• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEMOGRAFI DAN ANGKATAN KERJA DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA : SUATU TELAAH METODE ANALISIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEMOGRAFI DAN ANGKATAN KERJA DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA : SUATU TELAAH METODE ANALISIS"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

A. PENDAHULUAN

Berbagai kebijakan yang telah dilakukan oleh pemimpin negara Indonesia yang sejak bergulirnya

DEMOGRAFI DAN ANGKATAN KERJA DALAM PEREKONOMIAN

INDONESIA : SUATU TELAAH METODE ANALISIS

Sri Anugrah Natalina

Fakultas Ekonomi Universitas Pawyatan Daha Kediri

ABSTRAK

Demografi dan angkatan kerja merupakan permasalahan yang secara kontinue ada dalam sebuah pemerintahan. Efek negatif yang tercitrakan dari demografi dan angkatan kerja merupakan sumber penghambat program pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Permasalahan tersebut diatasi dan dipecahkan oleh suatu pemerintahan secara parsial tetapi tidak diselesaikan secara eksogenous. Usaha-usaha secara umum yang telah dilakukan oleh suatu pemerintahan adalah dengan berbagai program pengurangan jumlah kelahiran, sedangkan usaha tersebut akan selalu berhadapan dengan faktor-faktor sosial ekonomi, adat dan tata nilai yang sering tidak sejalan dengan pembatasan kelahiran. Sebaliknya, pengurangan kelahiran akan berimplikasi pada peningkatan kehidupan sosial dan usaha pembangunan. Kelemahan yang utama pada studi demografi adalah tidak dapatnya membuat suatu prediksi yang baik. Prediksi yang digunakan bisa sangat menyimpang bila adanya pengaruh ekonomi dunia yang sebelumnya tidak dapat diduga, seperti : resesi yang berkepanjangan dan naik / turunnya harga minyak dunia. Angkatan kerja yang besar akan menimbulkan masalah karena daya serap perekonomian Indonesia masih lemah. Kesempatan kerja yang diciptakan masih kurang sehingga sebagian besar angkatan kerja setengah menganggur. Proyeksi kesempatan kerja dapat dilakukan dengan memakai elastisitas output ( Output Elasticity of Employment ).. Peningkatan konsumsi yang beralih dari pangan yang sudah mencukupi ke jasa-jasa termasuk jasa-jasa pendidikan dan kesehatan berpengaruh pada meningkatnya status kesehatan akan berarti semakin kecilnya tingkat kematian umumnya dan tingkat kematian anak / bayi khususnya. Selanjutnya meningkatnya pendidikan akan meningkatkan pula kesadaran akan pentingnya usaha-usaha pengaturan di bidang kependudukan dan sekaligus meningkatkan pengetahuan khususnya yang menyangkut pelaksanaan teknis keluarga berencana (KB). Perubahan struktur lapangan kerja juga berpengaruh pada perubahan dalam kecakapan dan keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan. Permasalahan demografi tersebut terutama bersumber dari banyaknya “supply” tenaga kerja dan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan untuk menyerap angkatan kerja tidaklah sebaik apa yang diharapkan. Negosiasi perlu dilakukan antara angkatan kerja dengan pengusaha yang didasarkan pada evident-based yang akan menghasilkan lost-lost solution dan ini justru akan memperparah situasi sosial kemasyarakatan dalam skala yang lebih luas.

Kata Kunci : Demografi, Angkatan Kerja dan Pemerintah

reformasi telah berganti pemimpin negara sebanyak empat kali, salah satu bentuk perubahan pada bentuk kebijakan pemerintahan adalah dengan

(2)

dikeluarkan Undang-Undang Otonomi Daerah pada tahun 2004 yang selanjutnya diubah dengan Perpu No. 3 tahun 2005. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan ( UU No. 32 Tahun 2004 ). Undang-Undang Otonomi Daerah didalamnya menguraikan tugas dan kewajiban dari Pemerintah Daerah, bahwa Pemerintahan Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, yang merupakan limpahan Pemerintah Pusat kepada Daerah. Sedangkan yang tetap menjadi bagian kebijakan dari Pemerintahan Pusat adalah seperti politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional . Pendelegasian kewenangan tersebut disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal. Pendanaan kewenangan yang diserahkan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri dan mekanisme perimbangan keuangan Pusat - Daerah dan antar Daerah. Kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemerintahan Daerah dituntut untuk dapat mengembangkan dan mengolah potensi dan permasalahan yang ada dalam wilayah dengan sendiri, sehingga permasalahan nasional

dikerucutkan ke permasalahan-permasalahan dalam lingkup daerah.

