• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Aeromonas hydrophila 2.1.1 Klasifikasi Bakteri A. hydrophila - UJI EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum x africanum Lour.) TERHADAP PERTUMBUHAN Aeromonas hydrophila GPl-04 SECARA IN-VITRO - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Aeromonas hydrophila 2.1.1 Klasifikasi Bakteri A. hydrophila - UJI EFEKTIVITAS MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum x africanum Lour.) TERHADAP PERTUMBUHAN Aeromonas hydrophila GPl-04 SECARA IN-VITRO - repository perpustakaan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri Aeromonas hydrophila

2.1.1 Klasifikasi Bakteri A. hydrophila

Menurut Holt et al. (1998), A. hydrophila diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum : Protophyta

Classis : Schizomycetes Ordo : Pseudomonadales Familia : Vibrionaceae Genus : Aeromonas

Species : Aeromonas hydrophila

2.1.2 Morfologi Bakteri A. hydrophila

(2)

2.1.3 Serangan Bakteri A. hydrophila pada Ikan

Bakteri A. hydrophila dapat menyerang semua jenis ikan air tawar dan jenis penyakitnya disebut Motil Aeromonas Septicemia (MAS) atau sering juga disebut Hemorrhage Septicemia (Afrianto & Liviawaty, 2009). A. hydrophila juga dapat menyerang amphibian, reptil, dan manusia (Newman, 1982 dalam Mulia, 2012). A. hydrophila merupakan organisme oportunistik karena penyakit yang disebabkan mewabah pada ikan-ikan yang mengalami stres atau

pemeliharaan dengan padat tebar tinggi (Irianto, 2005). Serangan bakteri ini bersifat laten (berkepanjangan), jadi tidak memperlihatkan gejala penyakit

meskipun telah dijumpai pada tubuh ikan. Serangan bakteri ini baru terlihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stres yang disebabkan oleh penurunan kualitas air, kekurangan pakan, atau penanganan yang kurang baik

(Kordi, 2004).

Tanda-tanda klinis infeksi A. hydrophila bervariasi, tetapi pada umumnya ditunjukkan dengan adanya hemoragik pada kulit, insang, rongga mulut, dan borok pada kulit yang dapat meluas ke jaringan otot. Sering pula tanda-tanda klinis ditunjukkan dengan terjadinya eksoptalmia, ascites, pembengkakan limpa, dan ginjal. Secara hispatologis tampak terjadinya nekrosis pada limpa, hati, ginjal, dan jantung (Irianto, 2005).

Selain itu, ikan yang terserang bakteri A. hydrophila juga menunjukkan gejala-gejala berupa: warna tubuh ikan menjadi gelap, menurunnya kemampuan berenang ikan, mata ikan rusak dan agak menonjol, sisik terkelupas, seluruh

(3)

permukaan air, insang ikan rusak sehingga kesulitan bernapas, kulit menjadi kesat, dan timbul pendarahan yang selanjutnya diikuti dengan luka-luka borok, perut

ikan kembung, dan jika dilakukan pembedahan maka akan kelihatan pada hati, ginjal, dan limfa (Kordi, 2010).

Infeksi Penyakit MAS yang disebabkan oleh A. hydrophila dapat terjadi melalui permukaan tubuh ikan yang luka, melalui insang, atau saluran pencernaan. Penyebarannya berlangsung sangat cepat pada tubuh ikan. Penularan bakteri A. hydrophila dapat berlangsung melalui air, kontak badan, kontak dengan peralatan yang telah tercemar, atau dengan pemindahan ikan yang telah terinfeksi A. hydrophila dari satu tempat ke tempat lain (Afrianto & Liviawaty, 2009). Pada ikan lele, tingkat kematian dapat mencapai 80-100% dalam waktu sekitar satu minggu. Penyebaran penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini sangat luas, cepat

sejalan dengan meluasnya usaha budidaya, meluasnya penyebaran benih, dan ikan yang akan dikonsumsi (Mulia, 2007).

2.2 Antibiotik

Kata antibiotik diberikan pada produk metabolik yang dihasilkan oleh suatu organisme tertentu, yang dalam jumlah sangat kecil bersifat

merusak/menghambat mikroorganisme lain. Dengan kata lain, antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang

menghambat mikroorganisme lain (Pelczar & Chan, 1988).

