• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI PROGRAM PENELITIAN DANA BLOCK GRANT FAKULTAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI PROGRAM PENELITIAN DANA BLOCK GRANT FAKULTAS"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

PROGRAM PENELITIAN DANA BLOCK GRANT FAKULTAS

PENANGANAN GANGGUAN TIDUR PADA LANSIA

Dibiayai dari DPP-UMM berdasarkan SK Dekan No. E.2f/628/F.Psi – UMM/XI/2010

Oleh

Zainul Anwar, S. Psi, M. Psi NIP. 109.0907.0516

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG Tahun 2010

(2)
(3)

ABSTRAK

Anwar, Zainul. 2011. Penanganan Gangguan Tidur Pada Lansia.

Kata kunci : Penanganan Gangguan Tidur, Lansia

Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Berbeda dengan orang yang mengalami kesulitan tidur atau gangguan tidur, mereka lebih banyak tersiksa akibat gangguan tidur, khususnya para lanjut usia yang paling sering mengalami gangguan tidur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penanganan gangguan tidur.

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang menggunakan metode studi-kasus non-ekperimental atau lebih sering disebut case study. Hal ini didasari perlakuan atau penanganan yang diberikan dari peneliti tidak sepenuhnya dilakukan sebagai sebuah eksperimental murni, sebagaimana yang dilakukan pada studi-kasus desain eksperimental. Subyek dalam penelitian ini adalah seorang perempuan berusia 66 tahun dengan indikasi adanya gangguan tidur.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gangguan tidur yang dialami subyek sudah sangat mengganggu, bahkan obat tidur yang diminumnya dosisnya semakin tinggi. Adapun hasil penanganan gangguan tidur pada subyek menunjukkan bahwa subyek merasakan manfaat intervensi dan menyadari persoalan-persoalan yang selama ini membebani pikiran dan perasaan klien serta mampu menjalankan beberapa intervensi yang diberikan padanya, seperti merubah kebiasaan tidur dan aktivitas lainnya sehingga subyek dapat tidur, meskipun masih sering terjaga ketika malam tetapi tidak membuat klien merasa terganggu.

(4)

PENDAHULUAN

Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.

Terdapat perbedaan pola tidur pada usia lanjut dibandingkan dengan usia muda. Kebutuhan tidur akan berkurang dengan semakin berlanjutnya usia seseorang. Pada usia 12 tahun kebutuhan untuk tidur adalah sembilan jam, berkurang menjadi delapan jam pada usia 20 tahun, tujuh jam pada usia 40 tahun, enam setengah jam pada usia 60 tahun, dan enam jam pada usia 80 tahun. Sebagian besar kelompok usia lanjut mempunya risiko mengalami gangguan pola tidur sebagai akibat pensiun, perubahan lingkungan sosial, penggunaan oabat-obatan yang meningkat, penyakit-penyakit dan perubahan irama sirkadian (dalam Prayitno, 2002)

Tidur merupakan kebutuhan dasar dari setiap kehidupan dan banyak diinginkan, bahkan dibutuhkan oleh hampir setiap orang yang hidup di dunia. Tidur merupakan suatu mekanisme untuk memperbaiki tubuh dan fungsinya untuk mempertahankan energi dan kesehatan. Tetapi, masih banyak juga orang yang sedikit mengerti arti pentingnya tidur demi sesuatu hal yang harus diselesaikan (Priharjo, 1996). Tidur juga merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Berbeda dengan orang yang

(5)

mengalami kesulitan tidur atau gangguan tidur, mereka lebih banyak tersiksa akibat gangguan tidur.

Selain itu, tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik. Masyarakat awam belum begitu mengenal gangguan tidur sehingga jarang mencari pertolongan. Pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada orang yang meninggal karena tidak tidur adalah tidak benar. Beberapa gangguan tidur dapat mengancam jiwa baik secara langsung (misalnya insomnia yang bersifat keturunan dan fatal dan apnea tidur obstruktif) atau secara tidak langsung misalnya kecelakaan akibat gangguan tidur. Di Amerika Serikat, biaya kecelakaan yang berhubungan dengan gangguan tidur per tahun sekitar seratus juta dolar. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67 %. Walaupun demikian, hanya satu dari delapan kasus yang menyatakan bahwa gangguan tidurnya telah didiagnosis oleh dokter. (dalam Hardiwinoto dkk, 2005)

Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada lansia. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Established Populations for Epidemiologic Studies of the Elderly (EPESE) mendapatkan dari 9000 responden, sekitar 29% berusia di atas 65 tahun dengan keluhan gangguan tidur (dalam Marcel dkk, 2009).

