• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. kesadaran penduduk akan pentingnya protein hewani. Dalam rangka. zat-zat makanan yang telah ditetapkan (Ahmad et al., 2008).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. kesadaran penduduk akan pentingnya protein hewani. Dalam rangka. zat-zat makanan yang telah ditetapkan (Ahmad et al., 2008)."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler

Ayam broiler merupakan ternak yang memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring dengan meningkatnya penghasilan dan kesadaran penduduk akan pentingnya protein hewani. Dalam rangka mengembangkan usaha ternak ayam pedaging. Peternak biasanya memberikan ransum komersial karena ransum komersial telah memenuhi standar kebutuhan zat-zat makanan yang telah ditetapkan (Ahmad et al., 2008).

Ayam broiler memiliki keunggulan bereproduksi yang lebih tinggi dibandingkan ayam kampung. Ayam jenis ini merupakan hasil budidaya teknologi peternakan melalui berbagai perkawinan silang dan seleksi yang rumit yang diikuti dengan upaya perbaikan manajemen pemeliharaan secara terus menerus (Abidin, 2002).

Ayam broiler merupakan ayam ras yang memiliki karakteristik ekonomi sebagai penghasil daging dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang irit serta siap di potong pada usia yang relatif muda. Broiler menghasilkan karkas dengan jaringan ikat lunak. Pada umumnya, ayam ini dipelihara sampai berumur 5-7 minggu dan berat tubuh sekitar 1,3 kg – 1,8 kg (Murtidjo, 2007).

(2)

Koksidiosis

Penyakit koksidiosis merupakan salah satu penyakit menular yang sering mengganggu peternakan ayam dimana pemeliharaannya dilakukan secara intensif. Penyakit ini jarang ditemukan jika pemeliharaan ayam dilakukan secara ekstensif, sehingga infeksi koksidia tidak sampai menimbulkan penyakit. Anak ayam yang terserang koksidiosis akan menunjukkan gejala diare berdarah yang sering menyebabkan kematian. Apabila dilihat kelainan pasca mati, terlihat kantong usus buntu membengkak dan penuh berisi darah. Perdarahan yang berasal dari usus buntu disebabkan oleh Eimeria tenella. Dengan demikian akan menimbulkan perdarahan hebat yang dapat menyebabkan kematian. Adapun angka kematiannya yang dapat disebabkan oleh penyakit tersebut dapat mencapai 80-90% (Tabbu, 2000).

Koksidiosis merupakan salah satu penyakit yang banyak mendatangkan masalah dan kerugian pada peternakan ayam. Kerugian yang ditimbulkan meliputi kematian (mortalitas), penurunan berat badan, pertumbuhan terhambat, nafsu makan menurun, produksi daging turun, meningkatnya biaya pengobatan, upah tenaga kerja dan lain-lain. Kerugian yang ditimbulkan dapat menghambat perkembangan peternakan ayam dan menurunkan produksi protein hewani, oleh karena itu pengendalian koksidiosis pada ayam perlu mendapat perhatian (Tabbu, 2006).

Lokasi penyakit koksidiosis pada ayam terdapat di dua tempat yaitu di sekum (caecal coccidiosis) yang disebabkan oleh Eimeria tenella dan di usus

(3)

(intestinal coccidiosis) yang disebabkan oleh delapan jenis lainnya (Jordan et al., 2001 ).

Protozoa Eimeria tenella

Klasifikasi dari protozoa penyebab penyakit koksidiosis yaitu Filum Apicomplexa, Kelas Sporozoa, Sub Kelas Coceidia, Ordo Eucoceidia, Sub ordo Eimeriina, Famili Eimeriidae, Genus Eimeria, Spesies Eimeria tenella, Eimeria necatrix, Eimeria maxima, Eimeria brunette, Eimeria acervulina, Eimeria Mitis, Eimeria mivati, Eimeria praecox, dan Eimeria hagani.