Demografi dan angkatan kerja merupakan permasalahan yang secara kontinue ada dalam sebuah pemerintahan. Efek negatif yang tercitrakan dari demografi dan angkatan kerja merupakan sumber penghambat program pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Permasalahan tersebut diatasi dan dipecahkan oleh suatu pemerintahan secara parsial tetapi tidak diselesaikan secara eksogenous. Cara yang dapat dilakukan untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah dengan penyesuaian interaktif dengan faktor-faktor sosial-ekonomi dan demografi. Hubungan timbal balik antara faktor demografi dan sosial ekonomi akan sangat membantu memberikan dasar yang kuat untuk formulasi kerangka kebijakan kependudukan masyarakat secara keseluruhan. Usaha-usaha secara umum yang telah dilakukan oleh suatu pemerintahan adalah dengan berbagai program pengurangan jumlah kelahiran, sedangkan usaha tersebut akan selalu berhadapan dengan faktor-faktor sosial ekonomi, adat dan tata nilai yang sering tidak sejalan dengan pembatasan kelahiran. Sebaliknya, pengurangan kelahiran akan berimplikasi pada peningkatan kehidupan sosial dan usaha pembangunan.

Jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan, serta struktur umur dan jenis kelamin sangat berpengaruh pada perkembangan ekonomi. Demografi sangat berpengaruh dengan jumlah angkatan kerja, karena dengan tingkat pertumbuhan penduduk maka berakibat pada pertumbuhan angkatan kerja. Permasalahan yang akan muncul dengan

(3)

pertumbuhan angkatan kerja adalah wadah untuk angkatan kerja juga harus tumbuh seiring dengan pertumbuhan angkatan kerja. Bila tidak tercipta suatu lapangan kerja yang banyak, maka akan tercipta pengangguran. Pertumbuhan angkatan kerja yang tidak didorong dengan etos kerja dan motivasi tinggi, produktivitas kerja tinggi, tingkat pendidikan dan skill yang bagus maka akan menciptakan suatu permasalah yang lebih berat.

Jumlah penduduk yang besar menyebabkan tingginya tingkat konsumsi, dan rendahnya tingkat pendapatan perkapita. Jumlah tabungan nasional menjadi rendah dan masih harus dikeluarkan juga untuk kesejahteraan penduduk, sedangkan sisanya yang nilainya semakin kecil tersebut berakibat pada rendahnya pertumbuhan ekonomi.

B. RELEVANSI FAKTOR DEMOGRAFI DALAM EKONOMI

Berdasarkan teori ekonomi telah diuraikan bahwa tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi utama dalam terciptanya suatu alur perekonomian. Dikenal juga dengan Law of Demininshing Return, yaitu hukum yang menerangkan berkurangnya pertambahan output jika tenaga kerja ditambah terus, sedang faktor produksi yang lain dibuat konstan. Malthus menguraikan sebuah teori kependudukan yang dihubungkan dengan tingkat produksi pangan, bahwa perkembangan penduduk akan mengikuti deret ukur, sedangkan perkembangan pangan mengikuti deret hitung. Jadi, apabila penduduk kekurangan pangan maka mortalitas akan naik dan tercipta keseimbangan lagi. Stephen Enke ( 1960

) mencoba memperkirakan nilai ekonomi dapat meningkat bila dicegahnya kelahiran anak, karena setiap anak mengandung aliran ongkos dan keuntungan di masa depan. Kemudian dikembangkan oleh Zaiden ( 1960 ) bahwa pendekatan yang dilakukan adalah usaha penurunan tingkat kelahiran adalah sebuah investasi. Kelahiran akan membawa ongkos-ongkos di masa yang akan datang sehingga dapat mengurangi pendapatan , sedangkan keuntungan adalah banyaknya konsumsi yang dihindarkan sehingga naiknya tingkat tabungan perkapita. Akan tetapi pada pendekatan mikro ini masih banyak kelemahan yang dapat menyebabkan ’bias’, misalnya kesukaran dalam menentukan apa saja yang dianggap sebagai ongkos dan keuntungan dapat dicegahnya kelahiran seorang anak.