Gangguan pola tidur pada kelompok usia lanjut cukup tinggi. Pada usia 65 tahun, mereka yang tinggal di rumah setengahnya diperkirakan mengalami gangguan tidur dan dua pertiga dari mereka yang tinggal di tempat perawatan usia lanjut juga megnalami gangguan pola tidur. Pada usia lanjut tersebut tentunya ingin tidur enak dan nyaman setiap hari, yang merupakan indikator kebahagiaan dan derajat kualitas hidup. Sedangkan insomnia dan gangguan tidur yang lain dapat dianggap sebagai bentuk paling ringan dari gangguan mental (dalam Prayitno, 2002).

(6)

Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cendrung meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya. Kaplan dan Sadock (2007) melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan oleh gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alkohol.

Keluhan tidur umumnya berupa waktu tidur yang kurang, mudah terbangun malam hari, bangun pagi lebih awal, rasa mengantuk sepanjang hari dan sering tertidur sejenak. Banyak hal menyebabkan penurunan kualitas tidur pada usia lanjut antara lain perubahan irama sirkadian, adanya penyakit medik, psikiatrik, efek samping obat-obatan dan kebiasaan tidur yang buruk.

Penelitian mengenai insomnia yang khusus untuk usia lanjut belum pernah dilakukan di Indonesia. Salain meneliti 195 responden pasien dewasa di puskesmas Tambora, Jakarta Barat, dan mendapatkan 131 (67,2%) pasien menderita gejala gangguan mental emosional. Ternyata gejala insomnia merupakan urutan kedua setelah gejala gugup, tegang atau “banyak pikiran” (dalam Prayitno, 2002)

Lansia dengan depresi, stroke, penyakit jantung, penyakit paru, diabetes, artritis, atau hipertensi sering melaporkan bahwa kualitas tidurnya buruk dan durasi tidurnya kurang bila dibandingkan dengan lansia yang sehat. Gangguan tidur dapat meningkatkan biaya penyakit secara keseluruhan. Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditas yang signifikan. Ada beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia misalnya mengantuk berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan memori, mood depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya, dan penurunan kualitas hidup. Angka kematian, angka sakit jantung dan kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan dengan seseorang yang lama tidurnya antara 7-8 jam per hari. (dalam Marcel dkk, 2009)

Selain itu, sebagaimana yang dijelaskan oleh Miles dan Dement bahwa masalah tidur yang sering dialami oleh orang lanjut usia adalah sering terjaga pada malam hari, seringkali terbangun pada dini hari, sulit untuk tertidur, dan rasa lelah yang amat sangat pada siang hari (dalam Davison, Neale & Kring, 2006).

Maka dari itu perlu adanya perhatian pada lansia terutama lansia yang mengalami gangguan tidur. Hasil riset Morin at all (1999) yang dipublikasikan di Journal of American Medical Association memberikan bukti yang tidak dapat

(7)

ditentang bahwa orang lanjut usia dapat memperoleh manfaat besar dari intervensi kognitif behavior untuk masalah tidur yang mereka alami dan pada kenyataannya, intervensi tersebut dapat dalam jangka panjang lebih baik daripada terapi obat (dalam Davison, Neale & Kring, 2006).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti berusaha mendeskripsikan bagaimana gambaran gangguan tidur pada lansia dan bagaimana penanganannya.

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rancangan penelitian studi kasus yang merupakan penelitian yang intensif mengenai individu. Selain itu studi kasus adalah penelitian yang biasa diterapkan oleh kalangan klinis (Davidson & Neale dkk, 2006).

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian studi-kasus tunggal atau small-N-design. Rancangan penelitian studi-kasus tunggal ini biasa diterapkan pada penelitian yang bersifat behavioral analysis (Goodwin, 2005).