Eimeria memiliki sembilan spesies yang menyerang ayam yaitu : Eimeria tenella, E. necatrix, E. maxima, E. brunette, E. acervulina, E. mitis, E.mivati, E. praecox, dan E. hagani. Spesies yang paling pathogen pada unggas yaitu E. tenella, dan E. necatrix (Levine, 1978 dalam Ashadi, 1992).

Eimeria tenella memiliki siklus hidup dengan tipe monoxenous sporozoa. Menurut Soulsby (1972) siklus hidup coccidia memiliki beberapa tahap, yaitu tahap aseksual dan tahap seksual. Siklus hidup lebih dikenal dengan tiga stadium, yaitu stadium skizogoni (merogoni), gametogni dan sporogoni. Stadium sporogoni terjadi diluar induk semang dan merupakan stadium aseksual (Gordon, 1977). Gametogoni dan skizogoni merupakan stadium yang terjadi di dalam induk semang.

(4)

Morfologi Eimeria Tenella

Ookista berbentuk lebar, ovid lebar dan tidak ada perbedaan nyata dari lebar kedua ujung. Ukurannya sangat bervariasi, rata-rata panjang 23 mikron dan lebar 19 mikron. Dinding ookista halus, tidak ada mikropil pada ujung yang lebih kecil. Didalam tinja ayam yang terinfeksi ookista Eimeria tenella tidak bersporulasi.

Waktu yang dibutuhkan untuk bersporulasi pada suhu kamar dengan suhu dan kelembaban yang cukup dalam waktu kira-kira 48 jam (1-2 hari). Ookista yang bersporulasi mengandung empat sporokista dan masing-masing sporokista mengandung dua sporozoit. Sporokista berbentuk tanpa residu dan berukuran kira-kira lebar 7 mikron dan panjang 11 mikron. Sporokista pada ujung yang lebih kecil terdapat sumbat berbentuk bulat kecil yang mengisi suatu lubang pada dindingnya dan agak menonjol keluar.

(5)

Siklus Hidup Eimeria Tenella

Eimeria mengalami perkembangan siklus hidup secara lengkap di dalam dan di luar tubuh inangnya, dan dibagi menjadi siklus aseksual dan siklus seksual. Siklus hidup ini lebih dikenal dengan tiga stadium, yaitu stadium skizogoni, gametogoni, dan sporogoni. Siklus aseksual merupakan stadium sporogoni dan skizogoni, siklus seksual meliputi stadium gametogoni. Sporogoni merupakan stadium pembentukan spora (Tampubolon, 1996). Ookista-ookista dikeluarkan melalui tinja, dengan ookista berisi satu sel yaitu sporon. Ookista dalam suatu lingkungan yang lembab, temperatur tinggi, dan jumlah oksigen yang cocok akan mengalami sporulasi (Marbun, 2006).

Ookista ini mengandung 4 sporokista yang masing-masing mengandung 2 sporozoit. Sesampainya didalam lumen usus, ookista dan sporokista akan rusak oleh enzim pancreas, sehingga menyebabkan keluarnya sporozoit. Sporozoit masuk kedalam epitel di sekum dan tumbuh menjadi skizon generasi pertama didalam mukosa. Skizon generasi pertama menghasilkan 48 sporozoit dengan lebar 1,5 mikron (Levine, 1985). Untuk dapat sporulasi, ookista membutuhkan kondisi yang optimal, yaitu lembab, ketersedian oksigen cukup, dan suhu 26,6℃- 32,2℃ (Ashadi dan Partosoedjono, 1992).

Pada hari ketiga, merozoit-merozoit bebas dari sporozoit dan memasuki sel-sel epitel, lalu masing-masing merozoit berkembang menjadi skizon generasi kedua. Skizon dan merozoit generasi kedua lebih besar daripada skizon dan merozoit generasi pertama (Levine, 1985). Setelah merozoit generasi kedua berada didalam lumen usus, sebagian besar membentuk gametosit dan sebagian

(6)

lainnya memasuki sel epitel untuk membentuk skizon generasi ketiga. Gametosit yang terbentuk berdiferensiasi menjadi mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina) (Muafo et al., 2002).