Antibiotik lazim digunakan untuk pengobatan, tetapi dapat dijadikan sebagai kemoterapi, gizi tambahan pertumbuhan budidaya udang dan budidaya

(4)

oleh Alexander Fleming, tetapi baru dikembangkan pada tahun 1942 oleh dokter Florey. Kemudian menyusul ditemukan jenis-jenis antibiotik lain seperti

streptomisin, tetrasiklin, eritromisin, dan kloramfenikol (Kordi, 2004).

Menurut Mariyono & Sundana (2002) kloramfenikol dapat menghambat

pertumbuhan bakteri A. hydrophila dengan baik dibandingkan tetrasiklin, novobiosin, trimetipsinin, dan eritrosin. Kloramfenikol merupakan suatu antibiotika spektrum luas yang berasal dari beberapa jenis Streptomyces venezuelae (Tira, 2002). Antibiotik ini aktif terhadap banyak bakteri Gram positif dan Gram negatif (Pelczar & Chan, 1988).

Kloramfenikol bersifat bakteriostatik bekerjanya menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri, misalnya menghambat sintesis protein bakteri. Antibiotik ini telah digunakan dalam budidaya ikan dan udang, baik saat

pembenihan maupun pembesaran (Kordi, 2004). Namun demikian, pemakaian kloramfenikol harus hati-hati karena jika penyalahgunaan atau penggunaan dosis

yang tidak tepat mempunyai efek samping terhadap organ tubuh seperti ginjal, menimbulkan resistensi, dan residu pada ikan (Mariyono & Sundana, 2002).

2.3 Tanaman Kemangi

2.3.1 Klasifikasi Tanaman Kemangi

Klasifikasi tanaman kemangi menurut Cronquist (1981) adalah sebagai berikut:

Klasifikasi Tanaman kemangi Kingdom : Plantae

(5)

Ordo : Lamiales Familia : Lamiaceae Genus : Ocimum

Species : Ocimum x africanum Lour.

2.3.2 Deskripsi Tanaman Kemangi

Tanaman kemangi merupakan tanaman herba tegak, dengan ketinggian antara 0,3-0,6 m, dan baunya sangat harum. Batang tanaman kemangi sering berwarna keunguan dengan caranya berambut berubah-ubah. Panjang tangkai daun sekitar 0,5-2 cm, helaian daun kemangi berbentuk bulat telur elips, elips, atau memanjang dengan ujung daun runcing, berbintik-bintik serupa kelenjar, pada sebelah menyebelah ibu tulang 3-6 tulang cabang, 3,5 – 7 kali 1,5 – 2,5 cm. karangan semu berbunga 6, berkumpul menjadi tandan ujung. daun pelindung kemangi berbentuk bulat telur atau elips dengan panjang sekitar 0,5-1 cm (van Steenis, 2008).

Tanaman kemangi mempunyai kelopak sisi luar yang berambut, kelopak sisi dalam bagian bawah dalam tabung berambut rapat dengan panjang ± 0,5 cm, gigi belakang jorong sampai bulat telur terbalik, dengan tepi mengecil sepanjang

tabung, gigi samping runcing dan kecil, serta kedua gigi bawah berlekatan menjadi bibir bawah dan bercelah 2. Bunga kemangi berbibir 2, mempunyai

panjang 8-9 mm, dari luar berambut, bibir atas bertaju 4, bibir bawah rata (van Steenis, 2008).

Buah tanaman kemangi keras berwarna cokelat tua, gundul, waktu

(6)

bentuk kait melingkar, seolah-olah duduk, dan dengan mulut yang terarah miring merendah dengan panjang 6 – 9 mm (van Steenis, 2008).

Gambar 2.1 Tanaman Kemangi

2.3.3 Manfaat Tanaman Kemangi

Tanaman kemangi mengandung senyawa metabolit sekunder yang

berfungsi sebagai antibakteri. Menurut Maryati et al. (2007) Minyak atsiri daun kemangi mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aereus dan Escherichia coli. Menurut Kadorahman et al. (2011) minyak atsiri daun kemangi efektif menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella enteritidis dengan antibiotik

(7)

2.3.4Kandungan Metabolit Sekunder Tanaman Kemangi

Pada tumbuhan terdapat dua senyawa organik antara lain metabolit primer

dan metabolit sekunder. Metabolit primer merupakan senyawa utama yang dibutuhkan untuk proses perkembangan dan pertumbuhan meliputi karbohidrat,

protein, lemak, vitamin dan lain-lain. Metabolit sekunder merupakan senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan dan tidak diperlukan secara langsung tetapi tetap diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidupnya (Salisbury & Ross, 1992).