Menurut Shaughnessy, dkk (2007) studi kasus sistematik lebih cocok diterapkan untuk dijadikan evaluasi terapi yang bersifat non-perilaku seperti halnya terapi kognitif. Selain itu studi kasus sering kali digunakan untuk mendeskripsikan penerapan dan hasil-hasil dari treatmen tertentu.

Studi-kasus tunggal dibagi menjadi dua bagian, yaitu desain kasus tunggal yang bersifat eksperimental dan non-eksperimental. Studi-kasus desain eksperimental adalah manipulasi eksperimental suatu treatmen yang mempunyai persyaratan khusus, misalnya penghentian treatmen pada waktu-waktu tertentu, yang tidak selalu mungkin dalam situasi klinis (dalam Durand & Barlow, 2006).

Sedangkan, dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode studi-kasus non-ekperimental atau lebih sering dengan disebut case study. Hal ini didasari perlakuan atau treatment yang akan diberikan dari peneliti tidak sepenuhnya dilakukan sebagai sebuah eksperimental murni, sebagaimana yang dilakukan pada studi-kasus desain eksperimental.

Secara umum, studi kasus meliputi: pemfokusan pada individu, menggantungkan pada informasi anekdotal, dan tidak mengandung kontrol eksperimental (Kazdin, 1998).

(8)

Lebih lanjut Kazdin (1998) mengatakan bahwa bahkan bila ada beberapa orang yang menjadi fokus studi, hal ini masih dapat digolongkan sebagai studi kasus. Di bawah beberapa keadaan tertentu studi kasus dapat mengarah pada pengetahuan mengenai efek treatmen yang kira-kira mendekati apa yang dicapai melalui metode eksperimen (Kazdin, 1998).

Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah klien yang pernah ditangani oleh peneliti ketika berkali-kali berobat ke Puskesmas. Keluhan awal yang diperoleh peneliti adalah adanya sulit tidur semenjak di tinggal meninggal dunia suaminya.

Subyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah seorang wanita lansia yang telah mengalami gangguan tidur yang sering berobat ke Puskesmas Kendalsari Kota Malang. Kriteria subyek mengalami gangguan tidur dapat dilihat pada lampiran.

Metode Asesmen

Dalam sebuah penelitian klinis, asesmen merupakan salah satu langkah utama dan penting untuk mendapatkan data-data yang akan dijadikan landasan utama dalam penelitian tersebut. Asesmen klinis termasuk dalam sebuah proses evaluasi individu yang secara mendalam dengan cara menggali informasi guna mengetahui faktor-faktor penyebab munculnya sebuah permasalahan (Trull & Phares, 2001).

Menurut Glaser, (1987). asesmen adalah proses mengumpulkan informasi dan membuat keputusan berdasarkan informasi yang diperoleh. Erman, (2005) mengatakan bahwa asesmen adalah suatu proses untuk menghasilkan informasi, dan informasi ini dimaksudkan untuk membuat suatu evaluasi. Melalui evaluasi dapat menentukan suatu program. Asesmen adalah penilaian berdasarkan pengamatan sehari-hari yang telah dilakukan melalui wawancara, observasi atau pengamatan dan melalui berbagai instrumen lainnya. Metode asesmen yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar riwayat hidup, wawancara, dan observasi.

Lebih lanjut lagi Kendall (1982) menjelaskan bahwa asesmen klinis merupakan proses pengumpulan informasi mengenai subyek untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai seseorang. Sedangkan menurut Sunberg

(9)

(1977) asesmen didefinisikan sebagai seperangkat proses yang digunakan seseorang atau beberapa orang untuk mengembangkan kesan dan citra, membuat keputusan dan mengecek hipotesis mengenai pola karakteristik orang lain yang menentukan perilakunya dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Secara singkat tiga tujuan utama dari asesemen, yaitu, 1) pembuatan citra (gambaran individu), 2) pembuatan keputusan / diagnosa, dan 3) membangun teori dan praktek / intervensi (dalam Wiramihardja, 2004).

Rancangan Intervensi

Sesuai dengan hasil asesmen dan diagosa, dapat disusun rancangan intervensi yang relevan dengan gangguan subyek. Adapun rancangan intervensinya sebagaimana berikut :

Aspek Permasalahan Target Intervensi Teknik

Intervensi Subyek memiliki persoalan

yang harus dihadapinya mulai dari tidak memiliki keturunan dan suami meninggal dunia sehingga subyek hanya bisa pasrah dengan kesendiriannya dan membuat subyek tidak dapat tidur.

