• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Plato1 Dieng merupakan sebuah dataran tinggi yang berada di atas 2000 m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato Dieng berada di perbatasan antara Kabupaten Wonosobo dengan Kabupaten Banjarnegara. Di Plato Dieng terdapat tinggalan arkeologi yang cukup beragam jenisnya.

Tinggalan arkeologi yang terdapat di Plato Dieng berupa Kompleks Candi Arjuna, Kompleks Candi Setyaki, Kompleks struktur, dan saluran air. Keberadaan Kompleks candi, kompleks struktur, dan saluran air kuna menjadikan Plato Dieng memiliki karakteristik tata ruang percandian yang unik dibandingkan dengan candi-candi lain pada masa Mataram Kuna. Selain itu, Plato Dieng juga memiliki karakteristik lingkungan fisik unik berbeda dengan candi-candi di wilayah dataran rendah.

Plato Dieng pada mulanya merupakan sebuah danau yang terbentuk karena pembendungan lava hasil dari letusan gunung api. Semakin cepatnya sedimentasi dari Pergunungan Api Dieng berakibat pada semakin cepat mengeringnya danau di Plato Dieng. Proses mengeringnya danau di Plato Dieng juga disebabkan oleh adanya upaya manusia pada masa klasik untuk mengeringkan danau dengan cara membuat saluran air keluar (Umbgrove, 1930 dalam Sumedi, 2013: 85).

1

Plato adalah sebuah dataran tinggi yang dikelilingi oleh perbukitan (Kamus Bahasa Indonesia, 2008: 1177)

(2)

Saluran air keluar di Plato Dieng disebut dengan Gangsiran Aswatama. Saluran tersebut berfungsi sebagai pengendali debit air serta mengeringkan danau pada masa klasik. Danau yang telah dikeringkan berubah menjadi dataran dan kemudian dimanfaatkan sebagai lokasi untuk mendirikan candi. Gangsiran Aswatama pernah difungsikan kembali pada 1856 oleh J. Kinbergen karena candi-candi yang akan didokumentasikannya terendam air (Wirjosoeparto, 1957: 14). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa Plato Dieng memiliki potensi air yang cukup besar bahkan dapat mengancam keberadaan candi namun kondisi tersebut tidak menyurutkan manusia untuk mendirikan candi dan struktur di bagian dataran.

Keberadaan kompleks struktur di dekat percandian juga menjadi salah satu hal yang menarik karena candi-candi di Jawa Tengah jarang ditemukan struktur bekas bangunan. Kompleks Struktur di Plato Dieng diperkirakan merupakan bangunan semi profan pada masa klasik dan berfungsi sebagai tempat istirahat sementara bagi penziarah candi di Plato Dieng (Kempers, 1959: 32). Secara hipotesis, Kompleks strukturdi Plato Dieng digambarkan memiliki umpak-umpak batu andesit sebagai penyangga bangunan, lantai dan tiang dari kayu tanpa dinding, serta atap terbuat dari jerami (BPCB Jawa Tengah, 2008).

Bangunan tanpa dinding tentu kurang efektif untuk melindungi manusia dari suhu dingin, mengingat pada masa klasik Plato Dieng dikelilingi oleh hutan yang cukup lebat (Pudjoarinto, 1999: 229). Hal tersebut berdampak pada suhu udara yang lebih dingin dibandingkan suhu di Plato Dieng masa kini yang dapat mencapai 0ºC di malam hari. Kondisi suhu yang cukup dingin di Plato Dieng juga

(3)

tidak menyurutkan manusia pada masa klasik untuk melangsungkan aktivitas religi.

Lokasi kompleks candi di Plato Dieng secara relatif berada jauh dataran rendah yang menjadi daerah aktivitas manusia pada masa klasik2. Dataran rendah dimanfaatkan oleh manusia karena aksesibilitas yang mudah dan adanya sumber daya alam yang dapat mendukung kehidupan. Berbanding terbalik dengan hal tersebut, kompleks candi dan struktur di Plato Dieng berada di sebuah dataran tinggi dan dikelilingi oleh Pergunungan api. Aksesibilitas juga tidak semudah di dataran rendah, untuk menuju Dieng harus melalui lereng-lereng pergunungan api yang cukup terjal.

