• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Islam terhadap bisnis jual beli database pin konveksi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hukum Islam terhadap bisnis jual beli database pin konveksi."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP BISNIS JUAL BELI

DATABASE

PIN KONVEKSI

SKRIPSI Oleh: Laila Nur Faizah Nim. C72213135

Universitas Islam NegeriSunan Ampel Fakultas Syari’ah Dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Bisnis Jual Beli

Database Pin Konveksi” ini merupakan penelitian lapangan. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana praktik bisnis jual beli

databasepin konveksi ? Bagaimana analisis Hukum Islam terhadap praktik bisnis jual belidatabasepin konveksi ?

Data penelitian ini diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis melalui hukum Islam sebagai pisau analisis, dengan metode deskriptif kualitatif, yakni memaparkan tentang praktik bisnis jual belidatabasepin konveksi, kemudian dianalisa dengan menggunakan hukum Islam dengan menggunakan pola pikir deduktif.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa praktik pada bisnis jual beli database

pin konveksi telah terjadi ketidakjelasan pada obyek yang diperjual belikan karena tidak semua kontak dapat dihubungi. Disamping itu juga adanya penipuan terkait promosi yang dilakukan para anggota. Ditinjau dari hukum Islam, tipuan dan ketidakjelasan pada objek tersebut termasuk dalam jual beli gharar, dan jual beli seperti ini tidak diperbolehkan dalam Islam. Karena, unsur kerelaan dalam akad jual beli hanya bersifat sementara. Ketika keadaan sudah jelas, dan pembeli mengetahui maka akan timbul rasa tidak rela dan dirugikan.

Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka Sebaiknya Megasyahida selaku owner bisnis database meneliti dahulu data kontak pinBBM supplierkonveksi yang menjadi objek jual beli. Sebaiknya yang diperjualbelikan hanyalah kontak pin

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

PERSEMBAHAN ... xi

MOTTO ... xii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Kajian Pustaka ... 6

E. Tujuan penelitian ... 10

F. Kegunaan Hasil penelitian ... 11

G. Definisi Operasional ... 12

H. Metode Penelitian ... 13

I. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II KONSEP JUAL BELI DALAM ISLAM A. Pengertian Jual Beli ... 21

B. Dasar Hukum Jual Beli ... 23

C. Rukun Jual Beli ... 25

D. Syarat Jual Beli ... 27

(8)

2. Syarat-syarat yang terkait denganijab qabul... 28

3. Syarat-syarat barang yang diperjual belikan (ma’qud ‘alaih)... 29

4. Syarat-syarat nilai tukar (Harga barang) ... 31

E. Jual Beli Yang Dilarang Dalam Islam ... 32

1. Terlarang sebabahliah(ahli akad) ... 32

2. Terlarang sebabsighat ... 34

3. Terlarang sebabma’qud alaih(barang jualan) ... 37

4. Terlarang sebabsyara’... 38

F. Jual BeliGharar... 41

BAB III PRAKTIK BISNIS JUAL BELIDATABASEPIN KONVEKSI A. Pengertian Bisnis Jual BeliDatabasePin Konveksi ... 48

B. Praktik Bisnis Jual BeliDatabasePin Konveksi... 51

1. Cara kerja dari bisnisdatabase... 52

2. Permasalahan yang terkandung ... 60

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASEPIN KONVEKSI)\ A. Analisis Praktik Bisnis Jual BeliDatabasePin Konveksi ... 77

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Bisnis Jual Beli DatabasePin Konveksi ... 79

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 87 DAFTAR PUSTAKA

(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam adalah agama rah}matan lil ‘a>lami>n artinya Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta, termasuk hewan dan tumbuhan, apalagi sesama manusia. Islam melarang manusia berlaku semena-mena terhadap mahkluk Allah, salah satunya manusia pula. Islam mengatur seluruh dimensi kehidupan manusia baik itu hubungannya dengan Allah maupun hubungannya dengan sesama manusia.

Dalam kehidupan, manusia memerlukan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga terjadilah interaksi dalam masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut, diperlukan kerja sama antarmanusia. Salah satu kerja sama tersebut adalah kerja sama dalam hal bekerja, sedangkan salah satu dari beragam bekerja adalah berbisnis jual beli. Dalam hubungan ini pun telah diatur dalam Islam. Dalam hal jual beli, maka Allah pun memberi aturan jual beli yang benar menurut Islam. Tentunya hal ini bertujuan untuk kesejahteraan bagi para pelaku jual beli tersebut.

Secara etimologi, jual beli adalah proses tukar-menukar barang.1Dalam istilahfiqh,jual beli disebut denganal-ba’i yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-ba’i dalam bahasa 1

(10)

2

arab terkadang dipakai untuk pengertian lawannya, yaitu lafal al-shira>yang berarti membeli.2 Dengan demikian, al-ba’i mengandung arti menjual sekaligus membeli atau jual beli.

Jual beli dalam Islam diperbolehkan, hal ini sesuai dengan firman Allah Swt:  ...          ...

Artinya: ”... Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ...” QS. al-Baqarah 2 ayat 2753

Ayat al Qur’an di atas berisi penjelasan bahwa manusia diperbolehkan

melakukan akad jual beli selama masih berpegang teguh pada

ketentuan-ketentuan hukum Islam. Allah Swt maha mengetahui semua hakikat segala

perkara dan kemaslahatannya. Sesuatu yang bermanfaat bagi

hamba-hamba-Nya maka Allah menghalalkannya. Demikian pula sesuatu yang berbahaya

bagi hamba-hamba-Nya maka Allah melarangnya.

Pada masa sekarang, jual beli mengalami perkembangan. Dulu manusia

melakukan transaksi jual beli secara langsung, kini dengan berkembangnya

teknologi transaksi jual beli pun dapat dilakukan tanpa harus bertemu. Hal

ini tentunya lebih memudahkan manusia dalam melakukan transaksi.

Kemajuan teknologi pada masa kini dalam bidang jual beli memudahkan

para pembeli untuk melakukan transaksi, karena pembeli tidak perlu datang

ke toko melakukan transaksi, cukup dengan transfer sejumlah uang kepada

rekening penjual melalui A utomatic Teller Machine (A TM). Hal ini lebih menghemat waktu dan biaya bagi pihak pembeli. Disamping itu, kemajuan

2

Mardani,Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2013), 101. 3

(11)

3

teknologi juga menguntungkan bagi pihak penjual. Dalam menawarkan produknya, dulu seseorang harus memasang iklan agar produknya dikenal banyak masyarakat. Biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Kini menawarkan produk bisa dilakukan melalui media sosial, tentunya biaya yang dikeluarkan terjangkau. Dengan adanya kemudahan ini, tentunya membuka peluang bagi masyarakat yang ingin berbisnis dagang. Segala sesuatu yang dirasa bermanfaat bagi masyarakat, maka dapat diperjual belikan. Hal ini terbukti dengan adanya bisnis yang sedang ramai diperbincangkan pada masyarakat kita. Bisnis yang menjanjikan ‘modal sekali, untung berkali-kali’, bisnis ini bernama bisnis database supplieratau biasa disebut dengan bisnisdatabase.4

Bisnis jual beli database ini melibatkan para anggota (member) yang tergabung dalam suatu grup pada media sosial Line. Para anggota ini yang bertugas mempromosikan bisnis yang mereka geluti kepada masyarakat

untuk diajak bergabung. Mereka memberikan iming-iming keuntungan

ratusan ribu pada setiap hari nya. Objek yang mereka jual adalah kumpulan

kontak pabrik konveksi dan kontaksupplier(first hand). Maksud dari pabrik konveksi adalah pabrik sepatu, baju, tas, dll. Sedangkan maksud dari kontak

supplier (first hand) adalah pedagang tangan pertama, di mana ia menjual barang yang ia peroleh langsung dari pabrik. Tentunya hal ini sangat

membantu para pedagang konveksi dengan membeli database kontak konveksi, mereka dapat membeli langsung ke pabrik konveksi atau bisa

4

(12)

4

disebut sebagai tangan pertama, serta bisa juga membeli pada supplier (first hand) sehingga mendapat harga murah. Hal inilah yang menyebabkan harga jual pada bisnis jual beli database terbilang mahal. Para anggota bisnis ini berdalih bahwa objek yang mereka jual adalah data yang sangat penting dan pasti dicari oleh semua pedagang konveksi. Akan tetapi setelah penulis teliti terdapat kejanggalan dalam bisnis ini, yakni terkait ketidakjelasan obyek yang diperjualbelikan dan juga cara promosi yang tidak jujur.

