• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISLAM DAN SEMANGAT KAPITALISME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ISLAM DAN SEMANGAT KAPITALISME"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

ISLAM DAN SEMANGAT KAPITALISME Oleh Roni Ismail

Pembicaraan tentang Islam dan orientasi masalah-masalah sosial lainnya, meminjam istilah Prof. A. Syafii Maarif (1985), tidak dapat dilepaskan dan sebuah ide aksiomatis bahwa Islam adalah seperangkat nilai-nilai ilahiy yang sepenuhnya berorientasi terhadap hal-hal konkrit kehidupan manusia. Pernyataan ini didukung banyak ayat al-Qur’an, di antaranya: "Dan Kami menurunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri" (Q.S an-Nahl/16: 89).

Islam harus dipahami sebagai way of life yang lengkap. la tidak membagi kehidupan dalam dua bagian yang terpisah; material dan spiritual, tetapi memberikan keseimbangan yang nyata. Dunia kita telah mengalami penderitaan karena agama-agama dan ideologi-ideologi yang kelihatannya cemerlang, sebenarnya bersifat berat sebelah. Beberapa di antaranya menekankan segi spiritual dengan mengabaikan kehidupan material dan duniawi. Dunia dipandang sebagai suatu ilusi, penipuan dan perangkap. Sebaliknya ideologi materialisme telah mengabaikan sama sekali segi hidup moral dan spiritual, serta menyingkirkannya dengan anggapan bahwa agama adalah khayalan, candu, dan imajinasi manusia belaka. Kedua paham ini telah mendatangkan bencana bagi manusia, merampok mereka dari kedamaian, kepuasan hati dan ketentraman hidupnya. Islam dengan ajarannya bertujuan menciptakan manusia berakhlak mulia tanpa meng-exclude aspek material dan ekonomis. Kebenarannya dapat ditelusuri di dalam al-Qur’an.

Qur’an adalah kitab suci yang menekankan manusia perlunya beramal saleh dan bekerja. Al-Qur’an mendorong manusia untuk secara aktif beramal saleh dan berbuat secara konkrit untuk kemanfaatan dan kesejahteraan hidup bersama. Hakikat manusia menurut al-Qur’an sepenuhnya ditentukan oleh amal perbuatannya, sehingga karunia Allah berupa kekayaan dan harta benda pada hakikatnya merupakan hasil dari apa yang dilakukannya dan dipengaruhi oleh tingkat kualitas perbuatan yang dilakukannya (Q.S 45/22; 14:51).

Al-Qur’an memandang kekayaan atau kapital pada dasarnya sebagai 'kelimpahan dari Allah' (fadhlullah) (Q.S 2:272) dan 'kebaikan' (khair) yang diberikan kepada manusia (Q.S 62.10). Ayat terakhir adalah sekaligus isyarat untuk menjadikan ibadah sebagai landasan dalam pelaksanaan pencarian rezki atau kekayaan Allah sekaligus sebagai integralisasi pandangan ibadah ritual dan ibadah sosial. Mengingat Allah melalui shalat dengan memutuskan pekerjaan untuk sementara waktu bahkan di tengah-tengah kesibukan, seperti diisyaratkan di atas, mengandung rahasia tertentu. Salah satunya adalah menenangkan pikiran dan memberi kesempatan kepada seseorang untuk mampu mengendalikan diri dari mabuk kerja (workaholic) yang mungkin dialami seseorang. Dengan perenungan nilai-nilai luhur di dalam shalat bisa terjadi proses penjernihan pikiran, kreativitas dan gagasan inovatif.

(2)

Etos kerja dan optimisme mencari rezki ini bisa timbul dengan mengingat firman Allah, "Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjuru dan carilah sebagian rezkinya" (Q.S al-Mulk/67:15).

Pernyataan etos kerja ini diperkuat oleh hadis Nabi saw., "Barang siapa pada sore hari merasa sangat kelelahan karena kerja keras, maka di sore harinya ia akan mendapatkan maghfirah (ampunan) ". Dengan demikian, atas dasar kata rizq itu saja Islam secara teologis jelas menganut paham etos kerja yang tinggi. Terlebih jika dihubungkan dengan konsep penciptaan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, jelas-jelas mengharuskan umat Islam untuk memiliki gairah kerja. Dan semua itu sekalipun diletakkan dalam perspektif ibadah, menganjurkan umat Islam untuk melakukan akumulasi kekayaan atau kapital tadi. Sehingga tugas sebagai khalifah untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bersama, akan dengan mudah terealisasikan. Etos kerja di dalam Islam ini juga dipahami sebagai keterkaitan hidup manusia itu sendiri yang secara jelas dinyatakan dalam al-Qur’an untuk menjalankan ibadah. Tanpa rizq atau kapital kenyataannya banyak ajaran-ajaran Islam baik yang bersifat ritual maupun sosial seperti ibadah haji, membayar zakat, infaq, sedekah, berkurban, menyantuni anak yatim, menjadi sulit untuk dipenuhi pelaksanaannya. Dalam kaitan ini Islam pada prinsipnya menegaskan bahwa pemilik mutlak kapital atau rizq adalah Allah. Sehingga akumulasi kekayaan yang ada di tangan seseorang tidak dipahami hanya sebagai kepemilikan pribadinya secara penuh, namun semuanya adalah amanat dari Allah untuk mencipta karya kemanusiaan berupa kemakmuran dan kesejahteraan tadi.

