• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan RPPLH Provinsi DKI Jakarta (Penetapan Ekoregion)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan RPPLH Provinsi DKI Jakarta (Penetapan Ekoregion)"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

BAB – I

PENDAHULUAN I - 1

1.1. LATAR BELAKANG I - 1

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN I - 4

1.3. SASARAN I - 4

1.4. MANFAAT I - 4

1.5. REFERENSI HUKUM I - 4

1.6. HASIL YANG DIHARAPKAN I - 6

1.7. INVENTARISASI, PENETAPAN EKOREGION DAN PENYUSUNAN RPPLH

PROVINSI I - 6

1.8. EKOREGION SEBAGAI KONSEP PERWILAYAAN I - 7

BAB – II

GAMBARAN UMUM WILAYAH DKI JAKARTA II -1

2.1. LETAK GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN II - 1 2.2. KARAKTERISTIK LINGKUNGAN FISIK (ABIOTIK) II - 6

2.2.1. Karakteristik Topografi II - 6

2.2.2. Karakteristik Tanah dan Geologi II - 6

2.2.3. Karakteristik Klimatologi II - 9

2.2.4. Karakteristik Hidrologi II - 11

2.3. KARAKTERISTIK LINGKUNGAN HAYATI (BIOTIK) II - 11

2.3.1 Karakteristik Hutan II - 11

2.3.2 Karakteristik Flora dan Fauna II - 14

2.4. KARAKTERISTIK LINGKUNGAN KULTURAL II - 15

2.4.1. Karakteristik Kependudukan II - 15

2.4.2. Karakteristik Penggunaan Lahan II - 17

(4)

2.5.2. Potensi Ketersediaan Air Tanah II - 24 2.5.3. Potensi dan Ketersediaan Keanekaragaman Hayati II - 29 2.6. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP II - 32

2.6.1. Umum II - 32

2.6.2. Konflik dan Penyebab Konflik II - 32

BAB – III

METODOLOGI III -1

3.1. UMUM III - 1

3.2. KONSEP DASAR III - 1

3.3. METODE PENENTUAN BATAS EKOREGION III - 2

3.3.1. Parameter Deliniasi Pemetaan Ekoregion III - 3

3.4. METODE PENDEKATAN III - 3

3.4.1. Kegiatan Identifikasi dan Deskripsi III - 5

3.4.2. Kegiatan Sintesis III - 8

3.5. METODE PEMETAAN III - 10

3.5.1. Sumber Data III - 10

3.5.2. Kompilasi dan Interpretasi Data III - 11

3.5.3. Penyajian Peta Ekoregion III - 12

3.6. REKOMENDASI UNTUK RPPLH III - 12

BAB – IV

SURVEY DAN PEMETAAN EKOREGION JAKARTA IV -1

4.1. KONSEP DAN DEFINISI IV - 1

4.2. METODE SURVEY IV - 2

4.3. PENGOLAHAN DATA DAN PEMBUATAN PETA TEMATIK IV - 4 4.4. DOKUMENTASI SURVEY EKOREGION DKI JAKARTA IV - 4

BAB – V

WILAYAH EKOREGION DKI JAKARTA V -1

5.1. DELINIATOR EKOREGION DKI JAKARTA V - 1

5.2. BENTUK PERMUKAAN TANAH SEBAGAI DELINIATOR EKOREGION DKI

(5)

5.3. EKOREGION DKI JAKARTA DALAM KONTEKS PENGELOLAAN AIR

PERMUKAAN V - 3

5.4. URAIAN EKOREGION DKI JAKARTA V - 4

5.4.1. Dataran Pasang Surut Berlumpur Jakarta V - 4 5.4.2. Dataran Beting Gesik dan Lembah Antar Gisik Jakarta V - 10

5.4.3. Dataran Fluviomarin Jakarta V - 16

5.4.4. Dataran Banjir Jakarta V - 20

5.4.5. Dataran rawa Jakarta V - 25

5.4.6. Dataran Vulkanik Jakarta V - 29

5.4.7. Ekoregion dan Wilayah Administrasi V - 34

LAMPIRAN

(6)
(7)

Tabel 2.1. Pembagian Wilayah Administrasi Provinsi DKI Jakarta II - 1 Tabel 2.2. Jenis Tanah Di Kawasan DKI Jakarta II - 9 Tabel 2.3. Suhu Rata-rata dan Curah Hujan Bulanan Tahun 2011 II - 10 Tabel 2.4. Statistik Data Temperatur Rata-rata Bulanan II - 10 Tabel 2.5. Statistik Data Jumlah Curah Hujan Bulanan II - 11 Tabel 2.6. Luas Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta 2011 II - 13 Tabel 2.7. Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta II - 16 Tabel 2.8. Luas Wilayah Administrasi dan Penggunaan Lahan II - 17 Tabel 2.9. Panjang dan Luas BAdan Air di DKI Jakarta II - 19 Tabel 2.10. Luas dan Debit Aliran Sungai di DKI Jakarta II - 20 Tabel 2.11. Nama dan Luas Danau/waduk/situ di Wilayah DKI Jakarta II - 21 Tabel 2.12. Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air Minum II - 23 Tabel 2.13. Rata-rata Kualitas Fisik Air Tanah Prov. DKI Jakarta Tahun 2011 II - 26 Tabel 2.14. Data Air Tanah Wilayah Jakarta Selatan II - 26 Tabel 2.15. Data Air Tanah Wilayah Jakarta Timur II - 27 Tabel 2.16. Data Air Tanah Wilayah Jakarta Pusat II - 27 Tabel 2.17. Data Air Tanah Wilayah Jakarta Barat II - 28 Tabel 2.18. Data Air Tanah Wilayah Jakarta Utara II - 28 Tabel 4.1. Koordinat Survey Bentang Lahan Ekoregion DKI Jakarta IV - 3 Tabel 5.1. Jenis dan Luas Wilayah Ekoregion Dataran Pasang Surut Berlumpur

Jakarta V – 4

Tabel 5.2. Jenis dan Luas Wilayah Ekoregion Dataran Beting Gesik dan Lembah

Antar Gesik Jakarta V- 11

Tabel 5.3. Jenis dan Luas Wilayah Ekoregion Dataran Fluviomarin Jakarta V – 16 Tabel 5.4. Jenis dan Luas Wilayah Dataran Banjir Jakarta V – 20 Tabel 5.5. Jenis dan Luas Wilayah Ekoregion Dataran Rawa Jakarta V – 25 Tabel 5.6. Jenis dan Luas Wilayah Ekoregion Dataran Vulkanik Jakarta V – 29 Tabel 5.7. Luas Wilayah Ekoregion DKI Jakarta Berdasarkan Kecamatan

(8)
(9)

Gambar 2.1. Peta Wilayah Administrasi DKI Jakarta Gambar 2.2. Peta Kemiringan Lahan DKI Jakarta Gambar 2.3. Peta Ketinggian Lahan DKI Jakarta Gambar 2.4. Peta Geologi DKI Jakarta

Gambar 2.5. Peta Satuan Lahan dan Tanah DKI Jakarta Gambar 2.6. Peta Iklim DKI Jakarta

Gambar 2.7. Peta Curah Hujan DKI Jakarta Gambar 2.8. Peta Hidrologi DKI Jakarta

Gambar 2.9. Peta Sebaran Kepadatan Penduduk DKI Jakarta

Gambar 2.10. Grafik Jumlah Penduduk DKI Jakarta Berdasarkan Kota/Kabupaten Administrasi Tahun 2007-2010

Gambar 2.11. Peta Penggunaan Lahan DKI Jakarta

Gambar 2.12. Grafik Wilayah Administrasi dan Penggunaan Lahan di DKI Jakarta Gambar 3.1. Kerangka Dasar Penyusunan Peta Ekoregion Provinsi

Gambar 4.1. Dataran Banjir Kali Pesanggrahan Daerah Komplek Deplu Jakarta Selatan

Gambar 4.2. Hutan Mangrove di Kawasan Ekowisata Mangrove Jakarta Barat Gambar 4.3. Mangrove di Marunda Jakarta Utara

Gambar 4.4. Estuarine di Marunda Jakarta Utara

Gambar 4.5. Ahli Fungsi Lahan Dataran Rawa di Cilincing, Jakarta Utara Gambar 5.1. Peta Ekoregion DKI Jakarta

Gambar 5.2. Dataran Pasang Surut berlumpur yang ditumbuhi oleh Mangrove di wilayah Marunda Cilincing – Jakarta Utara

Gambar 5.3. Permukiman pada meander K. Pesanggrahan yang merupakan dataran banjir

Gambar 5.4. Permukiman pada meander K. Pesanggrahan yang merupakan dataran banjir

(10)

BAB – I

PENDAHULUAN

(11)

BAB – I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan tingkat kepadatan per-km2 mencapai 13.157 jiwa/km2 dan jumlah penduduk 9,76 juta jiwa memiliki sumber daya alam yang melimpah, baik di darat, perairan tawar maupun laut dan juga merupakan tempat keanekargaman hayati yang sangat besar. Sumberdaya alam pada dasarnya merupakan satu kesatuan utuh ekosistem, yang dapat menghasilkan barang dan jasa. Apabila eksositem sumberdaya alam dipandang sebagai sistem produksi suatu komoditas, maka komoditas sumberdaya alam yang diproduksi atau dimanfaatakan merupakan bagian integral dari sistem produksi komoditas itu sendiri maupun komoditas lainnya, sehingga pemanfaatan komoditas tertentu akan mempengarhi sistem produksi komoditas lainnya.

Memahami ekosistem sumberdaya alam dalam sistem produksi komoditas tertentu sangat diperlukan untuk memahami pengaruh timbal balik antara pemanfaatan komoditas tertentu terhadap komoditas lainnya termasuk terhadap jasa sumberdaya lama tersebut. Pemanfaatan sumberdaya alam secara parsial, masing-masing sektor atau komoditas, tanpa memperhatikan dampaknya terhadap sektor, komoditas lainnya, dan lingkungan dapat mengakibatkan dampak negatif bagi kelestarian produksi dan jasa sumberdaya alam tersebut.