Salah satu akses menuju Dieng dapat ditempuh melalui jalan kuna yang disebut dengan Ondo Budho. Jalan tersebut menghubungkan wilayah dataran rendah dengan Plato Dieng, lokasinya berada di lereng-lereng perbukitan yang cukup terjal. Kondisi tersebut tentu memberikan gambaran aksesbilitas menuju Plato Dieng tidak semudah di dataran rendah.

Keberadaan pergunungan api yang memiliki kawah-kawah aktif menjadi ancaman bagi peziarah candi pada masa klasik di Plato Dieng. Kawah-kawah aktif di sekitar Pergunungan Api Dieng dapat mengeluarkan gas beracun yang mengancam keselamatan manusia di Plato Dieng. Selain itu, Keberadaan bahaya longsor dari lereng-lereng terjal juga dapat menjadi salah satu ancaman bagi peziarah candi di Plato Dieng pada masa klasik.

2

Keberadaan candi-candi dan toponim-toponim di dataran rendah seperti daerah prambanan, daerah borobudur, dan daerah temanggung membuktikan adanya aktivitas manusia pada masa klasik (Degroot, 2009: 46-49)

(4)

Kondisi lingkungan di Plato Dieng yang berbeda dengan wilayah dataran rendah, tidak menyurutkan manusia pada masa klasik untuk memilih Plato Dieng sebagai tempat melangsungkan aktivitas keagamaan. Bahkan beberapa prasasti yang di temukan di Dieng dan sekitarnya, mengindikasikan Dieng digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama3. Adanya penempatan kompleks candi yang jauh dari aktivitas manusia di dataran rendah dan dengan kondisi lingkungan yang sedemikian rupa tentu perlu dikaji lebih dalam.

Pada dasarnya candi merupakan tempat yang sakral dan tempat yang digunakan untuk melakukan pemujaan terhadap dewa (Soekmono, 1993: 281). Kebutuhan akan ruang-ruang sakral tentu akan mendorong manusia untuk mempertimbangkan pemilihan lokasinya. Lokasi tersebut tentunya memiliki kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian untuk mengetahui latar belakang pemilihan lokasi situs-situs di Plato Dieng.

I.2. Perumusan Masalah

Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah faktor yang melatarbelakangi pemilihan lokasi situs-situs di Plato Dieng?

2. Bagaimanakah kesejajaran antara konsep ruang sakral dengan kondisi lingkungan fisik di Plato Dieng?

3

Prasasti Dieng tertua berangka tahun 809 M (kempers, 1959: 32) sedangkan prasasti termuda berangka tahun 1200 M (Nakada, 1985: 78-85)

(5)

I.3. Batasan Penelitian

Penelitian ini difokuskan untuk mengungkapkan latar belakang Plato Dieng dipilih sebagai lokasi untuk mendirikan bangunan suci. Materi yang dibahas difokuskan pada aspek lingkungan fisik serta konsep keagamaan yang dapat berpengaruh dalam pemilihan lokasi candi.

Wilayah penelitian berada di Plato Dieng. Pengambilan wilayah penelitian didasarkan adanya kepadatan tinggalan arkeologi di Plato Dieng. Selain itu, keberadaan situs-situs dalam sebuah bentuklahan yang dulunya merupakan sebuah danau memiliki keunikan yang perlu dikaji.

Batasan temporal atau periode yang digunakan dalam penelitian adalah abad ke-8 M hingga abad ke-9 M. Penggunaan periode ini didasarkan atas pertimbangan dari aspek arsitektural candi-candi di Kompleks Candi Arjuna dan Kompleks Candi Setyaki, prasasti, dan arca yang memiliki pertanggalan relatif sama dengan masa Mataram Kuna.

