ANALISIS KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS II
PADA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013
DI SD SE-KECAMATAN BULELENG
Ngk. Pt. Sindu Wija Putra
1, I Nym. Jampel
2, I Km. Sudarma
31
Jurusan PGSD,
2,3Jurusan TP, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: ngakanputusinduwijaputra@gmail.com
1, nyomanjampel@yahoo.com
2,
darma_TP@yahoo.com
3Abstrak
Penerapan Kurikulum 2013 membawa dampak positif dan negatif dalam pembelajaran di Sekolah Dasar khususnya. Perlunya adaptasi siswa pada perubahan kurikulum ini, menimbulkan berbagai hambatan dan kesulitan yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Oleh sebab itu, guru hendaknya mengetahui letak kesulitan belajar siswa untuk dapat membantu siswa dalam belajar sehingga siswa dapat mengatasi kesulitan belajar yang dialami. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesulitan belajar konsep, keterampilan, serta pemecahan masalah matematika siswa kelas II dalam Implementasi Kurikulum 2013 di SD Se-Kecamatan Buleleng. Subjek dalam penelitian adalah seluruh siswa SD kelas II se-Kecamatan Buleleng yang berjumlah 170 orang. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes dan wawancara. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan analisis deskriptif kualitatif dengan penyajian data secara statistika. Hasil penelitian ini adalah rata-rata siswa yang melakukan kesalahan dalam pengerjaan soal sebesar 40,59 persen, dengan jenis kesulitan tertinggi adalah kesulitan dalam keterampilan berhitung sebesar (15,29%), kesulitan dalam aspek konsep rata-rata (6,28%), kesulitan dalam aspek pemecahan masalah rata-rata (6,26%), kesulitan dalam 2 aspek sekaligus yakni konsep dan keterampilan berhitung rata-rata 4,26 persen, kesulitan dalam aspek konsep dan pemecahan masalah sekaligus rata-rata 0,84 persen, kesulitan dalam aspek keterampilan berhitung dan pemecahan masalah rata-rata 5,54 persen, dan kesulitan kompleks 10,06 persen. Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar siswa kelas II di SD se-Kecamatan Buleleng dalam pengimplementasian Kurikulum 2013 meliputi pengetahuan awal siswa mengenai konsep matematika, faktor guru, dan faktor kurikulum.
Kata kunci: kesulitan belajar, kurikulum 2013, faktor penyebab kesulitan Abstract
The Implementation of curriculum 2013 had negative and positive impact of the learning process in elementary school especially. The adaptation needed of students in this new curriculum had some problems and difficulties that could influence students’ learning achievement. So, the teacher had to know the students’ difficulties to help the students in the learning process so the students could overcome the learning difficulties that faced. This study aimed to describe the difficulty of learning concept, skill, and match problem solving of class II in implemented of curriculum 2013 in the elementary schools of Buleleng district. The subject in this study was all of the students of class II in Buleleng district that the number of the students is 170 students. The method of collecting data that used in this study was test and interview method. The analysis technique that used in this study were descriptive quantitative and descriptive qualitative with showed the data as statistically. The result of this study was the average of students who had mistakes in the answering questions process was 40.59%, with the some mistakes in account skill was 15.29%, in the aspect of concept was 6.28%, in the
aspect of the problem solving was 6.26%, and the difficulties in the twice aspect was in the aspect of concept and account skill was 4.26%, in the aspects of concept and problem solving directly was 0.84%, in the aspects of account skill and problem solving was 5.54%, and also in the complex aspect was 10.06%. the factors of students’ learning difficulties of class II in Buleleng district in implementation of curriculum 2013 such as the students understanding about match concept, teacher factor, and curriculum factor.
Keywords : learning difficulty, curriculum 2013, cause of difficulty factor
PENDAHULUAN
Pembukaan UUD 1945
mengamanatkan bahwa tujuan pendidikan
nasional bangsa Indonesia adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman, bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, serta
tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan. Menurut Prayitno & Kahidir (dalam Parmiti, 2014) menyatakan bahwa pendidikan dipercaya dapat mengemban tugas untuk membentuk insan yang cerdas
dan berbudi pekerti luhur. Melalui
pendidikan diharapkan terbentuk
tunas-tunas bangsa yang cerdas, berjiwa
kebangsaan, cinta tanah air, bertanggung jawab, serta peka terhadap kondisi sosial
dan lingkungan. Dengan kata lain,
pendidikan mempunyai kewajiban untuk membentuk sumber daya manusia (SDM) yang memiliki karakter kebangsaan yang kuat.
Kenyataan di lapangan saat ini penyelenggaraan pendidikan di Indonesia
belum secara optimal mampu
menghasilkan sumber daya manusia
seperti yang diharapkan. Hal ini dapat
dilihat dari hasil penelitian sebuah
organisasi pendidikan internasional yang menyebutkan bahwa kemampuan anak Indonesia usia 15 tahun di bidang
matematika, sains, dan membaca
dibandingkan dengan anak-anak lain di
dunia masih rendah. Penilaian itu
dipublikasikan The Organization for
Economic Cooperation and Development
(OECD) pada Rabu, 4 Desember 2012. Hasil ini menyebutkan bahwa Indonesia hanya sedikit lebih baik dari Peru yang berada di ranking terbawah. Rata-rata skor matematika anak- anak Indonesia 375, rata-rata skor membaca 396, dan rata-rata
skor untuk sains 382. Padahal, rata-rata skor OECD secara berurutan adalah 494, 496, dan 501. Organisasi kependidikan itu adalah Programme for International Student
Assessment (PISA) sebagai organisasi
internasional yang mengukur kecakapan
anak-anak usia 15 tahun dalam
mengimplementasikan masalah-masalah di kehidupan nyata. Tidak hanya hasil yang mengecewakan, hasil ini juga menjadi sebuah ancaman sekaligus tantangan bangsa Indoneia dalam hal peningkatan
mutu pendidikan untuk menhasilkan
sumber daya manusia yang diharapkan. Penyelenggaraan PISA tahun 2012
secara umum menyimpulkan bahwa
prestasi siswa di bidang Matematika sangat menentukan keberhasilan dan kemajuan bangsa, baik itu dalam peningkatan kualitas
pendidikan maupun dalam partisipasi
politik. Meningkatnya kemampuan
Matematika seiring dengan bertumbuhnya rasa percaya diri, rasa kepemilikan akan masa depan sebagai pelaku perubahan.