Inti mikrogametosit membelah dan menghasilkan banyak mikrogamet yang bercambuk dua. Makrogametosit tumbuh membesar tetapi intinya tidak membelah lalu membentuk makrogamet. Satu makrogamet dan satu mikrogamet akan membentuk zigot yang berdinding tebal atau ookista yang belum bersporulasi. Zigot dapat ditemukan didalam epitel pada hari ke tujuh setelah penularan. Zigot yang terbentuk di epitel akan keluar memasuki lumen usus dan bersama tinja terbawa keluar tubuh. Di alam bebas ookista mengalami sporogoni, dan ookista tersebut dihasilkan dalam waktu beberapa hari (Levine, 1985).

(7)

Secara singkat dibawah ini merupakan siklus hidup Eimeria yang terdiri dari stadium seksual maupun aseksual, yaitu:

1. Ookista

Merupakan hasil fertilisasi mikrogamet dan makrogamet pada stadium seksual. Sesudah fertilisasi zigot akan membentuk ookista. Bentuknya menyerupai telur yang lebar (Tampubolon, 1996).

Ookista Eimeria tenella tidak bersporulasi didalam tinja ayam yang terinfeksi. Ookista lebar, berbentuk ovid lebar dan tidak ada perbedaan nyata dari lebar kedua ujung. Ukurannya sangat bervariasi, panjang berkisar antara 14-31 mikron, lebar 9-25 mikron, dengan rata-rata panjang 23 mikron dan lebar 19 mikron. Dinding ookista halus, tidak ada mikropil pada ujung yang lebih kecil. Ookista yang disimpan dalam suhu kamar dengan suhu dan kelembapan yang cukup membutuhkan waktu untuk bersporulasi dalam waktu kira-kira 48 jam (1-2 hari) (Tabbu, 2006).

2. Sporokista

Merupakan hasil fertilisasi dari ookista, yang menghasilkan 2-4 sporokista berbentuk oval memanjang, salah satu ujungnya lebih runcing dari yang lain (Levine, 1985 dalam Piatina, 2001).

3. Sporozoit

Dilepaskan oleh sporokista berbentuk seperti koma, ukuran 1,0 x 1,5 µm dan bersifat transparan dengan sitoplasma yang bergranula.

(8)

4. Tropozoit

Perkembangan sporozoit yang akan melakukan proses skizogoni (pembelahan).

5. Skizon

Adalah tahap perkembangan tropozit yang intinya mengalami pembelahan. Terdapat tiga macam skizogoni, skizogoni aseksual di dalam sel inang memproduksi sejumlah merozoit. Proses ini dikenal sebagai merogoni. Ukuran dapat mencapai maksimum 54,0 µm.

6. Merozoit

Adalah skizon yang telah mengalami pembelahan, umumnya berukuran 5-10 µm x 1,5 µm dan memiliki granular sekeliling intinya. Merozoit terlepas dari skizon yang telah masak (Piatina, 2001).

7. Gametosit

Gametosit merupakan perkembangan dari merozoit generasi ke-2 untuk selanjutnya berkembang menjadi makrogametosit dan mikrogametosit. Produksi mikrogamet dan makrogamet dikenal sebagai gametogoni (Levine, 1985 dalam Piatina, 2001). Makrogamet lebih besar dari mikrogamet dan akan berkembang menjadi gamet betina, sedangkan mikrogamet membelah menjadi beberapa mikrogametosit yang berkembang menjadi gamet jantan. Di bagian anterior terdapat flagella. Saat fertilisasi makrogamet masak akan dibuahi mikrogamet yang akan membentuk zigot untuk selanjutnya berkembang menjadi ookista.

