum elite merasa dengan kekayaan yang dimiliki, mereka mampu memperoleh kekuasaan atas hak-hak orang miskin. Kaum elite juga dengan mudah menyuap para pemimpin pemerintahan untuk dapat melakukan kecurangan demi memperoleh kepentingan bagi mereka maupun kelompoknya.

Kejelian nabi Amos dalam melihat situasi Israel yang tampak makmur kala itu disorotinya dari kaca mata yang sama sekali berbeda, dan tidak dapat dipungkiri bahwa dari sudut pandang yang berbeda itulah yang menjadi kekuatan atau kelebihan dalam pemberitaannya. Pengamatan yang cermat terhadap para penguasa dan para konglemerat yang hidup dalam kemewahan, kemapanan, keamanan, dan kesenangan justru dibandingkannya secara kontras terbalik dengan mereka yang hidup tertindas, miskin, lemah, tak berdaya, dan marjinal. Bentuk keprihatinannya terhadap kesenjangan sosial dan ketidakadilan itulah yang dinyatakan dalam pemberitaan yang tajam dan keras sebagai bentuk solidaritas dan kepeduliannya terhadap Israel.13

Kegigihan dan keberanian Amos menyuarakan ketidakadilan sosial itu nyaring terdengar sehingga julukan “singa telah mengaung” disanjungnya atas predikatnya sebagai nabi.

12 Robert B. Coote, Amos Among The Prophets., 25.

13Gernaida K. R. Pakpahan, Kristalisasi Keadilan dalam Kitab Amos (Jakarta: Rajawali Arta Mandiri,

(6)

6

Konsekuensi dari kritikannya terhadap para pemimpin dan penguasa serta orang kaya saat itu

menyebabkannya ditolak bahkan dideportasi dari Israel Utara.14

Kehidupan Israel yang penuh dengan kemakmuran dan ketenteraman hanya menjadi milik golongan atas sedangkan bagi golongan bawah atau orang-orang kelas bawah yang sebagian besar mata pencahariannya sebagai petani hidup dalam ketidakadilan yang mengerikan, sebab mereka mengalami kerja paksa dan harus membayar pajak yang tinggi. Hak pemilik tanah keluarga secara tradisional diambil oleh para pejabat, dan semuanya itu terjadi dikarenakan para golongan atas memiliki hak-hak istimewa dan memperoleh banyak keuntungan dari hak milik

para petani atau golongan bawah.15

Nabi Amos secara keras mengecam ketidakadilan dalam kehidupan umat Israel yang dilakukan oleh para pemimpin agama maupun pemimpin negara. Para pemimpin-pemimpin lebih mengutamakan kepentingan-kepentingannya masing-masing dan mengabaikan

umat atau masyarakat yang dipimpinnya.16 Mereka melakukan pemerasan terhadap kaum petani

bahkan mereka “menjual keadilan demi uang, kaum miskin demi sepasang sandal. 17

Misalnya dalam Amos 5: 15,24,”….Bencilah yang jahat dan cintailah yang baik; dan tegakanlah keadilan di pintu gerbang”; Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir. Dari ayat-ayat yang dikemukakan di atas, jika diperhatikan keadilan sesungguhnya memperoleh tempat penting dalam kehidupan sehari-hari umat beriman. Sikap

14 Gema suara Amos itu dicatat dalam Amos 3:8, “Singa telah mengaum, siapakah yang tidak takut? Tuhan

Allah telah berfirman, siapakah yang tidak bernubuat.”

15 Norman K. Gottwald, The Hebrew Bible: A Socio-Literary Introduction (Philadelphia: Fortress Press,

1985), 345-356.

16

Yang hendak ditekankan disini bukan karena mereka (para pemimpin) kaya dan berkuasa, tetapi oleh karena mereka mendapat kekayaan dan kekuasaan itu dengan korupsi, serta menghisap dan menindas orang-orang miskin dan orang-orang lemah. B. J. Boland, Tafsiran Kitab Amos (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 71.