Faktor Matematika menjadi prediktor
perubahan sosial dan ekonomi bangsa. Dengan kata lain, matematika menjadi salah satu pelajaran di berbagai jenjang pendidikan formal memegang peranan penting terhadap kemajuan suatu bangsa dalam menjawab berbagai tantangan yang dihadapi.
Melihat pentingnya pengembangan bidang studi matematika, Lerner (dalam Abdurahman, 2003) menyatakan bahwa kurikulum dalam bidang studi matematika hendaknya mencangkup tiga elemen, yaitu: a) Kesulitan memahami konsep
Konsep menunjuk pada pemahaman dasar. Peserta didik mengembangkan suatu konsep ketika mereka mampu mengklasifikasikan atau mengelompokkan benda-benda atau ketika mereka dapat mengasosiasikan suatu nama dengan kelompok benda tertentu;
b) Kesulitan dalam keterampilan belajar matematika
Keterampilan menujuk pada sesuatu yang dilakukan oleh seseorang, sebagai
contoh, proses dalam menggunakan
operasi dasar dalam penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian
adalah suatu jenis keterampilan
matematika. Suatu keterampilan dapat dilihat dari kinerja anak secara baik atau kurang baik, secara cepat atau lambat, dan
secara mudah atau sangat sukar.
Keterampilan cenderung berkembang dan dapat ditingkatkan melalui latihan;
c) Kesulitan dalam pemecahan masalah Pemecahan masalah adalah aplikasi dari konsep dan keterampilan. Dalam pemecahan masalah biasanya melibatkan
beberapa kombinasi konsep dan
keterampilan dalam suatu situasi baru atau situasi yang berbeda dari sebelumnya. Ketiga elemen ini merupakan keseluruhan elemen esensial dari belajar matematika, dan karena itu ketiga elemen ini harus tergabung dalam kurikulum untuk dapat
membantu siswa dalam mengatasi
berbagai hambatan belajar matematika. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang mencangkup ketiga elemen esensial matematika menjadi salah satu solusi
dalam meningkatkan hasil belajar
matematika siswa.
Usaha pencapaian tujuan nasional secara terus menerus dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan pendidikan Indonesia. Berbagai upaya peningkatan
pelayanan pendidikan yang mampu
menjangkau seluruh rakyat Indonesia telah diupayakan. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional yang dimaksudkan dalam UUD 1945, pemerintah menyusun berbagai
kebijakan guna pencapaian tujuan
pendidikan nasional itu sendiri. Untuk mencapai tujuan pendidikan ini tentu perlu adanya penunjuk arah dalam melakukan setiap kegiatan pendidikan. Salah satu penunjuk arah tersebut adalah kurikulum. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 35 dan 36 juga menekankan bahwa perlu adanya peningkatan standar
nasional pendidikan sebagai acuan
kurikulum secara berencana dan berkala
dalam rangka mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Oleh karena itu,
pengembangan kurikulum saat ini
(Kurikulum 2013) menjadi salah satu strategi untuk mempercepat pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Menurut Kunandar (2013) Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan
manusia Indonesia agar memiliki
kemampuan hidup secara pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan efektif serta mampu
berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan
peradaban dunia. Kurikulum 2013
diharapkan mampu melahirkan generasi yang mulia dan memiliki potensi kreatif dan inovatif.
Hidayat (2013:113) menyatakan,
“secara konseptual Kurikulum 2013 ini diharapkan mampu melahirkan generasi masa depan yang cerdas komprehensif artinya tidak hanya cerdas intelektualnya, tetapi juga cerdas emosi, sosial, dan spiritualnya. Kecerdasan komperehensif ini didapat dari peningkatan keseimbangan
antara kompetensi sikap (attitude),
keterampilan (skill) dan pengetahuan
(knowledege). Peningkatan keseimbangan
ketiga kompetensi ini tampak dari
diintegrasikanya nilai-nilai karakter dalam proses pembelajaran”.
Berdasarkan pendapat para
pengamat pendidikan, secara sederhana Kurikulum 2013 seyogyanya memiliki misi dalam membentuk generasi Indonesia yang memiliki sikap-sikap sesuai pendidikan karakter serta kecerdasan intelektual dan terampil dalam berbagai bidang atau
disiplin ilmu guna mencapai tujuan
pendidikan Indonesia.