Siklus seksual berlangsung setelah melalui siklus aseksual yaitu siklus yang ditandai dengan dimulainya mikrogametosit dan makrogametosit. Setelah

(9)

mikrogamet dan makrogamet bertemu didalam usus, maka akan terbentuk zigot. Dari zigot dibentuk ookista. Ookista ini akan keluar dari tubuh bersama tinja dan membentuk sporokista, masing-masing sporokista berisi dua sporozoit. Jika ookista yang telah bersporulasi tersebut tertelan oleh unggas yang rentan maka terjadi infeksi. Waktu yang dibutuhkan untuk siklus hidup Eimeria pada unggas sangat bervariasi, berkisar antara 1-5 hari (Tampubolon, 2004).

Patogenitas Eimeria tenella

Umur yang paling peka terhadap koksidiosis yaitu pada ayam muda berumur 4 minggu, ayam yang berumur 1-2 minggu lebih resisten walaupun

E. tenella juga dapat menginfeksi ayam yang sudah tua. Ayam yang sudah tua umumnya memiliki kekebalan imunitas akibat sudah terinfeksi sebelumnya. Pada umumnya koksidiosis sekum terjadi akibat infeksi berat dalam waktu tidak lebih dari 72 jam. Pada ayam umur 1-2 minggu diperlukan 200.000 ookista untuk menyebabkan kematian, dan untuk ayam yang berumur lebih tua diperlukan 50.000-100.000 ookista untuk menyebabkan kematian. Ookista yang bersporulasi merupakan ookista yang infektif (Levine, 1985).

Ookista yang bersporulasi jika termakan oleh induk semang yang rentan, maka siklus hidup akan berlangsung. Setelah masuk ke dalam saluran pencernaan, ookista pecah kemudian mengeluarkan sporozoit, yang akan berkembang di dalam sel epitel usus dan menyebabkan lesi pada usus dan sekum. Pendarahan mulai terlihat pada hari ke-4 setelah infeksi. Kehilangan darah yang cukup banyak akibat kerusakan mukosa usus dan hemoragi yang hebat pada hari ke-5 atau ke-6 setelah infeksi, menyebabkan angka kematian sangat tinggi pada saat ini. Sampai

(10)

hari ke-7 setelah infeksi, ayam yang kuat dapat sembuh dan bertahan hidup. Hari ke-8 dinding sekum akan menebal diikuti regenerasi mukosa dan fibrosis,

selanjutnya sembuh beberapa waktu kemudian (Soulsby, 1972 dalam Piatina, 2001).

Gejala Klinis

Infeksi dini koksidiosis biasanya ditunjukkan adanya feses ayam yang berwarna coklat gambir dengan konsistensi semacam pasta atau sedikit encer. Jika kita jeli dengan tanda tersebut, maka penanganan cepat dengan pemberian obat koksidiosis bisa menghasilkan efek pengobatan yang optimal. Selain tanda tersebut, gejala klinis yang ditunjukkan ayam yang terserang koksidiosis antara lain nafsu makan turun, pertumbuhan terhambat, ayam terlihat pucat, bulunya kusam dan depresi. Gejala klinis ayam terserang koksidiosis yaitu penurunan atau kehilangan nafsu makan, depresi, bulu berdiri dan ayam bergerombol. Selain itu,

serangan koksidiosis akan menyebabkan ayam mengalami diare

Saat bentuk infektif Eimeria tenella termakan ayam, dimulailah siklus hidup parasit bersel satu ini. Di gizzard (tembolok) dinding kista ookista terkikis sehingga keluarlah sporozoit yang langsung menuju ke usus untuk melangsungkan siklus hidupnya. Akibatnya terjadi luka, perdarahan dan kerusakan jaringan usus. Perdarahan di usus itu disebabkan robeknya pembuluh darah di epithel oleh schizont atau merozoit saat menembus menuju lumen usus. Perdarahan ini biasanya terlihat pada hari ke-4 pasca infeksi dan hari ke-5-6 perdarahan terlihat lebih banyak (terjadi perdarahan hebat di usus). Jika tidak