Seperti yang dialami sendiri oleh penulis pada saat penulis bergabung menjadi anggota bisnis ini, dan mencoba menghubungi deretan pin BBM yang diperjualbelikan namun tidak semuanya dapat dihubungi. Disamping itu, seperti yang dialami sendiri oleh penulis ketika melihat percakapan di grup dengan para anggota terdapat percakapan yang menunjukkan bahwa promosi yang dilakukan para anggota tidak dilakukan dengan jujur atau dengan kata lain terdapat unsur penipuan pada promosi yang dilakukan.

(13)

5

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menarik beberapa permasalahan yang terkait dengan judul penelitian, diantaranya sebagai berikut:

1. Tidak adanya jaminan kejelasan terkait objek yang diperjual belikan dalam bisnis jual belidatabasepin konveksi

2. Adanya kontak pribadi dalam objek yang diperjual belikan dalam bisnis jual belidatabasepin konveksi

3. Adanya penipuan terkait profil picturepara anggota

4. Kerugian yang dialami oleh para anggota yang tiba-tiba dihapus dari grup 5. Tidak adanya penjelasan detail tentang bisnisdatabasepin konveksi 6. Persamaan harga obyek yang diperjual belikan dalam kontak yang didapat

dari bisnis ini dengan kontak yang tidak didapat dari bisnis ini 7. Praktik bisnis jual belidatabasepin konveksi

8. Analisis hukum Islam terhadap praktik binis jual beli database pin konveksi.

Untuk menghasilkan suatu penelitian yang lebih terfokus pada judul skripsi, maka penulis membatasi penelitian ini pada pokok batasan masalah sebagai berikut:

1. Praktik bisnis jual belidatabasepin konveksi.

(14)

6

C. Rumusan Masalah

Dari ulasan singkat mengenai latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penulis akan merumuskan suatu rumusan masalah yang akan dijadikan panduan dalam penelitian selanjutnya, yaitu:

1. Bagaimana praktik bisnis jual belidatabasepin konveksi ?

2. Bagaimana analisis Hukum Islam terhadap praktik bisnis jual beli databasepin konveksi ?

D. Kajian Pustaka

Kajian Pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada.5

Penulisan skripsi ini membahas tentang “A nalisis Hukum Islam terhadap Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi”. Dalam skripsi ini penulis mencoba mengkaji tentang apakah binis jual beli databasepin konveksi yang saat ini sedang marak terjadi ini sudah sesuai dengan prinsip Islam ataukah belum.

Pada dasarnya terdapat beberapa penelitian mengenai jual beli terhadap

objek dalam dunia internet mengingat begitu cepatnya perkembangan

teknologi dunia ini. Adapun diantara penelitian-penelitian tersebut adalah:

5

(15)

7

1. Skripsi yang ditulis oleh Salsa Bella Rizky Nur Annisak pada tahun 2015, prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, yang berjudul “A nalisis Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 11 Pasal 28 dan Pasal 32 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Terhadap Jual Beli A ccount Clash of Clans (COC) V ia Online”.

Skripsi ini berisi pembahasan tentang kesesuaian Hukum Islam dan

Undang-undang nomor 11 Pasal 28 dan Pasal 32 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terhadap praktik jual beli

account Clash of Clans (COC) via online. Skripsi ini memberi kesimpulan, bahwa praktik jual beli account Clash of Clans (COC) V ia Online terdapat unsur gharar yaitu pada tambahan pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan pulsa, karena tidak jelas dan merugikan

konsumen.6

Persamaan skripsi tersebut dengan yang diteliti oleh penulis adalah

terletak pada cara pemasaran dan cara bertransaksi yakni cara pemasaran

diawali dengan menawarkan melalui media sosial kemudian cara

bertransaksi dilakukan dengan cara transfer melalui A TM, atau bisa juga dengan cara lain yakni bisa dengan cara bertemu langsung.

Perbedaan dengan yang diteliti oleh penulis adalah objek yang

diperjualbelikan. Dalam skripsi tersebut yang menjadi objek jual beli

6

Salsa Bella Rizky Nur Annisak, “Analisis Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 11 Pasal 28 dan Pasal 32 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Terhadap Jual Beli

(16)

8

adalah account pada game Clash of Clans (COC), sedangkan pada penelitian ini yang menjadi objek jual beli adalah data kontak pabrik konveksi dansuppliertangan pertama.

2. Selanjutnya, terdapat pula skripsi lain yang ditulis oleh Moh. Afifuddin Zuhri prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Follower Twitter”.

Skripsi ini berisi pembahasan tentang kesesuaian hukum Islam

terhadap praktik jual beli follower Twitter. Hasil penelitian menyimpulkan, bahwa praktik jual beli follower Twitter secara rukun, syarat, cara penyerahan barang dan cara pembayaran sudah sesuai dengan

hukum Islam. Akan tetapi jika dilihat dari dampak yang ditimbulkan oleh

jual beli follower Twitter adalah tidak sesuai dengan asas muamalah yang mengedepankan prinsip kemaslahatan.7

Persamaan skripsi tersebut dengan yang akan diteliti oleh penulis

adalah terletak pada cara pemasaran dan cara bertransaksi. Cara

pemasaran yakni dilakukan melalui media sosial, sedangkan cara

bertransaksi yakni bisa dengan cara bertemu langsung dan tidak bertemu

(transfer melaluiA TM).

Perbedaan dengan yang akan diteliti oleh penulis adalah terletak

pada objek yang diperjualbelikan. Pada skripsi tersebut objek yang

diperjualbelikan adalah akun-akun yang akan membuat akun pembeli

7

(17)

9

semakin banyak follower. Sedangkan yang akan penulis teliti adalah bisnis jual beli dengan objek data-data yang berisi kontak pabrik konveksi dansupplier (first hand).

3. Selain itu terdapat pula skripsi yang ditulis oleh Bety Fadilah prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, yang berjudul “A nalisis Fatwa DSN MUI No: 75/DSN MUI/V II/2009 Terhadap Sistem Operasional Bisnis Multi Level Marketing (MLM) Kangzen Kenko Indonesia di Surabaya”.

Hasil penelitian yaitu, bahwa sistem operasional Multi Level

Marketing (MLM) Kangzen Kenko Indonesia di Surabaya menggunakan

sistem break away. Kesimpulan dari skripsi tersebut adalah, bahwa dikaitkan dengan 12 poin persyaratan MLM yang tidak sesuai hanya di

excessive mark updikarenakan kelebihan harga yang terjadi. Hal tersebut tidak menjadi masalah karena setiap perusahaan berhak mematok harga

prodak sesuai dengan bahan dan kegunaan dari prodak tersebut.

Sedangkan yang sesuai dengan fatwa DSN MUI Nomor 75/DSN

MUI/VII/2009, adalah Kangzen Kenko Indonesia memenuhi 11 dari poin

indikator fatwa DSN MUI.8

Persamaan skripsi diatas dengan yang akan diteliti oleh penulis

adalah pada pendapatan. Semakin banyak downline, semakin besar

8

Bety Fadilah,“Analisis Fatwa DSN MUI No: 75/DSN MUI/VII/2009 Terhadap Sistem Operasional Bisnis Multi Level Marketing (MLM) Kangzen Kenko Indonesia di Surabaya”,

(18)

10

bonus. Maksudnya adalah semakin banyak anggota tersebut mengajak orang untuk bergabung , maka bonus untuk dia semakin besar.

Perbedaan dengan yang akan diteliti oleh penulis adalah ketika pada bisnis MLM downline yang berhasil mengajak orang untuk bergabung diberi bonus oleh upline-nya, pada bisnis jual beli database tidaklah demikian. Seorang downline akan mendapat keuntungan murni dari harga ia menjual, dengan kata lain harga yang ia jual adalah semuanya pendapatannya.