Pengembangan Kurikulum 2013
sampai saat ini masih menimbulkan berbagai pro dan kontra. Beberapa pihak menyatakan bahwa Kurikulum 2013 masih
memiliki kelemahan-kelemahan yang
melekat pada penerapannya. Hal ini juga disampaikan oleh Kurniasih dan Sani (2014) yang menyatakan masih terdapat kelemahan-kelemahan dalam penerapan Kurikulum 2013 yaitu: pertama, guru
banyak yang salah kaprah, karena
beranggapan dengan Kurikulum 2013 guru tidak perlu menjelaskan meteri kepada
siswa dikelas padahal banyak mata
dari guru. Peran guru sebagai fasilitator tetap dibutuhkan, terlebih dalam hal memotivasi siswa untuk aktif belajar.
Kedua, kurangnya pemahaman guru
dengan konsep pendekatan saintifik
terutama tentang metode pembelajaran yang kurang aplikatif disampaiakan. Ketiga, banyak sekali guru-guru yang belum siap secara mental dengan Kurikulum 2013 kerena kurikulum ini menuntut guru untuk lebih kreatif namun pada kenyataanya sangat sedikit para guru yang seperti itu,
sehingga membutuhkan waktu yang
panjang agar bisa membuka cakrawala berpikir guru. Keempat, tidak adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam Kurikulum 2013 karena Ujian Nasional masih menjadi faktor penghambat. Ujian Nasional hanya mendorong orientasi pendidikan pada hasil dan sama sekali tidak memperhatikan
proses pembelajaran. Kelima, terlalu
banyaknya materi yang harus dikuasai siswa sehingga tidak setiap materi bisa tersampaikan dengan baik selain itu beban belajar siswa terlalu berat sehingga waktu belajar di sekolah terlalu lama. Oleh sebab itu, kelemahan-kelemahan tersebut menjadi salah satu faktor penyebab munculnya berbagai kesulitan dalam pembelajaran siswa di sekolah dasar khususnya.
Hambatan-hambatan atau kesulitan
belajar yang dialami siswa sangat
berpengaruh terhadap prestasi yang dicapai oleh siswa. Sehingga identifikasi
terkait kesulitan belajar siswa perlu
diketahui khususnya bagi para pendidik. Hal ini dimaksudkan agar nantinya dalam pembelajaran di sekolah para guru mampu
mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.
Hasil wawancara bersama kepala sekolah pada 17 Januari 2015 di salah satu SD
yang menjadi piloting implementasi
Kurikulum 2013 yaitu SD N 4 Banyuasri, diperoleh hasil bahwa beberapa guru menemukan beberapa kendala terhadap pemahaman serta penguasaan konsep dasar matematika (operasi hitung bilangan). Didukung pula oleh kemampuan siswa dalam membaca dan menulis khususnya di Kelas II masih belum tepat dalam pemilihan ataupun penggunaan bahasa yang benar. Selain itu, disampaikan bahwa siswa mengalami kesulitan pada saat diberikan
pengalaman menanya oleh guru. Hal ini juga menurut guru terjadi karena proses
pembelajaran pada Kurikulum 2013
menuntut siswa memperoleh setidaknya 5 (lima) pengalaman belajar yaitu mengamati,
menanya, menalar, mencoba, serta
mengkomunikasikan. Keadaan ini juga sering menjadi keluhan oleh para guru di setiap kelas yang menerapkan Kurikulum 2013. Sehingga suasana belajar pada Kurikulum 2013 yang sampaikan guru diduga menjadi salah satu faktor penyebab munculnya kesulitan-kesulitan belajar pada siswa.
Berdasarkan temuan tersebut,
penelitian ini akan menganalisis kesulitan belajar pada siswa jenjang sekolah dasar
terkait penerapan Kurikulum 2013.
Penelitian ini mengambil objek penelitian pada siswa Kelas II SD Se-Kecamatan Buleleng. Penelitian ini akan menyajikan analisis deskriptif kualitatif tentang kesulitan
belajar yang dialami siswa dalam
implementasi Kurikulum 2013. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melaksanakan sebuah penelitian yang berjudul “Analisis Kesulitan Belajar Matematika Siswa Kelas II Pada Implementasi Kurikulum 2013 Di SD se-Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2014/2015”.
Penelitian ini merumuskan apakah siswa SD kelas II mengalami kesulitan
belajar konsep, keterampilan maupun
pemecahan masalah matematika pada pengimplementasian Kurikulum 2013 di SD se-Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2014/2015 serta apa saja faktor penyebab kesulitan belajar tersebut. Penelitian ini
dimaksudkan untuk mendeskripsikan
kesulitan belajar konsep, keterampilan maupun pemecahan masalah matematika serta faktor penyebab kesulitan belajar siswa kelas II di SD se-Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2014/2015. Oleh
karena itu, penelitian ini nantinya
diharapkan dapat bermanfaat secara
teoritis bagi pengembang pembelajaran dan juga manfaat secara praktis bagi guru, sekolah, dan peneliti lainnya.
METODE
Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian deskriptif ini bertujuan memberi
uraian mengenai fenomena atau gejala sosial yang diteliti dengan mendeskripsikan nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (Iskandar, 2010). Dantes (2012)
juga menyatakan penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang berusaha untuk mendeskripsikan suatu gejala peristiwa atau kejadian secara sistematis sesuai dengan keadaan yang ada di dalam suatu populasi. Penelitian ini dilaksanakan di empat SD Piloting Kurikulum 2013 se-Kecamatan Buleleng yang meliputi (1) SD No 4 Banyuasri, (2) SD No 4 Kaliuntu, (3) No 4 Kampung Baru, dan (4) SD Lab UNDIKSHA Singaraja. Subjek Penelitian merupakan sumber data yang dimintai informasinya sesuai dengan masalah yang diteliti. Subjek dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas II di SD piloting Kurikulum 2013 se-Kecamatan Buleleng yang berjumlah 170 siswa dan guru wali kelas II yang berjumlah enam orang.