 Klien mampu mengidentifikasi inti permasalahan dan

menemukan alternatif – alternatif yang mungkin dapat dilakukan untuk mengatasi masalahnya sehingga klien dapat tidur.

 Memberikan support kepada klien sehingga klien tidak merasa hidup sendirian

 Konseling

Subyek sangat susah tidur, dapat tidur tapi sering terjaga, hal ini membuat subyek merasa gelisah dan cemas karena tidak bisa tidur padahal sudah minum obat tidur.

 Klien dapat merasakan ketenangan sehingga memungkinkan klien untuk dapat tidur.

 Klien dapat mengurangi kecemasan yang dialaminya selama ini

 Relaksasi progresif

Subyek menonton TV, menerima telpon atau menelpon, membaca, tidur-tiduran selalu dikamarnya sehingga mengganggu aktivitas tidur.

 Klien dapat merubah kebiasaan antara tidur dan beraktivitas.

 Terapi pengontrola n stimulus.

Metode Penilaian dan Pengukuran

Penilaian dan pengukuran dilakukan ketika pra-intervensi, selama proses intervensi berlangsung, dan pasca-intervensi.

(10)

Pra-intervensi

Metode penilaian dan pengukuran ketika pra-intervensi dilakukan dengan wawancara dan kuisioner (riwayat hidup dan kuesioner) untuk mengetahui seberapa besar masalah yang dialami sbyek.

Proses intervensi

Metode penilaian dan pengukuran selama proses dilakukan dengan wawancara dan kuisioner. Selama pemberian intervensi pengukuran tertuju pada masalah yang dialami subyek.

Pasca intervensi

Penilaian pada tahapan ini dengan wawancara dan kuisioner, segera dilakukan setelah subyek menjalani keseluruhan rangkaian intervensi. Pengukuran dan penilaian tertuju pada perubahan yang terjadi dalam diri subyek setelah melakukan serangkaian intervensi. Penilaian dan pengukuran pada tahap ini dilakukan untuk mengetahui apakah perubahan perilaku relatif menetap setelah intervensi dilakukan pada rentan waktu 1 bulan.

Proses penilaian dan pengukuran tersebut dilakukan untuk mengetahui bagaimana penanganan gangguan tidur pada lansia. Metode wawancara yang digunakan untuk mendapatkan data etiologi gangguan subyek, bagaimana kadar permasalahannya hingga saat ini, dan upaya apa saja yang pernah dilakukannya, sehingga apabila terjadi perubahan setelah intervensi dapat dievaluasi, apakah hal ini benar-benar merupakan dampak dari treatment atau bukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Deskripsi subyek penelitian

Pada penelitian ini untuk mengetahui bagaimana penanganan gangguan tidur pada lansia, peneliti menggunakan satu subyek di dalam pengumpulan data. Adapun subyek yang dimaksud adalah pasien Puskesmas Kendalsari Kota Malang. Sedangkan untuk mendukung data penelitian, peneliti mengecek data dengan menanyakan orang yang ada disekeliling subyek yang dirasa tahu tentang keadaan subyek penelitian.

(11)

Tabel 4.1

Data subyek penelitian a Nama lengkap (inisial) CW

b Tempat, tanggal lahir Jakarta, 05 Juli 1944

c Jenis kelamin Perempuan

d Pendidikan SD

e Suku bangsa Cina

f Agama Kristen

g Pekerjaan -

h Anak ke- 2 dari 4 bersaudara

i Status perkawinan Janda

j Jumlah anak -

k Alamat Jl. Xxx malang

Deskripsi data hasil penelitian

Pada bagian ini akan disajikan deskripsi hasil penelitian untuk menjawab permasalahan yang disajikan pada bab 1. Hasil dari pembahasan ini berasal dari data yang diperoleh melalui wawancara. Yang pertama kali dilakukan pada setiap hasil data adalah mengolah data dan menyimpulkannya, kemudian dilakukan pembahasan.