Pembangunan merupakan upaya sadar dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kemakmuran rakyat yang mengandung resiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Kerusakan atau kepunahan salah satu sumber daya alam akan mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi, namun pemulihan kembali ke keadaan semula tidak mungkin dilakukan. Persoalan lingkungan adalah persoalan semua, baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dan

(12)

bersinergi dengan penataan ruang, perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.

Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan krisis pangan, air, energi dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan hidup di kota Jakarta cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu. Dalam era otonomi daerah, pengelolaan lingkungan hidup mengacu pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diundangkan pada tanggal 3 Oktober 2009 mengamanatkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang lebih baik.

Dalam kerangka Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup perlu disusun Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) secara bertahap dengan kegiatan-kegiatan, langkah pertama yang harus ditempuh adalah kegiatan inventarisasi data lingkungan hidup. Hasil inventarisasi lingkungan hidup menjadi dasar dalam penetapan wilayah ekoregion. Lalu dilakukan kajian penyusunan Dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH).

Di dalam UU No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, ekoregion merupakan unit atau satuan wilayah dalam melakukan inventarisasi lingkungan hidup (pasal 6) dan menentukan daya dukung dan daya tampung serta cadangan sumber daya alam (pasal 8). Selanjutnya disebutkan bahwa ekoregion adalah sebagai salah satu dasar dalam penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) yang merupakan kewajiban dari semua tingkatan pemerintahan, mulai dari Pusat, Pemerintahan Provinsi sampai Pemerintahan Kabupaten dan Kota (pasal 9).

Sebagaimana disebutkan UU No 32 tahun 2009 tentang PPLH ekoregion didefinisikan sebagai wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah,

(13)

air, flora dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Penepatan wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesamaan (pasal 7 ayat 2):

a. Karakteristik bentang alam; b. Daerah aliran sungai; c. Iklim

d. Flora dan fauna e. Sosial budaya f. Ekonomi

g. Kelembagaan masyarakat; dan h. Hasil inventarisasi lingkungan hidup.

Selama ini kebijakan, rencana dan program perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup masih belum sesuai dengan kondisi eksisting lingkungan hidup. Dengan ditetapkan ekoregion suatu propinsi, diharapkan perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH) yang dilakukan oleh pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota yang terletak pada suatu ekoregion yang sama mendapat penanganan yang memperhatikan aspek-aspek penetapan ekoregion.

Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah. Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH. Jika Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) belum tersusun maka pemanfaatan sumber daya alam didasarkan pada daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang ditetapkan oleh Gubernur. Pada saat ini Provinsi DKI Jakarta belum menetapkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidupnya oleh karena itu berdasarkan amanat undang undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup maka diwajibkan provinsi untuk menyusun rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tingkat provinsi.

(14)

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari kegiatan penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Tahap II adalah Penetapan ekoregion Provinsi DKI Jakarta dengan Skala Dasar 1:50.000.

Tujuan dari kegiatan penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tahap II Provinsi DKI Jakarta adalah penyusunan Peta Ekoregion Provinsi DKI Jakarta dengan skala dasar 1:50.000, yag dilengkap dengan identifikasi karakteristik setiap satuan ekoregion dengan mempertimbangkan kesamaan bentang alam, DAS, iklim, flora fauna, sosial budaya, ekonomi dan kelembagaan masyarakat di Provinsi DKI Jakarta, yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam penyusunan perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

1.3. Sasaran

Sasaran dari Kegiatan “Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH Tahap II) Provinsi DKI Jakarta”, adalah Peta Ekoregion Provinsi DKI Jakarta dengan skala dasar 1:50.000 dan identifikasi karakteristik setiap satuan ekoregion.

1.4. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta tahap II (Penetapan Ekoregion) adalah :

1. Sebagai pedoman strategis dalam penyusunan kebijakan, rencana dan program perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

2. Dan sebagai salah satu dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana pembangunan jangka panjang dan rencana jangka menengah.

1.5. Referensi Hukum

1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup;

(15)

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Keanekaragaman Hayati (Biological Diversity) Konvensi PBB;

4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; 6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

7. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir; 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup;

9. Keputusan Gubernur No. 582 Tahun 1995 tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta;

10. Kep Men LH No. 110 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemar Air Pada Sumber Air;

11. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air;

12. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 68 Tahun 2005 tentang Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 115 Tahun 2001 Tentang Pembuatan Sumur Resapan;

13. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Manajemen Lingkungan Kawasan

14. Peraturan Pemerintah RI No. 43 tentang Air Tanah;

15. Per Men LH No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah, Dokumen RTRW dan RDTR Provinsi dan Kota di Wilayah Provinsi DKI Jakarta;

16. Per Men LH No. 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS);

17. Keputusan Kepala Daerah BPLHD Prov. DKI Jakarta No. 262 tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Mekanisme Pembinaan dan Pengawasan Pengendalian Pencemaran Air Limbah Di Prov. DKI Jakarta.

(16)

1.6. Hasil Yang Diharapkan

Hasil diharapkan dari kegiatan Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup provinsi DKI Jakarta tahap II (Penetapan Ekoregion) adalah :

1. Peta Ekoregion Provinsi DKI Jakarta, skala dasar 1 : 50.000 (format A0) dan skala 1 : 125.000 (format A3, untuk dilampirkan di dalam buku Laporan) 2. Identifikasi dan deskripsi karakteristik setiap satuan ekoregion.

1.7. Inventarisasi, Penetapan Ekoregion dan Penyusunan RPPLH Provinsi

Kementerian Lingkungan Hidup juga mencoba menentukan ekoregion dan kelas wilayah, yang dijadikan dasar menetapkan pewilayahan lebih lanjut. Sebagai suatu negara tropis kepulauan dengan sejarah dan struktur geologi yang rumit, yang membawa akibat pada biota dan budaya yang begitu beragam menyebabkan penetapan ekoregion pasti tidak mudah. Belum dapat dipastikan kapan ekoregion dan RPPLH nasional ditetapkan. Diperkirakan upaya untuk melaksanakan undang-undang untuk menyusun RPPLH Nasional akan memanfaatkan momentum penyusunan RPJM Nasional dan peninjauan kembali RTRW Nasional.

RPPLH provinsi sebagai suatu telaah dan pendekatan baru dalam perumusan kebijakan publik dan perencanaan formal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas, RPPLH harus mencakup komponen yang mendasar. UU No.32/2009 menganggap sumberdaya alam sebagai komponen mendasar dan secara gamblang dinyatakan bahwa RPPLH ditujukan untuk mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam.

Sumberdaya alam yang tersedia di DKI Jakarta begitu beraneka regam tetapi tidak semuanya tersedia dan menjadi sandaran kehidupan dan perkembangan DKI Jakarta. Oleh karena itu inventarisasi lingkungan yang antara meliputi jenis, potensi, penguasaan dan tingkat kerusakan sumberdaya alam di DKI Jakarta perlu difokuskan pada sumber daya alam yang paling mempengaruhi hajat hidup masyarakat DKI Jakarta. Kajian yang telah dilakukan sebelumnya mempertimbangkan air sebagai sumberdaya alam yang memang paling

(17)

menentukan kehidupan dan perkembangan masyarakat DKI Jakarta. Dengan demikian penentuan ekoregion DKI Jakarta perlu memperhatikan kaitannya dengan kondisi dan sistem perairan tersebut. Oleh karena itulah diperlukan ekoregion atau ekodistrik berdasarkan tata air permukaan yang tercermin dalam daerah aliran sungai. Pemilihan tata air permukaan sebagai unsur utama dalam penetapan ekoregion akan dipertahankan.

1.8. Ekoregion sebagai Konsep Pewilayahan

Dalam perencanaan dengan pendekatan spasial atau pewilayahan dikenal aneka cara menentukan satuan wilayah. Telah dikenal misalnya wilayah pembangunan yang di DKI Jakarta didasarkan pengadministrasian pembangunan. Wilayah sungai yang ditujukan untuk mengelola sungai terutama dalam kaitannya infrastruktur pemanfaatan air. Daerah aliran sungai yang lebih menekankan pada pengelolaan hutan dalam kaitannya pengelolan air.

Ekoregion adalah suatu konsep pewilayahan yang didasarkan pada eksositem, karena itu juga disebut sebagai geografi ekosistem. Konsep ini sudah diperkenalkan dan dibahas dalam berbagai acara khusus dan kesempatan. Walaupun demikian oleh karena besaran satuan wilayah dan penamaannya belum baku, dalam kegiatan ini akan dibahas kembali agar penamaan dan peristilahan yang digunakan dapat dipastikan.

Sejak awal tahun tujuhpuluhan di beberapa negara mulai diterapkan pewilayahan didasarkan ekosistem. Tujuannya adalah untuk mengelola sumberdaya alam dan sekaligus untuk konservasi. Dengan adanya sistem pewilayahan ini para penyelenggara daerah mempunyai pengetahuan untuk menetapkan dimana suatu kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam diperbolehkan, apa syaratnya dan dimana adanya suatu kegiatan dilarang sama sekali. Amerika Serikat mengembangkan pewilayahan ini terutama untuk tujuan mengelola pertanian dan kehutanan. Australia mengembangkan untuk tujuan konservasi tanah.

Konsep pewilayah yang disebut dengan ekoregion, dikembangkan dari bidang studi biogeografi. Sedangkan biogeografi sendiri merupakan paduan biologi

(18)

geografi (geographical bilogy) yang dikembangkan oleh ahli bilogi dengan geografi biologi (biological geography) yang dikembangkan ahli geografi. Biologi geografi mempelajari sifat tanaman dan hewan dalam kaitannya dengan ruang. Sedang geografi biologi mempelajari pembagian wilayah atau identifikasi satuan ruang berdasarkan kesamaan atau perbedaan spesies, sistematika taxom dan ekosistem.

