• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untitled Document

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Untitled Document"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan bersumber akan kebutuhan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidupnya. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan syarat perkembangan. Pendidikan harus memperhatikan perubahan-perubahan yang berlangsung di masyarakat. Oleh karena itu, perubahan-perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan.

Dalam amanat pembukaan UUD 1945, salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut dirumuskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. No. 20 Tahun 2003 pasal 3 bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

(3)

serta bertanggungjawab merupakan cerminan nilai-nilai pendidikan karakter siswa, meskipun dalam pelaksanaannya masih terdapat banyak masalah dan kekurangan.

Pendidikan dewasa ini menghadapi berbagai masalah yang amat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian bersama. Fenomena merosotnya karakter berbangsa di tanah air dapat disebabkan lemahnya pendidikan karakter di sekolah. Disamping itu, lemahnya implementasi nilai-nilai berkarakter dilembaga-lembaga pemerintahan dan kemasyarakatan ditambah arus globalisasi telah mengaburkan kaidah-kaidah karakter budaya bangsa yang sesungguhnya bernilai tinggi. Menurunnya pendidikan karakter dalam praktek kehidupan sekolah mengakibatkan sejumlah perilaku negatif yang amat merisaukan masyarakat yang berakibat merusak kehidupan berbangsa.

Setiap sekolah perlu mulai memikirkan bagaimana mewujudkan pendidikan karakter, agar anak didik betul-betul dapat mempraktekkan norma dan tata nilai yang sesuai dengan agama dan budaya bangsa kita sejak dini. Upaya yang dapat dilaksanakan saat ini adalah menerapkan dan melaksanakan pendidikan karakter, dan melatih siswa memiliki tata krama, sopan santun dalam kehidupan sosial di sekolah. Pendidikan karakter bukan hanya mencakup tata krama, dan tata tertib sekolah sebagaimana yang berlaku sekarang ini.

(4)

yang mengedepankan nilai dan hasil belajar siswa, baik secara makro maupun mikro belum mampu mencapai hakikatnya yang paling esensial yaitu pembentukan karakter. Satuan pendidikan formal, nonformal dan informal ataupun pendidikan di sekolah dan di luar sekolah belum mampu mengimplementasikan pendidikan karakter dalam kehidupan bermasyarakat dan dalam proses alih generasi.

Hasil penelitian di negara-negara Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis sekolah. Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan small community, (suatu masyarakat dalam skala kecil), hendaknya menjadi tempat yang dapat membentuk karakter berkualitas, memberikan pengetahuan dan pengalaman menarik bagi siswa.

(5)

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang mendapat sorotan terkait rendahnya hasil belajar siswa. IPS diajarkan mulai tingkat SD sampai SMP. Peranan IPS menjadi sangat berarti, salah satunya siswa dapat mengaplikasikan IPS dalam kehidupan sosial kemasyarakatan sehari-hari. Ada tiga yang menjadi tujuan membelajarkan IPS kepada peserta didik Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Depdiknas (Direktorat Pendidikan Dasar, 2004: 15) yang menyatakan bahwa :

“Ada tiga tujuan membelajarkan IPS kepada peserta didik, yaitu 1) agar setiap peserta didik menjadi warga negara yang baik; 2) melatih peserta didik berkemampuan berpikir matang untuk menghadapi dan memecahkan masalah sosial: dan 3) agar peserta didik dapat mewarisi dan melanjutkan budaya bangsanya”.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran IPS yang mengedepankan nilai-nilai pendidikan karakter, mata pelajaran IPS di SD harus dirancang dengan pendidikan berbasis karakter. Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student centered learning) serta didukung oleh materi pelajaran yang mengadopsi nilai-nilai karakter.

(6)

Senada dengan permasalahan di atas, observasi awal yang dilakukan peneliti pada SDN 125540 Pematangsiantar menunjukkan bahwa metode belajar yang dilakukan guru kelas adalah metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Seringnya siswa melakukan aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran seperti: mengantuk, bermain-main, bahkan ribut saat pembelajaran sedang berlangsung, yang kesemuanya itu dapat menghambat perkembangan karakter siswa. Selain itu, guru belum memberdayakan seluruh potensi dirinya dalam mengajar. Siswa baru mampu menghafal fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, Mereka (siswa) belum dapat menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah sehari-hari.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru di SDN 125540 Pematangsiantar, bahwa pada umumnya pembelajaran IPS selama ini cenderung monoton dimana proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru sehingga siswa tampak kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran IPS. Pembelajaran IPS oleh guru cenderung bersifat belajar pasif dengan menggunakan metode ceramah hampir di sebagian besar aktivitas proses belajar mengajarnya di kelas, dan sangat tergantung pada kegiatan yang ditawarkan oleh buku pelajaran IPS yang dimiliki guru dan siswa tanpa memperhatikan sumber lainnya.

(7)

akademis baru kepada siswa setiap minggu atau secara regular, baik melalui presentasi verbal atau teks. Hal ini juga sesuai dengan yang dinyatakan Ibrahim (2000:7) bahwa “Strategi pembelajaran kooperatif telah dapat meningkatkan

penilaian siswa pada belajar dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar”.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD dilaksanakan oleh peserta didik agar dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasan atau ide-idenya. Kondisi dapat mengakomodir kesempatan yang sama bagi siswa untuk mencapai keberhasilan pada kelas yang siswanya berjumlah banyak, seperti pada kelas V SDN 125540 Pematangsiantar yang berjumlah 22 orang siswa/kelas. Pembelajaran kooperatif tipe STAD juga belum pernah dilaksanakan/diterapkan pada kelas tersebut, begitu juga dengan pembentukan karakter siswa.

Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik mengadakan penelitian tentang” Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS dan Membentuk Karakter Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada SDN 125540 Pematangsiantar”.

1.2. Identifikasi Masalah

(8)

1. Kurangnya pemahaman guru IPS tentang berbagai strategi/metode pembelajaran yang dapat membentuk karakter siswayang berdampak positif terhadap peningkatan hasil belajar IPS yang lebih baik.

2. Kurangnya penanaman nilai-nilai karakter melalui pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

3. Belum berkembangnya karakter siswa di dalam proses pembelajaran.

4. Kurangnya kreativitas guru dalam merancang rencana pelaksanaan pembelajaran yang berkarakter.

5. Hasil belajar IPS siswa rendah.

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan identifikasi masalah diatas, perlu dilakukan pembatasan masalah agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus pada masalah yang akan diteliti. Masalah penelitian ini dibatasi hanya pada penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar IPS dan pembentukan karakter siswa SDN 125540 Pematangsiantar.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan permasalahan penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan hasil belajar IPS Siswa kelas V SDN 125540 Pematangsiantar melalui model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

(9)

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Peningkatan hasil belajar IPS siswa kelas V SDN 125540 Pematangsiantar melalui model pembelajaran kooperatif Tipe STAD.

2. Pentingnya nilai-nilai pendidikan karakter pada siswa kelas V SDN 125540 Pematangsiantar melalui model pembelajaran kooperatif Tipe STAD.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk:

1. Siswa, Penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD dapat memberi kesempatan pengalaman belajar yang interaktif serta dapat membentuk karakter yang lebih baik pembelajaran IPS.

2. Guru, Penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD dapat membuka wawasan guru terutama guru IPS dalam mencari model/teknik tertentu guna meningkatkan hasil belajar IPS dan membentuk karakter siswa kelas V SDN 125540 Pematangsiantar.

(10)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoretis

2.1.1. Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Winkel, 1999:31). Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman.

(11)

Hasil belajar sering juga disebut prestasi belajar. Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, yang kemudian didalam bahasa Indonesia, diartikan sebagai hasil usaha. Prestasi banyak digunakan di dalam berbagai bidang dan diberi pengertian sebagai kemempuan, keterampilan, sikap seseorang dalam menyelesaikan sesuatu hal.