Menurut Model Pembangunan Harrod – Domar menguraikan bahwa makin tinggi tingkat pendapatan dan atau makin rendah jumlah penduduk makin tinggi jumlah tabungan nasional, dengan demikian pengaruh faktor penduduk dalam pertumbuhan ekonomi dapat diikuti menurut dua jalur. Pertama, lebih lambatnya tingkat pertumbuhan penduduk akan menaikkan tabungan. Kedua, proporsi tabungan yang harus dipergunakan untuk pengeluaran kesejahteraan juga lebih kecil, karena itu pendapatan nasional akan naik lebih cepat . Mo del diat as disempurnakan oleh Demeny yaitu dengan memasukkan faktor-faktor eksogenous untuk memperhitungkan perbaikan dalam keahlian dan motivasi tenaga kerja. Pengaruh penduduk pada pendapatan nasional terjadi lewat fungsi produksi

(4)

dan konsumsi. Sebagai faktor produksi angkatan kerja mempunyai kontribusi positif pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto ( PDB ). Tetapi pertumbuhan penduduk menaikkan tingkat konsumsi mengurangi investasi yang seterusnya memperlambat akumulasi perkapit al. Konsekuensinya laju pertumbuhan PDB akan menjadi lebih lambat. Kenaikan penduduk yang tinggi akan menaikkan tingkat konsumsi dan menurunkan tabungan. Sedangkan tingkat investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan PDB juga berkurang karena angkatan kerja lebih banyak.

C. ANGKATAN KERJA, KESEMPATAN K E R J A D A N P E R M A S A L A H A N PEMBANGUNAN

Kelemahan yang utama pada studi demografi adalah tidak dapatnya membuat suatu prediksi yang baik. Prediksi yang digunakan bisa sangat menyimpang bila adanya pengaruh ekonomi dunia yang sebelumnya tidak dapat diduga, seperti : resesi yang berkepanjangan dan naik / turunnya harga minyak dunia. Faktor kependudukan hanya dilihat peranannya dalam pembentukan angkatan kerja. Angkatan kerja yang besar akan menimbulkan masalah karena daya serap ekonomi Indonesia masih lemah. Kesempatan kerja yang diciptakan masih kurang sehingga sebagian besar angkatan kerja setengah menganggur. Proyeksi kesempatan kerja dapat dilakukan dengan memakai elastisitas output ( Output Elasticity of Employment ). Pertumbuhan ekonomi dan perubahan-perubahan fundamental dibidang

struktur lapangan kerja dan produksi diperkirakan akan memantapkan lebih lanjut transformasi demografis yang telah mulai terjadi. Peningkatan konsumsi yang beralih dari pangan yang sudah mencukupi ke jasa-jasa termasuk jasa-jasa pendidikan dan kesehatan berpengaruh pada meningkatnya status kesehatan akan berarti semakin kecilnya tingkat kematian umumnya dan tingkat kematian anak / bayi khususnya. Selanjutnya meningkatnya pendidikan akan meningkatkan pula kesadaran akan pentingnya usaha-usaha pengaturan di bidang kependudukan dan sekaligus meningkatkan pengetahuan khususnya yang menyangkut pelaksanaan teknis keluarga berencana ( KB ). Pengaruh terbesar adalah adanya peralihan lapangan kerja dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian. Perubahan struktur lapangan kerja juga berpengaruh pada perubahan dalam kecakapan dan keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan.

Pengembangan sektor informal memiliki tujuan untuk memberikan keleluasaan bagi angkatan kerja yang tidak memenuhi kualifikasi standart kecakapan dan ketrampilan yang di syaratkan oleh penyedia lapangan kerja. Dengan sektor informal mudahnya entry dalam sektor ini karena hampir tidak memerlukan keahlian dan modal yang besar, seolah-olah “menjamin” bahwa setiap orang dapat “bekerja” asal mau. Dengan perkembangan jumlah penduduk yang tinggi maka semua angkatan kerja memerlukan pekerjaan untuk memperoleh penghasilan untuk dapat menunjang hidupnya. Dalam perekonomian Indonesia, angkatan kerja dan kesempatan kerja

(5)

tidak secara bersama ditentukan dalam suatu pasar kerja dimana tingkat upah bertindak sebagai faktor penyeimbang.