Pewilayahan yang berbasis ekosistem ini kemudian dikembangkan di banyak negara dan aneka lembaga internasional untuk tujuan yang sama, yaitu perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Meskipun ada berbagai variasi dalam mendeliniasi wilayah, sesungguhnya tidak ada perbedaan yang mendasar mengenai unsur/parameter yang digunakan sebagai deliniator. Ada tiga unsur pokok yang digunakan sebagai deliniator, yaitu iklim (atmosfir), jenis biota terutama jenis vegetasi dan bentuk serta jenis permukaan lahan (bentang alam). Apa yang jadi penentu atau deliniator utamanya tergantung pada dua hal yaitu: skala atau besar wilayah (berdasarkan suatu sistem penjenjangan atau hierarki) dan tujuan melakukan pewilayahan tersebut. Ini berkaitan juga dengan institusi dan kewenangan.

(19)

BAB – II

GAMBARAN UMUM WILAYAH

(20)

BAB – II

GAMBARAN UMUM WILAYAH

DKI JAKARTA

2.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan

Provinsi DKI Jakarta berada pada posisi geografis antara 106.22’42” dan 106.58’18” Bujur Timur, serta antara 5.19’12” dan 6.23’54” Lintang Selatan dengan keseluruhan luas wilayah 7.659,02 km2, meliputi 662,33 km2 daratan, termasuk 110 pulau di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan 6.977,5 km2 lautan.

Provinsi DKI Jakarta terbagi dalam lima Kota Administrasi dan satu Kabupaten Administrasi. Kota Administrasi Jakarta Pusat memiliki luas 48,13 km2; Kota Administrasi Jakarta Utara dengan luas 146,66 km2; Kota Administrasi Jakarta Barat dengan luas 129,54 km2; Kota Administrasi Jakarta Selatan dengan luas 141,27 km2; dan Kota Administrasi Jakarta Timur dengan luas 188,03 km2, serta Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan luas 8,70 km2.

Tabel 2.1.

Pembagian Wilayah Administrasi Provinsii DKI Jakarta

No Kabupaten/ Kota Administrasi Jumlah Kecamatan Kelurahan 1 Jakarta Pusat 8 44 2 Jakarta Utara 6 31 3 Jakarta Timur 10 65 4 Jakarta Selatan 10 65 5 Jakarta Barat 8 56 6 Kep. Seribu 2 6

Sumber : Jakarta Dalam Angka, 2012

Secara administrasi kewilayahan, masing-masing Kota dan Kabupaten Administratif dibagi menjadi beberapa kecamatan. Masing-masing kecamatan tersebut dibagi menjadi beberapa kelurahan. Kota Administratif Jakarta Pusat terdiri dari 8 (delapan) Kecamatan dan 44 (empat puluh empat) Kelurahan. Kota Administasi Jakarta Utara terdiri dari 6 (enam) Kecamatan dan 31 (tiga puluh

(21)

satu) Kelurahan. Selanjutnya Kota Administrasi Jakarta Barat terdiri dari 8 (delapan) Kecamatan dan 56 (lima puluh enam) kelurahan. Kota Administrasi Jakarta Selatan terdiri dari 10 (sepuluh) Kecamatan dan 65 (enam puluh lima) Kelurahan. Kota Administrasi Jakarta Timur terdiri dari 10 (sepuluh) Kecamatan dan 65 (enam puluh lima) Kelurahan. Sedangkan Kabupaten Kepulauan Seribu hanya terdiri dari 2 (dua) Kecamatan dan 6 (enam) Kelurahan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 29 Tahun 2007 tentang tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Provinsi DKI Ibukota Jakarta memiliki batas-batas yaitu sebelah utara dengan Laut Jawa, sebelah timur dengan Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat, sebelah selatan dengan Kota Depok Provinsi Jawa Barat; dan sebelah barat dengan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Provinsi Banten. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

A. Wilayah Jakarta Selatan

 Letak : 6°15' 40,8” LS 106°45' 0,00” BT  Ketinggian : 26,2 Meter di atas permukaan laut  Luas Wilayah : 145,73 km²

- Pemukiman : 113,20 km² - Pertanian : 23,11 km² - Hutan/Hutan Kota : 3,57 km² - Lain - Lain : 1,39 km²

 Jumlah Kec./ Kel. : 10 Kecamatan dan 65 Kelurahan

Kecamatan : (1) Jagakarsa 24,87 km²; (2) Pasar Minggu 21,69 km²; (3) Cilandak 18,16 km²; (4) Pesanggrahan 12,76 km²; (5) Kebayoran Lama 16,72 km²; (6) Kebayoran Baru 12,93 km²; (7) Mampang Prapatan 7,73 km²; (8) Pancoran 8,63 km²; (9) Tebet 9,03 km²; (10) Setiabudi 8,85 km².

 Batas Wilayah

Selatan : Kec. Tanah Abang (Kota Adm. Jakarta Pusat), Jl. Kebayoran lama dan Kebon jeruk (Kota Adm. Jakarta Timur)

(22)

Barat : Kec. Ciputat dan Ciledug kota tanggerang dan tanggerang selatan (Prov. Banten)

Utara : Kotamadya Depok (Prov. DKI Jakarta)

B. Wilayah Jakarta Timur

 Letak : 6°10'37'' LS, 106°49'35'' BT  Ketinggian : 16 Meter di atas permukaan laut  Luas Wilayah : 188,03 km²

- Pemukiman : 157,35 km²

- Pertanian : 23,54 km²

- Hutan/Hutan Kota : 1,45 km²

- Lain - Lain : 5,69 km²

 Jumlah Kec./ Kel. : 10 Kecamatan dan 65 Kelurahan Kecamatan : (1) Pasar Rebo 12,97 km²; (2) Ciracas 16,08 km²; (3) Cipayung 28,45 km²; (4) Makasar 21,86 km²; (5) Kramat Jati 13,29 km²; (6) Jatinegara 10,25 km²; (7) Duren Sawit 22,65 km²; (8) Cakung 42,27 km²; (9) Pulo Gadung 15,60 km²; (10) Matraman 4,98 km².  Batas Wilayah

Selatan : Kab. Bogor (Prov. DKI Jakarta) Timur : Kabupaten Bekasi (Prov. DKI Jakarta)

Barat : Sungai Ciliwung (Kota adm. Jakarta Selatan)

Utara : Kota Adm. Jakarta Pusat dan Kota Adm. Jakarta Utara

C. Wilayah Jakarta Pusat

 Letak : 5°19'12'' - 6°23'54'' LS, 106°22'42'' BT, 106°58'18'' BB

 Ketinggian : 4 Meter di atas permukaan laut  Luas Wilayah : 48,13 km²

- Pemukiman : 45,98 km²

- Pertanian : 1,32 km²

- Hutan/Hutan Kota : 0,14 km²

- Lain - Lain : 0,69 km²

(23)

Kecamatan : (1) Tanah Abang 9,3 km²; (2) Menteng 6,5 km²; (3) Senen 4,2 km²; (4) Johar Baru 2,38 km²; (5) Cempaka Putih 4,69 km²; (6) Kemayoran 7,25 km²; (7) Sawah Besar 6,16 km²; (8) Gambir 7,29 km²  Batas Wilayah

Selatan : Jl. Pramuka, Kali Ciliwung/Banjir Kanal, Jl. Jend Sudirman, Jl. Lekir

Timur : Jl. Jend. Ahmad Yani/By Pass Barat : Kota adm. Jakarta Barat dan Selatan

Utara : Jl. Duri Raya, Jl. KH Zainul Arifin. Jl. Wiryopranoto, Jl.Mangga Dua, Jl. Rajawali Selatan 12, Jl. Eks Pelud Kemayoran, Jl. Sunter Kemayoran

D. Wilayah Jakarta Barat

 Letak : 5°19'12'' - 6°23'54'' LS, 106°22'42'' – 106°58'18''BT

 Ketinggian : 7 Meter di atas permukaan laut  Luas Wilayah : 129,54 km²

- Pemukiman : 107,95 km²

- Pertanian : 20,40 km²

- Hutan/Hutan Kota : 0,18 km²

- Lain - Lain : 1,01 km²

 Jumlah Kec./ Kel. : 8 Kecamatan dan 56 Kelurahan

Kecamatan : (1) Kembangan 24,16 km²; (2) Kebon Jeruk 17,98 km²; (3) Palmerah 7,51 km²; (4) Grogol Petamburan 9,99 km²; (5) Tambora 5,40 km²; (6) Taman Sari 7,73 km²; (7) Cengkareng 6,54 km²; (8) Kalideres 30,23 km²

 Batas Wilayah

Selatan : Kota Adm. Jakarta Selatan dan Prov. Banten Timur : Kec. Gambir (Kota Adm. Jakarta Pusat) Barat : Kota Tangerang (Prov. Banten)

(24)

E. Wilayah Jakarta Utara

 Letak : 06°10'00'' LS, 106°20'00'' BT

 Ketinggian : 0 - 20 Meter di atas permukaan laut  Luas Wilayah : 146,66 km²

- Pemukiman : 125,66 km²

- Pertanian : 14,63 km²

- Hutan/Hutan Kota : 4,33 km²

- Lain - Lain : 2,04 km²

 Jumlah Kel/Kec : 31 Kelurahan dan 6 Kecamatan

Kecamatan : (1) Penjaringan 35,49 km²; (2) Pademangan 9,92 km²; (3) Tanjung Priok 25,28 km²; (4) Koja 11,32 km²; (5) Kelapa Gading 16,12 km²; (6) Cilincing 42,54 km².