Djamarah (2006:26), “prestasi atau hasil belajar adalah hasil dari sesuatu

kegiatan yang telah dikerjakan, atau diciptakan secara individu maupun secara kelompok”. Hasil belajar tidak akan pernah dihasilkan apabila seseorang tidak

pernah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu hasil belajar bukan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seseorang dalam mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar seseorang tersebut.

Sudjana dalam kunandar (2008: 276) bahwa hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu : berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan, maupun tes perbuatan. Nasution (1989) berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri individu yang belajar.

(12)

dimiliki siswa setelah ia memperoleh pengalaman belajarnya. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar.

Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegitan siswa lebih lanjut, baik keseluruhan kelas maupun individu. Hasil belajar merupakan hasil akhir pengambilan keputusan mengenai tinggi rendahnya nilai yang diperoleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar dikatakan tinggi apabila tingkat kemampuan siswa bertambah dari hasil sebelumnya. Hasil sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas yakni untuk bermacam-macam aturan terhadap apa yang telah dicapai oleh murid, misalnya ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, tes akhir semester dan sebagainya. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang dimaksudkan adalah hasil tes setiap siklus.

Untuk mengetahui baik atau tidaknya hasil belajar, dapat dilakukan melalui tes hasil belajar. Muhibbinsyah (2003) menjelaskan bahwa tes hasil belajar adalah alat ukur yang digunakan untuk menentukan taraf keberhasilan program pembelajaran. Tes hasil belajar merupakan indikator tentang seberapa jauh orang yang dites memiliki karakteristik yang sedang diukur, dimana untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar adalah dengan mengetahui indikator yang dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diukur.

(13)

(kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik). Bloom dalam Sanjaya (2008:35), hasil belajar dalam ranah kognitif meliputi enam jenjang yaitu : (1) pengetahuan (2) pemahaman (3) aplikasi (4) analisis (5) sintesis (6) evaluasi. Sejalan yang dinyatakan oleh Dimyati (2009 : 33) bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam proses belajar.

Hasil belajar IPS merupakan gambaran dari tingkat kesanggupan kognitif, yang oleh Romizowski (1984:53) diperoleh dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan. Dalam bentuk pengetahuan meliputi fakta, konsep, prosedur dan prinsip. Konsep, prosedur dan prinsip merupakan bidang kajian IPS. Konsep, prosedur dan prinsip IPS akan berarti atau bermakna bagi siswa dihubungkan dengan fakta yang ada di dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan bentuk keterampilan yang menggambarkan tingkat kemampuan kognitif adalah keterampilan kognitif, yaitu keterampilan siswa menggunakan pikiran, guna menghadapi sesuatu seperti pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.

Dari pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa hasil belajar IPS adalah pengetahuan meliputi fakta, konsep, prosedur dan prinsip dalam bentuk kecakapan ataupun kepandaian.

2.1.2 Pelajaran IPS

(14)

kurikulum sekolah, baik pada kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004 (KBK) maupun kurikulum 2006 (KTSP), meskipun pada setiap jenjang pendidikan memiliki perbedaan, baik dalam pendekatan dan pengorganisasian maupun pada keluasan dan kedalaman materinya.

Di Indonesia, IPS di Sekolah Dasar merupakan program pendidikan yang mengintegrasikan secara interdisipliner konsep-konsep ilmu sosial dan humaniora untuk tujuan pendidikan kewarganegaraan. IPS di SD juga mempelajari aspek-aspek politik, ekonomi, budaya, dan lingkungan dari masyarakat di masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang dan turut membantu mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan oleh warga negara yang baik.

Materi IPS yang diajarkan di SD kelas tinggi terdiri dari dua bahan kajian pokok yaitu pengetahuan sosial dan sejarah. Bahan kajian pengetahuan sosial mencakup ilmu sosial, ilmu bumi, ekonomi dan pemerintahan. Bahan kajian sejarah meliputi perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lampau hingga kini (Depdikbud, 2007). Pengajaran IPS di SD berfungsi mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar untuk melihat kenyataan sosial yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan sejarah berfungsi untuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan bangga terhadap perkembangan masyarakat Indonesia sejak masalalu hingga masa kini (Depdikbud, 2007).

(15)

kepulauan, wilayah pemerintah daerah, negara republik Indonesia, dan mengenal kawasan dunia lingkungan sekitar dan lingkungan sejarah.

Untuk mengajarkan IPS di SD yang berkualitas dibutuhkan guru SD yang berkualitas pula, yaitu guru yang mampu memadukan dan mengintegrasikan berbagai materi ilmu sosial dalam konteks kekinian, mampu menggunakan berbagai sumber belajar, mengevaluasi dan menggunakan media pembelajar- an, memahami karakteristik dan kemampuan siswa serta kegairahan untuk mengajarkan IPS di SD yang timbul dari apresiasi dan pemahamannya tentang IPS dan kegunannya bagi siswa SD. Itulah sebabnya hakikat pengajaran IPS adalah bagaimana mengajarkan konsep-konsep ilmu sosial, fakta sosial, generalisasi dan teori-teori sosial secara menarik, integratif, komunikatif, kontekstual dan berpusat pada siswa.

(16)

didik diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta damai.

Arah mata pelajaran IPS dilatarbelakangi oleh oleh pertimbangan bahwa di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu, mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Mata pelajaran IPS di SD berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan siswa tentang masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia (Puskur Balitbang Depdiknas, 2003:2). Terkait dengan tujuan mata pelajaran IPS yang sedemikian fundamental maka guru dituntut untuk memiliki pemahaman yang holistik dalam upaya mewujudkan pencapaian tujuan tersebut.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan Tujuan mata pelajaran IPS ditetapkan sebagai berikut:

- Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

- Memiliki kemampuan Dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. - Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan.

(17)

2.1.3 Konsep Pendidikan Karakter

Megawangi (2004:77) mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah usaha yang dilakukan di sekolah untuk mendidik anak agar dapat menerapkan nilai-nilai karakter dalam kehidupannya. Nilai karakter yang ditanamkan adalah nilai-nilai universal atau pilar yang dijunjung tinggi oleh seluruh agama, tradisi dan budaya.

(18)

adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku). Berikut ditampilkan Gambar 2.1 tentang komponen Karakter Lickona (1991:45).

Gambar 2.1 Komponen Karakter Lickona

Lickona (1991:63) menyatakan bahwa secara garis besar terdapat dua nilai moral dasar dari karakter yaitu:

1. Respect artinya menunjukkan penghargaan terhadap orang maupun hal-hal lain. Termasuk di dalamnya yaitu respek terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, terhadap semua bentuk kehidupan dan lingkungan diluar diri individu. Dengan demikian tidak akan terjadi perilaku yang merugikan diri, atau apa pun di luar diri individu. Respek menekankan pada “apa yang tidak boleh

dilakukan terhadap orang lain”.

2. Responsibility atau tanggungjawab, yaitu:

(19)

menekankan pada kewajiban positif untuk peduli pada pihak lain. Tanggungjawab menekankan pada “apa yang harus dilakukan untuk

orang lain”.

b. Memiliki makna “dapat diandalkan” atau melakukan yang terbaik.

Tantangan pendidikan pembentukan karakter adalah menjaga keseimbangan antara tanggungjawab dan hak yang dimiliki setiap manusia.

(20)

Berikut ditampilkan Gambar 2.2 tentang koherensi karakter dalam konteks totalitas proses psikososial.