1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah

1. Memperoleh faktor-faktor yang melatarbelakangi pemilihan lokasi situs-situs di Plato Dieng.

2. Menjelaskan hubungan kesejajaran antara konsep ruang sakral dengan kondisi lingkungan fisik di Plato Dieng.

(6)

I.5.Keaslian Penelitian

Laporan Belanda yang pertama kali yang menyebutkan Dieng adalah catatan H.C. Cornelius yang pernah berkunjung ke Plato Dieng tahun 1814. Laporan perjalanan tersebut berisi tentang kondisi Dieng yang merupakan sebuah danau besar sehingga beberapa candi di Plato Dieng teredam air. Pada tahun 1856 J. Kinbergen menindaklanjuti laporan Cornelius, Kinbergen mengaktifkan kembali Gangsiran Aswatama serta melakukan pemotretan dan penggalian namun hingga saat ini laporan penggalian Kinbergen tidak ditemukan.

Penelitian dilanjutkan oleh H.L. Melville tahun 1911-1916, hasil dari penelitian tersebut mendorong Gubernur Hindia Belanda mengeluarkan sebuah surat keputusan yang berisi adanya 104 buah struktur, candi, dan temuan lepas yang berada di wilayah Dieng. Buku laporan Belanda tahun 1915 yang berjudul

Rapporten Oudheid Kundige Dienst (ROD) juga mendiskripsikan mengenai Dieng. Pada laporan (ROD) disebutkan disekitar bekas pendhopo (struktur) Dieng ditemukan banyak arca-arca.

Penelitian Dieng pernah dilakukan oleh Sutjipto Wirjosoeparto (1957) dengan judul penelitian Sedjarah Bangunan Kuna Dieng. Penelitian oleh Wirjosoeparto menyebutkan terdapat periodesasi dalam pembangunan percandian di Dieng. Penelitian arkeologi juga pernah dilakukan oleh Ph. Subroto (1973). Penelitian tersebut secara garis besar menggambarkan temuan dan sebarannya di Dieng.

Penelitian arkeologi yang pernah dilakukan oleh mahasiswa di Dieng diantaranya: Latar Belakang Penempatan Dewa-Dewa Trimurti pada Candi

(7)

Srikandi (Susilo, 1996) yang membahas mengenai konsep-konsep penempatan Trimurti di Candi Srikandi namun tidak membahas dieng secara keseluruhan. Penelitian berjudul Karakteristik Arsitektur Candi Bhima (Suyamto, 1997) lebih membahas mengenai arsitektur Candi Bima.

Penelitian Periodesasi Kompleks Percandian Dieng (Indah Purnastuti, 2000) menjelaskan mengenai periodesasi pembangunan candi-candi di Dieng berdasarkan gaya arsitekturnya. Penelitian Pembacaan Ulang Prasasti Mangulihi A dan Mangulihi B (Aziz A. Wicaksono, 2014) membahas aspek-aspek epigrafi dan paleografi pada kedua prasasti tersebut. Penelitian Karakteristik Arca pada Kompleks Percandian Dieng (Dimas R. Asiyanto, 2015) membahas karakteristik ikonografis arca-arca Dieng. Pada tahun 2010 Ekskavasi di Dieng dilakukan oleh Departemen Arkeologi UGM dan menemukan fragmen gerbah dan keramik.

Penelitian mengenai pengelolaan sumber daya arkeologi yang dilakukan di Dieng diantaranya Studi pemintakatan Situs Kompleks Percandian Dieng (Hari U. Drajat, 1997), Pengelolaan Warisan Budaya di Plato Dieng: Kajian Lansekap, Sejarah Pengelolaan, dan nilai penting (Jajang A. Sonjaya, 2005), dan Studi Pelestarian Kawasan Rawan Bencana Geologi Percandian Dieng (Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, 2011).