 Batas Wilayah

Selatan : Kota Adm. Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur Timur : Kota Adm. Jakarta Timur dan Kab. Bekasi

Barat : Kab. Tangerang dan Kota Adm. Jakarta Barat Utara : Laut Jawa

F. Wilayah Kepulauan Seribu

 Letak : 05°10'00''- 05°10'00'' LS , 106°19'30'' 106°44'50'' BT  Ketinggian : 1 Meter di atas permukaan laut

 Luas Wilayah : 8,70 km²

- Pemukiman : 5,90 km²

- Pertanian : 1,79 km²

- Hutan/Hutan Kota : 1,01 km²

 Jumlah Kec./ Kel. : 2 Kecamatan dan 6 Kelurahan

Kecamatan : Kep. Seribu Selatan 167,54 Ha;Kep. Seribu Utara 62,68 Ha.  Batas Wilayah

Selatan : 2 wilayah Kota Administrasi, 3 wilayah Prov. Banten dan 1 wilayah DKI Jakarta

Timur : Laut Jawa

Barat : Wilayah Prov. Lampung Utara : Laut Jawa

(25)

2.2. Karakteristik Lingkungan Fisik (Abiotik)

2.2.1. Karateristik Topografi

Provinsi DKI Jakarta termasuk dalam satuan morfologi dengan kemiringan lereng 0-0,5% dan ketinggian kurang dari 10 meter di daerah pantai hingga 70 meter di bagian selatan Jakarta mendekati Bogor. Jakarta memiliki 13 sungai utama yang mengalir di dalamnya, dengan sungai-sungai utama yang mengalir di wilayah DKI Jakarta adalah Sungai Angke, Sungai Krukut, Sungai Ciliwung, Sungai Grogol, Sungai Sunter, Sungai Cipinang, dan Sungai Cakung. Tata letak DKI Jakarta pada daerah dataran rendah pantai menimbulkan

beberapa kendala fisik yaitu sekitar 5% dari luas areal luas DKI Jakarta berada pada ketinggian kurang dari 10 meter diatas permukaan laut dan kemiringan berkisar 0- 0,5%. Selain itu 13 sungai yang mengalir melalui DKI Jakarta mengakibatkan terbentuknya dataran banjir. Seperti pada Gambar 2.2. dan Gambar 2.3.

2.2.2. Karakteristik Tanah dan Geologi

DKI Jakarta yang didominasi oleh jenis batuan berupa batuan sedimen (aluvial) yang berasal dari endapan gunung berapi di selatan Kabupaten Bogor. Membentuk Cekungan air tanah yang terdiri atas endapan laut, sungai, rawa, dan endapan yang berasal dari gunung berapi. Endapan penyusun cekungan air tanah Jakarta tersebut terdiri atas perselingan lempung, pasir dan kerikil, endapan jenis ini terdapat hampir di seluruh daerah di Jakarta.

Sementara itu terdapat pula jenis endapan penyusun air tanah dengan jenis yang sedikit berbeda dengan endapan yang mendominasi daerah di Jakarta, yakni endapan yang dinamakan endapan pantai dan rawa. Endapan pantai dan rawa tersusun oleh lempung, lumpur, dan pasir. Jenis endapan pantai dan rawa ini berada di sepanjang pantai utara DKI Jakarta.

a. Pasir Lempungan dan Lempung Pasiran

Merupakan endapan aluvial sungai dan pantai berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari lanau lempungan, lanau pasiran dan lempung pasiran.

(26)

Semakin ke arah Utara mendekati pantai berupa lanau pasiran dengan sisipan lempung organik dan pecahan cangkang kerang, tebal endapan antara perselang-seling lapisannya berkisar antara 3-12 m dengan ketebalan secara keseluruhan diperkirankan mencapai 300 m. Lanau lempungan tersebar secara dominan di permukaan, abu-abu kehitaman sampai abu-abu kecoklatan, setempat mengandung material organik, lunak-teguh, plastisitas tinggi. Lanau pasiran, kuning keabuan, teguh, plastisitas tinggi. Lempung pasiran, abu-abu kecoklatan, teguh, plastisitas sedang-tinggi. Pada beberapa tempat nilai qu untuk lanau lempungan antara lanau pasiran antara 2 - 3 kg/cm2 dan lempung pasiran antara 1,5 – 3 kg/cm2, tebal lapisan lanau lempungan antara 1,5 – 5 m, lanau pasiran antara 0,5 – 3 m, dan lempung pasiran antara 1 – 4 m dengan nilai tekanan konus lanau lempungan sekitar 2 – 20 kg/m2, lanau pasiran antara 15 – 25 kg/m2, dan lempung pasiran antara 10 – 40 kg/m2.

b. Satuan Pasir Lempungan

Merupakan endapan pematang pantai berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari perselang-selangan lanau pasiran dan pasir lempungan. Tebal endapan antara 4,5 – 13 m. Di permukaan didominasi oleh pasir lempungan, dengan warna coklat muda dan mudah terurai. Pasir berbutir halus-sedang, mengandung lempung, setempat kerikilan dan pecahan cangkang kerang. Lanau pasiran berwarna kelabu kecoklatan, lunak, plastisitas sedang. Pada beberapa tempat nilai qu untuk pasir lempungan antara 0,75 – 2 kg/cm2 dan lanau pasiran antara 1,5 – 3 kg/cm2, tebal lapisan pasir lempungan antara 3 - 10 m dan lanau pasiran antara 1,5 - 3 meter dengan kisaran nilai tekanan konus pasir lempungan antara 10 - 25 kg/m2 dan lanau pasiran antara 2 - 10 kg/m2

c. Satuan Lempung Pasiran dan Pasir Lempungan

Merupakan endapan limpah banjir sungai. Satuan ini tersusun berselang-selang antara

lempung pasiran dan pasir lempungan. Lempung pasiran umumnya berwarna abu-abu kecoklatan, coklat, dengan plastisitas sedang, konsistensi

(27)

lunak-teguh. Pasir lempungan berwarna abu-abu, agak lepas, berukuran pasir halus-kasar, merupakan endapan alur sungai dengan ketebalan 1,5 – 17 m.

d. Lempung Lanauan dan Lanau Pasiran

Merupakan endapan kipas aluvial vulkanik (tanah tufa dan konglomerat), berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari lempung lanauan dan lanau pasiran dengan tebal lapisan antara 3 – 13,5 m. Lempung lanauan tersebar secara dominan di permukaan, coklat kemerahan hingga coklat kehitaman, lunak-teguh, plastisitas tinggi. Lanau pasiran, merah-kecoklatan, teguh, plastisitas sedang-tinggi. Pada beberapa tempat nilai qu untuk lempung antara 0,8 – 2,85 kg/cm2 dan lanau lempungan antara 2,3 – 3,15 kg/cm2, tebal lapisan lempung antara 1,5 - 6 m dan lanau lempungan antara 1,5 – 7,5 m. Kisaran nilai tekanan konus lempung antara 2 – 50 kg/m2 dan lanau lempungan antara 18 – 75 kg/m2. Tufa dan konglomerat melapuk menengah – tinggi, putih kecoklatan, berbutir pasir halus-kasar, agak padu dan rapuh.

Pada Gambar 2.4. berisikan informasi mengenai jenis batuan di Jakarta dapat dilihat sebarannya. Jenis batuan lempung pasiran dan lempung organik sebagian besar tersebar di bagian utara Jakarta dan berbatasan langsung dengan laut. Namun jenis batuan ini juga tersebar di bagian tengah dan barat Jakarta, namun sebarannya tidak terlalu mendominasi di bagian ini. Untuk jenis batuan berupa pasir lanauan tidak terlalu luas di Jakarta. Jenis batuan ini terdapat di bagian barat laut dan timur laut Jakarta. Pasir lempungan dan lempung pasiran merupakan jenis batuan yang sebarannya tidak terlalu luas di Jakarta. Jenis batuan ini hanya berada di bagian timur Jakarta.Untuk jenis batuan lempung lanauan dan lanau lempungan sangat mendominasi di Jakarta, jenis batuan ini tersebar sebagian besar di Jakarta bagian utara dan sedikit di bagian selatan Jakarta. Jenis batuan lain yang juga mendominasi di Jakarta adalah Lempung Pasiran dan lanau Pasiran. Sebaran jenis batuan ini berada di bagian tengah hingga selatan Jakarta.

(28)

DAS hulu Ciliwung dari sekuen paling atas mempunyai tanah berbahan pasir volkan muda, kedalaman tanah dalam, tekstur kasar, kelolosan air atau porositas tinggi (jenis tanah Regosol atau Udipsamments) berasosiasi dengan tanah dangkal, halus, dan berbatu

(Litosol atau Udorthents). Jakarta bagian selatan, merupakan wilayah yang kompleks dengan tanah bersifat sedang-dalam, tekstur halus, teguh, porositas rendah, berwarna kemerahan (Latosol coklat kemerahan dan Latosol merah atau Inceptisols/Ultisols) seperti dapat kita lihat Tabel 2.2. dan Gambar 2.5.

Tabel 2.2.

Jenis Tanah Di Kawasan DKI Jakarta

No Jenis Tanah Luas Tanah (Km²) Total (km²) Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara 1 Aluvial Hidromorf - - - 0,09 33,32 33,41 2 Aluvial Kelabu Tua - - 12,40 59,53 69,42 141,35 3 Asosiasi Glei Humus

Rendah, Aluvial Kelabu - 26,12 1,96 - 12,69 40,77 4 Asosiasi Latosol Merah,

Latosol Coklat Kemerahan 145,53 159,44 33,78 53,46 0,82 393,03 5 Regosol Coklat - - - 12,65 11,44 24,09

DKI Jakarta 145,53 185,56 48,14 125,73 127,69 632,65

Sumber: Jakarta Coastal Defence Strategy Project (JCDS), 2011

2.2.3. Karakteristik Klimatologi

Keadaan iklim di wilayah Jakarta menurut stasiun pengamatan Jakarta tahun 2011 memiliki suhu udara rata-rata 28,4°C dengan kelembaban udara 74 persen, tekanan udara 1009,6 mbs, arah angin 270 point, kecepatan angin 2 mill/h, penyinaran matahari 45 persen dan curah hujan rata-rata 2.395 mm2. Curah hujan yang terjadi di Jakarta cukup bervariasi dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika secara umum DKI Jakarta memiliki curah hujan bulanan dengan kisaran kurang dari 50 mm hingga lebih dari 300 mm.