Kemangi mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder. Kemangi mengandung flavonoid, saponin, tanin, dan triterpenoid/ steroid. Selain

senyawa-senyawa tersebut kemangi juga mengandung minyak atsiri (Medica et al. 2004).

2.3.4.1 Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu senyawa golongan fenol yang sering

terdapat glikosida. Golongan besar flavonoid mempunyai ciri adanya cincin piran yang menghubungkan rantai tiga-karbon dengan salah satu dari cincin benzena.

Flavonoid mempunyai banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungi sampai angiospermai. pada tumbuhan tingkat tinggi, flavonoid terdapat dalam bagian maupun dalam bunga (Robinson,

1995).

Flavonoid dikelompokkan menjadi tiga, yaitu antosianin, flavonol, dan

flavon (Salisbury & Ross, 1992). Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini merupakan penyebab hampir semua warna merah jambu, merah

(8)

tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin. Flavonol sangat tersebar luas dalam

tumbuhan, baik sebagai kopigmen antosianin dalam daun bunga maupun dalam daun tumbuhan tinggi, umumnya hanya ada tiga jenis yaitu kemferol, kuersetin

dan mirisetin. Flanol terdapat juga sebagai glikosida tetapi jenis glikosidanya lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol (Harborne, 1987).

Menurut Batari (2007), daun kemangi mempunyai kandungan flavonol

dan flavone berupa luteolin, quercetin, apigenin, dan kaempferol. Flavonoid berfungsi sebagai pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, antimikroba dan

antivirus. Fungsi flavonoid sebagai antimikroba dapat merusak membran plasma, menyebabkan kebocoran sel dan merusak susunan perubahan permeabilitas dinding sel bakteri pada konsentrasi rendah, dapat berkoagulasi dengan protein

seluler sehingga menyebabkan kematian pada konsentrasi tinggi (Robinson, 1995).

2.3.4.2Saponin

Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi rendah sering

menyebabkan hemolisis sel darah merah (peristiwa rusak atau pecahnya eritrosit). Senyawa tersebut meskipun dalam dosis yang sangat rendah dapat bersifat toksin

(9)

2.3.4.3 Tanin

Tanin merupakan golongan senyawa tumbuhan bersifat fenol yang mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Berdasarkan perbedaan struktur molekulnya tanin dibedakan menjadi dua yaitu tanin terkondensasi atau tanin katekin dan tanin terhidrolisis (Robinson, 1995). Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi kinetin tunggal (atau galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Sedangkan tanin terhidrolisis terdiri atas dua kelas, yang paling sederhana adalah depsida galoilglukosa. Pada senyawa ini inti yang berupa glukosa dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih. Pada jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat yaitu heksahidroksidifenat yang berikatan dengan glukosa (Harborne, 1987). Beberapa tanin terbukti mempunyai aktivitas antioksidan, menghambat pertumbuhan tumor, menghambat enzim seperti „reverse‟ transcriptase, dan DNA topoisomerase yang

merupakan enzim yang dalam replikasi pada bakteri (Robinson, 1995).

2.3.4.4 Triterpenoid/Streroid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,

(10)

2.3.4.5Minyak Atsiri

Minyak atsiri sebagian besar tergolong senyawa terpena, yaitu senyawa yang dibentuk dari satuan rumus bangun lima-karbon (unit isopren). Zat inilah yang menyebabkan wangi, harum, atau bau yang khas paada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-rempah serta sebagai cita rasa dalam industri makanan. Berdasarkan sifat kimiawinya, terpena minyak atsiri dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu monoterpen dan seskuiterpen, berupa isoprenoid C10 dan C15. Kedua senyawa tersebut memiliki titik didih yang berbeda-beda. Titik didih monoterpen antara 140-180°C, sedangkan untuk sesquiterpen mempunyai titik didih lebih dari 200°C. Isolasi minyak atsiri dari jaringan tumbuhan, mono-, dan seskuiterpena dipisahkan dengan ekstraksi memakai eter, eter minyak bumi, atau aseton (Harborne, 1987).

Tumbuhan kemangi mengandung minyak atsiri seperti eugenol, sineol,

methyl chavicol, protein, kalsium, fosfor, belerang, vitamin A, dan vitamin C. Minyak atsiri mengandung campuran dari bahan hayati termasuk didalamnya

aldehide, alkohol, ester, keton, dan terpen (Sesella, 2010), sedangkan menurut

Gunardi & Dewi (2010) kandungan minyak atsiri daun kemangi mengandung

linalool, 1-8 sineol, terpineol, geraniol yang merupakan senyawa golongan terpen,

eugenol dan methylchavicol (estragol).