(11)

mati, ayam akan memasuki fase penyembuhan pada hari ke-8 sampai hari ke- 9

Gejala klinis mulai terlihat sekitar 72 jam setelah diinfeksi, dimana skizon generasi kedua menjadi besar dan merozoit keluar dari epitel sehingga terjadi pendarahan dalam sekum. Pendarahan pada tinja pertama-tama ditemukan pada hari ke-4 atau hari ke-5 sesudah infeksi.Gejala klinis umum yang tampak pada ayam yang terinfeksi koksidiosis adalah diare berdarah dan kehilangan darah merupakan gejala akut dari infeksi Eimeria tenella yang ditandai oleh kelemahan dan pucat, tinja berdarah berwarna coklat kekuningan, berlendir, sayap menggantung, bulu kasar / kusam dan kotor, nafsu makan dan minum menurun, lesu dan mata kadang-kadang tertutup, penurunan produksi telur (pada ayam petelur), penurunan berat badan, dan terjadi kematian (Alamsari, 2000).

Kekebalan Ayam

Anak ayam yang tahan terhadap infeksi akut dari ookista yang bersporulasi dalam jumlah besar akan membentuk antibodi terhadap Eimeria dari jenis yang sama. Parasit yang menembus epitel lebih dalam dapat menimbulkan

kekebalan lebih besar daripada di superfisial (Jackson et al., 1970 dalam Piatina, 2001).

Jika ayam kontak dengan ookista dalam jumlah kecil, maka ayam akan membentuk kekebalan sendiri, namun jika ookista dalam jumlah yang banyak maka akan menyebabkan kematian karena terjadi lesi pada usus ayam. Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh atau imunitas ayam antara lain: rusaknya organ limfoid primer ataupun sekunder karena infeksi virus atau

(12)

mikotoksin, rusaknya organ limfoid sekunder karena infeksi bakteri, stress yang mempengaruhi fungsi organ limfoid primer, dan efek dari nutrisi dan manajemen yang dapat mempengaruhi organ limfoid primer maupun sekunder. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan sistem kekebalan tubuh, organ limfoid penghasil sistem kekebalan tubuh harus terus dijaga

Jahe (Zingiber officinalle)

Berdasarkan taksonomi tanaman, Jahe (Zingiber officinale) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Plantae, Divisi Pteridophyta, SubDivisi Angiosperma, Kelas Monocotyledoneae, Ordo Scitamineae, Famili Zingiberaceae, Genus Zingiber, Spesies Zingiber officinale (Murhananto, 2000).

Tanaman ini sudah lama dikenal baik sebagai bumbu masak maupun untuk pengobatan. Rimpang dan batang tanaman jahe sejak tahun 1500 telah digunakan di dalam dunia pengobatan di beberapa negara di Asia (Gholib, 2008).

Tanaman jahe (Zingiber officinale rosc) termasuk dalam keluarga tumbuhan berbunga (temu-temuan). Diantara jenis rimpang jahe, ada 2 jenis jahe yang telah dikenal secara umum, yaitu jahe merah (Zingiber officinale var. rubra) dan jahe putih (Zingiber officinale var.amarum) (Gholib,2008).

Jahe merupakan salah satu jenis rempah-rempah yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Hal ini dikarenakan iklim di Indonesia sangat sesuai untuk pertumbuhan jahe, sehingga tanaman jahe dapat tumbuh dengan mudah. Tanaman jahe dapat tumbuh dengan subur pada ketinggian 200-900 m diatas

(13)

permukaan laut, dengan lama penyinaran 2.5 - 7 bulan, suhu sekitar 25- 30℃, pengairan lahan tanam yang baik, dan pH tanah sekitar 5,5 - 6 (Patmarani, 2007).