Secara umum, Provinsi DKI Jakarta tidak terlepas dari dampak fenomena pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan frekuensi maupun intensitas kejadian cuaca ekstrim. Fenomena pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim dapat mengakibatkan terjadinya perubahan

(29)

sosial dan budaya. Pada akhirnya perubahan iklim juga akan merubah pola kehidupan dan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Dari hasil pemantauan suhu yang dilakukan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika pada titik pemantauan Stasiun Meteorologi Kemayoran menunjukkan bahwa rata-rata suhu udara di Jakarta setiap bulannya berubah-ubah. Selama tahun 2011 suhu rata-rata terendah terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 27,3°C dan tertinggi pada bulan Oktober yaitu sebesar 29,2°C, dan apabila dibandingkan dengan tahun 2010, rata-rata suhu terendah terjadi pada bulan Januari yaitu 27,4°C dan tertinggi terjadi pada bulan April yaitu 29,7°C, menunjukan bahwa telah adanya perubahan iklim di Indonesia untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel2.3. dan Gambar 2.6. Gambar2.7.

Tabel 2.3.

Suhu Rata-rata dan Curah Hujan Bulanan Tahun 2011

No Kabupaten/ Kota Adm. Curah Hujan (mm) Hari Hujan (hari) Temperatur / Suhu (°C) Kelembaban Udara (%) 1 Jakarta Selatan 98,2 14 25,00 77,00 2 Jakarta Timur 138,1 143 28,1 76,06 3 Jakarta Pusat 97,8 13 28,46 74,07 4 Jakarta Barat 230,70 153 28,47 74,06 5 Jakarta Utara 100,6 129 28,04 75,00 6 Kep. Seribu n/a 129 28,43 74,75

Sumber: BPS – Kab/Kota Dalam Angka 2012

Tabel 2.4.

Statistik Data Temperatur Rata-rata Bulanan

Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Rata-Rata 2006 27,3 27,7 28,1 28,5 28,7 28,7 28,7 28,3 28,7 29,6 29,7 28,7 28,6 2007 28,6 27,1 28,0 28,3 28,8 28,5 28,7 28,6 28,6 28,7 28,5 27,4 28,3 2008 28,1 26,3 27,4 28,1 28,9 28,5 28,4 28,5 28,9 29,0 28,1 27,7 28,2 2009 27,1 27,2 28,3 28,9 28,5 28,9 28,7 29,0 29,4 29,4 28,4 28,5 28,5 2010 27,4 28,1 28,6 29,7 29,3 28,5 28,3 28,7 27,9 27,9 28,4 27,7 28,4 2011 27,3 27,6 27,9 28,6 28,8 28,7 28,3 28,8 29,0 29,2 28,9 28,5 28,5 Sumber: Meteorologi Kemayoran, BMKG 2012

(30)

Tabel 2.5.

Statistik Data Jumlah Curah Hujan Bulanan

Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Rata-Rata 2006 390 289 300 316 85 31 53 0 0 11 27 112 134,5 2007 211 675 178 166 189 101 35 67 60 76 86 513 196,2 2008 227 678 212 218 26 51 10 36 97 86 114 154 159,1 2009 548 232 141 93 223 74 10 7 88 63 304 189 164,4 2010 377 223 243 27 88 134 250 151 256 381 143 124 199,6 2011 146 231 148 107 199 71 18 2 53 80 45 177 106,2 Sumber: Meteorologi Kemayoran, BMKG 2012

2.2.4. Karakteristik Hidrologi

Berdasarkan letaknya Kota Jakarta termasuk dalam kota delta (delta city) yaitu kota yang berada pada muara sungai. Kota delta umumnya berada di bawah permukaan laut, dan cukup rentan terhadap perubahan iklim. Kota delta Jakarta dialiri oleh 13 aliran sungai dan dipengaruhi oleh air pasang surut.

Tiga belas sungai dan dua kanal yang melewati Jakarta sebagian besar berhulu di daerah Jawa Barat dan bermuara di Teluk Jakarta. Tiga belas sungai tersebut yaitu Kali Mookervart, Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Krukut, Kali Baru Barat, Kali Ciliwung, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Baru Timur, Kali Buaran, Kali Jati Kramat, dan Kali Cakung. Sedangkan 2 (dua) kanal besar yang ada yaitu Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur. Peta sungai dan kanal yang melewati wilayah DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar 2.8. di bawah ini

2.3. Karakteristik Lingkungan Hayati (Biotik)

2.3.1. Karakteristik Hutan

Hutan merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah pengendalian daur air, erosi dan longsor lahan. Harapan ini perlu didukung bersama untuk mewujudkan, karena banyak kelebihan ekosistem hutan untuk mewujudkan harapan tersebut. Nilai peran hutan ditentukan oleh luas, jenis, watak pertumbuhan, keadaan pertumbuhan dan struktur hutannya. Ekosistem hutan juga dipengaruhi oleh keadaan iklim, geologi, watak tanah dan geomorfologi, sehingga di dalam membangun hutan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi dan masalah kependudukannya. Prioritas pembangunan yang

(31)

dilakukan Pemda DKI Jakarta pada bidang kehutanan meliputi pemeliharaan hutan alam yang sudah ada dan pengembalian fungsi lahan ke rencana tata ruang yang sudah ada.

DKI Jakarta hanya mempunyai 2 jenis hutan yaitu hutan lindung dan hutan konservasi. Hutan kota yang tersebar di beberapa lokasi tidak dimasukkan dalam salah satu kategori diatas, tapi dimasukkan dalam klasifikasi tersendiri.

1. Hutan Lindung

Hutan lindung mempunyai fungsi khusus sebagai pelindung tata air, pencegah erosi, banjir, abrasi pantai dan pelindung terhadap tiupan angin. Kawasan hutan lindung yang ada di DKI Jakarta seluruhnya merupakan hutan payau/bakau, pada tahun 2010 luasnya mencapai 44,76 Ha dan tidak mengalami perubahan selama kurun waktu 2011.

2. Hutan Konservasi

Hutan konservasi di DKI Jakarta pada tahun 2011 mencapai 225.5 Ha terdiri dari hutan cagar alam seluas 88,02 Ha dan hutan taman wisata alam seluas 137.48 Ha,dan tidak mengalami perubahan apabila dibandingkan dengan tahun 2010.

3. Hutan Kota

Hutan kota di Jakarta tersebar di 59 lokasi dan luasnya sekitar 644.38 Ha. Luas hutan kota ini jauh lebih besar dibandingkan dengan luas hutan alami (hutan lindung dan hutan konservasi) yang ada di DKI Jakarta atau sekitar 60.05 persen dari total luas hutan di DKI Jakarta (1.072,99 Ha).

Pada tahun 2011 ada penambahan hutan kota seluas 3,45 Ha di Jakarta Timur dan Jakarta Utara yaitu hutan kota di Munjul Cipayung sebesar 0,72 Ha dan di Semper Timur sebesar 5,73 Ha. Sedangkan hasil inventarisasi diperoleh hasil bahwa selama tahun 2011 tidak terjadi perubahan luas. Secara lengkap lokasi dan luas hutan kota adalah sebagai berikut :

(32)

Tabel 2.6.

Luas Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011

Kotamadya Nama/Lokasi Hutan Luas (Ha)

Jakarta Selatan 357,45

-Kampus UI Depok 55,40 - Kel. Srengseng Sawah Kec Jagakarsa 0,60 - Kebun Binatang Ragunan 140,00 - Situ Mangga Balong 2,02

- Blok P 1,64 - Pondok Indah 3,90 - Kampus ISTN 11,10 - Kali Pesanggrahan 10,00 - Yonzikon 13 2,88 - Kelurahan Ciganjur 22,56 - Arhanud SE-10 9,82 - Sespolwan Kebayoran Lama 30,00

- Seskoal 8,75

- Marinir Cilandak 28,50 - TMP Kalibata 5,00 - Kelurahan Cipedak Kec. Jagakarsa 0,35 - GOR Ragunan 4,00 - Kelurahan Cipedak 19,75 - Hutan Kota Jagakarsa 1,18

Jakarta Timur 146,05

- Mabes TNI Cilangkap 14,43 - Komplek Linud Halim PK 3,50 - Arboretum Cibubur 25,00 - PT. JIEP Pulogadung 8,90 - Situ Rawa Dongkal 3,28 - Komplek Kopasus Cijantung 1,75 - Gedung Pemuda Cibubur 10,00 - Bumi Perkemahan Cibubur 27,32 - Fly over Kampung Rambutan 3,00 - Museum Purnabakti, TMII 3,00 - Viaduct Klender 4,00 - Kelurahan Pondok Kelapa 6,00 - BPLIP Pulogadung 3,00 - Kawasan Pulomas 3,00 - Kelurahan Kelapa Dua Wetan 8,00 - Kelurahan Cawang 5,85 - Kawasan Mabad. Kalisari 1,00 - Waduk Bea Cukai 2,30 - IPAK Cakung 12,00

- Munjul 0,72

Jakarta Pusat 14,38

- Manggala Wana Bhakti 4,30 - Gelora Bung Karno 4,80 - Masjid Istiqlal 1,08 - Yayasan Said Naum 1,20

(33)