Untuk menjaga kerahasian subyek penelitian, peneliti tidak menggunakan nama sebenarnya dan untuk mengetahui data kasar tentang wawancara dapat dilihat pada lampiran. Adapun hasil wawancara sebagaimana dibawah ini.

Apa yang terjadi pada subyek merupakan proses panjang selama mengarungi bahtera kehidupan. Subyek adalah anak kedua dari empat bersaudara dan semua saudaranya tinggal Jakarta. Semenjak dirinya menikah subyek tinggal di Malang mengikuti suaminya yang juga orang Malang.

Subyek pernah menikah dua kali. Suami pertama, menurut subyek sangat keras, suka main judi, minum – minuman keras sehingga subyek sering dimarahi bahkan terkadang dipukul karena suaminya tidak memiliki pekerjaan yang tetap dan selalu meminta uang pada istrinya, kebetulan waktu itu istrinya sudah bekerja sebagai buruh pabrik dan pada akhirnya subyek tidak betah tinggal bersama suaminya kemudian minta cerai.

Setelah bercerai subyek pindah kerja di pabrik rokok Grendel Malang dan di pabrik Rokok Grendel ini subyek bertemu dengan suaminya yang kedua. Awalnya subyek ragu ketika diajak menikah lagi karena takut terjadi lagi sebagaimana suami yang pertama, tetapi suaminya yang kedua ini menurut subyek

(12)

memiliki perilaku santun, perhatian, tidak banyak bicara dan kebetulan waktu itu adalah sebagai atasan subyek, akhirnya subyek pun menikah dengannya.

Selama menjalani kehidupan dengan suami yang kedua ini, subyek sangat bahagia dan sangat berbeda dengan suami yang pertama. Suami yang kedua sangat perhatian dan bahkan subyek tidak pernah dimarahi.

Subyek dengan suaminya sibuk bekerja berangkat jam 06.30 wib dan pulang jam 16.00 wib dan ketika mengetahui tidak dapat memberikan keturunan subyek sempat mengusulkan pada suaminya untuk mengambil anak angkat dan suaminya pun menyetujuinya tetapi dalam perjalanan selanjutnya tidak jadi mengambil anak asuh atau anak angkat karena khawatir tidak dapat menjaga dengan baik, sebab mereka berdua sibuk bekerja berangkat pagi pulang sore bahkan kalau ada lembur sampai malam.

Subyek sekarang tinggal bersama pembantunya yang sudah dianggapnya sebagai anaknya sendiri. Suami subyek sudah meninggal dua tahun yang lalu dan tidak memiliki keturunan atau anak sehingga ketika suaminya meninggal dunia, subyek meresa tertekan karena tidak memiliki siapa-siapa lagi, namun demikian saudara-saudara dari suaminya selalu memberikan motivasi dan dukungan baik berupa moril maupun materiel dan akhirnya subyek dapat menerima kematian suaminya dan pasrah pada Tuhan. Selama setahun sepeninggal suaminya, subyek ditemani pembantunya dan selama itu ia tidak mengalami gangguan tidur yang cukup berarti, subyek hanya sering terjaga kalau teringat suaminya tetapi setelah itu dapat tidur lagi sampai pagi.

Tetapi setahun setelah suaminya meninggal dunia dan bersamaan dengan pembantunya keluar, subyek di rumah tinggal sendirian selama dua bulan. Sejak saat itu subyek mulai susah tidur dan sering terjaga tidurnya.

Menyadari kalau dirinya susah tidur subyek sering pergi ke gereja untuk berdoa dan konsultasi dengan pihak gereja, pihak geraja pun mencarikan pembantu agar di rumah tidak sendirian. Namun setelah mendapatkan pembantu, hanya dalam waktu sebulan pembantunya dikembalikan lagi ke gereja, karena subyek merasa tidak cocok, kemudian pihak gereja mencarikan lagi dan mendapatkan pembantu yang sampai sekarang tinggal bersama subyek. Meskipun

(13)

subyek sudah merasa cocok dengan pembantunya tetapi tetap saja subyek susah tidur.