Dengan adanya kajian pustaka diatas, hal ini jelas sangat berbeda dengan kasus yang akan diteliti oleh penulis. Dalam penulisan penelitian ini, penulis akan mengkaji sebuah bisnis di mana didalamnya para anggota menjual data-data di mana daari data-data tersebut penulis memfokuskan pada pin konveksi. Praktik ini akan dianalisis dengan menggunakan hukum Islam sebagai pisau analisisnya, dan tersusun menjadi judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Bisnis Jual BeliDatabasePin Konveksi”

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah rumusan tentang tujuan yang ingin dicapai

oleh peneliti melalui penelitian yang harus dilakukannya.9 Tujuan dari

penelitian ini adalah:

9

(19)

11

1. Mengetahui dan mendeskripsikan praktik bisnis jual beli database pin konveksi.

2. Mengetahui dan menganalisis hukum Islam terhadap praktik bisnis jual belidatabasepin konveksi.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Kegunaan hasil penelitian memuat uraian yang mempertegas bahwa masalah penelitian itu bermanfaat, baik dari segi teoretis maupun praktis, untuk dijawab melalui penelitian.10 Hasil penelitian yang digunakan ini diharapkan bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut:

1. Segi teoretis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu hukum, khususnya sebagai pengembangan ilmu.11 Maka dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya dalam bidang ilmu hukum Islam.

2. Segi praktis

Dari segi praktis diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk pemecahan masalah.12 Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan suatu langkah pemecahan masalah terutama terkait analisis

10

Ibid.

11

Sri Kumalaningsih,Metodologi Penelitian: Kupas Tuntas Cara Mencapai Tujuan, (Malang: UB Press, 2012) ,109.

12

(20)

12

terhadap bisnis jual beli database pin konveksi agar masyarakat lebih berhati-hati dalam menjalankan sebuah bisnis.

G. Definisi Operasional

Sebagai gambaran dalam memahami suatu pembahasan maka perlu sekali adanya pendefinisian terhadap judul yang bersifat operasional dalam tulisan skripsi ini agar mudah dipahami secara jelas.

Judul skripsi ini adalah “Analisis Hukum Islam Terhadap Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi”. Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami judul skripsi ini, maka perlu penulis uraikan, sebagaimana

sebagai berikut:

Hukum Islam : Hukum Islam yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

yang terkait dengan jual beli dalam Islam, terutamahadi>ts

Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim

terkait tentang jual beligharar.

Jual belidatabase : Jual beli database adalah proses tukar-menukar barang dimana yang menjadi obyek dalam jual beli tersebut

adalah sekumpulan kontak.

Pin Konveksi : Pin konveksi adalah kontak BBM pedagang konveksi yakni kaos, jaket, baju, tas dan lain sebagainya.

Jadi maksud dari keseluruhan mengenai “Analisis Hukum Islam

(21)

13

sekumpulan kontak pedagang konveksi yang dianalisis menggunakan Hukum Islam sebagai pisau analisis.

H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan dilaksanakan merupakan penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan adalah penelitian yang data utamanya dari informasi di lapangan dan bukan dari perpustakaan.13 Maka untuk mendapatkan informasi, penulis harus terjun langsung ke lapangan.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain.14 Maksudnya adalah menggambarkan dan memaparkan tentang praktik bisnis jual belidatabase pin konveksi, kemudian dianalisa dengan menggunakan hukum Islam. Serta menggunakan pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif adalah pola berpikir yang menerapkan

hal-13

Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 75.

14

(22)

14

hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian yang khusus.

3. Obyek Penelitian

Praktik bisnis jual beli database pin konveksi menjadi obyek penelitian bagi penulis.

4. Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan yakni data yang perlu dihimpun untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah.15 Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh ketika melakukan penelitian, yakni wawancara dengan beberapa anggota (Herlina Bella Vida, Enjellina, Nur Sunarti, Tiwi, Vitri, Apriani Fransiska) seputar tentang faktor keinginan bergabung, harga beli, cara penawaran. Dan kejelasan terkait obyek yang diperjual belikan

b. Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data tentang ketentuan jual beli dalam Islam yang berasal dari literatur-literatur kepustakaan yang bisa berupa buku-buku, kitab dan artikel. Data sekunder dalam penelitian ini adalah:

1) Landasan hukum Islam yakni ayat al-Qur’an dan Hadits.

15

(23)

15

2) Jual beli yang dilarang dalam Islam 5. Sumber Data

Sumber data adalah sumber dari mana data akan digali, baik primer maupun sekunder.

a. Sumber primer

Sumber primer adalah data-data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan masih memerlukan analisa lebih lanjut.16 Sumber primer pada penelitian ini adalah bahan yang didapat melalui penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan media sosialLinepada grup Bimbingan bersama 1 dan grupSuccess Team (12). Serta melalui wawancara dengan beberapa narasumber yakni lima orang anggota bisnisdatabase(Herlina Bella Vida, Tiwi, Nur Sunarti, Vitri dan Apriani Fransiska). Dan juga seorang yang akun pribadinya terdapat dalam obyek yang diperjualbelikan (Enjellina).

b. Sumber sekunder

Sumber sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan kepustakaan.17 Sumber ini digunakan dalam penelitian bertujuan untuk membantu dalam melengkapi dan memberikan penjelasan dari sumber primer. Sumber sekunder tersebut diantaranya:

1) Kalimat promosi yang terdapat pada note dalam grup Bimbingan bersama 1 dan grupSuccess Team (12)

16

Joko Subagyo,Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta: 2004), 87.

17

(24)

16

2) Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam W a A dillatuhubab tentang jual beli yang dilarang dalam Islam

3) Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalahbab tentang jual beli yang dilarang dalam Islam

4) M. Ali Hasan, Berbagai macam transaksi dalam Islam (Fiqh Mua>malat)bab tentang jual beligharar

5) Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah bab tentang prinsip terhindar dari jual beli dan investasi yang dilarang

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah apa dan bagaimana cara peneliti

dalam mengumpulkan data.18 Dalam penelitian ini ada beberapa teknik

yang penulis gunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan, yaitu:

a. Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan secara sengaja,

sistematis mengenai fenomena sosial untuk kemudian dilakukan

pencatatan.19 Observasi yang dilakukan adalah penelitian yang

dilakukan penulis pada grup di media sosial Line yakni grup Bimbingan bersama 1 dan grup Success Team (12) melalui media sosialLine. Dimana penulis masuk grup tersebut sebagai anggota sejak tanggl 7 September 2016 sampai 4 Desember 2016.

b. Wawancara, yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

18

Azuar Juliandi et al.,Metodologi Penelitian Bisinis: Konsep dan A plikasi, (Medan: Umsu Press, 2014), 115.

19

(25)

17

mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.20 Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan lima orang anggota bisnis database, dan seorang yang akun pribadinya terdapat dalam obyek yang diperjualbelikan.

Wawancara secara langsung dilakukan penulis dengan Herlina Bella Vida selaku anggota bisnis database. Sedangkan wawancara tidak langsung yaitu melalui chat dilakukan penulis dengan Nur Sunarti, Tiwi, Vitri, Apriani Fransiska selaku anggota bisnis database, dan Enjellina selaku seorang pemilik akun pribadi, dimana akunnya terdapat dalam obyek yang diperjualbelikan.

c. Dokumentasi, yaitu metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan cara pengumpulan data melalui wawancara dan pengamatan pada grup Bimbingan bersama 1 dan grup Success Team (12), yang kemudian di dokumentasikan oleh penulis.

7. Teknik pengolahan data

Teknik pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data di lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisis.21 a. Editing, yaitu proses mengecek kebenaran data, menyesuaikan data

untuk memudahkan proses seleksi data.22 Teknik ini digunakan

20

Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian ..., 186.

21

Bambang Waluyo,Penelitian Hukum dalam praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), 72.

22

(26)

18

penulis untuk memeriksa kelengkapan data yang sudah penulis dapatkan yakni hasil wawancara dari beberapa narasumber.

b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sumber dokumentasi sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah, serta mengelompokkan data yang diperoleh.23 Dengan teknik ini penulis gunakan untuk menyusun kembali hasil dari wawancara dengan beberapa narasumber agar semakin jelas gambaran tentang bisnis jual beli pin konveksi.

c. A nalyzing, adalah dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil editing dan organizing data yang telah diperoleh dari sumber-sumber penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya sehingga diperoleh kesimpulan.24 Dengan teknik ini, penulis gunakan untuk menganalisis hasil dari editing dan organizing data dengan menggunakan hukum Islam sebagai pisau analisisnya.