Pada tataran konsep terlihat adanya konsep yang masih dipakai oleh BPS untuk menjaring penduduk yang sebenarnya tidak sesuai lagi dengan kondisi pada saat ini. Konsep bahwa Indonesia merupakan “closed population” masih dianut padahal penduduk Indonesia yang bekerja di luar negeri sudah begitu banyak. Dengan konsep “close population” maka penduduk Indonesia yang berada di luar negeri tidak “terjaring”. Demikian pula penggunaan kombinasi antara “de-facto” dan “de-jure” dalam pendataan menjadi sangat membingungkan, khususnya dimana saat ini mobilitas penduduk di beberapa daerah sudah sangat tinggi. Transisi fertilitas dan mortalitas telah berpengaruh pada jumlah dan struktur umur penduduk Indonesia, terutama jumlah dan persentase penduduk usia dibawah 15 tahun (0 – 14). Antara tahun 1990 – 95, penduduk Indonesia tumbuh sebesar rata-rata 1,66 persen per tahun dan diharapkan turun menjadi 1,23 persen antara tahun 2000 – 2005 dan kembali turun menjadi 0,68 persen antara tahun 2015 – 2020 ( Prijono, 2001 ). Pergeseran struktur umur muda ke umur tua pro dukt if akan membawa konsekuensi peningkatan pelayanan pendidikan terutama pendidikan tinggi dan kesempatan kerja. Sedangkan pergeseran struktur umur produktif ke umur tua pada akhirnya akan mempunyai dampak terhadap persoalan penyantunan penduduk usia lanjut. Bersamaan dengan perubahan sosial ekonomi diperkirakan akan terjadi pergeseran pola

penyantunan usia lanjut dari keluarga ke institusi. Apabila keadaan ini terjadi, maka tanggung jawab pemerintah akan menjadi bertambah berat (Kasto dalam Prijono, 1995).

Penduduk Indonesia pada saat ini masih digolongkan sebagai penduduk muda. Itu berarti jika tidak ada kondisi yang sangat ekstrim, seperti misalnya peperangan (dalam peperangan akan banyak orang muda yang mati), maka penurunan pertumbuhan penduduk tidak secara otomatis menurunkan pertumbuhan angkatan kerja. Dalam kondisi normal, pertumbuhan penduduk akan menurunkan jumlah penduduk pada struktur yang muda (0 – 15 tahun). Namun untuk beberapa saat masih akan meningkatkan jumlah penduduk struktur umur di atasnya. Pada penduduk yang tergolong muda seperti Indonesia, pertumbuhan penduduk usia kerja (15 – 64) menjadi lebih tinggi daripada pertumbuhan penduduk itu sendiri. Ini dapat terlihat dari data dimana antara tahun 1990 – 1995 penduduk usia kerja per tahun rata-rata 2,7 persen per tahun, kemudian menurun menjadi 2,4 persen per tahun antara tahun 1995 – 2000 dan kemudian menurun lagi menjadi 1,1, persen per tahun antara tahun 2015 – 2020. Secara absolut, penduduk usia kerja akan meningkat dari 121,6 juta pada tahun 1995 menjadi 136,5 juta pada tahun 2000 dan kemudian menjadi 182,5 juta pada tahun 2020.( Prijono, 2001 )

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi, maka laju pertumbuhan angkatan kerjanya pun cukup tinggi. Angkatan kerja bertambah dari sekitar 73,9 juta orang pada tahun 1990, menjadi sekitar 96,5 juta pada tahun 2000

(6)

dan meningkat lagi menjadi 144,7 juta pada tahun 2020. Permasalahan yang ditimbulkan oleh besarnya jumlah dan pertumbuhan angkatan kerja tersebut di satu pihak menuntut kesempatan kerja yang lebih besar, di pihak lain menuntut pembinaan angkatan kerja itu sendiri agar mampu menghasilkan keluaran yang lebih tinggi sebagai prasyarat untuk menuju tahap tinggal landas.Tahap ini harus diantisipasi oleh pemerintah dan dunia usaha sebagai pihak pemberi kerja atau pembuka lapangan pekerjaan. Lapangan kerja datang dari adanya pert umbuhan ekonomi. Namun pertumbuhan yang tinggi tidak selalu memberikan lapangan kerja yang besar. Ini berkaitan dengan strategi pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dan dunia usaha. Hal lain yang juga harus diperhatikan dalam menganalisa hubungan antara angkatan kerja dan kesempatan kerja adalah bahwa jika kesempatan kerja berada di atas angkatan kerja bukan berarti masalah ket enagakerjaan, at au lebih khususnya pengangguran, teratasi. Adanya kesempatan kerja baru merupakan “potensi” dan “potensi” tersebut mungkin saja tidak dapat dimanfaatkan bila angkatan kerja yang tersedia tidak memiliki kualitas yang memadai. Jika dilihat dat a-data kependudukan, termasuk ketenagakerjaan dan kualitas penduduk, maka nampak jelas bahwa Indonesia mengalami banyak permasalahan dalam hal ini. Penduduk yang besar dengan kualitas penduduk yang rendah menyebabkan penduduk tersebut menjadi beban bagi pertumbuhan ekonomi dan bukan pemacu. Dalam skala mikro, tenaga kerja dengan tingkat keterampilan yang