Gambar 2.2 Koherensi Karakter dalam Psikososial

(21)

Lickona (1997:57) menjelaskan bahwa pendidikan karakter harus dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan semua pihak dan berbagai pendekatan sebagaimana dijelaskan berikut ini:

1. Peran Guru

a. Sebagai pembimbing, model dan mentor, memperlakukan siswa dengan cinta dan respek, menjadi contoh yang baik, mendorong perilaku prososial, dan memperbaiki perilaku yang kurang baik. Guru sebagai model merupakan cara yang efektif untuk menanamkan keterampilan, sikap, dan nilai. Apa yang dicontohkan akan jauh lebih efektif daripada yang diucapkan.

b. Menciptakan suasana moral di kelas. Membantu siswa mengenal satu sama lain, menghargai dan saling membantu, membangun kebersamaan sebagai suatu kelompok yang solid.

c. Menerapkan disiplin, menciptakan dan menegakkan hukum sebagai cara untuk menanamkan pemahaman moral, pengendalian diri, saling menghargai satu sama lain, dan internalisasi diri.

d. Menciptakan lingkungan kelas yang demokratis, melibatkan siswa dalam pengambilan keputusan, berbagai tanggungjawab untuk membuat suasana kelas menjadi nyaman untuk belajar.

e. Memasukkannya penanaman nilai ke dalam kurikulum dan proses pembelajaran.

(22)

g. Menanamkan siswa untuk bisa merefleksikan diri melalui kegiatan membaca, menulis, diskusi, latihan memecahkan masalah dan berdebat. h. Mengajarkan bagaimana menyelesaikan masalah dengan seadil-adilnya

dan tidak merusak. 2. Peran Sekolah:

a. Mendorong kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat

b. Membudayakan nilai-nilai positif di sekolah dengan di dukung semua pihak, baik kepala sekolah, staf, guru maupun siswa.

c. Melibatkan orang tua dan masyarakat untuk ikut andil dalam pendidikan nilai.

Pembentukan karakter sebagai kebiasaan dapat dijelaskan pula dengan metode shaping (Slavin, 1991:45) yaitu “using small steps combined with

feedback to help learners reach goals”. Tahapan dalam shaping adalah : 1. Menetapkan tujuan dengan cara dibuat sesepesifik mungkin.

2. Mengetahui kemampuan siswa saat ini.

3. Menyusun tahapan-tahapan perilaku menuju perilaku yang diinginkan disesuaikan dengan kemampuan siswa.

(23)

Manfaat pelatihan pembentukan karakter ini tidak berlangsung lama, tetapi tetap saja dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan. Hal tersebut memerlukan kontinuitas, dukungan dari semua pihak dan semua lingkungan baik sekolah, keluarga, masyarakat maupun dunia kerja.

Beberapa strategi pendidikan berbasis karakter (PBK) adalah melalui: 1. Pembiasaan. Otak membutuhkan pengulangan untuk membuat tingkah laku

tertentu menjadi kebiasaan.

2. Keteladanan. Abdullah Nashih Ulwan mengatakan “keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil atau membekas dalam mempersiapkan dan membentuk aspek karakter, moral, spritual dan etos sosial siswa.

Butler dalam Balitbangsu (2011:48) menjelaskan bahwa dalam PBK ada sejumlah faktor-faktor yang perlu diperhatikan karena mempengaruhi pembelajaran yaitu:

1. Motivation

Motivasi yang lebih kuat adalah yang datang dari diri sendiri, dan bukan dari faktor luar. Siswa akan termotivasi jika:

a. Tujuan yang akan dicapai dipahami dengan jelas dan siswa tahu apa yang harus dilakukan dengan pengetahuan atau keterampilan baru yang diperolehnya.

(24)

menyeimbangkan antara tingkat kesulitan dan kegagalan. Jika tugas terlalu mudah, siswa akan bosan, jika terlalu sulit siswa akan frustasi.

c. Mengetahui kemajuan yang dicapainya.

d. Pengetahuan yang diperoleh segera dipraktekkan, dan betul-betul berguna pada pekerjaan riil.

2. Organisasi yang maksudnya adalah setiap pembelajaran harus bisa dipahami maknanya. Pembelajaran diawali dengan ringkasan tentang apa yang akan dipelajari, dikaitkan dengan pemahaman yang telah diperoleh siswa. Terlalu banyak detil atau penyampaian materi terlalu awal akan berakibat kurang baik. Pemahaman akan bagaimana dan mengapa harus segera disampaikan sesudah pemaparan prosedua kerja dipahami siswa. Review perlu dilakukan selama dan diakhiri pembelajaran.

3. Partisipasi. Siswa hanya akan belajar apa yang ia kerjakan baik secara mental maupun melalui aktivitas fisik. Untuk pembelajaran tentang prosedur kerja, akan lebih baik jika siswa mendemonstrasikan secara langsung, diawali dengan menggambarkan secara mental apa yang akan dilakukan, merencanakan tahapan kerja yang harus dilakukan, baru kemudian mengerjakannya.

4. Konfirmasi. Guru membantu siswa agar memahami apakah yang dilakukannya sudah benar atau masih keliru, serta konsekuensi yang mungkin timbul jika kesalahan dibiarkan.

(25)

ketika siswa yang termotivasi, materi diorganisasikan dengan baik, siswa berpartisipasi aktif, dan lain-lain.

6. Aplikasi. Siswa mengaplikasikan pengetahuan yang telah dipelajari dengan cara mempraktekkannya. Untuk itu pembelajaran praktek sebaiknya spesifik dan dilakukan pada situasi kerja riil. Dengan praktek yang diperolehnya siswa akan mampu mengeneralisasi dan mencari kesamaan atas apa yang pernah dipraktekkan untuk kemudian diterapkan pada situasi baru.

7. Individual differences. Setiap siswa memiliki kekhasan baik IQ, pengetahuan yang sudah dimiliki, sikap, minat, cara maupun kecepatan belajarnya, dan lain-lain. Pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik siswa yang demikian.

Aswandi (2008:44) menjelaskan strategi pendidikan berbasis karakter (PBK) adalah melalui:

1. Pembiasaan. Otak membutuhkan pengulangan untuk membuat tingkah laku tertentu menjadi kebiasaan.

2. Keteladanan. Abdullah Nashih Ulwan mengatakan “keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil atau membekas dalam mempersiapkan dan membentuk aspek karakter, moral, spritual dan etos sosial siswa.

(26)

Kebiasaan merupakan interaksi antara pengetahuan (apa dan mengapa perilakuan dilakukan), skill (bagaimana dilakukan), dan keinginan untuk melakukan. Untuk bisa membentuk kebiasaan atau habit forming diperlukan ketiga aspek tadi sekaligus.

Dari penjelasan di atas, bahwa pembentukan karakter cukup mewakili, yaitu bahwa pembentukan perilaku dapat didekati dari tiga ranah/domain, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Melengkapi taksonomi Bloom tersebut, aspek repetisi menjadi penting untuk ditambahkan mengingat karakter baru akan terbentuk jika melalui tahapan pembiasaan yang dilakukan secara holistik, berkesinambungan dan tersistematisasi. Pada penyusunan instrumen penelitian ini, keempat aspek tersebut akan digunakan sebagai indikator yang ingin diungkap.

2.1.4 Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter

Harianti (2009:123) mengatakan nilai-nilai pendidikan karakter menjadi sikap dan perilaku keseharian siswa yang mencakup 18 nilai yaitu:

1. Religius 8. Demokrasi 13. Bersahabat 2. Jujur 9. Rasa Ingin Tahu 14. Cinta Damai 3. Toleransi 10. Semangat Kebangsaan 15. Gemar Membaca 4. Disiplin 11. Cinta Tanah Air 16.Peduli Lingkungan 5. Kerja Keras 12. Menghargai Prestasi 17. Peduli Sosial

6. Kreatif 18. Tanggungjawab

(27)

Sedangkan Indonesia Heritage Foundation (IHF) menyusun sembilan nilai karakter yang merupakan shared value bangsa Indonesia yang dikembangkan di sekolah Semi Beni Bangsa (SBB). Kesembilan pilar karakter tersebut diajarkan di sekolah dengan menggunakan kurikulum holistik berbasis karakter. Sembilan pilar karakter yang dikembangkan oleh Indonesia Heritage Foundation adalah sebagai berikut :

1. Cinta tuhan dan alam semesta beserta isinya (love Allah, trust, reverence, loyality),

2. Tanggung jawab, kedisiplinan, kemandirian (resposibility, excelence, self reliance, discipline, orderlines)

3. Kejujuran/ amanah, bijaksana (trustworthiness, reliability, honesty 4. Hormat dan santun (respect, courtessy, obedience)

5. Kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama (love, compassion, caring, empathy, generousity, moderation, cooperation)

6. Keadilan dan kepemimpinan (justice, fairness, mercy, leadership)

7. Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, semangat (confidence, assertiveness, creativity, resourcefulness, courage, determination and enthusiasm)

8. Baik dan rendah hati. (kindness, friendliness, humility, modesty) 9. Toleransi, cinta damai, dan persatuan

Megawangi (2004:87), sebagai tokoh pendidikan karakter di Indonesia menyebutnya dengan 9 Pilar pendidikan karakter yaitu:

(28)

sayang, kepedulian, dan kerjasama; (6) percayadiri, kreatif, kerjakeras, dan pantang menyerah; (7) keadilan dan kepemimpinan; (8) baik dan rendah hati; serta (9) toleransi, cinta damai dan persatuan.