(7)

7

adil harus dilakukan terhadap sesama, karena Allah adalah sumber keadilan itu sendiri.18 Bahkan

keadilan, kebenaran serta berlaku adil melampaui perbuatan-perbuatan keagamaan yang hanya bersifat ritual dan ibadah belaka seperti pada masa Amos bernubuat di Israel Utara yang mana ia

mengkritik dengan keras mengenai ibadah Israel yang penuh dengan kepalsuan.19

Dengan melihat latar belakang di atas, saya mencoba untuk merumuskannya dalam

sebuah karya ilmiah dengan judul : “KONSEP KEADILAN SOSIAL DALAM AMOS 6:1-7,

DALAM PERSPEKTIF TEORI KEADILAN” 2. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Dalam pemberitaannya, Amos menentang kehidupan Israel yang sangat tidak sesuai dengan kehidupan sebagai umat Allah. Adalah suatu kenyataan jikalau hubungan manusia dengan Allah baik, hubungan manusia dengan sesamanya juga baik. Tetapi kalau hubungan manusia dengan Allah diganggu atau rusak tak dapat tidak hubungan manusia dengan sesamanya

juga rusak.20 Tetapi keadilan dan kebenaran tidak dilakukan oleh Israel, karena itulah Amos

berulang-ulang kali mengucapkan firman-firman peringatan, “Carilah Tuhan, carilah yang baik dan tegakkanlah keadilan di pintu gerbang!”. Karena apabila ibadah yang dilakukan tidak disertai dengan perbuatan yang adil kepada sesama akan ditolak oleh Allah. “Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai

18 Eka Darmaputera, MENCARI ALLAH: Pemahaman Kitab Amos tentang Mencintai Keadilan dan

Kebenaran (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 76.

19Noel Woodbridge and Willem Semmelink, “The Prophetic Witness of Amos and its Relevance for

Today’s Church in African Countries for Promoting Social Justice, Especially in Democratic South Africa” dalam

Jurnal Conspectus 2013 Vol. 16: 79-80.

(8)

8

yang mengalir” (Am.5:21, 22, 24).21

Ungkapan bergulung-gulung seperti air yang digambarkan oleh Amos adalah untuk menggambarkan keadilan. Yang dimaksudkan adalah agar bangsa Israel selalu melakukan keadilan “Seperti air yang mengalir” sedangkan air yang bergulung-gulung melambangkan keadilan yang terus menerus mengalir dan keadilan harus memiliki kemampuan

untuk mengalahkan situasi apapun yang menyimpang.22

Oleh sebab itu menurut saya, berbagai tindakan ketidakadilan yang ada dalam masyarakat akan menjadi ancaman yang besar bagi persatuan bangsa. Bila dalam negara tesebut berbagai tindakan korupsi, kekerasan, diskriminasi dan lain sebagainya dibiarkan berkembang, maka tidak dapat dipungkiri bahwa pada gilirannya akan mengancam persatuan bangsa.

Dengan merujuk pada latar belakang di atas agar penulisan ini menjadi fokus, ada baiknya pembatasan masalah diperlukan dengan beberapa pertanyaan-pertanyaan pokok:

1. Bagaimana konsep keadilan sosial dalam Amos 6:1-7?

2. Bagaimana konsep keadilan sosial dalam Amos 6:1-7 dalam perspektif teori keadilan?

3. Tujuan dan manfaat penulisan

Bertolak dari beberapa rumusan masalah yang adadi atas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab beberapa persoalan yakni:

1. Mendeskripsikan konsep teori-teori keadilan sosial.

2. Mendeskripsikan konsep keadilan sosial dalam Amos 6:1-7.

3. Konsep keadilan sosial dalam Amos 6:1-7 dalam perspektif teori keadilan.

21Gernaida K. R. Pakpahan, Kristalisasi Keadilan Sosial dalam Kitab Amos., 37-38. 22John Bright, A History of Israel (Philadelphia: The Westminster, 1952), 242.

(9)

9

Setelah merumuskan tujuan di atas, maka karya ilmiah ini diharapkan akan memberi dua manfaat, yaitu:

1. Secara teoritis, diharapkan dapat memperkaya khazanah penafsiran Alkitab dalam

pandangan sosiologis yang berkaitan dengan tema-tema keadilan sosial pada umumnya dan deskripsikan nilai keadilan sosial dalam Amos khususnya .

2. Secara praktis, diharapkan dapat memberi masukan bagi Program Studi Pascasarjana

Sosiologi Agama – Universitas Kristen Satya Wacana untuk menjadi landasan berpikir dalam melaksanakan pengabdian di masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi umat Kristiani dalam kehidupan bermasyarakat.