I.6. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan pustaka atau penelitian-penelitian yang ditinjau untuk memberikan gambaran sekaligus memperkuat analisis dan interpretasi. Topik-topik penelitian yang ditinjau dalam penelitian ialah tulisan

(8)

yang berhubungan dengan konsep pemilihan lokasi candi dan pengaruh lingkungan terhadap candi. Pustaka yang membahas mengenai konsep penempatan bangunan suci ialah tulisan Dwi Pradnyawan (2000) yang berjudul Latar Belakang Pemilihan Lokasi Situs-Situs Di Pegunungan Batur Agung, Prambanan, Daerah Istimewa Yogyakarta. Topik yang dibahas adalah pengaruh ruang, pemujaan dewa, dan lingkungan terhadap pemilihan lokasi Situs.

Laporan penelitian Niken Wirasanti (2001) yang berjudul Keberadaan Candi-Candi di Perbukitan Batur Agung membahas mengenai keterkaitan antara dari aspek keagamaan dan aspek lingkungan dalam pemilihan lokasi situs di Perbukitan Batur Agung. I.G.N. Anom dalam disertasinya membahas mengenai Keterpaduan Aspek Teknis dan Keagamaan dalam Pembangunan Candi: Studi Kasus Kompleks Candi Sewu. Disertasi tersebut memberikan gambaran konsep-konsep pemilihan lokasi.

Pustaka mengenai konsep pemilihan lokasi bangunan suci adalah tulisan Prasanna Kumar Acharya (1926) yang berjudul Indian Architecture According to Manasara-Silpasastra. Tulisan tersebut membahas konsep-konsep bangunan suci di India pada umumnya. Pustaka-pustaka di atas digunakan untuk memberikan gambaran sekaligus membantu proses analisis yang dilakukan.

Hubungan penempatan candi dengan lingkungan pernah dibahas dalam beberapa penelitian. Salah satunya adalah tulisan Mundardjito (1993) dalam disertasinya yang berjudul Pertimbangan Ekologi dalam Penempatan Situs-Situs Masa Hindu-Budha di Daerah Yogyakarta: Kajian Arkeologi-Ruang Skala Makro

(9)

menjelaskan adanya variabel-variabel lingkungan yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi.

Pustaka yang berhubungan dengan pemanfaatan lingkungan ialah penelitian dari Niken Wirasanti (2000) dalam tesis yang berjudul Pemanfaatan Sumber daya Lingkungan pada Masa Mataram Kuna Abad IX-X Masehi: Studi Kasus Wilayah Prambanan dan Sekitarnya. Penelitian tersebut menjelaskan adanya upaya pemanfaatan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat pada masa klasik. Pustaka-pustaka yang berhubungan dengan lingkungan tersebut digunakan untuk membantu membahas hubungan situs dengan kondisi ekologis di sekitarnya.

I.7. Metode Penelitian

Penalaran yang digunakan dalam penelitian adalah penalaran induktif. Penalaran induktif adalah cara berpikir yang diawali dengan pengumpulan data berupa fakta-fakta yang ditemukan di lapangan kemudian di lakukan analisis untuk dikonstruksikan menjadi sebuah generalisasi atau kesimpulan (Sugiyono, 2008: 8-9). Sesuai dengan permasalah penelitian, penelitian deskriptif digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis dan mendeskripsikan hasil penelitian. Penelitian deskriptif merupakan sebuah penelitian yang memberikan gambaran terhadap suatu fakta atau gejala dalam suatu fenomena tertentu yang disertai dengan analisis untuk memecahkan permasalahan penelitian (Singarimbun, 1981: 9-10). Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap:

(10)

I.7.1. TAHAP PENGUMPULAN DATA

Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah tinggalan arkeologi dan kondisi lingkungan fisik di Plato Dieng. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian adalah konsep keagamaan, peta, dan penelitian-penelitian terkait. Data primer dalam penelitian-penelitian ini dikumpulkan melalui observasi lapangan dan data sekunder dikumpulkan melalui studi pustaka. Cara-cara pengumpulan dan data-data yang dibutuhkan dijelaskan di bawah ini:

I.7.1.1. STUDI PUSTAKA. Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder mencakup gambaran lingkungan fisik dan data tinggalan arkeologi di Plato Dieng. Pustaka yang dikumpulkan berupa laporan-laporan penelitian yang berkaitan dengan tinggalan arkeologi di Dieng serta kondisi lingkungan pada masa lalu di Plato Dieng. Data pustaka dikumpulkan terlebih dahulu agar mendapatkan gambaran umum wilayah penelitian.