Kotamadya Nama/Lokasi Hutan Luas (Ha) - Cempaka Mas 1,80 Jakarta Barat 17,89 - LPA. Srengseng 15,00 - Rawa Buaya 1,09 - Kembangan Utara 1,80 Jakarta Utara 108,62 - Waduk Pluit 6,00 - Danau Sunter 8,20 - PT. Jakarta Propertindo 2,49 - Kawasan Berikat Nusantara (KBN) 1,59 - Kuburan Belanda, Ancol 3,00 - Kali Karang (Seratus Kota) 2,00 - PT. Astra Honda Motor 4,00 - Eks Babeks Sungai Bambu 3,00 - Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran,

marunda 3,00

- Gudang Peluru Marinir 65,00 - Kemayoran 4,60 - Semper Timur 5,75

JUMLAH LUAS HUTAN KOTA 644,38

Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta, 2011 Keterangan : Laporan Sementara

2.3.2. Karakteristik Flora dan Fauna

Jenis tumbuhan yang terdapat di DKI Jakarta cukup bervariasi mulai dari jenis tumbuhan pantai sampai dengan jenis tumbuhan dataran/pegunungan dan palawija. Akan tetapi sampai dengan tahun 2010 ini belum dapat diketahui jumlah seluruh jenis tumbuhan yang ada di DKI Jakarta, hanya jenis tumbuhan pantai khususnya yang ada di kepulauan Seribu yang sudah terdeteksi yaitu ada sekitar 86 jenis. Untuk jenis tumbuhan pantai umumnya didominasi oleh jenis pohon Kelapa, Cemara laut, Ketapang, Rutun, Mengkudu dan Pandan laut. Disamping itu di beberapa pulau di Kepulauan Seribu banyak ditemukan Sukun. Dari gambaran tersebut diatas bahwa keanekaragaman hayati baik flora dan fauna banyak terdapat di wilayah tersebut.

Mangrove juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa liar. Keanekaragaman fauna di hutan mangrove cukup tinggi, secara garis besar dapat dibagi dua kelompok, yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang, kerang, dan lainnya serta kelompok terestrial seperti insekta, reptilia, amphibia, mamalia, dan

(34)

burung (Nirarita et al., 1996). Di Pulau Jawa tercatat 167 jenis burung dijumpai di hutan mangrove, baik yang menetap maupun migran (Nirarita et al., 1996). Kalong (Pteropus vampyrus), Monyet (Macaca fascicularis), Lutung (Presbytis cristatus), Bekantan (Nasalis larvatus), kucing Bakau (Felis viverrina), Luwak (Paradoxurus hermaphroditus), dan Garangan (Herpetes javanicus) juga menyukai hutan mangrove sebagai habitatnya (Nontji, 1987). Beberapa jenis reptilia yang hidup di hutan bakau antara lain Biawak (Varanus salvator), ular Belang (Boiga dendrophila), ular Sanca (Phyton reticulatus), dan jenis-jenis ular air seperti Cerbera rhynchops, Archrochordus granulatus, Homalopsis buccata, dan Fordonia leucobalia. Dua jenis katak yang dapat ditemukan di hutan mangrove adalah Rana cancrivora dan R. limnocharis (Nirarita et al., 1996). Hutan mangrove juga sebagai habitat beberapa jenis burung yang dilindungi seperti Pecuk ular (Anhinga anhinga melanogaster), Bintayung (Freagata andrew-si), Kuntul perak kecil (Egretta garzetta), Kowak merah (Nycticorax caledonicus), Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), Ibis hitam (Plegadis falcinellus), Bangau hitam (Ciconia episcopus), burung Duit (Vanellus indicus), Trinil tutul (Tringa guitifer), Blekek Asia (Limnodromus semipalmatus), Gegajahan Besar (Numenius arquata), dan Trulek lidi (Himantopus himantopus) (Sutedja dan Indrabrata, 1992). Jenis-jenis burung Egretta eulophotes, Kuntul perak (E. intermedia), Kuntul putih besar (E. alba), Bluwok (Ibis cinereus), dan Cangak laut (Ardea sumatrana) juga mencari makan di dekat hutan mangrove (Whitten et al., 1988). Keanekaragaman hayati baik flora dan fauna di DKI Jakarta secara umum tidak berbeda jauh dengan keadaan flora dan fauna lainnya di pulau Jawa. Hal ini karena adanya kesatuan geografis meskipun saat ini sudah banyak mengalami pengurangan akibat tingginya pembangunan di DKI Jakarta.

2.4. Karakteristik Lingkungan Kultural

2.4.1. Karakteristi Kependudukan

Pada tahun 2006, penduduk DKI Jakarta berjumlah 8.961.680 jiwa, sedangkan pada tahun 2011 jumlah penduduk bertambah menjadi 10.187.595 juta jiwa. Dari keseluruhan jumlah penduduk tersebut, penduduk laki-laki adalah sebanyak 5.252.767 jiwa dan perempuan sebanyak 4.934.828 jiwa, dengan seks Rasio

(35)

106. Laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta pada periode 2000 - 2010 sebesar 1,42 persen per tahun. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk pada periode tahun 1990 – 2000 hanya sebesar 0,78 persen per tahun.

Tabel 2.7.

Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta

No Kab/Kota Administrasi Luas Wilayah (Km2) Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km²) Pertumbuhan Penduduk (%) 1 Jakarta Selatan 141,27 2.135.571 14.598 1,46 2 Jakarta Timur 188,03 2.926.732 14.327 1,38 3 Jakarta Pusat 48,13 1.123.670 18.761 0,32 4 Jakarta Barat 129,54 2.260.341 17.615 1,83 5 Jakarta Utara 146,66 1.716.345 11.220 1,49 6 Kep. Seribu 8,70 24.936 2.423 2,03 DKI Jakarta 662,33 10.187.595 13.158 1,42

Sumber: BPS - Jakarta Dalam Angka 2012

Penduduk di Jakarta tersebar di lima wilayah kota administrasi dan satu Kabupaten Kepulauan Seribu. Perkembangan jumlah penduduk di lima wilayah kota administrasi dan satu Kabupaten Kepulauan Seribu terlihat pada Peta Gambar 2.9. Distribusi penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi dari terendah sebesar 0,22 persen di Kabupaten Kepulauan Seribu hingga yang tertinggi sebesar 28,02 persen di Kota Jakarta Timur.

Gambar 2.10. Grafik Jumlah Penduduk DKI Jakarta Berdasarkan Kota/ Kabupaten Administrasi Tahun 2007 - 2010

(36)

2.4.2. Karakteristik Penggunaan Lahan

Secara garis besar penggunaan lahan dapat dikelompokkan menjadi: pertanian, hutan, pemukiman dan penggunaan lainnya. Pada umumnya, penetapan penggunaan lahan didasarkan pada karakteristik lahan dan daya dukung lingkungannya. Bentuk penggunaan lahan yang ada dapat dikaji melalui proses evaluasi sumber daya lahan, sehingga dapat diketahui potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya seperti dapat kita lihat pada Gambar 2.11. di bawah ini

Dapat dilihat luas wilayah administrasi pada penggunaan lahan di Prov. DKI Jakarta dengan wilayah terbesar atau terluas pada daerah pemukiman yaitu pada wilyah kota administrasi Jakarta Timur dengan luas 157,35 km² dan wilayah terkecil terdapat pada wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu yang memiliki luas pemukiman 5,90 km² yang secara rinci dapat kita lihat pada Tabel 2.8. di bawah ini. Sedangkan grafik penggunaan lahan di DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Tabel 2.8.

Luas Wilayah Administrasi dan Penggunaan Lahan

No Kab/Kota Administrsi Luas Wilayah (Km²) Pemukiman (Km²) Pertanian (Km²) Hutan dan Hutan Kota Lain - Lain 1 Jakarta Selatan 141,27 114,33 21,98 3,57 1,39 2 Jakarta Timur 188,02 157,32 23,54 1,47 5,69 3 Jakarta Pusat 48,13 45,98 1,32 0,14 0,69 4 Jakarta Barat 129,55 107,96 20,40 0,18 1,01 5 Jakarta Utara 146,66 130,18 10,13 4,31 2,04 6 Kep. Seribu 8,71 5,89 1,79 1,03 - DKI Jakarta 662,34 561,66 79,16 10,70 10.82 Sumber: SLHD 2012

Dalam beberapa dekade terakhir perkembangan fisik wilayah DKI Jakarta ditandai oleh semakin luasnya lahan terbangun. Perkembangan lahan terbangun berlangsung dengan pesat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan aktifitasnya. Kecenderungan tersebut mengindikasikan bahwasanya ketersediaan lahan menjadi permasalahan yang penting bagi pembangunan Provinsi DKI Jakarta.

(37)

Gambar 2.12. Grafik Wilayah Administrasi dan Penggunaan Lahan di DKI Jakarta

Pembangunan fisik di Jakarta terus mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini ditandai oleh pembangunan gedung perkantoran, sarana ekonomi dan sosial serta infrastruktur kota lainnya. Semua ini merupakan konsekuensi logis dari semakin majunya pembangunan dan perekonomian Jakarta. Peruntukan lahan untuk perumahan menduduki proporsi terbesar, yaitu 48,41 persen dari luas daratan utama DKI Jakarta. Sedangkan yang diperuntukkan bangunan industri , perkantoran dan perdagangan hanya mencapai 15,68 persen.

2.5. Kondisi Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah DKI Jakarta

2.5.1. Potensi dan Ketersediaan Air Permukaan

Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, termasuk didalamnya adalah sungai dan situ/waduk. Potensi sumber daya air permukaan (sungai, waduk dan danau/situ) memerlukan upaya pengelolaan yang baik dan terencana. Aspek yang ditekankan adalah tinjauan terhadap kualitas dan sekaligus upaya perlindungan badan air penerima (BAP) dari resiko pencemaran yang dikaitkan dengan upaya pemanfaatan potensi air permukaan itu sendiri sebagai sumber air bersih perkotaan dan sumber air bersih untuk keperluan

(38)

industri atau niaga lainnya, sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku. DKI Jakarta dihadapkan pada kondisi yang sangat kritis berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air, khususnya dalam hal ketersediaan air. Setiap tahunnya, Jakarta senantiasa menghadapi ancaman banjir pada musim hujan, sementara itu hampir sepanjang waktu selalu mengalami krisis air baku untuk keperluan air minum. Dilihat dari aspek sanitasi lingkungan perkotaan, rendahnya tingkat penanganan limbah cair perkotaan telah memberikan dampak pencemaran yang serius terhadap badan air (air permukaan) sehingga tidak memungkinkan lagi dapat dimanfaatkan sebagai (alternatif) sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang terus meningkat.