4. Metode Penelitian

Suatu penelitian tidak dapat terlepas dari metode, karena metode adalah sebagai suatu kerangka kerja untuk melakukan suatu tindakan, suatu kerangka berfikir dalam menyusun suatu gagasan, yang beraturan, yang terarah pada konteks yang relevan dengan maksud dan tujuan. Koentjaraningrat mengartikan metode sebagai seperangkat cara kerja yakni cara kerja untuk

dapat memahami objek yang menjadi sasaran suatu ilmu pengetahuan.23 Bertolak dari latar

belakang di atas maka metode pendekatan yang digunakan adalah diskriptif kualitatif. Metode pendekatan ini bertujuan untuk menggambarkan dan menjelaskan masalah yang hendak diteliti, yang meliputi pengumpulan dan penyusunan data serta interpretasi dan analisa mengenai data

tersebut.24 Bagi Bogdan dan Taylor, Lexy J. Meleong bahwa metodologi kualitatif adalah

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

23 Koentjaraningrat, Metode-metode penelitian Masyarakat (Jakarta: PT Gramedia, 1973), 16.

24 H. Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,

(10)

10

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.25 Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif, artinya

melalui penelitian ini akan diupayakan untuk menggambarkan secara mendalam tentang situasi atau proses yang diteliti. Dalam penelitian ini metode pengumpulan data dilakukan melalui

penelusuran dan pengumpulan bahan-bahan pustaka (library research) yang menjadi sumber

data, sumber data tersebut berupa literatur yang berkaitan dengan substansi penelitian.26

5. Susunan Penulisan

Sistematika penulisan dalam karya ini terbagi dalam lima bab. Pada bab pertama merupakan pendahuluan sebagai pengantar masuk pada kajian pokok. Dalam bab ini akan membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode peneliian, serta susunan penulisan. Pada bab kedua saya akan memaparkan mengenai teori-teroi keadilan modern dan bab ketiga, akan berisikan konsep keadilan sosial dalam Amos 6:1-7. Dalam bab keempat, saya akan mencoba untuk menganalisa hasil penilitian, dengan membandingkan teori-teori keadilan dengan konsep keadilan dalam Amos 6:1-7. Pada bagian terakhir yakni bab lima akan berisikan penutup. Di dalamnya akan dibahas mengenai kesimpulan dari keseluruhan tesis, dan saya mencoba menghadirkan saran-saran yang dapat dilihat dan dipakai, serta dapat dikembangkan dalam penelitian-penelitian selanjutnya sesuai dengan bidang ilmu masing-masing.

25 Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Rosdakarya, 2002), 3. 26 Sugiyona, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2005), 72.

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, dalam bahan pangan yang telah dimasak atau diasin, dimana organisme yang ada telah rusak oleh pemanasan atau pertumbuhannya terhambat oleh konsentrasi garam, sel-sel

Proyeksi PUS dimaksudkan untuk mengetahui jumlah penduduk usia sekolah dalam suatu kawasan, yang digunakan sebagai data dasar dalam menghitung kebutuhan ruang belajar atau

Menurut Kotler (2000: 9- 10), faktor sosial merupakan perilaku seseorang konsumen yang mempengaruhi faktor-faktor sosial seperti kelompok referensi, keluarga, serta peran

peran Humas dilihat dari perencanaan Program, Perencanaan Strategi, Aplikasi Strategi, dan Evaluasi dan kontrol, jika semua itu diprioritaskan untuk

Input data, yaitu: data Sumber PLN, Trafo, Saluran, dan beban yang diperoleh dari sistem yang terkait dengan catu daya Kawasan GI PUSPIPTEK dalam hal ini menggunakan catu

Bank Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk terus memfasilitasi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, khususnya perbankan syariah, karena yakin

Filter kedua yang dirancang seperti halnya filter pertama, dengan perbedaan, substrate yang digunakan memiliki kerugian yang kecil, yaitu TMM10 dengan

Berpendoman pada kandungan protein yang dapat diharapkan sama dengan kandungan gizi pakan dari insdustri makanan ternak sehingga biaya pakan dapat ditekan maka keuntungan