Adapun variabel dalam penelitian ini adalah kesulitan belajar matematika dan faktor-faktor kesulitan belajar matematika.
Kesulitan-kesulitan belajar matematika
dapat ditinjau dari penguasaan tiga elemen
dalam pelajaran matematika menurut
Lerner (dalam Abdurrahman, 2012) yaitu: (1) konsep dengan indikator kesulitan
dalam menentukan rumus untuk
menyelesaikan suatu masalah atau peserta didik dalam menggunakan teorema atau
rumus tidak sesuai dengan kondisi
prasyarat berlakunya rumus tersebut atau tidak menuliskan teorem (2) keterampilan dengan indikator Indikator peserta didik kesulitan menggunakan operasi dasar
dalam penjumlahan, pengurangan,
perkalian, pembagian, perhitungan akar dan kuadrat (3) pemecahan masalah
dengan indikator siswa tidak dapat
melanjutkan pekerjaannya dalam
menyelesaikan soal.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes (tes uraian) dan non tes (wawancara). Menurut sifatnya, data yang dihasilkan dalam penelitian ini ada dua yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes . Data kualitatif diperoleh dari wawancara dengan wali kelas II. Terkait dengan metode pengumpulan data yang digunakan,
maka instrumen pengumpulan datanya adalah berupa tes uraian dan pedoman wawancara. Tes uraian digunakan untuk memperoleh data kuantitatif dari siswa kelas II mengenai jenis kesulitan belajar.
Sedangkan pedoman wawancara
digunakan untuk memperoleh data kualitatif mengenai faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar.
Dalam penelitian ini digunakan dua teknik analisis data, yaitu teknik analisis deskriptif kuantitatif dan teknik analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk mengolah data yang diperoleh melalui tes dalam bentuk deskriptif persentase. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mengolah data hasil wawancara yang berupa jawaban atas
beberapa pertanyaan dari pedoman
wawancara dalam bentuk kalimat dengan penyajian data secara statistika.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, data mengenai kesulitan belajar yang dialami siswa diperoleh melalui hasil tes diagnostik kesulitan belajar matematika. Tes diagnostik yang diberikan berbentuk tes uraian matematika. Sedangkan data
mengenai faktor penyebab kesulitan
didapat dari hasil wawancara dengan wali kelas II di masing SD Piloting Kurikulum 2013 se-Kecamatan Buleleng. Responden tes diharuskan mengerjakan 8 butir soal uraian dalam tema 6 satuan panjang dan berat benda, serta jarak suatu tempat.
Gambaran rata-rata nilai hasil tes diagnostik matematika kelas II pada tema 6 di masing-masing sekolah dapat dilihat pada Gambar 1. sebagai berikut.
Gambar 1 Histogram Rata–rata Nilai Hasil Tes Diagnostik Matematika
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa rata-rata nilai matematika tertinggi didapat oleh SD Lab Singaraja dengan nilai rata-rata kelas sebesar 88,97 persen. Kemudian diikuti oleh SDN 4 Kampung Baru (85,63%), SDn 4 Banyuasri (81,76%), dan SDN 4 Kaliuntu berada pada urutan terakhir dengan perolehan nilai rata-rata kelas terendah yakni 75,99 persen.
Untuk mengetahui letak kesulitan
siswa dalam penguasaan konsep,
keterampilan, dan pemecahan masalah dapat dilihat dari kesalahan-kesalahan siswa dalam menuliskan setiap langkah pengerjaannya dari butir soal nomor 1, 2 , 3..., dan 8. Namun dikarenakan dalam satu butir soal siswa tidak hanya melakukan satu jenis kesalahan saja melainkan dalam pengerjaan satu butir soal ditemukan siswa yang melakukan dua kesalahan sekaligus atau bahkan tiga kesalahan sekaligus, maka dalam penelitian ini aspek kesalahan yang disajikan adalah kesalahan konsep
matematika, kesalahan keterampilan
berhitung, kesalahan pemecahan masalah,
kesalahan konsep dan keterampilan
berhitung, kesalahan konsep dan
pemecahan masalah, kesalahan
keterampilan berhitung dan pemecahan masalah, dan kesalahan dalam konsep, keterampilan berhitung, serta pemecahan
masalah atau kesalahan kompleks.
Berdasarkan data hasil analisis pengerjaan
siswa tersebut, kemudian dihitung
persentase kesalahan untuk setiap butir
soal yang dilakukan siswa dalam
menyelesaikan persoalan.
Pengerjaan soal nomor 1 dari total jumlah responden sebanyak 170 orang, sebanyak 143 orang siswa atau sebanyak 84,12 persen tidak melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal yang berarti telah
mengerjakan dengan langkah dan
memperoleh hasil yang benar. Jenis kesalahan tertinggi yang dilakukan oleh siswa dalam pengerjaan soal nomor 1 adalah kesalahan dalam keterampilan
berhitung yakni sebanyak 20 siswa
(11,76%). Sedangkan kesalahan terendah yaitu kesalahan dalam aspek konsep yakni 7 siswa (4,12 %).