I. Sistematika Pembahasan

Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah, maka penulis membagi pembahasan menjadi beberapa bab, setiap bab terdiri dari sub bab dengan tujuan untuk mempermudah dalam mengetahui hal-hal yang dibahas serta agar tersusun rapi. Adapun bab-bab yang dimaksud terbagi menjadi lima bab, yang akan penulis uraikan dibawah ini:

23

Chalid Narbuko dan Abu Achmadi,Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 154.

24

(27)

19

Bab pertama (PENDAHULUAN), bab ini memuat uraian tentang latar belakang masalah, Identifikasi masalah dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, sistematika pembahasan.

Bab kedua (KONSEP JUAL BELI DALAM ISLAM), bab ini merupakan bagian landasan teori, berisi tentang konsep jual beli dalam Islam. Bab ini meliputi enam subbab bahasan, yaitu: subbab yang pertama berisi pengertian jual beli. Subbab yang kedua berisi dasar hukum jual beli. Subbab yang ketiga berisi rukun jual beli. Subbab yang keempat berisi syarat jual beli. Subbab yang kelima adalah jual beli yang dilarang dalam Islam. Subbab yang keenam adalah jual beligharar.

Bab ketiga (PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DA TA BA SE PIN KONVEKSI), bab ini merupakan bagian pembahasan yang menguraikan tentang praktik bisnis jual belidatabasepin konveksi. Bab ini terdiri dari dua subbab bahasan, yaitu: subbab yang pertama berisi pengertian bisnis jual beli database pin konveksi. Subbab yang kedua adalah praktik bisnis jual beli databasepin konveksi.

(28)

20

(29)

21 BAB II

KONSEP JUAL BELI DALAM ISLAM

A. Pengertian Jual Beli

Jual beli dalam istilah fiqh disebut al-ba’i yang menurut etimologi berarti menjual atau mengganti. Wahbah az-Zuhaily mengartikannya secara bahasa dengan “menukar barang dengan barang”1. Kataal-ba’idalam bahasa arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata al-shira>

(beli). Dengan demikian, kata al-ba’i berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli.

Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang dikemukakan para ulamafiqh, sekalipun tujuan masing-masing definisi sama. Menurut mazhab Hanafi , jual beli adalah:

,

Artinya: “Saling tukar harta dengan harta melalui cara tertentu” atau, “tukar menukar sesuatu yang diinginkan dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat”2

Maksud dari cara tertentu adalah melaluiijab danqabul, atau juga boleh melalui saling memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli. Di samping itu, harta yang diperjualbelikan harus bermanfaat bagi manusia, sehingga bangkai, minuman keras, dan darah tidak termasuk sesuatu yang

1

Wahbah Az-Zuhaily,Fiqih Islam W a A dillatuhu, Abdul Hayyie,dkk, 5, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 25.

2

(30)

22

boleh diperjualbelikan. Karena benda-benda itu tidak bermanfaat bagi muslim. Apabila jenis-jenis barang tersebut diperjualbelikan, menurut mazhab Hanafi jual belinya tidak sah.

Menurut mazhab Hanbali, jual beli adalah:

Artinya: “Makna jual beli dalam syara’ adalah tukar menukar harta dengan harta, atau tukar menukar manfaat yang mubah dengan manfaat yang mubah untuk waktu selamanya, bukan riba atau bukan utang.”3

Menurut mazhab Maliki, jual beli adalah:

Artinya: “Jual beli adalah akadmu’a>wad}ah(timbal balik) atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan, bersifat mengalahkan salah satu imbalannya bukan emas dan bukan perak, obyeknya jelas dan bukan utang.”4

Menurut mazhab Syafi’i, jual beli adalah:

:

Artinya: “Jual beli menurut syara’adalah suatu akad yang mengandung tukar menukar harta dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan untuk memperoleh kepemilikan atas benda atau manfaat untuk waktu selamanya.”5

Dari beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa jual beli adalah suatu akad dimana terjadi pertukaran barang dengan barang atau barang dengan yang lain dimana terdapat kesepakatan di antara keduanya.

3

Ahmad Wardi Muslich,Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2013), 177.

4

Ibid., 175.

5

(31)

23

B. Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli dalam Islam hukumnya boleh berdasakan dalil-dalil al-Qur’a>n, sunnah, serta ijma’. Disini akan penulis uraikan sebagai berikut:

1. Al-Qur’a>n

 ...  ð  ð   ✁ð ... 

Artinya: ”... Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ...” QS. al-Baqarah 2 ayat 2756

Ayat al-Qur’a>n di atas berisi penjelasan bahwa manusia diperbolehkan melakukan akad jual beli selama masih berpegang teguh

pada ketentuan-ketentuan hukum Islam yakni salah satunya adalah

menghindari riba.               ... 

Artinya: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu ...” QS. al-Baqarah 2 ayat 1987 Ayat al-Qur’a>n di atas berisi penjelasan bahwa bukanlah suatu dosa apabila manusia melakukan usaha selama usaha tersebut masih sesuai

dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam. Demikian pula usaha

berdagang, selama masih sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum

Islam maka hal tersebut diperbolehkan.

 ...           ... 

Artinya: “... Kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu ...” QS. An-Nisaa’ 4 ayat 298

6

Deparetemen Agama RI,al-Qur’a>n dan Terjemahnya,(Depok: Cahaya Qur’a>n, 2008), 36. 7

Ibid., 24.

8

(32)

24

Ayat al-Qur’a>n di atas berisi penjelasan bahwa dasar dari akad jual beli adalah kerelaan diantara para pihak yang bersangkutan. Hal ini

bertujuan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

2. Sunnah

...

:

:

)

(

Artinya: “...Rasulullah saw. ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling baik. Rasulullah saw. menjawab: usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati” (HR. Al-Bazzar dan Al-Hakim)9

Artinya adalah pekerjaan yang paling baik adalah berdagang atau melakukan jual beli. Akan tetapi tidak semua jual beli adalah pekerjaan yang baik. Jual beli yang jujur, tanpa diiringi kecurangan-kecurangan adalah pekerjaan yang baik, sehingga pekerjaan tersebut mendapat berkat dari Allah Swt.

)

(

Artinya: “Jual beli itu didasarkan atas suka sama suka” (HR. Baihaqi)10 Artinya adalah dalam melakukan jual beli haruslah didasari sikap kerelaan antara para pihak yang bersangkutan. Dengan adanya sikap kerelaan maka tidak akan ada pihak yang merasa dirugikan atas jual beli yang dilakukan tersebut.

...

)

(

Artinya: “Pedagang yang jujur dan terpercaya sejajar (tempatnya di surga) dengan para nabi,siddi>qi>n, dansyuhada>” (HR. Tirmidzi)11

9

Abi Isa Muhammad Ibn Isa Ibn Saurah,Sunan al-Tirmizi, Juz 3, (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 1993), 173-174.

10

Abdul Rahman Ghazaly, et. Al.,Fiqh Muamalat, ..., 69.

11

(33)

25

Artinya, pekerjaan berdagang yang jujur tanpa diiringi kecurangan-kecurangan sehingga masyarakat percaya akan kejujuran pedagang tersebut adalah pekerjaan yang sangat mulia. Maka Rasulullah bersabda tempat para pedagang yang jujur tersebut adalah di surga dengan para nabi,siddi>qi>n, dansyuhada>.

3. Ijma’

Dari kandungan ayat-ayat dan hadits-hadits yang dikemukakan di

atas sebagai landasan hukum jual beli, para ulama fiqh mengambil suatu kesimpulan bahwa jual beli itu hukumnya mubah (boleh). Akan tetapi, menurut Imam asy-Syatibi hukumnya bisa berubah menjadi wajib dalam

situasi tertentu. Contohnya, bila pada waktu tertentu terjadi praktek

ihtika>r, yaitu penimbunan barang, sehingga persediaan hilang dari pasar dan harga melonjak naik. Apabila terjadi praktek semacam itu, maka

pemerintah boleh memaksa para pedagang menjual barang-barang sesuai

dengan harga pasar sebelum terjadi pelonjakan harga barang tersebut.12

C. Rukun Jual Beli

Jual beli adalah akad, dan dipandang sah apabila rukun dan syarat nya

terpenuhi. Rukun adalah sesuatu yang harus ada di dalam transaksi.