pas-pasan, atau bahkan rendah, hanya bisa menempati posisi yang sangat rendah. Ditambah dengan banyaknya “supply” tenaga kerja yang tersedia menyebabkan mereka tidak memiliki posisi tawar menawar yang memadai. Jika kembali pada premis bahwa perluasan kesempatan kerja hanya dapat diperoleh melalui pertumbuhan ekonomi, maka dibutuhkan kearifan bersama antara pengusaha dan pekerja untuk menyikapi hubungan antara pengusaha dan pekerja, terutama berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan pekerja. Apa yang terjadi belakangan ini dengan adanya pemogokan serta aksi pekerja yang cenderung tidak terkendali dalam jangka pendek mungkin dirasakan menguntungkan bagi pekerja, namun dalam jangka panjang akan merugikan semua pihak (lost-lost solution). Jika kemudian kegiatan ekonomi mengalami kemandegan karena pengusaha enggan menanamkan modalnya di Indonesia, maka itu tentu saja mengganggu pertumbuhan ekonomi. Bagaimana angkatan kerja akan terserap jika pertumbuhan ekonomi yang rendah? Padahal Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk menyerap angkatan kerja yang masih terus meningkat dewasa ini. Diperlukan pendekatan yang bersifat win-win solution antara pengusaha dan pekerja. Dalam hal ini serikat pekerja harusnya dapat berperan besar. Sebagai serikat yang diharapkan menjadi mediator antara pekerja dan pengusaha, maka serikat pekerja harus mampu melakukan penelaahan yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap kondisi internal perusahaan. Hasil telaahan tersebut kemudian dikomunikasikan baik kepada pekerja

(7)

maupun kepada pengusaha. Sudah waktunya kita melakukan sesuatu berdasarkan fakta (evident-based) dan bukan berdasarkan emosi. Negosiasi berdasarkan emosi hanya akan menghasilkan lost-lost solution sedangkan negosiasi yang win-win solution harus didasarkan pada evident-based. Pekerja juga harus diberikan pemahaman melalui komunikasi dan informasi yang baik bagaimana persoalan gaji, produktivitas, kondisi perusahaan, gambaran makro ketenagakerjaan dan perekonomian negara, dan sebagainya. Serikat pekerja juga harus mampu mengeluarkan alternatif-alternatif model untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dengan melihat pada kondisi perusahaan. Ini kemudian dinegosiasikan dengan pengusaha. Kesejahteraan harus dilihat dalam konteks jangka panjang, bukan sesaat. Ini berarti gaji hanyalah salah satu aspek dari kesejahteraan. Unsur jaminan hari tua, asuransi, pembagian bonus yang disesuaikan dengan tingkat keuntungan perusahaan, dan sebagainya, harusnya dapat dimasukkan ke dalam perhitungan dan negosiasi tersebut. Dalam mengembangkan win-win solution diperlukan kejujuran dan transparansi dari kedua belah pihak, serta kepastian hukum. Pengusaha harus menyadari bahwa pekerja adalah aset bagi perusahaan. Jika memang dalam jangka pendek peningkatan gaji dirasakan memberatkan perusahaan, maka sistem asuransi (misalnya Jamsostek) harus dimanfaatkan. Pada tataran kebijakan banyak hal yang telah dilakukan untuk memperbaiki kesejahteraan pekerja. Kewajiban pekerja, waktu kerja, dan lain-lain. Demikian pula tentang hak dan kewajiban pekerja. Namun dalam

tataran operasional banyak hal yang telah diatur tersebut, justru dilanggar oleh kedua belah pihak. Ini tidak lain karena lemahnya penegakkan hukum selama ini. Oleh karena itu, peran yang diharapkan dari serikat pekerja bukanlah melaksanakan pekerjaan “hit and run”. Pekerjaan yang dilakukan bukan sekedar untuk merespons terhadap suatu keadaan misalnya pemogokan atau demonstrasi, namun lebih diarahkan untuk melakukan penelaahan kebutuhan para tenaga kerja secara ilmiah. Untuk kemudian dikomunikasikan dengan pihak perusahaan (manajemen), maupun pekerja itu sendiri. Penelaahan tersebut untuk menemukan fakta (evident-based) terlepas dari dengan atau tanpa adanya pemogokan atau tuntutan dari pekerja.