Tabel 2.9.

Panjang dan Luas Badan Air di DKI Jakarta

Badan – Badan Air Panjang dan Luas Badan Air

Panjang (m) Luas (m²)

Situ - 1.114.200 Waduk - 2.308.300 Sungai Melalui 2 Provinsi 290.860 5.325.020 Sungai Di DKI Jakarta 96.610 1.566.440 Banjir Kanal 38.550 2.237.000 Sub Makro Drain 578.455 2.036.053 Mikro Drain 6.622.102 3.827.715 Saluran Irigasi 272.112 1.605.394

Jumlah Total 7.898.689 20.020.122

Sumber: BPS – Jakarta Dalam Angka, 2012

A. Sungai

Sungai adalah alur atau wadah air alami berupa drainase alam, yang secara gravitasi alirannya mengalir dari hulu ke hilir, dengan dibatasi kanan dan kiri di sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan sungai (garis maya batas luar perlindungan sungai). Sungai memiliki potensi yang dapat memberikan manfaat atau pun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya. Bentuk lain sungai yaitu berupa palung dengan bagian dasarnya mengalirkan air dengan kedalaman atau dengan debit tergantung pada musim (kemarau dan hujan). Badan air penerima (BAP) dalam bentuk sungai/kali yang melewati wilayah DKI Jakarta sebanyak 13 sungai besar pada dasarnya sungai/kali itu sejak awal diperuntukan atau digunakan

(39)

sebagai sumber air baku untuk air bersih/minum (PAM Jaya maupun masyarakat), saluran pematusan (drainase) kota, sebagai sumber air untuk usaha perikanan dan usaha-usaha perkotaan lainnya. Namun karena sangat minimnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air limbah serta belum tersedianya sarana dan prasarana pengelolaan air limbah, telah menyebabkan kondisi kualitas badan air penerima tersebut dalam kondisi tercemar dan tidak layak lagi untuk dapat digunakan sebagai sumber air baku untuk keperluan PAM Jaya dan masyarakat langsung.

Penurunan kualitas badan air permukaan ini semakin mengkuatirkan, sementara upaya signifikan untuk mengendalikannya dan apalagi untuk memulihkan kondisinya masih berhadapan dengan banyak kendala, mulai dari kebijakan, penegakan sanksi, penyediaan prasarana dan sarana, kelembagaan, pembiayaan, serta partisipasi masyarakat.

Sangat ironi sekali potensi sumber daya air yang begitu besar tidak mampu dikelola agar dapat dimanfaatkan demi kesejahteraan masyarakat dan untuk pertumbuhan Kota Metropolitan DKI Jakarta ini. Kecuali Kali Krukut di bagian hulu yang masih bisa dimanfaatkan sebagai sumber air baku Instalasi Pengolahan Air Cilandak milik PAM Jaya, 12 sungai/kali lainnya dalam kondisi tidak layak sebagai sumber air baku. Berikut pada Tabel 2.10. dapat diihat luas dan debit DAS di DKI Jakarta. Karakteristik ke-13 sungai tersebut diketahui dalam kondisi tercemar berat. Tidak ada sungai yang memiliki indeks pencemarannya dengan kondisi yang baik. Keadaan ini tentu saja menimbulkan keprihatinan dan memerlukan upaya nyata untuk perbaikan kondisi sunga-sungai tersebut.

Tabel 2.10.

Luas dan Debit Daerah Aliran Sungai di DKI Jakarta

No. Sungai/ Kali Panjang (km) Lebar (m) Kedalaman (m) Debit (m³/dtk) Permukaan Dasar Max Min

1 Ciliwung 46,20 70,00 10,00 2,40 61,81 28,31

2 Cipinang 27,35 24,40 10,00 1,40 3,49 3,25

3 Angke 12,81 17,90 9,00 2,20 27,47 7,41

4 Mookervart 7,30 38,50 9,60 2,34 2,53 1,31

(40)

No. Sungai/ Kali Panjang (km) Lebar (m) Kedalaman (m) Debit (m³/dtk) Permukaan Dasar Max Min

7 Krukut 28,75 20,00 3,40 1,10 13,97 4,56 8 Kalibaru Timur 30,20 31,60 3,60 0,85 3,69 2,25 9 Kalibaru Barat 17,70 7,00 2,80 0,45 2,17 0,02 10 Buaran 7,90 11,00 3,20 1,30 5,87 0,38 11 Cakung 20,70 25,00 10,00 1,80 6,73 0,72 12 Pesanggrahan 27,30 14,00 3,50 2,60 22,00 10,14 13 Jati Kramat 3,80 11,20 4,00 0,68 17,56 0,877

Sumber : BPLHD Prov. DKI Jakarta, 2011 Ket: Lebar dan kedalaman dihitung rata-rata

B. Danau/Waduk/Situ

Sebagai salah satu bentuk air permukaan, selain berfungsi sebagai sumber air, waduk/situ juga berfungsi sebagai bagian dari suatu sistem pengendali banjir, penampung air, resapan air, irigasi, dan budi daya perikanan. Situ-situ di wilayah DKI Jakarta yang tersebar di beberapa wilayah dengan luasan yang berbeda mempunyai karakteristik yang berbeda, baik dalam hal struktur dan tekstur tanah, sifat kimia air, plankton/periphyton, tumbuhan air dan berbagai jenis ikan dan mahkluk hidup lainnya. Kondisi situ-situ tersebut mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting.

Sekarang ini keberadaan situ-situ di Provinsi DKI Jakarta seperti dilihat pada Table 2.11 nama dan luas danau/waduk/situ yang cenderung berkurang jumlahnya dan keadaannya sudah banyak yang tercemar maupun beralih fungsi. Hal ini disebabkan akibat pembangunan yang sangat pesat di berbagai sektor pembangunan, permukiman, gedung-gedung perkantoran/perhotelan, industri ditambah lagi pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi yang sedikit banyak memerlukan lahan.

Tabel 2.11.

Nama dan Luas Danau/Waduk/Situ di Wilayah DKI Jakarta

No NamaDanau/Waduk/Situ Luas (Ha) Volume (m³)

1 JAKARTA SELATAN

- Situ Kalibata 6,00 120.500

- Situ Ragunan 10,00 210.000

- Situ Babakan 27,00 540.000

- Situ Sigura-gura 1,00 21.000

(41)

No NamaDanau/Waduk/Situ Luas (Ha) Volume (m³)

2 JAKARTA TIMUR

- Situ Rawa Pendongkelan 3,50 95.000

- Situ Ria Rio 5,00 110.000

- Situ Tipar/Arman 14,00 280.000

- Situ Kelapa Dua Wetan 8,00 192.000

- Situ Skuadron 1,00 25.000

- Situ Taman Mini 5,00 100.000

- Situ Rawa Dongkel 9,00 270.000

- Situ Rawa Bandung 3,00 60.000

- Situ Sunter Hulu 2,50 62.000

- Situ Bea Cukai 2,00 40.000

- Situ Elok 1,20 32.000

- Situ Rawa Rorotan 1,50 24.000

3 JAKARTA PUSAT

- Situ Taman Ria 6,00 150.000

- Situ Lembang 0,40 8.500

- Waduk Melati 3,50 87.500

- Menara Jakarta 4,00 60.000

- Pademangan 4,50 101.000

- Situ Manggala Wanabakti 0,80 10.500

4 JAKARTA BARAT

- Waduk Cakra Buana Lestari 0,20 4.500

- Waduk Bojong Indah 2,00 47.000

- Waduk Tomang Barat 6,00 148.000

- Waduk Jelambar Wijaya Kusuma 2,50 52.000

- Waduk Slipi Hankam I 1,00 21.000

- Waduk Pondok Badung 0,09 900

- Waduk Rawa Kepa 0,50 10.000

- Waduk Grogol 3,00 75.000

- Empang Bahagia 4,00 92.000

- IPAK Duri Kosambi 2,00 45.000

5 JAKARTA UTARA

- Waduk Pantai Indah Kapuk Utara 3,00 67.000

- Waduk Pantai Indah Kapuk Selatan 3,00 80.000

- Waduk Sunter I 27,40 822.000

- Waduk Sunter II 29,00 725.000

- Situ Teluk Gong 0,75 15.000

- Situ Pademangan 4,50 90.000

- Waduk Pluit 85,00 2.550.000

- Waduk Rawa Kendal 18,00 360.000

(42)

Tabel 2.12.

Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air Minum Kab/

Kota Adm.

Sumber Air Minum

Ledeng Sumur Sungai Hujan Kemasan Lainnya

Jakarta Selatan 6.663 209.418 - 2.856 329.358 950 Jakarta Timur 57.493 255.198 587 - 395.998 - Jakarta Pusat 77.759 13.266 - - 151.844 204 Jakarta Barat 193.222 40.624 - 1.562 389.049 521 Jakarta Utara 93.645 752 - 3.385 348.629 - Kep. Seribu 232 757 - 2.410 1.498 - TOTAL 429.014 520.015 587 10.213 1.616.376 1.675

Sumber: BPS Prov. DKI Jakarta, 2011

Sungai memiliki aneka fungsi, yaitu fungsi dimanfaatkan untuk menunjang berbagai kebutuhan serta fungsi sebagai badan air penerima limbah cair, sampah serta bantarannya dipakai untuk hunian ilegal.

 Air Baku Air Minum PDAM

Beberapa sungai dimanfaatkan untuk air baku air minum PDAM, yaitu: - Kali Ciliwung untuk air baku Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPAB)

PDAM Condet.