Morfologi Jahe

Jahe dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpangnya yaitu jahe gajah (Zingiber officinale var. roscoe) atau jahe besar, jahe putih kecil atau jahe emprit (Zingiber officinale var. amarum), dan jahe merah (Zingiber officinale var. rubra) atau jahe sunti. Jahe gajah berwarna hijau muda, berbentuk bulat, beraroma kurang tajam, dan berasa kurang pedas, sehingga lebih banyak digunakan untuk masakan, minuman, dan asinan. Jahe emprit memiliki ukuran rimpang kecil, berbentuk sedikit pipih beraroma agak tajam, dan berasa pedas, sehingga lebih banyak dimanfaatkan sebagai rempah-rempah, penyedap makanan, dan bahan minyak atsiri (Diniari, 2012).

Tanaman ini merupakan tanaman tahunan dengan batang semu yang tumbuh tegak. Tingginya berkisar antara 0,3 – 0,75 meter dengan akar rimpang yang bisa bertahan lama di dalam tanah. Akar rimpang itu mampu mengeluarkan tunas baru untuk mengganti daun dan batang yang sudah mati. Tanaman jahe terdiri dari bagian akar, batang, daun dan bunga (Murhananto, 2000).

Tanaman jahe diperbanyak dengan rhizoma. Rhizoma adalah batang yang tumbuh dalam tanah, rhizoma akan tumbuh menjadi batang sampai ketinggian 1.5 m dengan panjang daun 5-30 cm dan lebar 8-20 mm. Jahe biasanya memiliki dua warna yaitu bagian tengah (hati) berwarna ketuaan dan bagian tepi berwarna agak muda. Jahe berkulit agak tebal membungkus daging rimpang (jaringan

(14)

parenchym). Dalam sel daging rimpang, terdapat minyak atsiri jahe yang aromatis dan oleoresin (Rismunandar, 1988; dalam Patmarani, 2007). Jahe dipanen ketika batang berubah warna dari hijau menjadi kuning dan kering, yaitu sekitar umur 9-10 bulan, atau warna agak cokelat sekitar 12 bulan (Hayati, 2005).

Kandungan Jahe

Jahe merah banyak mengandung komponen bioaktif yang berupa atsiri oleoresin maupun gingerol yang berfungsi untuk membantu di dalam mengoptimalkan fungsi organ tubuh. Adanya kandungan vitamin dan mineral yang terdapat di dalam rimpang jahe makin meningkatkan nilai tambah tanaman ini sebagai jenis tanaman berkhasiat (Rismunandar, 1988). Minyak atsiri juga bersifat anti inflamasi dan anti bakteri (Achyad dan Rosyidah, 2000).

Jahe mengandung komponen minyak yang mudah menguap (volatile oil), minyak yang tidak mudah menguap (non volatile oil), dan pati. Minyak yang mudah menguap biasa disebut minyak atsiri dan merupakan komponen pemberi bau yang khas, sedangkan minyak yang tidak mudah menguap biasa disebut oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Komponen yang terdapat pada oleoresin merupakan gambaran utuh dari kandungan jahe, yaitu minyak atsiri dan fixed oil atau minyak tidak menguap yang terdiri dari zingerol, shogaol, dan resin (Paimin, 1999). Adapun kadar minyak dan oleoresin jahe dalam jahe dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

(15)

Tabel 1. Kadar minyak atsiri dan oleoresin dalam jahe

Tingkat Kematangan Jahe Minyak atsiri (%) Oleoresin (%) Segar Jemur Oven Segar Jemur oven Tua Tidak dikupas Dikupas Setengah tua Tidak dikupas Dikupas Muda Tidak dikupas Dikupas 2,75 2,21 3,45 2,87 4,09 8,53 2,41 1,94 2,69 2,40 3,56 3,04 2,25 1,93 2,66 2,38 3,18 3,03 11,03 7,14 12,96 11,11 19,99 17,20 13,42 11,65 15,68 14,15 20,98 17,48 14,84 13,27 16,30 14,34 21,86 17,78 Sumber : Ketaren (1985).