Pengerjaan soal nomor 2 terdapat 55 siswa (32,25 %) dari 170 siswa dapat menjawab soal dengan langkah yang benar
serta memperoleh hasil yang benar. Kesalahan tertinggi yang dilakukan siswa dalam menjawab soal nomor 2 yakni kesalahan dalam keterampilan berhitung yakni sebanyak 65 siswa (38,24 %) dari 170 responden. Dalam aspek pemecahan masalah tidak ada siswa yang melakukan kesalahan, sehingga kesalahan dalam ini sekaligus menjadi jenis kesalahan yang terendah dilakukan oleh siswa. Aspek pemecahan masalah dialami oleh 11,18 persen siswa atau 19 orang. Kemudian dalam aspek kesalahan konsep dan keterampilan berhitung, sebanyak 13, 53 persen (23 orang) siswa mengalami kesulitan pada aspek ini. Diikuti dengan
kesalaham pada kesalahan kompleks
sebanyak 4 orang siswa, kesalahan konsep dan pemecahan masalah sebanyak 3 orang siswa dan sebanyak 0,59 persen atau hanya 1 orang siswa mengalami kesalahan keterampilan berhitung dan pemecahan masalah.
Pengerjaan soal nomor 3 dari total jumlah responden sebanyak 170 siswa, sebanyak 129 siswa (75,88 %) tidak melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal yang berarti telah mengerjakan dengan langkah dan memperoleh hasil yang benar. Jenis kesalahan tertinggi yang dialami oleh
siswa adalah kesalahan dalam
keterampilan berhitung yakni sebanyak 16 orang atau 9,41 persen, sedangkan kesalahan yang terendah dialami siswa adalah kesalahan dalam dua aspek sekaligus yakni kesalahan keterampilan berhitung dan pemecahan masalah, yakni tidak ada siswa yang melakukan kesalahan. Kesalahan konsep dilakukan oleh 8 orang siswa atau sekitar 4,71 persen. Kemudian kesalahan terbesar kedua dialami oleh siswa yang melakukan kesalah dalam
konsep matematika dan keterampilan
berhitung yaitu sebesar 6,47% atau 11
orang siswa. Kesalahan pemecahan
masalah, konsep dan juga pemecahan masalah serta kesalahan kompleks masing-masing dilakukan oleh 2 orang siswa atau sekitar 1,18% dari total keseluruhan responden.
Pengerjaan soal nomor 4 dari total jumlah responden sebanyak 170 orang, sebanyak 89 orang siswa atau sebanyak 52,35 persen tidak melakukan kesalahan
dalam mengerjakan soal, ini berarti bahwa siswa telah mengerjakan dengan langkah dan memperoleh hasil yang benar. Jenis kesalahan tertinggi yang dialami oleh siswa adalah kesalahan dalam aspek pemecahan masalah yakni sebanyak 59 siswa atau 34,71 persen. Kesalahan konsep dan
keterampilan merupakan kesalahan
terbesar kedua setelah kesalahan
keterampilan berhitung yaitu sebanyak 9 orang atau sekitar 5,29 %. Sedangkan kesalahan yang terendah dialami siswa adalah kesalahan daqlam pemecahan masalah, yakni sebanyak 1 orang atau 0,59 persen.
Pengerjaan soal nomor 5 dari total jumlah responden sebanyak 170 orang, sebanyak 93 orang siswa atau sebanyak 54,71 persen tidak melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal dengan kata lain siswa telah mengerjakan dengan langkah dan memperoleh hasil yang benar. Jenis kesalahan tertinggi yang dialami oleh siswa adalah kesalahan keterampilan berhitung yakni sebanyak 59 orang atau 34,71
persen, sedangkan kesalahan yang
terendah dialami siswa adalah kesalahan pemecahan masalah. Kesalahan konsep
dan keterampilan menjadi kesalahan
terbesar kedua yaitu sebanyak 7 orang siswa atau sekitar 4,12%. Sedangkan
kesalahan konsep dan pemecahan
masalah serta keterampilan berhitung dan
pemecahan masalah, masing-masing
sebanyak 1 orang atau 0,59 persen.
Pengerjaan soal nomor 6 dari total jumlah responden sebanyak 170 orang, sebanyak 77 orang siswa atau sebanyak 45,29 persen tidak melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal yang berarti telah
mengerjakan dengan langkah dan
memperoleh hasil yang benar. Jenis kesalahan tertinggi yang dialami oleh siswa adalah kesalahan keterampilan berhitung yakni sebanyak 65 orang atau 38,24
persen, sedangkan kesalahan yang
terendah dialami siswa adalah pemecahan masalah saja, dimana tidak ada anak yang mengalamai kesulitan dalam pemecahan
masalah. Masalah konsep dan
keterampilan menjadi kesalahan terbesar kedua setelah kesalahan keterampilan berhitung yaitu sebar 7,65 atau 13 oraang
siswa dari 170 responden yang menjawab salah.
Pengerjaan soal nomor 7 dari total jumlah responden sebanyak 170 orang, sebanyak 118 orang siswa atau sebanyak 69,41 persen tidak melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal yang berarti telah
mengerjakan dengan langkah dan
memperoleh hasil yang benar. Jenis kesalahan tertinggi yang dialami oleh siswa adalah kesalahan dalam keterampilan berhitung yakni sebanyak 36 orang atau 21,18 persen, sedangkan siswa tidak mengalami kesalahan dalam pemecahan masalah serta dua aspek sekaligus yakni konsep dan pemecahan masalah. Untuk kesalahan terbesar setelah keterampilan berhitung dilakukan oleh 5 orang siswa atau 2,59% adalah kesalahan dalam konsep dan keterampilan berhitung siswa.