Subyek sekarang tinggal bersama pembantunya dan tidak bekerja lagi, karena merasa sudah tua dan waktunya untuk istirahat. Aktivitas subyek sehari-hari hanya digunakan untuk menonton televisi dan membaca-baca kitab suci dan sumber ekonominya selain dari tabungannya juga dibantu oleh saudara dari suaminya, meskipun demikian subyek tetap saja susah dapat tidur dan kalau pun tidur hanya sebentar dan sering terjaga pada malam hari setelah itu tidak dapat tidur lagi dan kalau siang malas beraktivitas.

Subyek untuk mengatasi masalah tidurnya, akhirnya pergi ke dokter dan secara fisiologis subyek tidak mengalami gangguan. Subyek diberi dokter obat tidur jenis vagetol dan diminum menjelang tidur. Awalnya subyek setelah minum obat tidur dapat tidur dengan nyenyak semalaman tetapi setelah sekitar sebulan sampai sekarang subyek susah tidur, meskipun sudah berusaha agar dapat tidur sehingga membuat subyek frustasi dan terkadang minum obat tidur lebih dari satu butir agar dapat tidur.

3. Hasil Intervensi/Penanganan

Berdasarkan intervensi yang telah dilakukan kepada subyek, maka dari hasil wawancara diketahui hasil sebagaimana berikut ini :

Sebelum Terapi Sesudah Terapi - Klien kurang memahami hubungan

antara pengalaman masa lalu dengan permasalahan yang dialami sekarang ini sehingga mengganggu tidurnya. - Klien masih bergantung pada obat

tidur agar dapat tidur dan tidak tahu harus melakukan apa lagi agar dapat tidur.

- Klien merasa tidak memiliki siapa-siapa lagi sehingga membuat klien merasa khawatir dan cemas dengan dirinya jika terjadi sesuatu.

- Klien menjadi mengerti bahwa pengalaman atau kenangan masa lalu baik yang menyenangkan atau tidak menyenangkan ketika membenbani pikiran dan perasaan akan mengalami gangguan tidur seperti yang klien alami.

- Klien menjadi memahami bahwa obat tidur yang selalu di konsumsinya tidak berpengaruh lagi dan tidak minum obat tidur lagi.

- Klien lebih menyadari kalau dirinya memang tidak memiliki suami atau anak tetapi masih banyak yang peduli dan perhatian pada klien sehingga membuat klien lebih tenang

- Klien selalu merasa tidak tenang, khawatir dan cemas dengan dirinya jika terjadi sesuatu karena klien merasa sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi.

- Klien menjadi bisa merasakan perbedaan antara tegang dan rileks sehingga klien bisa lebih merasa nyaman dan santai dalam menghadapi situasi-situasi yang biasanya membuat klien menjadi tidak tenang

(14)

- Klien menonton tv, menerima atau menelpon, membaca buku, tidur – tiduran di kamar sendirian

- Klien menyadari bahwa kebiasaan selama ini perlu di rubah dan klien pun harus memindah televisi, pesawat telpon di ruang tengah dan membiasakan kekamar tidur jika mengantuk saja.

Dari hasil evaluasi subyek terkait dengan teknik-teknik intervensi/penanganan yang digunakan dalam proses terapi yang diberikan, klien mengatakan bahwa secara umum teknik terapi yang diberikan terapis kepada klien dirasakan cukup mampu dalam mengatasi permasalahan yang dialaminya sehingga klien mengetahui sumber dari masalah yang klien alami. Menurut klien dari beberapa teknik yang diberikan terapis, teknik relaksasi progresif dan pengontrolan stimulus dirasakan sangat bermanfaat bagi dirinya karena klien bisa merasakan perbedaan antara perasaan tegang dan rileks dan klien bisa benar-benar merasa rileks dan nyaman sehingga membuat klien dapat tidur meskipun masih sering terjaga.

Pembahasan

Berdasarkan hasil intervensi yang telah dilaksanakan terhadap klien, dapat diketahui bahwa intervensi yang dilakukan pada setiap sesinya dapat memberikan perubahan, yang secara bertahap menunjukan hasil yang cukup bermanfaat bagi klien. Pada dasarnya intervensi yang telah dilaksanakan ini merujuk pada pendekatan kognitif behavior.