Pustaka yang dikumpulkan untuk pembahasan aspek keagamaan difokuskan pada tulisan-tulisan yang memuat konsep ruang sakral dalam agama Hindu, kosmologi gunung, hubungan pemujaan dewa dengan pemilihan lokasi candi, dan filosofi perjalanan hidup manusia pada agama Hindu.

Peta yang dikumpulkan berupa peta rupa bumi Indonesia lembar Kejajar. Peta tematik yang dikumpulkan untuk memberikan gambaran lingkungan fisik di Dieng Plateau, yaitu: peta geologi, peta jenis tanah, peta sumber daya air, dan peta lereng. Peta lama yang memuat hasil-hasil

(11)

inventaris situs di Dieng juga digunakan untuk mengetahui sebarannya. Keseluruhan peta tersebut digunakan untuk mengetahui posisi situs, orientasi, dan sumber daya alam yang berada di sekitarnya.

I.7.1.2. OBSERVASI LAPANGAN. Observasi lapangan dilakukan untuk mengunpulkan data primer di lokasi penelitian (lihat peta 1, halaman 16). Observasi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap tinggalan arkeologi dan kondisi lingkungan fisik di Plato Dieng. Data-data didokumentasi secara visual dengan foto dan verbal dengan melakukan pencatatan. Selain itu, juga dilakukan pencatatan koordinat tinggalan arkeologi agar dapat diolah dengan peta yang telah dikumpulkan. Tujuan dari observasi di Plato Dieng adalah mendapatkan gambaran data dan kondisi lingkungan yang ada pada saat ini.

I.7.2. TAHAP PENDESKRIPSIAN

Hasil dari pengumpulan data primer dan data sekunder yang telah didapatkan kemudian dideskripsikan. Data Primer hasil observasi terhadap tinggalan arkeologi yang berada di lokasi penelitian dideskripsikan. Deskripsi berupa kondisi tinggalan arkeologi dan kondisi lingkungan fisik di sekitar tinggalan arkeologi. Data primer tersebut juga ditambahkan data sekunder hasil studi pustaka untuk memperkuat gambaran kondisi lingkungan fisik dan tinggalan arkeologi.

(12)

Pendeskripsian juga dilakukan terhadap pustaka yang berkaitan dengan konsep kegamaan. Pendeskripsian ini mencakup konsep pemilihan lokasi candi, konsep kosmologi candi dan gunung, konsep perjalanan hindu, dan konsep pemujaan dewa yang berhubungan dengan bangunan suci. Deskripsi ini merupakan konsep-konsep yang akan dibahas pada bagian pembahasan.

Pada tahap ini juga dilakukan proses registrasi, digitasi, dan pengelolaan basis data spasial agar peta-peta yang telah dikumpulkan dapat dianalisis dengan cara melakukan overlay antara peta situs dengan masing-masing peta tematik. Pada proses ini menghasilkan masing-masing peta tematik yang telah siap untuk dianalisis.

I.7.3. TAHAP ANALISIS DAN INTEPRETASI

Tahap analisis dilakukan dengan dua pendekatan yang berbeda, yaitu: pendekatan ekologi yang dilakukan dengan cara analisis terhadap lingkungan fisik dan pendekatan fenomenologi dilakukan dengan cara analisis konseptual dan kosmologi. Kedua pendekatan tersebut digunakan agar dapat memecahkan masalah penelitian.