Pengerjaan soal nomor 8 dari total jumlah responden sebanyak 170 orang, sebanyak 104 orang siswa atau sebanyak 61,18 persen tidak melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal yang berarti telah
mengerjakan dengan langkah dan
memperoleh hasil yang benar. Jenis kesalahan tertinggi yang dialami oleh siswa
adalah kesalahan dalam pemecahan
masalah yakni sebanyak 40 orang atau 23,53 persen, sedangkan kesalahan yang terendah dialami siswa adalah dalam dua
aspek sekaligus yakni kesalahan
keterampilan berhitung dan pemecahan masalah dimana tidak ada siswa yang mengalami kesulitan menjawab.
Rekapitulasi kesalahan siswa secara keseluruhan dari soal 1, 2, 3, ..., 8 divisualisasikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Rata-rata Persentase Kesalahan Keseluruhan Soal
Melihat hasil tes diagnostik yang diberikan, memperlihatkan bahwa dari 170 siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini sebanyak 59,41 persen, siswa secara rata-rata tidak melakukan kesalahan dalam pengerjaan soal nomor 1, 2, 3... dan 8, sedangkan 40,59 persen siswa rata-rata melakukan kesalahan dalam pengerjaan 8 soal. Hal ini berarti, rata-rata 40,59 persen
siswa mengalami kesulitan belajar
matematika atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa sebagaian siswa kelas II di SD Piloting Kurikulum 2013 mengalami kesulitan belajar matematika..
Data selanjutnya dalam penelitian ini
yaitu mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya kesulitan belajar matematika siswa kelas II di SD Piloting Kurikulum 2013 se-Kecamatan Buleleng. Untuk mengetahui secara garis besar penyebab kesulitan belajar matematika yang di alami siswa di kelas II maka
dilakukan pengumpulan data dengan
metode wawancara. Jenis wawancara yang dilakukan adalah wawancara semistruktur. Wawancara dilakukan pada tanggal 11-14 Mei 2015 di SD Piloting Kurikulum 2013 se-Kecamatan Buleleng.
Berdasarkan data temuan dari hasil wawancara dengan wali kelas terlihat bahwa kesulitan belajar siswa disebabkan oleh faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pengetahuan awal siswa dalam
mengikuti pembelajaran matematika.
Berdasarkan ringkasan hasil temuan dari wawancara dengan wali kelas II di SD Piloting Se-Kecamatan Buleleng dapat disimpulkan bahwa pengetahuan awal siswa yang rendah menjadi penyebab banyaknya siswa yang mengalami kesulitan belajar. Pengetahuan awal yang rendah dapat dilihat dari kurang aktifnya siswa dalam bertanya dan menanggapi hal-hal abru yang diberikan oleh guru. Sedangkan
faktor eksternal yang menyebabkan
kesulitan belajar berdasarkan hasil
wawancara ialah kurikulum. Berdasarkan
hasil wawancara, faktor guru tidak
mempengaruhi kesulitan belajar siswa.
Membelajarkan matematika di
sekolah menuntut guru harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-beda, serta tidak semua siswa menyenangi
mata pelajaran matematika. Lerner (dalam
Abdurrahman, 2012) mengemukakan
bahwa kurikulum bidang studi matematika hendaknya mencakup tiga elemen yaitu konsep, keterampilan dan pemecahan masalah. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan belajar matematika siswa, guru
dapat menganalisis tes uraian yang
dikerjakan siswa ditinjau dari penguasaan tiga elemen tersebut. Pada langkah-langkah pengerjaan soal matematika yang
berbentuk uraian siswa bisa saja
melakukan kesalahan-kesalahan. Dari
kesalahan ini dapat dilihat jenis kesulitan yang dimiliki oleh siswa.
Pokok bahasan satuan panjang dan berat benda, serta jarak suatu tempat merupakan pokok bahasan yang harus dikuasai oleh siswa kelas II semester genap. Melihat hasil tes diagnostik yang diberikan memperlihatkan bahwa dari 170 siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini sebanyak 59,41 persen, siswa secara rata-rata tidak melakukan kesalahan dalam pengerjaan soal nomor 1, 2, 3... dan 8, sedangkan 40,59 persen siswa rata-rata melakukan kesalahan dalam pengerjaan 8 soal. Hal ini berarti, rata-rata 40,59 persen
siswa mengalami kesulitan belajar
matematika. Sehingga dapat dikatakan sebagaian siswa kelas II di SD Piloting
Kurikulum 2013 mengalami kesulitan
belajar matematika.
Berdasarkan hasil tes diagnostik yang telah diberikan kepada siswa, peneliti menemukan kesulitan-kesulitan umum yang dilakukan oleh siswa dalam mengerjakan soal. Dengan menganalisis tiap butir soal maka peneliti mengkategorikan kesalahan yang dilakukan siswa menjadi tujuh jenis
yaitu kesalahan konsep matematika,
kesalahan keterampilan berhitung,
kesalahan pemecahan masalah, kesalahan
konsep dan keterampilan berhitung,
kesalahan konsep dan pemecahan
masalah, kesalahan keterampilan berhitung dan pemecahan masalah, dan kesalahan dalam konsep, keterampilan berhitung, serta pemecahan masalah atau kesalahan kompleks.
Siswa yang melakukan kesalahan dalam aspek penguasaan konsep rata-rata
4,85 persen. Siswa masih banyak
konsep dalam mengerjakan soal. Selain itu
siswa juga masih banyak yang
menggunakan rumus tidak sesuai dengan kondisi prasayarat yang berlaku dan tidak menuliskan rumus yang berlaku
Kesalahan tertinggi yang dilakukan siswa adalah kesalahan dalam aspek
keterampilan berhitung. Siswa yang
melakukan kesalahan dalam aspek
keterampilan berhitung rata-rata 26,47 persen. Kesalahan yang paling banyak
dilakukan siswa dalam keterampilan
berhitung yakni ketika siswa harus
melakukan pembagian dan perkalian dalam
menyetarakan satuan ukuran jumlah.