2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Student Teams Achievement Division (STAD) dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap Minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah (Sinaga, 2007).

(29)

perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu.

Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Persiapan-persiapan tersebut antara lain (Slavin, 2000:68): (1) Perangkat Pembelajaran: Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat pembelajarannya, yang meliputi: Silabus, Rencana Pembelajaran (RP), Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS) beserta lembar jawabannya; (2) Membentuk Kelompok Kooperatif: Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen.

(30)

yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnya pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor awal; (4) Pengaturan Tempat Duduk: Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif; dan (5) Kerja Kelompok: Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerja sama kelompok.

[image:30.595.112.508.524.748.2]

Pembelajaran kooperatif Tipe STAD merupakan derivatif dari model pembelajaran kooperatf. Terdapat 6 (enam) langkah dalam model pembelajaran kooperatif. Urutan langkah-langkah guru menurut model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (2008: 113) adalah:

Tabel 2.1 Tahap-Tahap Pembelajaran Kooperatif

Tahap Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Tahap 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada materi yang dipelajari dan memotivasi siswa untuk belajar

Siswa mendengarkan dan memperhatikan tujuan pembelajaran dan siap untuk menerima pelajaran

Tahap 2 Menyajikan informasi atau materi pelajaran

Guru menyampaikan informasi atau materi pelajaran kepada siswa baik dengan demonstrasi atau bahan bacaan

Siswa menerima informasi mendemontrasikan lewat bahan bacaan dan dapat menemukan informasi dari berbagai sumber

Tahap 3

Mengorganisasi kan siswa ke

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana membentuk kelompok belajar dan dan

(31)

dalam kelompok-kelompok belajar

bekerjasama dalam kelompok agar terjadi perubahan yang efisien

setiap kelompok agar melakukan transisi efisien

Tahap 4 Membimbing kelompok

bekerja dan belajar

Guru mengamati, mendorong, dan membimbing siswa dalam menyelesaikan tugas

Siswa menerima bimbingan dari guru pada saat berdiskusi mengerjakan tugasnya di kelompok masing-masing

Tahap Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Tahap 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya

Siswa melaporkan hasil diskusinya dari masing-masing kelompok dan mempresentasikan hasil kerjanya dan dapat mempertanggung

jawabkannya Tahap 6

Mengumumkan pengakuan atau penghargaaan

Guru memberikan umpan balik terhadap hasil kerja

Siswa menerima

penghargaan yang diberikan oleh guru baik hasil belajar individu dan kelompok Sumber: Arends, (2008:113)

2.1.6. Teori Belajar Yang Relevan Dengan Pembelajar Kooperatif

Terdapat teori yang relevan dalam mempelajari cooperative learning. di antaranya adalah Teori Ausubel, Teori Piaget dan Teori Vigotsky.

(32)

Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.

Pembelajaran bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan pelajar dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki pelajar. Oleh karena itu pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah dimiliki siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mengorientasikan siswa dalam kelompok. Salah satu syarat keanggotaan kelompok belajar dalam model kooperatif jigsaw adalah heterogenitas siswa dalam kemampuan akademik dan latar belakang sosial. Siswa dalam kelompoknya saling berinteraksi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi tugas kelompoknya, dan mengupayakan terjadi pengembangan konseptual, sesuai dengan Teori Vigotsky. Vigotsky (Sinaga dalam Yusri, 2012:86) menyatakan:

(33)

Kutipan ini memberi petunjuk bahwa, pemanfaatan aspek-aspek budaya dalam pembelajaran matematika dapat menstimulus fungsi mental yang lebih tinggi.

2.2. Kerangka Konseptual

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.

Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Unsur penting dalam pendidikan karakter adalah keluarga, masyarakat, dan satuan pendidikan (sekolah). Seorang guru dituntut dapat memahami dan memiliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan.

(34)

seorang guru adalah kemampuan profesional dan memilih model pembelajaran yang tepat. Guru memerlukan banyak wawasan tentang pentingnya pendidikan karakter sehingga guru mampu mengajar dan menerapkan pendidikan karakter melalui mata pelajaran IPS dengan efektif.

Salah satu model pembelajaran yang diterapkan pada penelitian ini adalah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Implementasi pembelajaran koperatif tipe STAD adalah: bagaimana guru menyampaikan pembelajarannya, bagaimana guru melaksanakan langkah-langkah pembelajarannya secara runtut, bagaiamana berinteraksi dengan siswa, dan bagaimana berkolaborasi dengan teman guru. Beberapa implementasi pembelajaran koperatif tipe STAD:

1. Sekurang-kurangnya telah mengubah sikap siswa menjadi lebih tertarik belajar IPS.

2. Mempermudah pemahaman siswa terhadap pelajaran IPS. 3. Dapat membentuk karakter siswa yang positif.

(35)
[image:35.595.119.499.119.560.2]

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Pelajaran IPS

2.3 Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan dengan model pembelajaran koperatif tipe STAD sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sinta Dameria Simanjuntak, 2012 melaporkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif type STAD dengan berbantuan

Proses Belajar Mengajar

Pembelajaran IPS Berkarakter

Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

Langkah-Langkah Pembelajaran

Persiapan pembelajaran yang mengedepankan nilai-nilai karakter Penyajian materi yang mengadopsi nilai-nilai karakter siswa Belajar kelompok

Tes

Penentuan skor

Penghargaan kelompok

(36)

Geogebra adalah lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif STAD tanpa berbantuan Geogebra dengan rata-rata kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran kooperatif type STAD berbantuan Geogebra adalah 67,06 sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika pada kelas kooperatif type STAD tanpa berbantuan Geogebra adalah 56,29.

2. Suhena (2001). Dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa penerapan strategi belajar kooperatif dalam pembelajaran matematika di SMA ternyata dapat mengubah konsepsi siswa dari kategori rendah menjadi kategori tinggi.

3. Astuti (2000:91), dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa siswa pada kelas yang pembelajarannya menggunakan kooperatif tipe STAD pada setiap aspek kemampuan pemecahan masalah mayoriatas berada pada kategori baik. Dari segi aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran dapat disimpulkan bahwa strategi belajar kooperatif dapat meningkatkan aktivitas siswa dan mengurangi kecenderungan guru untuk menyampaikan materi dengan ceramah.

(37)

siswa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan kualitas dari kualitas kurang menjadi cukup.

2.4 Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dibahas di atas, hipotesis penelitian ini:

1. Hasil belajar IPS siswa dapat meningkat melalui model pembelajaran Koperatif Tipe STAD.

(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada semester I kelas V SDN 125540 Jl. Bahagia Pematangsiantar. Penelitian ini akan dilakukan selama 3 (tiga) bulan yakni bulan Oktober Sampai dengan Desember 2013. Penetapan jadwal penelitian disesuaikan dengan jadwal yang ditetapkan oleh kepala sekolah, dimana waktu belajar mata pelajaran IPS disediakan 4 (empat) jam pelajaran dan 1 (satu) jam pelajaran dilaksanakan selama 35 (tiga puluh lima) menit.