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia

(11)

golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa

tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia akan

mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstrasi yang tepat (Depkes RI, 2000). Menurut Depkes RI (2000), metode ekstrasi dengan menggunakan pelarut ada dua cara yaitu cara dingin yang terdiri dari maserasi dan perkolasi, sedangkan

cara panas yang terdiri dari refluks, soxhlet, digesti, infuse, dan dekok.

2.4.1 Maserasi

Maserasi merupakan ekstraksi yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel,maka larutan yang terpekat didesak

ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan di dalam sel (Depkes, 1986).

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif

yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, strirak, dan

lain-lain. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah, sedangkan kerugiannya adalah

(12)

2.4.2 Perkolasi

Perkolasi merupakan ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu

baru hingga sempurna, umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi

sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes RI, 2000).

Prinsip perkolasi yaitu menempatkan serbuk simplisia dalam suatu bejana

silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif

sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh (Depkes, 1986).

2.4.3 Refluks

Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas relatif konstan dengan adanya pendinginan balik. Ada pengulangan proses pada residu pertama 3-5 kali

sehingga didapat proses ekstraksi yang sempurna (Depkes RI, 2000).

2.4.4 Soxhlet

Soxhlet merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang umumnya sampel

dibungkus dengan kertas saring sehingga ekstraksi dapat terus menerus terjadi dan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).

2.4.5 Digesti

(13)

hanya dapat digunakan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan (Depkes RI, 1986).

2.4.6 Infus

Infus merupakan sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia

dengan air pada suhu 900 selama 15 menit. Infundasi merupakan proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Cara ini sangat sederhana dan sering digunakan oleh

perusahaan obat tradisional (Depkes RI, 1986).

2.4.7 Dekok

Dekok merupakan ekstraksi dengan cara infus dengan waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didihnya air (100 0C) (Depkes RI, 2000).

3.5 Penyulingan (Destilasi) Minyak Atsiri

Pembuatan minyak atsiri dengan penyulingan atau destilasi dipengaruhi oleh 3 faktor, antara lain: besarnya tekanan uap yang digunakan, bobot molekul masing-masing komponen dalam minyak, dan kecepatan keluarnya minyak atsiri dari simplisia. Penyulingan untuk minyak atsiri ada 3.

3.5.1 Penyulingan dengan Air

(14)

3.5.2 Penyulingan dengan Air dan Uap

Pada metode ini menggunakan alat semacam dandang. Simplisia diletakkan di atas bagian yang berlubang-lubang sedangkan air di lapisan bawah. Uap dialirkan melalui pendingin dan sulingan ditampung, minyak yang diperoleh belum murni. Metode ini baik untuk simplisia basah atau kering yang rusak pada pendidihan (Depkes RI, 1985).

3.5.3 Penyulingan dengan Uap

Gambar

Gambar 2.1 Tanaman Kemangi

Referensi

Dokumen terkait

pemerintah yang berwenang baik nama, merk, logo, bentuk dan disainmaupun hal ciptanya, maka agen dilarang keras menggunakan nama, merk, logo, lambing alamat apalagi untuk

Development of Light Mayonnaise Formula Using Carbohydrate-Based Fat Replacement.. Pengaruh Air Perasan Buah Belimbing Wuluh ( Averrhoa bilimbi L.) terhadap Kadar Kolesterol

- Bahan komposit juga mempunyai kelebihan dari segi versatility (berdaya guna) yaitu produk yang mempunyai gabungan sifat- sifat yang menarik yang dapat dihasilkan dengan mengubah

Tesis dengan judul ” Praktik dan Determinan Voluntary Graphics Disclosure dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia ” ini disusun untuk melengkapi

Penyebab kecemasan pada keluarga pasien baru antara lain karena keluarga bingung, keluarga kurang mendapat penjelasan, ketakutan akan kematian, ketidakpastian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) tingkat daya tahan usaha restoran ayam goreng lokal dilihat dari sisi peran modal sendiri dalam mendukung kemandirian usaha; 2)

Based on geochemical analysis, source rocks of Lemat Formation in Limau Graben interpreted as source rock with fluvio-deltaic characterization, having terrestrial

Foto singkapan, litologi, petrografi dan mineragrafi LP 33 (Alterasi Advance Argilik) ..... Foto singkapan, litologi, petrografi dan mineragrafi LP