Mengenai rukun jual beli, para ulama berbeda pendapat. Dibawah ini akan

penulis uraikan rukun jual beli:

12

(34)

26

Menurut mazhab Hanafi, rukun jual beli hanyalah ijab dan qabul. Dimana maksud dari ijab dan qabul tersebut adalah untuk saling menukar atau sejenisnya (mu’atha>). Dengan kata lain, rukunnya adalah tindakan berupa kata atau gerakan yang menunjukkan kerelaan dengan berpindahnya harga dan barang.13

Akan tetapi menurut jumhur ulama yang lain, berpendapat bahwa dalam jual beli terdapat empat rukun14yakni:

a. Ada orang yang berakad ataual-muta’aqidain(penjual dan pembeli). b. Adasighat (lafal ijabdanqabul)

c. Ada barang yang dibeli

d. Ada nilai tukar pengganti barang

Menurut mazhab Hanafi,ijabadalah menetapkan perbuatan khusus yang menunjukkan kerelaan yang terucap pertama kali dari perkataan salah satu pihak, baik dari penjual seperti kata bi’tu (saya menjual) maupun dari pembeli seperti pembeli mendahului menyatakan kalimat , “saya ingin membelinya dengan harga sekian”. Sedangkan qabul adalah apa yang dikatakan kali kedua dari salah satu pihak. Dengan demikian, ucapan yang menjadi sandaran hukum adalah siapa yang memulai penyataan dan menyusulinya saja, baik itu dati penjual maupun pembeli.

Akan tetapi, ijab menurut mayoritas ulama adalah pernyataan yang keluar dari orang yang memiliki barang meskipun dinyatakan di akhir.

13

Wahbah Az-Zuhaily,Fiqih Islam ..., 28.

14

(35)

27

Sementara qabul adalah pernyataan dari orang yang akan memiliki barang meskipun dinyatakan lebih awal.15

D. Syarat Jual Beli

Syarat adalah sesuatu yang harus terpenuhi dalam rukun tersebut. Syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan jumhur ulama di atas, terbagi menjadi empat yakni syarat-syarat orang yang berakad, syarat-syarat yang terkait dengan ijab qabul, syarat-syarat barang yang diperjualbelikan, syarat-syarat nilai tukar (harga barang). Syarat-syarat tersebut akan penulis paparkan sebagai berikut:16

1. Syarat-syarat orang yang berakad

Para ulama fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan akad jual beli harus memenuhi syarat, yakni:

a. Berakal

Jual beli yang dilakukan anak kecil yang belum berakal dan orang gila, hukumnya tidak sah. Akan tetapi, anak kecil yang telahmumayiz, menurut mazhab Hanafi apabila akad yang dilakukannya membawa keuntungan bagi dirinya, seperti menerima hibah, wasiat, dan sedekah, maka akad tersebut adalah sah. Sebaliknya, jika akad itu membawa kerugian bagi dirinya, seperti meminjamkan hartanya kepada orang lain, mewakafkan, atau menghibahkannya, maka tindakan tersebut

15

Wahbah Az-Zuhaili,Fiqih Islam ..., 28.

16

(36)

28

hukumnya tidak boleh dilaksanakan. Sedangkan apabila transaksi yang dilakukan anak kecil yang telah mumayiz mengandung manfaat dan mud}a>ra>t sekaligus, seperti jual beli, sewa menyewa dan perserikatan dagang, maka transaksi ini hukumnya sah jika walinya mengizinkan. Dalam hal ini, wali dari anak kecil yang telah mumayiz tersebut telah benar-benar mempertimbangkan kemas}lah}atan anak tersebut.

Jumhur ulama berpendirian bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu harus sudah ba>ligh dan berakal. Apabila anak kecil yang telah mumayiz, maka jual belinya tidak sah, sekalipun mendapat izin dari walinya.

b. Yang melakukan akad adalah orang yang berbeda

Artinya adalah seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus sebagai pembeli. Misalnya, Rahmi menjual sekaligus membeli barangnya sendiri, maka jual belinya tidak sah.

2. Syarat-syarat yang terkait denganijab qabul

Para ulama fiqh sepakat bahwa unsur utama dari jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak dapat dilihat dari ijab dan qabul yang dilangsungkan. Untuk itu, para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan qabul17adalah qabul harus sesuai dengan ijab, dan ijab qabul dilakukan dalam satu majelis. Syarat-syarat tersebut akan penulis paparkan sebagai berikut:

17

(37)

29

a. Qabulsesuai denganijab

Maksudnya adalah terdapat kesesuaian antara qabul dan ijab. Misalnya penjual mengatakan: “Saya jual baju ini seharga Rp 50.000,00”, lalu pembeli menjawab: “Saya beli baju ini dengan harga Rp 50.000,00”. Apabila antara ijab dan qabul tidak sesuai maka jual beli tidak sah.

b. Ijabdanqabulitu dilakukan dalam satu majelis

Artinya, kedua belah pihak yang melakukan jual beli hadir dan membicarakan topik yang sama. Apabila penjual mengucapkan ijab, lalu pembeli berdiri sebelum mengucapkan qabul, atau pembeli melakukan aktivitas lain yang tidak terkait dengan masalah jual beli, kemudian ia mengucapkan qabul, maka menurut kesepakatan ulama fiqh, jual beli ini tidak sah sekalipun mereka berpendirian bahwa ijab tidak harus dijawab langsung dengan qabul. Dalam hal ini, mazhab Hanafi dan Maliki mengatakan bahwa antaraijab danqabul boleh saja diantarai waktu, yang diperkirakan bahwa pihak pembeli sempat untuk berpikir. Namun, mazhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa jarak antara ijab dan qabul tidak terlalu lama yang dapat menimbulkan dugaan bahwa objek pembicaraan telah berubah.18

3. Syarat-syarat barang yang diperjual belikan(ma’qud ‘alaih)

Syarat-syarat yang terkait barang yang diperjualbelikan adalah

barang tersebut ada, barang tersebut bermanfaat bagi manusia, barang

18

(38)

30

tersebut milik seseorang, serta diserahkan pada waktu yang disepakati. Syarat-syarat tersebut akan penulis paparkan sebagai berikut:19

a. Barang tersebut ada

Barang itu ada atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu. Misalnya pada suatu toko, karena tidak mungkin memajang semua barangnya, maka sebagian diletakkan pedagang di gudang atau masih di pabrik. Tetapi, secara meyakinkan barang itu dapat dihadirkan sesuai dengan persetujuan mereka. barang yang ada di gudang atau di pabrik ini dihukumi sebagai barang yang ada.

b. Barang tersebut bermanfaat bagi manusia

Barang tersebut dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Maka, bangkai, khamr, dan darah tidak sah untuk dijadikan objek jual beli, karena dalam pandangan syara’ benda-benda tersebut tidak bermanfaat bagi muslim.

c. Barang tersebut milik seseorang

Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak boleh diperjualbelikan, seperti memperjualbelikan bikan di laut atau emas dalam tanah, karena ikan dan emas ini belum dimiliki penjual.

d. Diserahkan pada waktu yang disepakati

Barang tersebut boleh diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.

19

(39)

31

4. Syarat-syarat nilai tukar (Harga barang)

Dalam hal ini, para ulamafiqhmembedakanal-tsamandenganal-si’r. Menurut mereka, al-tsaman adalah harga pasar yang berlaku di tengah-tengah masyarakat secara aktual. Sedangkan as-si’radalah modal barang yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke konsumen (pemakai). Maka, harga barang terbagai menjadi dua, yakni harga antar pedagang dan harga antara pedagang dan konsumen (harga jual di pasar). Oleh sebab itu, harga yang dapat dipermainkan oleh para pedagang adalah

al-tsaman.

Para ulamafiqhmengemukakan syarat-syarat al-tsamanadalah harga yang disepakati jelas jumlahnya, dapat diserahkan pada waktu akad, bukan barang yang diharamkan syara’. Syarat-syarat tersebut akan penulis paparkan sebagai berikut:20

a. Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya b. Dapat diserahkan pada waktu akad.