Memang Islam mengajarkan umatnya untuk berdoa, akan tetapi dalam kaitannya dengan konsep rizq ini, etos dan semangat kerja keras lebih ditekankan. Semangat dari ayat-ayat tentang rizq yang banyak itu bernuansakan pencarian, berusaha, dan bekerja; yang mempunyai konotasi aktif. Meskipun pada akhirnya memang di mata kaum Muslimin Allah jugalah yang memberi dan menentukan rezki manusia bahkan makhluk-makhluk lainnya. Seperti petikan doa Nabi lbrahim dalam surat al-Baqarah 126 menunjukkan bahwa cita-cita seorang nabi itu bukanlah bersifat spiritual semata, tetapi juga bersifat material. Nabi lbrahim dalam doa itu bertujuan menciptakan stabilitas politik dan keamanan di satu sisi dan kemakmuran negeri di sisi lain. Hal ini mencerminkan pula cita-cita Islam yang mengajarkan beriman dan ibadah kepada Allah saja, tanpa harus melupakan aspek perekonomian.

Jika kapitalisme Barat, seperti ditulis Muhammad al-Bahiy dalam Al-Fikru al-Islami -wa al-Mujtama ' al-Mu'ashir, adalah ekspresi kebebasan individual secara total untuk mengakumulasikan kapital sebanyak mungkin tanpa batas, maka etos kerja atau 'semangat kapitalisme' Islam adalah kebebasan yang disertai konsekuensi kemashlahatan umum dan tanggungjawab sosial sebagai aktualisasi kekhalifahan seseorang di dunia. Sehingga etos kerja di dalam Islam adalah nilai-nilai ilahiyah yang mendasari semangat kerja seorang Muslim dalam bekerja, dan yang akan membentuk suatu sikap yang tidak hanya bertujuan mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan sendiri namun sepenuhnya diorientasikan untuk suatu tanggungjawab sosial yang lebih besar. Suatu sikap yang menjadikan 'bekerja' tidak hanya menumpuk kekayaan materi, akan tetapi sebagai aktualisasi kewajiban kemusliman seseorang. Inilah yang membedakan etos kerja di dalam Islam dengan semangat kapitalisme modern-Barat. Wallahu 'alam.

Penulis adalah Mahasiswa Perbandingan Agama angkatan 2001 dan anggota aktif IMM Komfak Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

(3)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil studi, penulis memberikan saran untuk Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta untuk membuat suatu kebijakan dengan mengganti standar operasi perusahaan

sehingga akan diketahui: 1) kinerja perspektif keuangan, 2) perspektif konsumen atau pasien, 3) perspektif internal bisnis 4) perspektif pertumbuhan dan pembelajaran serta

Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu diatur dalam Peraturan Bupati Badung Nomor 84 Tahun 2016 tentang Uraian Tugas Dinas Daerah.. Adapun

Peran mitra untuk memperbaiki proses produksi adalah melakukan pengujian bersama dengan tim pengusul pada mesin pencacah pakan ternak unggas yang dibuat, apakah

Bentuk skema bagi hasil perbankan Shari’ah dalam pembiayaan dengan akad mud}ara>ba>h menggunakan metode Profit-Sharing , dalam hal ini yang digunakan sebagai

Kak Laisa dan Mamak Lainuri mungkin tidak akan pernah kesepian, karena meski jadwal pulang bersama yang lain hanya dua bulan sekali, perkebunan itu tetap ramai

Kepercayaan masyarakat juga mempengaruhi pola pemberian makan pada balita, sebagian besar responden di wilayah kerja Puskesmas Dasuk memiliki nilai budaya positif dimana responden

Faktor predisposisi dari otomikosis adalah infeksi telinga kronis, penggunaan minyak, obat tetes telinga, steroid, renang (telinga basah merupakan predisposisi infeksi