3.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research), yang bertujuan memperbaiki kualitas proses, hasil belajar IPS dan membentuk karakter siswa dengan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD.

3.3. Subjek dan Objek Penelitian 3.3.1. Subjek Penelitian

(39)

demikian perlu adanya suatu tindakan untuk perbaikan pembelajaran di kelas tersebut.

3.3.2. Objek Penelitian

Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah aktivitas berupa karakter siswa dan aktivitas guru dalam pelaksanaan model pembelajaraan kooperatif Tipe STAD di kelas V SDN 125540 Pematangsiantar. Variabel-variabel penelitian yang dijadikan titik incar untuk menjawab subjek dan objek penelitian di atas berupa (1) hasil belajar IPS siswa; (2) karakter siswa; (3) aktivitas belajar siswa; dan (4) kemampuan guru mengelola pembelajaran.

3.4. Desain Penelitian

Secara lebih rinci prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas menurut model Mc. Kernan (dengan modifikasi dari Hopskin, 1993) dalam Wiriatmadja (2000) sebagai berikut:

Gambar 3.1 Rencana Penelitian TindakanKelas (Adaptasi dari Hopkins, 1993)

Prosedur pelaksanaan penelitian secara terperinci adalah sebagai berikut: 1. Siklus I

Plan

Reflective Action/Observation

Reflective Action/Observation

[image:39.595.211.396.484.665.2]
(40)

a. Perencanaan (plan)

Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah :

1. Mengenalkan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD kepada kolaborator (teman sejawat dan guru sebagai pengamat).

2. Menyusun RPP sesuai sintaks model pembelajaran kooperatif Tipe STAD untuk digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan tindakan.

3. Membuat skenario pelaksanaan tindakan.

4. Merencanakan pembagian pasangan siswa bekerjasama dengan guru. Pada setiap siklus siswa dipasangkan secara heterogen dari segi latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan. Menurut Sanjaya (2006:245) pengelompokan seperti ini baik karena lebih mudah untuk bekerjasama dalam memberi dan menerima informasi atau pendapat, dan mendiskusikan permasalahan secara bersama agar memberikan konstribusi terhadap keberhasilan kelompok pasangannya. Pemilihan tindakan ini dimaksudkan agar siswa dapat belajar berbagi pengalaman kepada sesama teman, lebih mudah untuk bekerjasama dalam mengajukan soal atau menjawab pertanyaan, dan mendiskusikan permasalahan secara bersama.

5. Membuat lembar observasi

6. Menyiapkan lembar kerja siswa (LKS).

(41)

8. Mengkoordinasikan tindakan dengan teman sejawat dan guru sebagai pengamat (observer).

b. Tindakan (action)

Tindakan yang dimaksud adalah implementasi di dalam kelas dari semua rencana yang telah dibuat di atas. Pada tahap ini tindakan yang dilaksanakan disesuaikan dengan rencana pembelajaran yang telah disusun, yaitu model pembelajaran kooperatif Tipe STAD dengan materi IPS.

c. Pengamatan (observe)

Proses observasi dilakukan selama kegiatan pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengamat dilakukan oleh teman sejawat. Objek yang diamati meliputi aktivitas peneliti sebagai pengajar dalam menerapkan skenario pembelajaran selama kegiatan pembelajaran berlangsung, aktivitas siswa dan sarana yang digunakan dalam belajar mengajar. Pengamatan juga dimaksudkan untuk mengetahui adanya kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Pengamatan dilakukan berdasarkan lembar observasi yang telah disediakan sebelumnya oleh observer.

d. Refleksi (reflect)

(42)

2. Siklus II

Secara garis besar kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap dalam siklus II adalah sama dengan kegiatan-kegiatan pada siklus I. Perubahan yang mendasar adalah pada jenis tindakan yang diberikan. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa rencana tindakan pada siklus II disusun berdasarkan hasil refleksi dan analisis data pada siklus I.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini, antara lain adalah tes, observasi dan angket.

3.5.1. Tes Hasil Belajar

Tes Hasil Belajar (THB) adalah salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan seseorang dalam suatu proses pembelajaran. THB diberikan kepada seluruh siswa berjumlah 22 orang sebanyak 1 (satu) kali untuk setiap siklus, yaitu setelah tindakan selesai dilakukan. Hasil belajar siswa dilihat dari skor yang diperoleh siswa dari tes yang diberikan.

Ada beberapa dasar penyusunan Tes Hasil Belajar sebagai berikut: a. THB harus dapat mengukur tujuan instruksional pembelajaran yaitu:

- Menjelaskan peranan tokoh-tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia

- Menjelaskan peranan tokoh-tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia

- Memiliki karakter patriotisme dan kesetiaan dalam mengisi dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, misalnya: lebih menghormati pahlawan kemerdekaan.

(43)

c. Pertanyaan THB disesuaikan dengan tingkat ranah soal C1 (hapalan), C2 (pemahaman), dan C3 (penerapan).

d. THB disusun sesuai dengan tujuan penggunaan tes, yaitu: bahan evaluasi siswa terhadap hasil belajar IPS melalui pembelajaran kooperatif Tipe STAD. e. THB disesuaikan dengan pendekatan pengukuran dengan mengacu pada

patokan tertentu (criterion reference, standar mutlak).

[image:43.595.109.518.387.531.2]

Tes berbentuk pilihan ganda sebanyak 20 (dua puluh) butir soal. Tes yang dibuat menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP). Adapun kisi-kisi tes hasil belajar adalah:

Tabel 3.1. Kisi-Kisi Tes Hasil Belajar IPS Siklus I No. Materi/Pokok

Bahasan Indikator Materi

Ranah Soal

C1 C2 C3

1 Perjuangan Melawan Penjajah

Siswa dapat menyebutkan tokoh pejuang melawan penjajahan Belanda.

Siswa dapat menyebutkan tokoh pejuang melawan penjajahan Jepang. 3,4,5 6,7,8, 10,11 1,2 9,12, 16,17 18,19 13,14 15,,20

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Tes Hasil Belajar IPS Siklus II

No. Materi/Pokok

Bahasan Indikator Materi

Ranah Soal

C1 C2 C3

1 Perjuangan Mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia

Siswa dapat menyebutkan bagaimana persiapan kemerdekaan dan proses perumusan Dasar Negara serta tokoh-tokoh persiapan kemerdekaan.

[image:43.595.107.517.568.753.2]
(44)

3.5.2. Angket

Angket dalam penelitian ini berisikan pertanyaan-pertanyaan tentang pelaksanaan nilai-nilai pendidikan karakter pada mata pelajaran IPS pada siswa kelas V SD. Angket diberikan kepada seluruh siswa berjumlah 22 orang sebanyak 1 (satu) kali untuk setiap siklus, yaitu setelah tindakan dilakukan. Jumlah seluruh pertanyaan dalam angket adalah 34 butir. Adapun pun indikator penilaian karakter siswa adalah: 1) nilai pendidikan karakter hubungannya dengan Tuhan; 2) nilai pendidikan karakter hubungannya dengan diri sendiri; 3) nilai pendidikan karakter hubungannya dengan sesama; 4) nilai pendidikan karakter hubungannya dengan negara; dan 5) nilai pendidikan karakter hubungannya dengan alam.

Adapun kisi-kisi angket seperti yang terlihat di bawah ini.

No Indikator nilai karakter siswa Karakter yang diharapkan 1 Nilai karakter hubungannya dengan tuhan Ketulusan 2 Nilai karakter hubungannya dengan diri sendiri Berani, integritas 3 Nilai karakter hubungannya dengan sesama Sosial, kesetiaan 4 Nilai karakter hubungannya dengan Negara Patriotisme,

berani, kesetiaan 5 Nilai karakter hubungannya dengan alam Patriotisme,

social 3.5.3. Pengamatan (Observasi)

(45)

dalam pembelajaran. Pengamatan dilakukan oleh teman sejawat dan guru matematika kelas V sebagai observer. Hasil pengamatan dari setiap observer dirangkum pada setiap akhir siklus.