Komposisi kimia jahe menentukan tinggi rendahnya nilai aroma dan rasa pedas jahe. Banyak hal yang mempengaruhi komposisi kimia jahe, diantaranya jenis jahe, tanah tempat tumbuhnya, umur panen, penanganan dan pemeliharaan tanaman, perlakuan pra-panen, pemanenan, dan pasca pemanenan (Rahmi, 1996). Adapun komponen kimia jahe (Zingiber officinale) dapat dilihat pada Tabel 2:

(16)

Tabel 2. Komponen kimia jahe (Zingiber officinale)

Komponen Jumlah Jahe Segar Jumah Jahe Kering

Energi (KJ) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Phospat (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Thiamin (mg) Niasin (mg) Vitamin C (mg) Serat kasar (g) Total abu (g) Magnesium (mg) Natrium (mg) Kalium (mg) Seng (mg) 184,0 1,5 1,0 10,1 21 39 4,3 30 0,02 0,8 4 7,53 3,70 - 6,0 57,0 - 1424,0 9,1 6,0 70,8 116 148 12 147 - 5 - 5,9 4,8 184 32 1342 5 Sumber : Koswara (1995). Khasiat Jahe

Jahe dapat dimanfaatkan secara luas dikarenakan kandungan komponen dalam rimpangnya sangat banyak kegunaannya, terutama sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa masakan, minuman, serta digunakan dalam industri farmasi, industri parfum, industri kosmetika dan lain sebagainya (Paimin dan Murhananto, 1999). Di Indonesia, jahe digunakan sebagai bahan pembuat jamu. Jahe muda dimakan sebagai lalap, acar, dan manisan (Koswara, 1995).

(17)

Rhizoma jahe efektif untuk pengobatan nausea, salah pencernan, kehilangan nafsu makan, dan pencegahan gejala motion sickness. Jahe meningkatkan sekresi saliva dan cairan lambung serta meningkatkan gerak peristaltik saluran pencernaan. Aktivitas jahe tersebut disebabkan oleh minyak volatilnya yang mengandung sesquiterpenes zingeberene dan bisabolone serta gingerol. Jahe juga memiliki kemampuan untuk pengobatan kimiatif, antiemetik, antinausea, dan anti-inflamatory. Gingerol memiliki aktivitas analgesik, antipiretik, gastroprotektif, kardiotonik, dan antihepatotoksik. Gingerol juga memiliki efek penghambatan yang potensial pada biosintesis prostaglandin (Kiuchi et al., 1982 dalam Bhattarai, Tran and Duke, 2001).

Bobot Potong

Bobot potong adalah bobot yang diperoleh dengan cara menimbang bobot ayam setelah dipuasakan selama 12 jam. Bobot potong berpengaruh terhadap bobot karkas, maka dari itu kesehatan dan pertumbuhan ayam perlu diperhatikan dengan baik (Blakely and Bade, 1998)

Bobot potong merupakan bobot akhir sebelum ayam broiler dilepas kepasar, maka bobot akhir sangat menentukan harga dari ayam broiler. Bobot hidup atau bobot potong memiliki kaitan yang erat dengan pertambahan bobot badan (Murtidjo, 1987).

Bobot Karkas

Broiler selalu ditawarkan dalam bentuk karkas,yakni ayam yang telah disembelih dan dicabut bulunya, tanpa kaki, kepala dan jeroan. Karkas merupakan daging bersama tulang dari hasil pemotongan setelah dipisahkan kepala sampai

(18)

batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut, isi rongga bagian dalam serta darah dan bulu (Rasyaf, 1992).

Kualitas daging dan karkas dipengaruhi oleh faktor sebelum pemotongan seperti genetik, spesies, bangsa, umur, ransum dan strain dan faktor sesudah pemotongan seperti metode pemasakan, lemak intra muskular dan metode penyimpanan (Soeparno, 1994).

Karkas yang baik berbentuk padat, tidak kurus, tidak terdapat kerusakan kulit maupun pada daging. Pada dasarnya, mutu dan bobot karkas dipengaruhi

oleh jenis ayam, umur, bobot, kualitas maupun kuantitas makanan (Siregar et al., 1980).