Hasil riset Morin at all (1999) yang dipublikasikan di Journal of American Medical Association memberikan bukti yang tidak dapat ditentang bahwa orang lanjut usia dapat memperoleh manfaat besar dari intervensi kognitif behavior untuk masalah tidur yang mereka alami dan pada kenyataannya, intervensi tersebut dapat dalam jangka panjang lebih baik daripada terapi obat (dalam Davison, Neale & Kring, 2006).

Dalam intervensi ini menggunakan beberapa kombinasi dari beberapa teknik, seperti konseling individual, kontrol stimulus, dan latihan relaksasi. Konseling digunakan untuk membantu mengidentifikasi persoalan-persoalan klien dan menemukan berbagai alternatif solusi serta mengubah pemikiran-pemikiran yang disfungsional selama ini. Kontrol stimulus lebih pada memodifikasi lingkungan klien guna mendapatkan kondisi dan situasi tidur yang nyaman. Sedangkan relaksasi diberikan agar klien mendapatkan kondisi yang rileks.

(15)

Teknik kontrol stimulus melibatkan perubahan stimulus lingkungan yang diasosiasikan dengan tidur. Teknik kontrol stimulus ini bertujuan untuk memperkuat hubungan antara tempat tidur dan tidur dengan sebisa mungkin membatasi aktivitas yang dihabiskan di tempat tidur untuk dapat tertidur . Namun ketika orang – orang menggunakan tempat tidur untuk banyak aktivitas lainya, seperti makan, membaca, dan menonton televisi, tempat tidur dapat kehilangan asosiasinya dengan rasa kantuk. Lebih jauh lagi, semakin lama orang dengan insomnia berbaring di tempat tidur berguling-guling, semakin tempat tidur diasosiasikan dengan hal yang berhubungan dengan kecemasan dan frustasi ( Nevid, Rathus & Green, 2003).

Teknik relaksasi, seperti pendekatan relaksasi progresif, juga dapat dilatih sebelum waktu tidur untuk membantu menurunkan tingkat kesadaran fisiologis. Berdasarkan hasil studi metaanalisis, tidak terlihat bahwa kombinasi dari latihan kontrol stimulus dan relaksasi menghasilkan keuntungan yang lebih besar daripada jika masing-masing pendekatan tersebut dijalankan secara tersendiri (Nevid, Rathus & Green, 2003)

Secara umum intervensi yang telah dilakukan dapat dilaksanakan dengan baik karena dalam pelaksanaannya faktor kesediaan klien dan sikap yang kooperatif dalam menjalani setiap sesinya sangatlah membantu dalam perubahan yang terjadi pada diri klien sehingga klien dapat tidur.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil penelitian menggambarkan bahwa gangguan tidur pada lansia selain karena faktor usia, juga sangat bergantung pada kondisi psikologisnya, seperti penyesuaian diri dalam menghadapi realitas, perginya atau hilangnya orang yang dicintainya.

Selain itu, hasil intervensi menunjukkan bahwa subyek dapat merasakan manfaat intervensi dan menyadari persoalan-persoalan yang selama ini membebani pikiran dan perasaan klien serta mampu menjalankan beberapa intervensi yang diberikan padanya, seperti merubah kebiasaan tidur dan aktivitas lainnya sehingga subyek dapat tidur, meskipun masih sering terjaga ketika malam tetapi tidak membuat klien merasa terganggu.

(16)

Saran

Hasil penelitian yang ada menuntut adanya pemberian beberapa saran, yaitu :

1. Bagi subyek penelitian

Diharapkan senantiasa melakukan teknik – teknik penanganan gangguan tidur yang telah diajarkan, agar tidak tergantung dengan obat – obatan, seperti obat tidur dan lainnya.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Dalam melaksanakan intervensi hendaknya terapis bisa membuat rancangan intervensi yang lebih efektif komprehensif sehingga dapat membantu menangani gangguan tidur secara efisien dan efektif. Selain itu, terapis dapat mempersiapkan standard pengukuran (kuantitatif) untuk melihat keadaan subyek sebelum intervensi sehingga dapat dibandingkan dan diukur setelah subyek mendapat intervensi, yang mana hal ini untuk melihat seberapa besar perubahan yang diperoleh subyek selama mengikuti intervensi.

DAFTAR PUSTAKA

Davison, Gerald C., Neale, John M., (2006) Psikologi abnormal. Edisi 9. Jakarta : Rajawali Pers.