- Kali Krukut untuk air baku IPAB PDAM Taman Kota, kapasitas 200 L/det, dioperasikan sejak tahun 1975, namun sejak Nopember tahun 2005 operasi dihentikan karena buruknya kualitas air (Palija,2009).

 Fungsi Mandi Cuci Penduduk Sepanjang Sungai

Penduduk sekitar sungai memanfaatkan air sungai untuk keperluan mandi dan cuci, seperti antara lain dilakukan masyarakat Krukut untuk air baku IPAB PDAM Cilandak,kapasitas 400 L/det, yang dioperasikan sejak tahun 1977 (Palija, 2009) Kali Pesanggrahan sekitar Kali Ciliwung, di Kelurahan Kampung Melayu, maupun di Kelurahan Manggarai.

 Sarana Transportasi

Diantara sungai tersebut ada juga yang berfungsi sebagai sarana transportasi, yaitu Kali Ciliwung seperti dilakukan masyarakat sekitar di Kampung Melayu.

(43)

 Tempat Hunian Liar

Permukiman liar terdapat di sepanjang bantaran Kali Ciliwung sebagai tempat hunian seperti di Kelurahan Manggarai.

 Tempat Buangan Limbah Cair Penduduk dan Industri

Sungai berfungsi sebagai penampung limbah cair penduduk maupun industri, di daerah studi terdapat bantaran sungai yang digunakan sebagai bangunan MCK, sehingga limbah penduduk langsung masuk ke sungai, diantaranya terjadi di Kali Ciliwung Kelurahan Bukit Duri dan Kelurahan Manggarai.

 Tempat Pembuangan Sampah

Badan sungai semakin menyempit, yang diakibatkan oleh timbunan sampah rumah tangga yang terus menumpuk dan memakan lebar badan sungai, kondisi demikian antara lain terjadi pada Kali Ciliwung di Kelurahan Kampung Melayu.

2.5.2. Potensi dan Ketersediaan Air Tanah

Air tanah merupakan komponen dari suatu sistem daur hidrologi (hydrology cycle) yang terdiri rangkaian proses yang saling berkaitan antara proses atmosferik, proses hidrologi permukaan dan proses hidrologi bawah permukaan. Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui evaporasi, transpirasi, kondensasi dan presipitasi. Di luar sistem tersebut persoalan air tanah bahkan seringkali melibatkan aspek politik dan sosial budaya yang sangat menentukan keberadaan air tanah di suatu daerah. Siklus hidrologi menggambarkan hubungan antara curah hujan, aliran permukaan, infiltrasi, evapotranspirasi dan air tanah. Sumber air tanah berasal dari air yang ada di permukaan tanah (air hujan, air danau dan sebagainya) kemudian meresap ke dalam tanah/akuifer di daerah imbuhan (recharge area) dan mengalir menuju ke daerah lepasan (discharge area). Menurut Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan aliran air tanah di dalam akuifer dari daerah imbuhan ke daerah lepasan cukup lambat, memerlukan waktu lama bisa puluhan sampai ribuan tahun tergantung dari jarak dan jenis batuan yang dilaluinya. Pada dasarnya air tanah termasuk sumber daya

(44)

alam yang dapat diperbaharui akan tetapi jika dibandingkan dengan waktu umur manusia air tanah bisa digolongkan kepada sumber daya alam yang tidak terbaharukan.

Di dalam tanah keberadaan air mengisi sebagian ruang pori-pori tanah yang bisa dimanfaatkan langsung oleh tanaman pada kondisi kelembaban tanah antara kapasitas lapang sampai titik layu permanen pada posisi zona aerasi. Di bawah zona aerasi terdapat zona penjenuhan yang menempatkan air mengisi seluruh ruang pori-pori tanah yang ada dengan kisaran tebal yang selalu berfluktuasi.

Debit dan keberadaan muka air tanah pada zone penjenuhan ini sangat dipengaruhi oleh pasokan air dari daerah imbuhan (recharge zone) yang berada di atasnya, semakin banyak pasokan yang diimbuhkan semakin banyak debit yang tersimpan dalam zone ini. Keberadaan air tanah pada zone ini seringkali disebut sebagai air (tanah) bebas. Ketebalan air bebas yang ada dalam tanah bisa mencapai puluhan meter tergantung dari letak lapisan batuan padu (consolidated rock) yang ada di bawahnya. Lapisan batuan padu (batuliat, batupasir, batugamping, batuan kristalin, dan shale) yang mengandung air tanah dalam lubang pelarutan, atau di rekahan batuan (lapisan batuan pembawa air tanah) disebut sebagai akuifer.

Air tanah adalah semua air yang terdapat pada lapisan pengandung air (akuifer) di bawah permukaan tanah, mengisi ruang pori batuan dan berada di bawah water table. Akuifer merupakan suatu lapisan, formasi atau kumpulan formasi geologi yang jenuh air yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan meluluskan air dalam jumlah cukup dan ekonomis, serta bentuk dan kedalamannya terbentuk ketika terbentuknya cekungan air tanah. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. Potensi air tanah di suatu cekungan sangat tergantung kepada porositas dan kemampuan batuan untuk meluluskan (permeability) dan meneruskan (transmissivity) air. Kelulusan tanah atau batuan merupakan ukuran mudah atau tidaknya bahan itu dilalui air. Air tanah mengalir dengan laju yang berbeda pada jenis tanah yang berbeda. Air tanah mengalir

(45)

lebih cepat melalui tanah berpasir tetapi bergerak lebih lambat pada tanah liat. Gambaran kualitas fisik air tanah di Propinsi DKI Jakarta yang meliputi TDS dan kekeruhan dapat dilihat pada Tabel 2.13.

Tabel 2.13.

Rata-rata Kualitas Fisik Air Tanah Prov. DKI Jakarta Tahun 2011

September Nopember September Nopember

1 Jakarta Selatan 213.34 213.34 1.00 1.90

2 Jakarta Timur 477.19 361.48 1.88 4.33

3 Jakarta Pusat 538.45 538.45 1.86 15.36

4 Jakarta Barat 1,015.80 645.80 2.75 2.91

5 Jakarta Utara 1,070.87 852.07 17.58 11.89

Sumber: BPLHD Prov. DKI Jakarta, 2011

Ket: BM TDS = 1500 mg/L ; BM Kekruhan = 25 NTU

No. Wilayah TDS (mg/L) Kekeruhan (skala NTU)

Dari Tabel diatas Menunjukan bahwa nilai rata-rata untuk parameter zat padat terlarut (TDS) di lima wilayah di Propinsi DKI Jakarta Masih memenuhi baku mutu. Sebagai contoh pada bulan September 2011 rentan tertinggi terdapat pada wilayah Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara.

Tabel 2.14.

Data Air Tanah Wilayah Jakarta Selatan

No Parameter Satuan Baku Mutu Hasil Maks.

Parameter Fisik

1 Kekeruhan ( turbidity ) NTU 25 mg/L 1.90 2 Bau Tidak Berbau Tidak berbau 3 Warna (color) TCU Tidak berwarna Tidak berwarna 4 Suhu (temperatur) ºC ± 20-26°C 22-23 5 Total Dissolved Solid (total padatan

terlarut) mg/L 1500 mg/L 213.34 Parameter Kimia 1 PH 6.5 - 8.5 6.31 2 Kesadahan (hardness) mg/L 500 173.25 3 Alkalinitas (alkalinity) mg/L 1000 mg/L 5 Nitrat (NO3-) mg/L 10 2.85 6 Nitrit (NO2-) mg/L 0.02 0.02 7 Besi (Fe) mg/L 0,3 mg/L 0.10 8 Mangan mg/L 0,1 mg/L 0.22 9 Khlorida mg/L 250 mg/L 50.9 10 Sulfat (SO42-) mg/L 400 mg/L 16.62 Parameter Mikrobiologi

1 Bakteri E.Coli sel/ml 50 jml/100ml 597

Gambar

Tabel 2.1.  Pembagian Wilayah Administrasi Provinsi DKI Jakarta  II - 1
Gambar 2.10. Grafik Jumlah Penduduk DKI Jakarta Berdasarkan  Kota/ Kabupaten Administrasi Tahun 2007 - 2010
Gambar 2.12. Grafik Wilayah Administrasi dan Penggunaan Lahan  di DKI Jakarta
Gambar 4.1. Dataran Banjir Kali Pesanggrahan Daerah Komplek Deplu   Jakarta Selatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

hasil yang berbeda ditunjukkan dengan studi yang dilakukan oleh (Dwiwiyati Astogini et al., 2011) yang mengatakan bahwa tingkat religiusitas tidak mempunyai pengaruh yang

Studi aliran beban adalah penentuan atau perhitungan tegangan, arus, daya aktif, faktor daya dan daya reaktif yang terdapat pada berbagai titik dalam suatu

Salah satu cara untuk membungkus hadiah yang telah disiapkan tentu saja, membuat sendiri GiftBox dengan ukuran yang diinginkan, dan tentu saja yang dengan bungkus yang bisa

Dari hasil penilaian kelengkapan dan kebenaran dokumen administrasi atas peserta lelang yang memasukan dokumen penawaran diatas, dokumen administrasi yang dinyatakan memenuhi syarat

Guspri Devi Artanti, S.Pd, M.Si selaku Koordinator Program Studi Pendidikan Tata Boga, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta, sekaligus dosen pembimbing yang

Hal ini dapat diartikan bahwa perusahaan yang sedang menyelesaikan suatu kegiatan, maka manajemen perusahaan akan dapat membandingkan ( compare ) pelaksanaan

Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan rekrutmen, seleksi dan penempatan tenaga kerja di koperasi BMT-UGT Sidogiri Pasuruan lebih memprioritaskan para alumni

Penelitian dengan judul “Responsivitas PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) dalam menyediakan informasi publik (Studi Pada Dinas Kesehatan Provisnsi