Persentase Karkas

Menurut Kartadisastra (1998) dalam Purba (2002) bahwa persentase karkas dapat diperoleh dengan membandingkan bobot karkas dengan bobot potong setelah ternak dipuasakan. Persentase karkas merupakan faktor yang penting untuk menilai produksi ternak pedaging, karena sangat erat kaitannya dengan bobot hidup, semakin tinggi bobot hidup maka produksi karkas semakin meningkat (Murtidjo, 1987).

Bobot karkas normal adalah antara 60-75 % dari berat tubuh. Dengan persentase karkas merupakan perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong dikalikan 100% (Siregar, 1994).

Lemak Abdominal

Lemak abdominal merupakan lemak yang terdapat disekitar perut atau disekitar ovarium. Lemak pada ayam terdiri dari lemak rongga tubuh lemak

(19)

bawah kulit (subkutan). Lemak rongga tubuh terdiri dari lemak dinding abdomen, lemak rongga dada dan lemak pada alat pencernaan. Penimbunan lemak merupakan hasil ikutan yang cenderung meningkat dengan bertambahnya umur dan berat badan ayam (Rasyaf, 2000).

Menurut Wahyu (1992), yang menyatakan bahwa lemak karkas dapat meningkat jika energi yang dikonsumsi lebih tinggi daripada energi yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembngan. Kelebihan ini dapat diubah menjadi lemak tubuh.

Sembiring (2001), menyatakan bahwa tinggi rendahnya kualitas karkas ayam broiler ditentukan dari jumlah lemak abdominal yang terdapat dari ayam broiler tersebut. Karkas yang baik harus mengandung daging yang banyak, bagian yang dimakan harus baik dan mengandung kadar lemak yang rendah.

Menurut Haris (1997), yang menyatakan perlemakan tubuh diakibatkan oleh konsumsi energi yang berlebih yang disimpan dalam jaringan tubuh yaitu pada intramuscular, subkutan dan abdominal.

Tilman et al (1986), menyatakan bahwa kelebihan energi pada ayam akan menghasilkan karkas yang mengandung lemak lebih tinggi dan rendahnya konsumsi menyebabkan lemak dan karbohidrat yang disimpan dala glikogen rendah.

Gambar

Gambar 1. Ookista dari genus Eimeria yang telah bersporulasi (Levine, 1978)
Gambar 2. Siklus hidup Eimeria sp (Gordon, 1977)
Tabel 1. Kadar minyak atsiri dan oleoresin dalam jahe
Tabel 2. Komponen kimia jahe (Zingiber officinale)

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga kepala sekolah dan bendahara mengambil kebijakan penggajian tenaga dan guru honorer yang mendapat gaji dari anggaran dana Bantuan Operasional Nasional (BOSNA) untuk

Upaya yang dilakukan untuk mempertahankan keberadaan potensi terumbu karang adalah melalui konservasi, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan, pengawetan serta

Setiobudi (2016) melakukan penelitian analisis model regresi logistik ordinal pengaruh i pelayanan i di Fakultas i MIPA terhadap kepuasan mahasiswa FMIPA di UNNES dengan

Dalam perencanaan program tahfidz ini dibutuhkan kerjasama antara pihak sekolah baik dari kepala sekolah guru kelas dan guru tahfidz, yang semua pihak mempunyai

Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam didapatkan hasil : pasien tidak mengalami sesak, pernapasan 20 kali/menit, suara napas tambahan tidak ada dan pasien mampu

Waktu yang hanya ditentukan 4 hari membuat peneliti tidak dapat megikuti perkembangan selanjutnya dari pasien sehingga tidak dapat memberikan evaluasi yang

Hasil dari penelitian ini menunjukkan besarnya nilai p (0,000) lebih kecil dari 0,05 sehingga terdapat hubungan antara frekuensi bermain game online dengan

2 Raffi Ahmad dapat membentuk image kartu XL sebagai kartu seluler yang memiliki keunggulan dibandingkan kartu lain. 3 Raffi Ahmad dapat mencitrakan bahwa kartu XL