Kesulitan dalam keterampilan ini dapat terjadi karena beberapa kemungkinan, antara lain kurang telitinya siswa dalam melakukan perhitungan atau pemahaman
siswa tentang konsep-konsep
komputasional yang belum melekat pada siswa.
Siswa yang melakukan kesalahan dalam aspek pemecahan masalah rata-rata 7,26 persen, aspek pemecahan masalah ini terlihat ketika siswa tidak melanjutkan
pekerjaanya, ketika memasuki suatu
konsep baru. Dapat dikatakan pula bahwa
banyak siswa yang tidak mampu
mengkombinasikan antara konsep dengan keterampilan sehingga siswa tidak dapat
melanjutkan pekerjaannya. Dalam
pengerjaan soal ditemukan pula anak yang melakukan kesalahan lebih dari satu aspek
dalam satu butir soal. Siswa yang
melakukan kesalahan dalam 2 aspek sekaligus yakni konsep dan keterampilan berhitung rata-rata 4,93 persen, siswa yang melakukan kesalahan dalam aspek konsep dan pemecahan masalah sekaligus rata-rata 0,90persen, siswa yang melakukan
kesalahan dalam aspek keterampilan
berhitung dan pemecahan masalah
rata-rata 4,70 persen,dan siswa yang
melakukan kesalahan kompleks rata-rata 8,37persen.
Terkait dengan faktor-faktor yang
menyebabkan kesulitan belajar
berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap wali kelas II di seluruh SD Piloting Kurikulum 2013 se-Kecamatan Buleleng menunjukan bahwa adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab siswa mengalami kesulitan belajar. Faktor ini berasal dari
dalam diri siswa itu sendiri dan juga dari luar diri siswa.
Siswa yang berkesulitan belajar
cenderung tidak memiliki pengalaman serta
pengetahuan awal mengenai konsep
matematika. Saat guru melakukan
apersepsi, siswa tidak menunjukkan
pengetahuan mereka terhadap konsep
yang akan di ajarkan oleh guru
sebelumnya. Pengetahuan awal siswa ini memicu timbulnya keterlambatan siswa dalam memahami materi yang diajarkan. Terlebih lagi dengan waktu guru dalam menuntaskan semua bab dan sub bab pada setiap tema yang kuranng msksimal,
menyebabkan siswa semakin tidak
memperoleh penguasaan materi
matematika secara penuh. Faktor internal mengenai pengetahuan awal dalam diri siswa ini menjadi faktor internal yang dapat menghabat sekaligus memicu munculnya kesulitan belajar matematik siswa kelas II SD khususnya.
Faktor eksternal yang menyebabkan kesulitan belajar adalah lingkungan siswa, meliputi kurikulum dan guru. Kurikulum menjadi salah satu penyebab kesulitan
belajar matematika siswa mengingat
mengembangan kurikulum 2013 saat ini menuntut adaptasi siswa secara cepat namun ketersediaan waktu yang tidak memadai. Kurikulum 2013 yang tidak terpahami betul oleh guru menyebabkan para guru membuat strategi pembelajaran
yang kurang tepat dan pengelolaan
pembelajaran yang tidak membangkitkan motivasi anak. Hal-hal ini akan menjadi
faktor eksternal dominan yang
menyebabkan kesulitan belajar pada anak. Temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauzi (2012) yang menyebutkan bahwa faktor minat dan motivasi siwa merupakan faktor yang paling besar mempengaruhi kesulitan belajar siswa dalam belajar matematika, kemudian selain minat Fauzi (2012) juga menemukan bahwa faktor lingkungan (orang tua) juga merupakan faktor yang menyebabkan kesulitan belajar matematika pada siswa Sekolah Dasar.
Faktor-faktor yang menyebabkan
kesulitan belajar pada peserta didik dapat beranekaragam, sehingga upaya untuk mengatasi kesulitan belajar pun harus
disesuaikan dengan faktor yang menyebabkanya. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesulitan belajar
sesuai dengan faktor-faktor yang
menyebabkan kesulitan belajar yaitu: upaya
mengatasi kesulitan belajar karena
kurangnya minat dan motivasi belajar dapat
dilakukan dengan memilih metode
pembelajaran yang dapat menggerakan minat dan motivasi siswa dalam belajar. Menurut Hamalik (2012), salah satu, menghindari saran dan pernyataan negatif yang dapat melemahkan semangat belajar, pemberian hadiah dan dorongan secara lisan atau tulisan, memberikan kesempatan
kepada individu/kelompok untuk
mendiskusikan aspirasi-aspirasinya secara
rasional, menciptakan situasi-situasi
persaingan sesama peserta didik secara sehat, dan menunjukkan manfaat dari pelajaran bagi kepentingan peserta didik yang bersangkutan pada saat kini dan nanti.
Upaya mengatasi kesulitan belajar
yang disebabkan oleh strategi
pembelajaran guru yang kurang tepat dapat dilakukan dengan memperhatikan dan
mempertimbangkan kemampuan siswa,
kebutuhan siswa, minat, motivasi, tingkat perkembangan dan pemahaman siswa. Oleh karena itu, guru harus dapat memilih strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan kebutuhan siswanya. Cara untuk memecahkan masalah ini, adalah guru dapat meningkatkan kreativitas dan daya
imajinasinya dalam mengajar seperti
menggunakan media pembelajaran dan metode pembelajaran yang semenarik mungkin, sehingga siswa menjadi tertarik untuk mengikuti pembelajaran.