Apabila harga barang itu dibayar kemudian (berutang) maka waktu pembayarannya harus jelas.

c. Bukan barang yang diharamkan olehsyara’

Apabila jual beli itu silakukan dengan saling mempertukarkan barang(al-muqayadhah)maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan olehsyara’, seperti babi dankhamr.

20

(40)

32

E. Jual Beli yang Dilarang dalam Islam

Terdapat beberapa jenis jual beli yang dilarang dalam Islam yang terbagi menjadi empat sebab yakni terlarang sebab ahliah (ahli akad), terlarang sebab sighat, terlarang sebab ma’qud alaih (barang jualan), dan terlarang sebabsyara’21.Penjelasan dari masing-masing akan penulis paparkan sebagai berikut:

1. Terlarang sebabahliah(ahli akad) a. Jual beli yang dilakukan orang gila

Ulama fiqh sepakat bahwa jual beli yang dilakukan oleh orang gila adalah tidak sah. Begitu juga dengan sejenisnya, yakni orang yang mabuk, idiot, dll. adalah tidak tidak sah kecuali dengan seizin walinya. Kecuali akad yang bernilai rendah seperti membeli kembang gula, korek api, dll.22

b. Jual beli yang dilakukan anak kecil

Ulama fiqh sepakat bahwa jual beli yang dilakukan oleh anak kecil (belum mumayyiz) hukumnya tidak sah, kecuali dalam perkara-perkara yang ringan. Menurut mazhab Syafi’i, jual beli yang dilakukan anak mumayiz yang belum ba>ligh, tidak sah sebab tidak

adaahliah.

Akan tetapi menurut mazhab Maliki, Hanafi dan Hanbali, jual

beli yang dilakukan anak kecil dipandang sah jika ada walinya.

21Rahmat syafe’i,

Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 93.

22

(41)

33

Mereka berpendapat bahwa salah satu cara untuk melatih kedewasaan adalah dengan memberikan keleluasaan untuk jual beli. Disamping itu terdapat juga firman Allah Swt.

                        ... 

Artinya: “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya ...” QS. an-Nisaa’ 4 ayat 623 c. Jual beli yang dilakukan orang buta

Jual beli yang dilakukan oleh orang buta dikategorikan s}ahi>h}

menurut jumhur jika barang yang dibelinya diberi sifat (diterangkan

sifat-sifatnya). Akan tetapi menurut mazhab Syafi’i, jual beli yang

dilakukan oleh orang buta tidak sah sebab ia tidak dapat

membedakan barang yang jelek dan yang baik.

d. Jual beli yang dilakukan dengan terpaksa

Menurut mazhab Hanafi, hukum jual beli yang dilakukan

seseorang dengan terpaksa, seperti jual beli fudhul (jual beli tanpa seizin pemiliknya), yakni ditangguhkan (mauquf). Maka, keabsahannya ditangguhkan sampai rela (hilang rasa terpaksanya).

Menurut mazhab Maliki, tidak lazim, karena baginya terdapat khiyar. Adapun menurut mazhab Syafi’i dan Hanbali, jual beli tersebut

hukumnya tidak sah karena tidak ada kerelaan pada saat akad.

e. Jual belifudhul

23

(42)

34

Jual beli fudhul adalah jual beli dimana objek yang diperjualbelikan adalah milik orang tanpa seizin pemiliknya.24 Menurut mazhab Hanafi dan Maliki, jual beli ini hukumnya ditangguhkan sampai ada izin dari pemilik. Sedangkan menurut mazhab Hanbali dan Syafi’i, jual belifudhuladalah tidak sah.

f. Jual belimalja’

Jual belimalja’adalah jual beli orang yang sedang dalam bahaya,

yakni untuk menghindar dari perbuatan zalim. Jual beli tersebut

dipandang fasid menurut mazhab Hanafi. Sedangkan menurut

mazhab Hanbali jual beli ini termasuk batal.

2. Terlarang sebabsighat

Kesesuaian antaraijab danqabul adalah hal yang dipandang penting

dalam melakukan akad. Di bawah ini akan penulis uraikan beberapa jual

beli yang dipandang tidak sah atau masih diperdebatkan oleh para ulama,

yakni sebagai berikut:

a. Jual belimu’athah

Jual beli mu’athah adalah jual beli yang telah disepakati oleh

pihak yang melakukan akad, terkait dengan barang maupun harganya,

akan tetapi akad ini tidak memakai ijab qabul. Di zaman modern,

perwujudan ijab qabul tidak lagi diucapkan, tetapi dilakukan dengan

sikap mengambil barang dan membayar uang oleh pembeli, serta

24

(43)

35

menerima uang dan menyerahkan barang oleh penjual tanpa ucapan apa pun. Misalnya, jual beli yang berlangsung di swalayan.

Terkait denganba’i al-mu’athah, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqh. Jumhur ulama berpendapat bahwa jual beli seperti ini hukumnya boleh, apabila hal ini telah merupakan kebiasaan suatu masyarakat di suatu negeri, karena hal ini telah menunjukkan unsur saling rela dari kedua belah pihak.

Akan tetapi, mazhab Syafi’i berpendapat bahwa transaksi jual beli harus dilakukan dengan ucapan yang jelas atau sindiran melalui

ijab qabul. Oleh sebab itu menurut mereka ba’i al-mu’athah

hukumnya tidak sah, baik jual beli itu dalam partai besar maupun

kecil. Alasan mereka adalah unsur utama jual beli yakni kerelaan

kedua belah pihak. Unsur kerelaan menurut mereka adalah masalah

yang amat tersembunyi dalam hati, maka perlu diungkapkan dengan

kata-kata ijabdanqabul. Akan tetapi, sebagian ulama mazhab Syafi’i

lainnya membedakan antara jual beli dalam jumlah besar dan kecil.

Menurut mereka, apabila yang diperjualbelikan dalam jumlah besar,

maka jual beli al-mu’athah tidak sah, tetapi apabila jual beli itu

dalam jumlah kecil maka jual beli ini hukumnya sah.25

Menurut ulama kontemporer seperti Mustafa Ahmad al-Zarqa’

dan Wahbah al-Zuhaily mengatakan bahwa jual beli melalui

perantara itu dibolehkan asal antaraijabdanqabulsejalan. Maka satu

25

(44)

36

majelis tidak harus diartikan sama-sama hadir dalam satu tempat secara lahir, tetapi juga dapat diartikan dengan satu situasi dan kondisi, sekalipun antara keduanya berjauhan, tetapi topik yang dibicarakan adalah jual beli itu.26

b. Jual beli melalui surat atau melalui utusan

Para ulama fiqh bersepakat bahwa jual beli melalui surat atau utusan adalah sah, dengan syarat orang yang menerima utusan harus mengucapkan kabul setelah pesan disampaikan kepadanya.27 Tempat berakad adalah sampainya surat atau utusan dari aqidpertama kepada aqid kedua. Jika qabul melebihi tempat, maka akad tersebut dipandang tidak sah. Contohnya seperti surat yang tidak sampai ke tangan yang dimaksud.28

c. Jual beli dengan isyarat atau tulisan

Jumhur ulama bersepakat mengenai kes}ahi>h}an akad dengan isyarat atau tulisan khususnya bagi yang uzur atau juga yang tidak bisa berbicara29, sebab hal tersebut sama dengan ucapan. Selain itu, isyarat juga menunjukkan apa yang ada dalam hati aqid. Apabila isyarat tidak dapat dipahami dan tulisannya tidak dapat dibaca, maka akad tersebut tidak sah.30

26

Abdul Rahman Ghazaly, et. Al.,Fiqh Muamalat, ..., 75.

27

Sayyid Sabiq,Fiqih Sunnah,Abu Syauqina Lc, dkk, 5, (Tinta Abadi Gemilang, 2013), 37.

28Rachmat Syafe’i,

Fiqih Muamalah, ..., 96.

29

Sayyid Sabiq,Fiqih Sunnah, ...,36.