Pengamatan terhadap penerapan pembelajaran yang dilakukan guru meliputi: (1) kegiatan awal (melakukan aktivitas keseharian, menyampaikan tujuan, membangkitkan pengetahuan awal, mengorganisasikan siswa, menyediakan sarana dan prasarana); (2) kegiatan inti (menstimulus siswa, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan soal, unjuk kerja siswa, rangkuman materi); (3) kegiatan penutup (melakukan evaluasi, melakukan aktivitas seharian).

Pengamatan terhadap karakter siswa meliputi: (1) Nilai karakter hubungannya dengan tuhan; (2) Nilai karakter hubungannya dengan diri sendiri; (3) Nilai karakter hubungannya dengan sesama; (4) Nilai karakter hubungannya dengan Negara; (5) Nilai karakter hubungannya dengan alam.

Untuk mengantisipasi luputnya data pengamatan, maka teman sejawat dan guru masing – masing mengamati siswa yang berbeda. Siswa nomor 1 sampai dengan 11 diamati oleh teman sejawat dan siswa nomor 12 sampai dengan 22 diamati oleh guru.

3.6. Teknik Analisis Data

Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Data hasil penelitian yang sudah terkumpul kemudian dianalisis sebagai berikut :

(46)

Hasil belajar siswa dilihat dari skor yang diperoleh siswa dari tes yang diberikan. Dari skor tersebut dihitung persentase ketuntasan belajar siswa perorangan dan klasikal.

Presentase ketuntasan belajar perorangan dihitung dengan rumus:

P =

dimana:

P = Persentase ketuntasan belajar siswa

Si = Jumlah skor yang dicapai siswa terhadap seluruh butir soal

St = Jumlah skor total seluruh soal

Kriteria ketuntasan belajar perorangan tercapai bila P 70% (Kriteria ketuntasan di SDN 125540 Pematangsiantar).

Sedangkan untuk menghitung persentase ketuntasan belajar klasikal digunakan rumus:

P = x 100% (Aqib dkk, 2008:41)

Kriteria ketuntasan belajar secara klasikal tercapai bila P 80%. (Mulyasa, 2003:99).

2. Angket Karakter Siswa

(47)

kriteria ketuntasan (Departemen Pendidikan & Kebudayaan, 1994:39) dalam Nasution (2008:65).

3. Analisis Data Pengamatan Terhadap Penerapan Pembelajaran

Proses pembelajaran dilihat dari pengamatan terhadap penerapan dalam melaksanakan Pembelajaran.

Data pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan menentukan persentase skor rata – rata penerapan, dan kemudian ditentukan kriteria keberhasilannya.

Skor penerapan pembelajaran dihitung dengan menggunakan rumus : Persentase skor rata – rata (SR) = x100% (Tamrin dalam Mona 2012:60)

Interpretasi skor rata – rata sebagai berikut:

90 % SR 100 % : Sangat Baik 80 % SR > 90 % : Baik

70 % SR > 80 % : Cukup 60 % SR > 70 % : Kurang

0 % SR > 60 % : Sangat Kurang

(48)

3.7. Indikator Keberhasilan Tindakan

Rencana tindakan dikatakan sukses dan berhasil apabila ditandai dengan: 1. Hasil belajar IPS siswa meningkat dan mencapai nilai rata-rata minimal 70

dan secara klasikal siswa yang memperoleh nilai minimal 70 sebanyak 80% (Mulyasa, 2003:99).

2. Kategori skor karaktersiswa untuk masing-masing indikator minimal “cukup” 80% dari jumlah siswa yang mengikuti tes. Hal ini mengacu pada kriteria ketuntasan (Departemen Pendidikan & Kebudayaan, 1994:39) dalam Nasution (2008:65).

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1. Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas

4.1.1.Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus I

Hasil penelitian berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah disebutkan pada bagian terdahulu. Tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Pemaparan hasil penelitian menyajikan deskripsi tentang karakter siswa, dan hasil belajar siswa serta respon siswa tentang seberapa pentingnya nilai-nilai pendidikan karakter.

4.1.1.1. Perencanaan Tindakan

Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah :

1. Mengenalkan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD kepada kolaborator (teman sejawat dan guru sebagai pengamat).

2. Menyusun RPP sesuai sintaks model pembelajaran kooperatif Tipe STAD untuk digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan tindakan.

3. Membuat skenario pelaksanaan tindakan.

4. Merencanakan pembagian pasangan siswa bekerjasama dengan guru. Pada setiap siklus siswa dipasangkan secara heterogen dari segi latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan.

5. Membuat lembar observasi.

(50)

7. Menyiapkan instrumen pengumpulan data berupa tes untuk mengukur hasil belajar IPS dan angket nilai-nilai pendidikan karakter siswa dan format observasi aktivitas siswa terhadap model pembelajaran kooperatif Tipe STAD.

8. Mengkoordinasikan tindakan dengan teman sejawat dan guru sebagai pengamat (observer).

4.1.1.2. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan sebelum pembelajaran dilakukan, maka langkah yang pertama yang dikukan adalah membuat pretes kepada siswa. Pretes dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dan untuk membuat soal-soal yang baik yang akan dibagikan nanti kepada siswa setelah pembelajaran selesai selama dua kali pertemuan.

Kegiatan pembelajaran untuk siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Proses belajar mengajar mengacu pada skenario pembelajaran yang termuat dalam RPP.

Pada pertemuan pertama tujuan pembelajaran adalah mengenalkan tokoh-tokoh pahlawan nasional. Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Kooperatif Tipe STAD. Tahapan pembelajaran melalui 3 tahap yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

(51)

dikelas IV melalui tanya jawab, dan mengaitkan materi pelajaran dengan karakter bangsa. Pada Kegiatan awal ini berlangsung selama 5 menit.

Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan inti adalah mengarahkan siswa dalam mempelajari perjuangan melawan penjajah dengan pendekatan Kooperatif Tipe STAD. Kegiatan yang dilakukan siswa sesuai dengan langkah-langkah pada RPP dan pada LAS. Guru mengarahkan siswa untuk mengikuti langkah-langkah pada RPP untuk menjawab masalah pada LAS, yaitu menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan inpormasi, mengordinasikan siswa kedalam kelompok kooperatif, membimbing kelompok bekerja dan belajar, evaluasi, dan memberikan penghargaan. Sebelumnya siswa belum pernah mengerjakan LAS, sehingga kelihatan sedikit lambat memahaminya. Dalam mengerjakan LAS ada kelompok yang mengalami hambatan tentang penjelasan kata-kata dalam LAS. Untuk itu guru berkeliling kelas melihat siswa mengerjakan LAS dan memberikan arahan pada kelompok yang mengalami hambatan, seperti memberi penjelasan tentang maksud soal yang diminta, kemudian guru meminta siswa maju kedepan untuk mempersentasikan yang mereka buat.

(52)

Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan penutup adalah memberi kuis pada siswa. Namun tidak semua siswa selesai mengerjakan kuis. Selanjutnya guru menginformasikan materi untuk pertemuan berikutnya, dan memberi salam sebagai penutup pertemuan pertama tersebut. Kegiatan ini berlangsung selama 5 menit.

Pada pertemuan kedua tujuan pembelajaran adalah mengetahui tokoh-tokoh pergerakan nasional dan peranan sumpah pemuda. Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Kooperatif Tipe STAD. Tahapan pembelajaran melalui 3 tahap yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

Kegiatan yang dilakukan pada awal adalah mengucapkan salam, menyampaikan tujuan pembelajaran, membangkitkan pengetahuan awal dengan mengingatkan kembali materi yang sudah dipelajari melalui tanya jawab. Kegiatan berlangsung 5 menit.