Departemen Sosial RI & Direktorat Jendral Bina Keluarga Sosial. (1997). -

Petunjuk teknis pelaksanaan pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia dalam panti. Jakarta.

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fouth Edition (DSM-IV). Washington DC. American Psychiatric Association, (1994).

Durand M. V., Barlow H. D., (2006) Psikologi abnormal. Edisi 4.Jakarta. Pustaka Pelajar.

Goodwin, C.J.,(2005). Research in Psychology Method and Design. Fourth - Edition. USA : Jhon Wiley & Son, Inc

Glaser, R. (1987). Cognitive and environmental perspectives on assessin

achievement. In E. E. Freeman (Ed.), Assessment in the service of learning. Proceedings of the 1987 ETS Invitational Conference (pp. 37-43). Princeton, NJ: Educational Testing Service.

(17)

Hutapea, Ronald. (2005). Sehat dan ceria di usia senja. Jakarta : PT. Rineka – Cipta.

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang - rentang kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

Ismayadi, (2004). Proses menua (Aging Process). Online.

http://subhankadir.files.wordpress.com/2008/01/perkembangan-lansia.pdf, Tanggal Akses : 23 Februari 2011.

Kazdin,A.E.,(1998).Research design in clinical psychology.Washington DC : America Psychological Association.

Marcel, Gaharu M, Lumempouw SF. Gangguan tidur pada usia lanjut. Didapat dari URL: http://www.perdossi.or.id/show_file.html?id=146. Diakses tanggal 29 Januari 2011.

Newman, B., & Newman, P. (2006). Development Through Life : A Psychosocial- Approach. Belmont : Thomson Wadsworth Learning.

Papalia, D. E., Olds, SE., & Feldman, RE. (2004). Human development : Ninth Edition. New York : McGraw Hill.

Prayitno, A. (2002). Gangguan pola tidur pada kelompok usia lanjut dan -

penatalaksanaannya. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Jakarta.

Priharjo, R. (1996) pengkajian fisik keperawatan. Edisi 2. Jakarta. EGC

Sadock BJ, Sadock VA. 2007.Kaplan and Sadock’s synopsis of psychiatry. 10th ed. Wolter Kluwer. Philadelphia.

Santrock, J. W. (2006). Perkembangan masa hidup : Edisi Kelima ( Terjemahan – Juda Damanik & Achmad Chusairi). Jakarta : UI Press.

SKM, Hardiwinoto, Stiabudi, Tony (2005). Tinjauan dari berbagai aspek. PT – Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Shaughnessy, J. J., Zechmeister, E.B., & Zechmeister, J.S.(2007). Metodologi penelitian psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Trull, T.J., & Phares, J.E.,(2001). Clinical psychology concepts, methods,and profession. sixth edition. USA : Wadsworth Thompson Learning. Wiramihardja, S.A.,(2004). Pengantar psikologi klinis. Bandung : Refika

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh biaya kualitas terhadap laba bersih di PT PINDAD (Persero ) di Divisi Tempa dan Cor dalam kurun waktu tahun 2002 sampai dengan 2009 adalah sebesar 78%, artinya

oleh Bank Kustodian (in complete application and in good fund) dan Unit Penyertaan diterbitkan oleh Bank Kustodian; (ii) aplikasi penjualan kembali Unit Penyertaan

Seseorang yang mengonsumsi ikan dan kerang yang menandung Asdari Wilayah PesisirKota Makassar memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan dengan yang tidak

kualitatif-kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) karakteristik modul IPA berbasis saintifik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan keterampilan membaca antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe reseptif

Ini memperlihatkan bahwa dosis radiasi pada setiap kedalaman yang telah ternormalisasi dengan luas lapangan yang lebih besar akan terbentuk banyak radiasi hambur dan lebih

Interviewee: Belajar kromatis itu perlu,kromatis itu untuk nada umpanya ya prospel tadi,,,contoh prospel gini umpamanya mainnya c atau d ya,,ha itu saya tadi dimulai

Bahkan Dirjen Pendidikan Islam telah menetapkan tiga indikator mutu lulusan, yaitu: (1) tercapainya dan/atau terlampauinya Standar Nasional; Siswa madrasah harus