Pendekatan fenomenologi merupakan sebuah cara berfikir yang menekankan pada pengalaman-pengalaman manusia dan bagaimana manusia menginterpretasikan pengalamannya (Jailani, 2013: 42). Konsep utama dalam fenomenologi adalah makna yang merupakan isi penting yang muncul dari pengalaman kesadaran manusia (Smith, dkk., 2009: 11)

(13)

Pendekatan fenomenologi dalam penelitian digunakan untuk lebih mengungkapkan makna ataupun simbol terkait dengan hubungan penempatan situs dengan ruang yang sakral, hubungan kosmologi gunung dengan pemilihan lokasi bangunan suci, dan hubungan filosofi perjalanan hidup manusia dengan bangunan suci.

Analisis digunakan dalam pendekatan fenomenologi adalah analisis kontekstual, analisis ini tidak memfokuskan pada satu tinggalan arkeologi saja, tetapi suatu tinggalan arkeologi hubungannnya dengan perilaku masyarakat yang berarti tinggalan arkeologi berasal dari sistem perilaku budaya (Mundardjito, 1993: 6-7).

Pendekatan ekologi dilakukan dengan cara analisis lingkungan atau lansekap merupakan studi perbatasan yang mensinergikan aspek-aspek fisik dan budaya serta inter-relasi antara keduanya hingga membentuk fenomena bentanglahan masa lalu. Fokus pendekatannya pada hubungan antara corak dan sebaran tinggalan arkeologi dengan karakteristik bentanglahan di sekitarnya (Yuwono, 2007: 116-121).

Analisis terhadap lingkungan fisik dilakukan dengan cara melakukan

overlay antara situs-situs dengan peta kondisi geologi, hidrologi, jenis tanah, dan lereng. Hasil analisis tersebut digunakan untuk menginterpretasikan gambaran hubungan penempatan situs dengan variabel lingkungan fisik di Plato Dieng.

(14)

I.7.4. TAHAP PENARIKAN KESIMPULAN

Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam penelitian serta merupakan gambaran umum hasil pembahasan. Kesimpulan penelitian ditarik dari hasil analisis yang dilakukan penulis sehingga dapat diperoleh faktor-faktor yang melatarbelakangi pertimbangan pemilihan lokasi situs-situs di Dieng Plateau. Selain itu, juga diperoleh gambaran mengenai kesejajaran lingkungan fisik dengan konsep keagamaan di Dieng Plateau.

(15)
(16)

Referensi

Dokumen terkait

Adapun narasumber dalam penelitian ini yaitu Anon¸ Harry Fandinus, dan Ligorius Niang (Tokoh Masyarakat). Sumber data yang diambil adalah saat peneliti sedang melakukan

BELANJA BARANG YANG AKAN DISERAHKAN KEPADA MASYARAKAT/ PIHAK KETIGA. Belanja Barang Yang Diserahkan

Lempung adalah bahan berbutir halus (<0,002mm), terdapat secara alami dan bersifat tanah, tersusun oleh mineral-mineral lempung (senyawa alumina silikat hidrat) dan

Pada area ini dilakukan pengukuran pada 6 titik seperti yaitu titik A merupakan pintu penghubung antara ruang CT Scan dengan operator, titik B merupakan tempat dimana operator

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan sejumlah instrumen antara lain:Lembar Observasi Aktivitas Siswa (LOAS) meliputi kegiatan membaca

Untuk info lebih lengkap mengenai tarif dan bea masuk gula, dapat dilihat di website Directorate General of Costum Taiwan , dengan memasukan 1703 atau 1704 (yang

Pada prinsipnya pengetahuan yang harus diketahui oleh warga negara berkaitan dengan hak dan kewajiban/peran sebagai warga negara dan pengetahuan yang mendasar

Pembuatan minyak atsiri dengan penyulingan atau destilasi dipengaruhi oleh 3 faktor, antara lain: besarnya tekanan uap yang digunakan, bobot molekul