(53)

kelompok yang masih mengalami hambatan. Setelah seluruh LAS selesai dikerjakan siswa, kemudian guru meminta siswa mempersentasikan hasil diskusi mereka. Kelompok yang belum tampil pada pertemuan pertama diberi kesempatan utama untuk mempersentasikan hasil kerja kelompoknya. Pada kesempatan ini juga tidak semua kelompok dapat mempersentasikan hasil kerjanya. Selanjutnya guru meminta siswa mengidentifikasi apa saja yang sudah dilakukan tadi, kemudian mengarahkan siswa menyimpulkan pelajaran hari itu. Kegiatan ini berlangsung selama 55 menit.

Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan penutup adalah memberi kuis pada siswa. Bagi siswa yang tidak selesai mengerjakannya dapat dilanjutkan di rumah dan memberi salam sebagai penutup pertemuan . Kegiatan ini berlangsung selama 10 menit.

4.1.1.3. Pengamatan

Pengamatan dilaksanakan secara bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Pengamatan dilakukan terhadap penerapan pembelajaran dan karakter yang muncul yang dilakukan pada setiap pertemuan meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

(54)

tidak diiringi dengan penyampaian pentingnya materi pelajaran sehingga karakter hubungannya dengan sesama dan diri sendiri belum muncul. Pada aspek membangkitkan pengetahuan awal, guru tidak menanyakan pengetahuan atau pengalaman siswa tentang materi perjuangan melawan penjajah sehingga karakter hubungannya dengan Negara belum muncul misalnya menghargai tokoh pahlawan. Hanya beberapa siswa yang mulai terlihat karakternya, sebagian besar belum terlihat. Dalam mengorganisasikan siswa dalam kerja kelompok, guru tidak secara jelas memberitahukan tugas kelompok sehingga pada saat unjuk kerja siswa kurang siap untuk menampilkannya ke depan dan karakter hubungannya dengan diri sendiri dan karakter hubungannya dengan sesama belum muncul. Guru sudah menyediakan media berupa LAS dan ilustrasi gambar pada LAS agar lebih menarik bagi siswa.

Dari keseluruhan kegiatan guru sudah melakukan sesuai RPP, namun guru kurang memberikan stimulus pada siswa, misalnya kurangnya penguatan yang diberikan guru pada siswa yang menyajikan hasil kerjanya. Dalam mengerjakan LAS, umumnya hanya 1 atau 2 orang siswa yang tertarik dan aktif bekerjasama menyelesaikannya. Beberapa siswa terlihat diam saja menunggu hasil kerja temannya.

(55)

unjuk kerja, siswa masih kurang siap tampil menyajikan hasil kerjanya sehingga karakter hubungannya dengan diri sendiri belum muncul misalnya sikap kritis.

Pada kegiatan penutup kekurangan terjadi pada aspek merangkum materi yang diberikan guru sehingga karakter hubungannya dengan diri sendiri belum muncul misalnya sikap disiplin.

[image:55.595.111.512.495.752.2]

Hasil pengamatan di atas telah diobservasi oleh pengamat pada lembar pengamatan terhadap kegiatan guru dan karakter siswa. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh 2 orang pengamat terhadap karakter yang muncul selama siklus I. Dari data tersebut diperoleh rangkuman hasil pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran dan karakter yang muncul selama pembelajaran siklus I pada tabel berikut.

Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Terhadap Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Siklus I

Kegiatan Aspek yang diamati Pengamat 1

Pengamat 2

Skor Total Awal 1. Melakukan aktivitas

keseharian

2. Menyampaikan tujuan

3. Membangkitkan pengetahuan awal

4. Mengorganisasikan Siswa 5. Menyediakan sarana dan

(56)

prasarana

Inti 1. Menstimulus siswa 2. Memberikan fakta/situasi 3. Memahami soal

4. Merencanakan penyelesaian 5. Menyelesaikan soal

6. Peran dalam unjuk kerja siswa 7. Rangkuman materi

4 5 2 4 3,5 3 3,5 4 5 2 4 4 3 4 8 10 4 8 7,5 6 7,5 Akhir 1. Melakukan evaluasi

2. Melkukan aktivitas keseharian

2,5 2 3,5 2 6 4

Jumlah Skor 47 50 97

Skor Rata-Rata 48,5 Persentase skor Rata-Rata 69,29%

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa penerapan pembelajaran masih dalam kategori kurang.

[image:56.595.112.512.132.502.2]

Sedangkan hasil pengamatan terhadap karakter siswa selama siklus I. Berikut dihitung skor dan persentase karakter siswa selama pembelajaran siklus I pada tabel berikut.

(57)

N

O

Indikator Nilai Karakter Siswa

Penelitian deskriptis

Pengamat I Pengamat II

BT MT MB MK BT MT MB MK

1 Nilai karakter hubungannya dengan tuhan

4 3 3 1 4 2 3 2

2 Nilai karakter hubungannya dengan diri sendiri

2 3 3 3 2 3 3 3

3 Nilai karakter hubungannya dengan sesame

4 4 2 1 3 4 3 1

4 Nilai karakter hubungannya dengan Negara

4 2 2 3 4 3 3 1

5 Nilai karakter hubungannya dengan alam

2 3 3 3 1 3 4 3

Jumlah 16 15 13 11 14 15 16 10

Berdasarkan tabel 4.1 di atas terlihat bahwa karakter untuk kategori belum terlihat masih banyak selama siklus I.

(58)
[image:58.595.109.513.149.770.2]

Tabel 4.3. Angket Karakter Siswa pada Siklus I

PERTANYAAN

KETERANGAN PILIHAN Jumlah Siswa STP TP CP P SP Nilai Karakter Dalam Hubungannya dengan Tuhan

Saya menjalankan ajaran agama saya dengan ketentuan agama yang saya anut

6 6 10

Ajaran agama saya peroleh dari guru agama, orang tua, dan membaca buku

1 5 8 8

Ajaran agama penting bagi saya dalam menjalankan aktifitas sehari-hari

2 5 12 3

Sebelum belajar, saya selalu berdoa menurut ajaran agama saya

2 6 6 8

Sekolah menjadi sarana bagi saya dalam melatih sikap saya sesuai dengan tuntunan agama

2 5 7 8

Ketika berbicara dengan teman atau orang lain, saya menjaga sikap dan menaruh rasa hormat kepada mereka sesuai dengan nilai-nilai agama

3 6 6 7

Dalam merencanakan sesuatu, saya mengawalinya dengan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa

6 7 9

Nilai Karakter Dalam Hubungannya dengan Diri Sendiri Saya bertanggungjawab terhadap semua pekerjaan

yang saya lakukan

1 5 6 6 4

Saya menjaga pola hidup sehat di sekolah atau di luar sekolah

4 4 5 5 4

Saya menjaga sikap disiplin dengan hadir disekolah tepat waktu setiap hari

2 4 5 5 6

Saya tidak pernah meninggalkan pelajaran sekolah di jam-jam tertentu

(59)

Pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru senantiasa selalu saya selesaikan di rumah

2 4 5 6 5

Saya menjaga perasaan orang lain agar tidak terluka

3 5 5 4 5

Saya suka belajar 2 7 6 6 1

Saya mengerjakan pekerjaan rumah saya tanpa di bantu orang lain

2 4 5 6 5

Saya senang mengajarkan kembali ilmu yang saya peroleh kepada orang lain yang belum mengerti

2 6 7 7

Nilai Karakter Dalam Hubungannya dengan Sesama Saya sering mengikuti kegiatan gotong royong bersama masyarakat membantu membersihkan lingkungan, parit, sampah dan saluran sungai di sekitar tempat tinggal saya

1 6 6 8 1

Saya menjadi salah satu anggota kesiswaan di sekolah

4 6 5 3 4

Saya selalu menghargai dan menghormati karya orang lain

4 5 4 5 4

Sifat santun dalam pergaulan adalah modal utama bagi saya dalam bermasyarakat

4 2 9 7 2

Saya tidak membedakan orang kaya atau miskin dalam pergaulan saya sehari-hari

1 3 6 10 2

Sikap demokratis sering saya tunjukkan dalam diskusi kelompok

8 6 5 1 2

Nilai Karakter Dalam Hubungannya dengan Negara Saya mencintai negara saya di atas kepentingan diri saya sendiri dan kelompok