Upaya mengatasi kesulitan belajar yang disebabkan oleh pengetahuan awal siswa, dapat dilakukan dengan memberikan
ulasan di setiap akhir pembelajaran
mengenai materi yang akan diajarkan pada
pertemuan berikutnya. Hal ini akan
membantu siswa untuk menggali terlebih dahulu mengenai konsep yang akan diajarkan. Dengan demikian pengalamaan belajar siswa akan bertambah untuk memperlancar kegiatan pembelajaran di sekolah.
Sedangkan upaya mengatasi
kesulitan belajar siswa yang disebabkan
oleh kurikulum dapat dilakukan dengan bersikap positif dalam pengimplementasian kurikulum ini agar. Guru agar lebih sering mengikuti pelatihan tentang kurikulum 2013, agar dapat mengimplementasikan kurikulum ini dengan baik dalam mengajar selain itu guru hendaknya memilih metode pembelajaran yang tepat, yang disesuaikan dengan tujuan kurikulum 2013.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesulitan belajar matematika siswa Kelas II di SD Piloting Kurikulum 2013 masih tinggi. Hal ini terlihat dari masih
tingginya kesalahan-kesalahan yang
dilakukan siswa dalam penyelesaian soal. Rata-rata siswa yang melakukan kesalahan dalam pengerjaan soal adalah 40,59 persen, dengan jenis kesalahan tertinggi adalah kesalahan dalam keterampilan berhitung 26,47 persen, kesalahan dalam aspek konsep rata-rata 4,85 persen,
kesalahan dalam aspek pemecahan
masalah rata-rata 0,37 persen, kesalahan dalam 2 aspek sekaligus yakni konsep dan
keterampilan berhitung rata-rata 5,59
persen, kesalahan dalam aspek konsep dan pemecahan masalah sekaligus rata-rata 1,40 persen, kesalahan dalam aspek keterampilan berhitung dan pemecahan masalah rata-rata 0,44 persen, dan kesalahan dalam tiga aspek sekaligus yakni aspek penguasaan konsep, keterampilan berhitung dan pemecahan masalah rata-rata 1,47 persen.
Faktor-faktor dominan yang
menyebabkan kesulitan belajar siswa kelas II di SD Piloting Kurikulum 2013 se-Kecamatan Buleleng berdasarkan hasil wawancara dengan guru wali kelas meliputi faktor internal yaitu pengetahluan awa
siswa yang dalam pembelajaran
matematika belumdapat tereksplorasi
dengan baik. Hal ini ditunjukan dari siswa yang tidak aktif pada saat pembelajaran di kelas, mereka cenderung tidak mau bertanya pada saat guru memberikan kesempatan untuk bertanya. Selain faktor
internal, faktor eksternal juga dapat
menyebabkan kesulitan belajar matematika. Faktor eksternal meliputi faktor guru (strategi pembelajaran guru), dan kurikulum sekolah. Strategi pembelajaran yang dipilih guru belum secara optimal dapat dilakukan.
Hal tersebut dapat ditunjukan dengan terbatasnya media yang dipergunakan guru dalam membelajarkan matematika. Selain itu, kurikulum juga dapat menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar.
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan masukan pemikiran
demi meningkatkan mutu pendidikan,
khususnya dalam pengajaran matematika. Adapun beberapara saran yang penulis maksudkan, yaitu Disarankan kepada guru agar dapat memaksimalkan pembelajaran matematika dengan tidak hanya mengejar target kurikulum terselesaikan, tetapi juga
memperhatikan tingkat penguasaan
siswanya terhadap materi yang dimaksud.
Sebaiknya setiap akhir tatap muka
senantiasa dilakukan tes dan juga diberikan pekerjaan rumah yang selalu diperiksa oleh guru sekaligus meminta untuk menjelaskan setiap langkah yang ditempuh dalam mengerjakan soal. Dengan demikian guru dapat mengetahui langkah mana yang
belum dikuasai siswa agar dapat
melakukan bimbingan secara intensif
maupun remedial teaching, Disarankan
kepada sekolah agar selalu melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan
pembelajaran menggunakan Kurikulum
2013 dengan lebih optimal dan
memperhatikan aspek-aspek penting dalam menunjang pembelajaran bagi guru dan siswa, dan Disarankan kepada peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut dan sejenis agar lebih mengembangkan analisis yan lebih mendalam dengan
menggunakan kajian model statistik
inferensia seperti analisis regresi untuk mencari signifikansi faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan
Bagi Anak Berkesulitan Belajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
_________.2012. Anak Berkesulitan
Belajar:Teori, Diagnosis, dan
Remediasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Hidayat, Sholeh. 2013.Pengembangan
Kurikulum Baru . Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Kurniasih, Imas & Berlin Sani. 2014.
Implementasi Kurikulum 2013 Konsep
dan Penerapan. Surabaya: Kata
Pena.
Parmiti, Desak Putu. 2014. Model
Penerapan Pendidikan Karakter
Berbasis Kearifan Lokal Di Sekolah.
Singaraja: Tidak diterbitkan.
Permendikbud No.67. 2013. Tentang
Kurikulum Sekolah Dasar.
Universitas Pendidikan Ganesha. 2014.
Pedoman Penulisan Skripsi Dan