30Rachmat Syafe’i,

(45)

37

3. Terlarang sebabma’qud alaih(barang jualan)

Secara umum, ma’qud alaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh orang yang melakukan akad, yang biasa disebut mabi’

(barang jualan) dan harga. Di bawah ini terdapat beberapa masalah yang disepakati sebagian ulama, tetapi diperselisihkan oleh ulama lainnya terkait denganma’qud alaih.31

a. Jual beli benda yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada

Jumhur ulama sepakat bahwa jual beli barang yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada adalah hukumnya tidak sah.

b. Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan

Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan, seperti burung yang ada di udara, atau pun ikan yang ada di air hukumnya tidak boleh karena tidak sesuai dengan ketetapansyara’.

c. Jual beligharar

Gharar artinya keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan pihak lain. Suatu akad mengandung unsur penipuan, karena tidak ada kepastian, baik mengenai ada atau tidak ada objek akad, besar kecil jumlah maupun menyerahkan objek akad tersebut. Jual beli gharar adalah jual beli barang yang mengandung kesamaran. d. Jual beli barang yang najis dan yang terkena najis

Jumhur ulama bersepakat mengenai larangan jual beli barang yang najis, seperti khamr. Akan tetapi, mereka berbeda pendapat

31

(46)

38

tentang barang yang terkena najis yang tidak mungkin dihilangkan, seperti minyak yang terkena bangkai tikus. Mazhab Hanafi memperbolehkan untuk barang yang tidak untuk dimakan. Sedangkan mazhab Maliki memperbolehkan setelah dibersihkan.

e. Jual beli air

Jumhur ulama bersepakat memperbolehkan jual beli air yang dimiliki, seperti air sumur atau air yang disimpan di tempat pemiliknya. Akan tetapi, jumhur ulama bersepakat tidak memperbolehkan jual beli air dimana air tersebut semua manusia boleh memanfaatkannya. Seperti air laut, sungai, air sumber, air hujan, adalahmubahbagi semua orang.32

4. Terlarang sebabsyara’

Jumhur ulama sepakat memperbolehkan jual beli yang memenuhi syarat dan rukun jual beli. Akan tetapi, terdapat beberapa masalah yang diperselisihkan di antara para ulama33, yakni sebagai berikut:

a. Jual beli riba

Jual beli riba adalah jual beli dengan pengambilan tambahan dari pokok atau modal secara tidak baik atau bertentangan dengan prinsip syariah.34 Jual beli riba hukumnya fasid menurut mazhab Hanafi, sedangkan menurut jumhur ulama hukumnya adalah batal.

32

Sayyid Sabiq,Fiqih Sunnah, ..., 67.

33Rahmat syafe’i,

Fiqih Muamalah..., 99.

34

(47)

39

b. Jual beli dengan uang dari barang yang diharamkan

Jumhur ulama hukumnya adalah batal sebab terdapat nas}s}yang jelas dari hadis Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah saw. mengharamkan jual beli khamr, bangkai, anjing, dan patung. Akan tetapi, menurut mazhab Hanafi jual beli ini termasukfasid.

c. Jual beli barang dari hasil pencegatan barang

Maksudnya adalah jual beli yang dilakukan dengan cara mencegat pedagang dalam perjalanannya menuju tempat yang dituju sehingga orang yang mencegatnya akan mendapat keuntungan. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa hal itu makruh tahrim. Sedangkan mazhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat pembeli boleh melakukan khiyar. Sedangkan mazhab Maliki berpendapat bahwa jual beli itu termasukfasid.35

d. Jual beli waktuadzanjumat

Yakni bagi laki-laki yang berkewajiban melaksanakan shalat

jumat. Menurut mazhab Hanafi pada waktu adzan pertama,

sedangkan menurut mazhab lainnya, azan ketika khatib sudah berada

di mimbar. Mazhab Hanafi menghukuminya makruh tahrim, sedangkan mazhab Syafi’i menghukumi s}ahi>h}haram. Mazhab Maliki menghukumi tidak jadi, sedangkan mazhab Hanbali menghukumi

tidak sah.

35Rachmat Syafe’i,

(48)

40

e. Jual beli anggur untuk dijadikankhamr

Menurut mazhab Hanafi dan Syafi’i jual beli seperti ini adalah

zahirnya s}ahi>h}akan tetapi hukumnya makruh. Sedangkan menurut mazhab Maliki dan Hanbali hukumnya adalah batal.

Tujuan dari akad adalah agar masing-masing dari kedua orang

yang melakukan jual beli dapat mengambil manfaat dari apa yang

diterimanya. Penjual mengambil manfaat dari uang yang

didapatkannya dan pembeli mengambil manfaat dari barang yang

dibelinya. Sementara di sini, tujuan untuk mendapatkan manfaat

tidak tercapai karena jual beli ini berakibat pada dikerjakannya

sesuatu yang haram.36

f. Jual beli induk tanpa anaknya yang masih kecil

Jumhur ulama sepakat bahwa jual beli induk tanpa anaknya yang

masih kecil adalah dilarang, sampai anaknya besar dan dapat

mandiri.37

g. Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain

Misalnya seseorang telah sepakat untuk membeli suatu barang,

namun masih dalam khiyar. Kemudian datang orang lain yang menyuruh untuk membatalkannya sebab ia akan membelinya dengan

harga lebih tinggi. Jumhur ulama menghukumi jual beli seperti ini

tidak diperbolehkan.38

36

Sayyid Sabiq,Fiqih Sunnah, ..., 62.

37Rachmat Syafe’i,

Fiqih Muamalah, ..., 100.

38

(49)

41

h. Jual beli memakai syarat

Menurut mazhab Hanafi, hukumnya sah jika syarat tersebut baik, seperti “Saya akan membeli baju ini dengan syarat bagian yang rusak dijahit dulu” Begitu pula menurut mazhab Maliki membolehkannya jika bermanfaat. Sedangkan menurut mazhab Syafi’i dibolehkan jika syarat mas}lah}at bagi salah satu pihak yang melakukan akad. Akan tetapi menurut mazhab Hanbali, tidak diperbolehkan jika hanya

bermanfaat bagi salah satu pihak yang melakukan akad.39

F. Jual Beli Gharar

Gharar menurut bahasa berarti tipuan yang mengandung kemungkinan besar tidak adanya kerelaan menerimanya ketika diketahui dan ini termasuk

memakan harta orang lain secara tidak benar (batil). Sedangkan gharar

menurut istilah fiqh, mencakup kecurangan (gisy), tipuan (khida>’) dan ketidakjelasan pada barang (jiha>lah), juga ketidakmampuan untuk

menyerahkan barang. Imam Shan’ani menegaskan bahwa bahwa jual beli

yang mengandung gharar contohnya adalah tidak mampu menyerahkan

barang seperti menjual kuda yang lari, menjual barang yang tidak berwujud

atau barang yang tidak jelas adanya, barang yang dijual tidak dimiliki oleh

penjual seperti menjual ikan di laut.40

39

Rachmat Syafe’i,Fiqih Muamalah, ..., 101.

40

(50)

42

Para ulamafiqh mengemukakan beberapa definisi tentanggharar. Imam al-Qarafi mengemukakan gharar adalah suatu akad yang tidak diketahui dengan tegas, apakah efek akad terlaksana atau tidak.

Pendapat Imam al-Qarafi ini sejalan dengan pendapat Imam as-Sarakhsi dan Ibnu Taimiyah yang memandang gharardari ketidakpastian akibat yang timbul dari suatu akad.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengatakan, bahwa ghararadalah suatu objek akad yang tidak mampu diserahkan, baik objek itu ada maupun tidak, seperti menjual sapi yang sedang lepas.

Ibnu Hazam memandanggharardari segi ketidaktahuan salah satu pihak yang berakad tentang apa yang menjadi akad tersebut.41

Kesimpulan dari beberapa definisi di atas adalah jual beli yang mengandung unsur gharar adalah jual beli yang mengandung bahaya (kerugian) bagi salah satu pihak dan bisa mengakibatkan hilangnya harta sehingga timbul rasa ketidakrelaan terkait jual beli tersebut.

Gharardapat juga terjadi dalam empat hal yaitu: 1. Kuantitas

Gharar dalam kuantitas terjadi dalam kasus ijon, dimana penjual menyertakan akan membeli buah yang belum tampak di pohon seharga X. Dalam hal ini terjadi ketidakpastian mengenai berapa kuantitas buah yang dijual, karena memang tidak disepakati sejak awal. Bila panennya

41

(51)

43

100 kg, harganya Rp X, bila panennya 50 kg, harganya Rp X pula, dan jika tidak panen maka harganya juga Rp X.