7 6 5 3 1

Saya setia terhadap negara 5 5 4 6 2

Saya akan di garis depan mempertahankan negara apabila ada ancaman dari negara lain

(60)

Saya tidak senang melihat orang korupsi 4 5 8 5 Saya sangat menghargai perbedaan (bhinneka)

dalam berbangsa dan bernegara

6 4 11 1

Nilai Karakter Dalam Hubungannya dengan Alam Saya membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya

2 3 5 8 4

Saya gemar menanam dan memelihara tanaman (misal: bunga) di depan rumah saya

5 4 8 3 2

Saya sangat senang memelihara burung, kucing dan anjing di rumah saya

2 4 6 8 2

Saya sering terlibat menanam pohon dalam acara-acara tertentu di sekolah/kelurahan

3 6 4 7 2

Saya sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang membantu masyarakat yang tertimpa bencana alam

4 5 6 5 2

Saya lebih menyukai gunung, pantai dan hutan menjadi tempat rekreasi keluarga

6 2 5 7 2

Saya menjadi salah satu anggota ke pramukaan sekolah

1 4 8 4 5

Persentase ketuntasan klasikal 527/748 x 100 = 70,5%

Nilai-nilai yang terdapat pada kolom STP, TP, CP, P, SS merupakan banyaknya siswa yang merasakan tentang seberapa penting nilai-nilai pendidikan karakter terhadap setiap pernyataan.

(61)

negara apabila ada ancaman dari negara lain. Walaupun ada beberapa siswa memberikan respon posisitif pada pernyataan yang diberikan, namun secara umum belum memberikan respon yang positif. Sehingga dapat dikatakan bahwa siswa belum merasa penting terhadap karakter, sehingga secara umum perlu ditingkatkan karena belum mencapai batas yang ditetapkan yitu ≥ 80%. Gambaran persentase angket karakter siswa pada siklus I disajikan dalam diagram berikut:

Diagram 4.1. Persentase Angket Siswa

Tes hasil belajar siswa pada siklus I dapat dilihat dari hasil kerja siswa dalam menyelesaikan tes yang diberikan. Hasil belajar ini berupa skor perolehan siswa dari tes yang diberikan. Hasil tes siswa umumnya masih rendah dilihat dari skor yang diperoleh. Masih ada siswa yang memperoleh 7 dari skor maksimum 16. Dari 22 siswa masih ada 6 siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar. Dari tes yang diberikan siswa umumnya masih melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal.

70.5 29.5

Persetase angket positip

(62)
[image:62.595.118.502.280.749.2]

Dari data skor tersebut berdasarkan kiteria ketuntasan perorangan maka dapat ditentukan siswa yang telah tuntas belajar secara perorangan. Hasil selengkapnya dapat dilhat pada tabel berikut.

Tabel 4.4. Hasil Belajar Siswa pada Siklus I

No Kode Siswa Skor Persentase Keterangan

(63)

18 19 20 21 22

S-18 S-19 S-20 S-21 S-22

8 12 13 12 9

50% 75% 81% 75% 56%

Tidak Tuntas Tuntas

Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Persentase ketuntasan Klasikal 73%

Berdasarkan data pada tabel di atas ketuntasan secara klasikal hanya mencapai 73%. Sehingga hasil belajar secara klasikal masih belum tuntas yaitu belum mencapai 80%. Gambaran persentase hasil belajar siswa pada siklus I disajikan dalam diagram berikut:

Diagram 4.2. Persentase hasil belajar Siswa secara klasikal

4.1.1.4. Refleksi

Refleksi ini dilakukan bersama dengan pengamat. Dari hasil pengamatan dan analisis yang dilakukan, diperoleh beberapa hal sebagai berikut:

73 27

Ketuntasan klasikal

(64)

1. Pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran dan karakter siswa saat pembelajaran

Secara umum karakter siswa saat melakukan pembelajaran masih dalam kategori cukup. Pada kegiatan awal dari aspek aktivitas keseharian guru belum seluruhnya dilakukan, antara lain mengabsen siswa. Jika hal ini dilakukan tentu siswa merasa dekat dengan guru sehingga siswa akan berani bertanya, memberi pendapat, dan menyajikan hasil kerjanya. Juga dalam memeriksa perlengkapan siswa perlu dilakukan agar siswa siap dalam mengikuti pelajaran. Tujuan pembelajaran telah disampaikan guru, namun harus diiringi dengan pemberitahuan pentingnya materi tersebut dipelajari agar siswa termotivasi mempelajarinya. Dalam mengorganisasikan siswa dalam kerja kelompok guru harus memberitahukan secara rinci tugas masing-masing anggota kelompok, sehingga karakter hubungannya dengan alam dan hubungannya dengan diri sendiri belum terlihat.

Pada kegiatan inti guru kurang memberikan stimulus pada siswa, sehingga siswa kurang tertarik dan termotivasi dalam kegiatan belajar sehingga karakter hubungannya dengan sesama belum terlihat.

Beberapa aspek dari setiap kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup yang tidak muncul dikarenakan guru terkonsentrasi pada penyampaian materi pelajaran dan pencapaian hasil belajar, sehingga beberapa aspek luput dari perhatian guru sehingga untuk karakter yang diharapkan belum muncul.

(65)

Secara umum tentang seberapa pentingnya nilai – nilai pendidikan karakter masih dalam kategori cukup penting, namun belum sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Hal ini perlu diperbaiki, terutama pada kegiatan awal, dan inti dari aspek keterlibatan siswa dalam berdiskusi untuk saling menghargai pendapat orang lain sehingga karakter hubungannya dengan sesama akan muncul.

Angket karakter siswa secara keseluruhan sudah dalam kategori cukup, Hal ini dapat dilihat dari persentase skor karakter siswa dari seluruh peserta 71,5%. Hal ini masih belum mencapai kriteria yang di tetapkan yaitu ≥ 80% dari

pengikut tes.

3. Hasil Belajar Siswa

Jika dilihat dari hasil belajar siswa belum memberikan hasil yang baik, belum mencapai taraf ketuntasan klasikal yang ditentukan. Ketuntasan klasikal masih mencapai 73%. Dari tes yang diberikan siswa umumnya masih melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal, yaitu siswa masih belum dapat memahami dan me

Gambar

Gambar 2.1 Komponen Karakter Lickona
Gambar 2.2  Koherensi Karakter dalam Psikososial
Tabel 2.1 Tahap-Tahap Pembelajaran Kooperatif
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Pelajaran IPS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk memperkenalkan kembali konsep belajar orang dewasa (andragogi). Karena pada dasarnya belajar orang dewasa dengan anak-anak berbeda. Dikatakan

Secondly, I am also thankful to Regional Development Planning Agency (BAPPEDA) of Batu City, Human Settlement and Spatial Planning Department of Batu City,

Pada tahun 2008 penulis melakukan penelitian untuk tugas akhir pendidikan yang berjudul: Analisis Pengaruh Marketing Public Relations (MPR) terhadap Loyalitas Pelanggan Hotel

Berkat penemuan dari para pakar teknologi, benda fisik yang lazim disebut pesawat radio ini bisa didengar melalui gelombang atau frekuensi SW (Short Wave), AM (Amplitudo

PEMBAHASAN DAN DISKUSI Media berasal dari bahasa latin, yaitu medium yang berarti perantara, dalam pengertian terminologinya media merupakan alat atau perantara

Kepuasan anggota terhadap pelayanan yang diberikan Accoun Officer sebagai asat berharga bagi perusahaan, karena anggota akan senantiasa menggunakan produk atau jasa yang

Oleh karena itu dalam rangka menyeleksi dari 3.750 koperasi wanita yang telah dibentuk pada tahun 2009 maka dibutuhkan penilaian kinerja koperasi wanita agar

A Classification of Sampling Techniques Sampling Techniques Sampling Techniques Non probability Sampling Techniques Probability Sampling Techniques Simple Random Sampling