D. PENUTUP

Berbagai data kependudukan memperlihat-kan bahwa Indonesia masih mengalami berbagai masalah ketenagakerjaan. Permasalahan tersebut terutama bersumber dari banyaknya “supply” tenaga kerja dan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan untuk menyerap angkatan kerja tidaklah sebaik apa yang diharapkan. Apalagi Indonesia belum sepenuhnya keluar dari krisis ekonomi yang masih terus berlangsung dewasa ini. Negosiasi perlu dilakukan antara angkatan kerja dengan pengusaha yang didasarkan pada evident-based yang akan menghasilkan lost-lost solution dan ini justru akan memperparah situasi sosial kemasyarakatan dalam skala yang lebih luas. Negosiasi yang win-win solution harus

(8)

dikembangkan. Pendekatan win-win solution membutuhkan berbagai prasyarat yang tidak mudah, namun ini harus disadari oleh semua pihak, pekerja, pengusaha, maupun pemerintah. Tanpa keinginan untuk mengembangkan pendekatan yang win-win solution maka pemecahan masalah ketenagakerjaan yang bersifat komprehensif (bukan hit and run) tidak akan pernah tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Esmara, Hendra 1987. Teori Ekonomi Dan

Kebijaksanaan Pembangunan.

(Kumpulan Esei Untuk Menghormati Sumitro Djojohadikusumo). Jakarta, Gramedia.

Enke, Stephen. 1960. The Economics of Government Payments to Lim it Population, Economic Development and Cultural Change.

Tjiptoherijanto , Prijono, 1995, Arah Kebijaksanaan Makro Pemerintah dalam Mengantisipasi Pasar Global, makalah disampaikan pada Seminar Bisnis STIE IPWI. Jakarta, 31 Oktober 1995.

Tjiptoherijanto, Prijono, 2001, Proyeksi Penduduk, Angkatan Kerja, Tenaga Kerja, dan Peran Serikat Pekerja dalam Peningkatan Kesejahteraan. Majalah Prencanaan Pembangunan. Edisi 23

Zaiden, George C. 1960. Populasi Growth and Economic Development, Finance and Development.

Referensi

Dokumen terkait

Berbagai upaya dilakukan perusahaan perbankan untuk tetap bertahan hidup ( survive ) di masa setelah krisis yang berkepanjangan ini dalam menghadapi persaingan yang sangat ketat

Medan Petisah Sumatera Utara, dan pada saat dilakukan penggeledahan ditemukan Narkotika golongan I jenis Shabu sebanyak 4 (empat) bungkus plastik dengan berat

Food bar adalah campuran bahan pangan (blended food) yang diperkaya dengan nutrisi, kemudian dibentuk menjadi bentuk padat dan kompak (a food bar form). Tujuan

Gambar 3- Kromatogram Gas Eugenol pada Sampel Minyak Atsiri Bunga Cengkeh dari Daerah di Maluku. Gambar 4-Kromatogram Gas Eugenol pada Sampel Minyak Atsiri Bunga

Salah satu alat pengeringan yaitu rotary dryer (pengering putar) yang terdiri dari sebuah selongsong berbentuk silinder yang berputar, horisontal, atau agak miring ke bawah ke

Tabel 4.36 Prosentase Luas Simbol Kekritisan Daerah Resapan Air Kritis di DAS Samin Hulu Kecamatan Tawangmangu Tahun 2013 ... 157 Tabel 4.37 Prosentase Luas Simbol Kekritisan

Hasil penelitian menunjukkan genus yang paling banyak ditemukan pada perakaran bawang mekah ( E. americana ) adalah genus

Analisis kelayakan usaha bertujuan untuk melihat apakah usaha keramba jaring apung yang ada di Nagari Tanjung Sani Manin- jau layak dikembangkan ditinjau dari aspek