2. Kualitas

Contohgharardalam kualitas adalah seorang peternak yang menjual anak sapi yang masih dalam kandungan induknya. Dalam kasus ini terjadi ketidakpastian dalam hal kualitas objek transaksi, karena tidak ada jaminan bahwa anak sapi tersebut akan lahir dengan sehat tanpa cacat, dan dengan spesifikasi kualitas tertentu. Bagaimanapun kondisi anak sapi yang nanti lahir (walaupun lahir dalam keadaan mati misalnya) harus diterima oleh si pembeli dengan harga yang sudah disepakati.

3. Harga

Gharardalam harga terjadi bila, misalnya bank syariah menyatakan akan memberi pembiayaan murabahah rumah 1 tahun dengan margin 20% atau dua tahun dengan margin 40%, kemudian disepakati oleh nasabah. Ketidakpastian terjadi karena harga yang disepakati tidak jelas, apakah 20% atau 40%. Kecuali bila nasabah menyatakan “setuju melakukan transaksi murabahah rumah dengan margin 20% dibayar 1 tahun” maka barulah tidak terjadigharar.

4. Waktu penyerahan

(52)

44

karena si penjual dan pembeli sama-sama tidak tahu kapankah barang yang hilang itu dapat ditemukan kembali.42

Dalam keempat bentukgharardi atas, keadaan sama-sama rela yang dicapai bersifat sementara, yakni sementara keadaan masih tidak jelas bagi kedua belah pihak. Di kemudian hari, yaitu ketika keadaan telah jelas, salah satu pihak akan merasa terzalimi walaupun pada awalnya tidak demikian.

Menurut Abdurrazaq Sanhuri, gharar terjadi dalam beberapa keadaan berikut:

1. Ketika barang yang menjadi objek transaksi tidak diketahui apakah ia ada atau tidak

2. Apabila ia ada, tidak dapat diketahui ia dapat diserahkan kepada pembelinya atau tidak

3. Ketika ia berakibat pada identifikasi macam atau jenis benda yang menjadi objek transaksi

4. Ketika ia berhubungan dengan tanggal pelaksanaan di masa mendatang.43

Jual beli seperti ini dilarang dalam Islam dengan landasan hukum sebagai berikut:                               42

Mardani,Fiqh Ekonomi ..., 30.

43

(53)

45

Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” QS. al-Baqarah 2 ayat 18844

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa tidak dibenarkan memakan harta orang lain dengan jalan yang batil. Maksudnya adalah dalam jual beli hendaknya kita menghindari cara yang tidak baik dimana cara tersebut merugikan orang lain.

Artinya: “Rasulullah saw melarang jual beli al-hashah (dengan melempar batu) dan jual beli gharar.” (HR. Muslim) hadits no 151345

Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa Rasulullah saw melarang jual beli dengan cara melempar batu dan jual beli yang mengandung unsur gharar. Contoh dari jual beli dengan melempar batu adalah apabila terdapat seorang pembeli mendatangi sekawanan kambing lalu ia berkata kepada penjualnya, “aku lempar batuku ini, apabila batu ini jatuh kepada salah satu dari kambing tersebut, maka ia menjadi milikku dengan harga sekian.

Menurut para ulama terdapat dua jenis gharar, yaitu gharar berat danghararringan.46Seperti yang akan penulis paparkan sebagai berikut:

44

Departemen Agama RI,A l-Qur’an dan Terjemahnya,(Depok: Cahaya Qur’a>n, 2008), 23. 45

Imam Muslim ibn Hajaj al-Chusairi an-Naisaburi,Shahih Muslim, (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 361 H), 317-318

46

(54)

46

1. Gharar berat

Abu al-alid al-Baji menjelaskan batasanghararberat yakni:

Artinya: “gharar (berat) itu adalah ghararyang sering terjadi pada akad– hingga – menjadi sifat akad tersebut”.

Dengan kata lain, gharar berat adalah gharar yang bisa

dihindarkan dan menimbulkan perselisihan di antara para pelaku

akad. Gharar jenis ini berbeda-beda, sesuai dengan kondisi dan tempat. Oleh karena itu, standart ghararini dikembalikan pada ‘urf

(tradisi). Jika tradisi mengkategorikangharartersebut adalahgharar

berat, makaghararitu juga berat menurut syariah.

Di antara contohghararberat adalah menjual buah-buahan yang

belum tumbuh, menyewakan suatu manfaat barang tanpa batas

waktu, memesan barang untuk barang yang tidak pasti ada pada

waktu penyerahan. Menurut ‘urf (tradisi) gharar ini bisa

menyebabkan terjadinya perselisihan antara pelaku akad, oleh

karena itughararjenis ini mengakibatkan akad menjadifasid (tidak

sah).

2. Ghararringan

Ghararringan adalah ghararyang tidak bisa dihindarkan dalam

setiap akad dan dimaklumi menurut ‘urf tujjar (tradisi pebisnis)

sehingga pelaku akad tidak dirugikan dengan gharar tersebut.

Seperti membeli rumah tanpa melihat fondasinya. Menyewakan

(55)

47

menjual sesuatu yang hanya bisa diketahui jika dipecahkan atau

dirobek.

Dalam contoh beberapa transaksi di atas terdapat

ketidakjelasan, membeli rumah tetapi fondasi rumah tidak bisa

dilihat, jumlah hari dalam bulan juga tidak pasti, dan lain

sebagainya. Akan tetapi, ketidakjelasan itu dimaklumi oleh pelaku

akad, karena itu tidak bisa dihindarkan dalam setiap transaksi, maka

ghararini dibolehkan dan akad yang disepakatinya tetap sah.

Gharar ringan ini dibolehkan menurut Islam sebagai rukhsah

(keringanan) khususnya bagi pelaku bisnis. Karena gharar itu tidak bisa dihindarkan dan sebaliknya sulit sekali melakukan bisnis tanpa

ghararringan tersebut.

Kesimpulannya, gharar yang diharamkan adalah gharar berat

yaknighararyang bisa dihindarkan dan menimbulkan perselisihan di antara para pelaku akad. Sedangkanghararringan yaitughararyang tidak bisa dihindarkan dan tidak menimbulkan perselisihan itu

(56)

BAB III

PRAKTIK BISNIS JUAL BELIDATABASEPIN KONVEKSI

A. Pengertian Bisnis Jual BeliDatabasePin Konveksi

Database (basis dat

Gambar

Gambar 3.1. r 3.1. menunjukkan bagaimana cara kerja dari ri bisnis database,
Gambar 3.2. Chat dengan member Vitri
Gambar 3.3. Chat pada grup Success Team (12) pertama
Gambar 3.4.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketika konsumen mengenal sebuah merek tertentu dan mendorongnya untuk membeli dan membeli ulang, maka merek tersebut tergolong memiliki brand equity yang kuat (Boone

“Wahono Saputro dan Ahmad Wahyu Hidayat diperiksa sebagai saksi atas tersangka RRN (Rajesh Rajamohanan Nair) terkait tindak pidana korupsi memberi hadiah atau janji kepada

diharapkan dapat meningkatkan kemakmuran baik bagi negara maju maupun negara berkembang karena yang ingin diwujudkan adalah transaksi yang saling meguntungkan.. Oi

12-14 Jakarta Selatan 44 PT Bank Bukopin Unit Usaha Syariah.. Gedung Bank

Skripsi HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI SERTA KEDUDUKAN ETTY NARO.. yang baik den tidak dlperbolehkan untuk oeoindehkon atau oeobeboni harta kokeyaan tidak bergerak nilik ietari

Setelah melakukan serangkaian pengujian dan analisa data, perbandingan unjuk kerja lampu SON-T dan HPL-N sebagai lampu penerangan jalan umum, di mana perbandingan kedua jenis

cerevisiae ​dapat tumbuh pada medium yang mengandung air gula dengan konsentrasi tinggi.. cerevisiae ​ merupakan golongan khamir yang mampu memanfaatkan senyawa gula

Lima objektif telah dibentuk iaitu mengenal pasti tahap pengetahuan guru tentang amalan 5S, mengenal pasti tahap amalan 5S, mengenal pasti sama ada terdapat perbezaan