• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Ritual “Nyadiri” Bagi Kehidupan Suku Dayak Ngaju T2 752010016 BAB V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Ritual “Nyadiri” Bagi Kehidupan Suku Dayak Ngaju T2 752010016 BAB V"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

KESIMPULAN

Bagi kehidupan suku Dayak Ngaju, mimpi memiliki arti tersendiri dan

biasanya mimpi itu merupakan pertanda bagi kehidupan suku Dayak Ngaju. Salah satu

contohnya, apabila salah seorang dari suku Dayak Ngaju mimpi bertemu dengan orang

yang telah meninggal dan mengajak orang yang bermimpi atau pun yang dimimpikan

berjalan ke dunia orang mati, maka biasanya orang tersebut akan mengalami sakit

(layau hambarua). Untuk mrngatasi hal tersebut, biasanya suku Dayak Ngaju

melaksanakan ritual Nyadiri. Dalam prakteknya, ritual Nyadiri tidak hanya dilakukan

oleh orang yang beragama Kaharingan, tetapi juga dilakukan oleh orang yang beragama

Kristen. Tentunya hal ini, merupakan hal yang aneh ketika ritual tersebut dilakukan oleh

orang yang beragama Kristen. Dari hal inilah, penulis merasa tertarik untuk melakukan

penelitian terhadap keyataan yang demikian. Dengan memberangkatkannya dari 2 (dua)

pertanyaan penelitian secara mendasar, yakni: (1) apa yang menyebabkan atau pun yang

melatarbelakangi suku Dayak Ngaju melaksanakan ritual Nyadiri?; (2) apa makna

dibalik pelaksanaan ritual Nyadiri dalam kehidupan suku Dayak Ngaju?.

Terkait dengan dua pertanyaan diatas, maka dapat ditemukan jawaban, bahwa

yang melatarbelakangi suku Dayak Ngaju untuk malaksanakan ritual Nyadiri ialah

akibat ketidakmampuannya menghadapi realitas yang sakral yang berada di luar

kelompok suku Dayak Ngaju itu sendiri. Apabila meminjam istilah Weber,

ketidakmampuan menghadapi masalah makna dalam kehidupan. Dan tentunya, untuk

mengatasi hal tersebut tidak mampu dijawab dengan aspek yang sifatnya kognitif (akal),

selain melalui pelaksanaan ritual Nyadiri itu sendiri. Terkait dengan makna, maka

(2)

dan profan. Pemisahan yang sakral dan profan inilah dalam perspektif Durkheim

dikatakan sebagai agama; kedua, sebagai sebuah upaya menjaga keseimbangan kosmos.

Dalam hal ini, dunia yang ditempati oleh orang mati yang sifatnya sementara (Bukit

Pasahan Raung Kereng Daring Penda Lunuk) dengan dunia yang ditempati oleh

manusia pada umumnya (Pantai Danum Kalunen); ketiga, wujud dari kesadaran

kolektif. Tentunya yang menjadi unsur kolektif dalam pelaksanaan ritual Nyadiri ialah

gagasan-gagasan atau pun konsep-konsep yang dimiliki oleh individu-individu dalam

kelompok suku Dayak Ngaju tentang hal yang sakral (dunia orang mati yang sifatnya

sementara) dan tujuan dari pelaksanaan ritual Nyadiri. Itulah unsur yang kolektif dalam

kehidupan suku Dayak Ngaju.

Selain hal tersebut di atas, dengan memberangkatkan dari data empiris serta

dengan mempertemukannya dengan teori Durkheim tentang agama, maka dapat

ditemukan bahwa ritual Nyadiri dalam kehidupan suku Dayak Ngaju, itu merupakan

salah satu bentuk agama dari suku Dayak Ngaju itu sendiri. Karena menurut Durkheim,

agama bukan hanya ide tentang sistem kepercayaan, tetapi meliputi juga sistem

tindakan yang dinyatakan dalam bentuk ritual. Dalam hal ini, ritual Nyadiri itu

sendirilah yang merupakan agama dalam tindakan yang ada ditengah-tengah kehidupan

suku Dayak Ngaju. Tentunya suku Dayak Ngaju itu sendiri, selama ini tidak menyadari

bahwa ketika mereka melaksanakan ritual Nyadiri itu merupakan bentuk agama yang

mereka miliki. Hal ini dapat disadari, karena tindakan mereka dalam bentuk ritual

Nyadiri itu hanya sebagai respon mereka terhadap realitas yang sakral yang berada di

luar suku Dayak Ngaju itu sendiri. Oleh karena itu, karena ini merupakan salah satu

bentuk agama dari suku Dayak Ngaju, maka dalam bingkai negara Pancasila yang

dikonstitusikan dalam bentuk Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945), maka pada

(3)

sendiri. Apabila hal ini tidak terjadi, maka disitulah terjadi bentuk-bentuk diskriminatif

dalam kehidupan beragama.

Dari tulis an ini, t entun ya dapat m emberikan sum bangan s ecara

toriti s dan praktis. S ecara tori tis yakni memberikan m asukan teori -teori

tent ang ri tual. S ecara praktis , tulis an ini memberikan m as ukan beberapa

hal di ant aran ya:

1. Bagi kaum agam awan at au pun s uku Da yak Ngaju yang sudah

mem eluk agama res mi yang di akui ol eh pemeri nt ah ti dak dengan

begitu s aj a mendi s kredit kan pandangan suku Da yak Ngaju yang

masi h mel aksanakan ritual Nya d i r i s ebagai bent uk si nkret ism e.

Karena ket ika kita mencoba m em andang suat u sist em keperca yaan

tertentu dari “kacamata” iman atau pun kepercayaan yang kit a miliki,

maka penil ai an ya ng demiki an subj ektif si fatn ya. Karena tidak

melihat latar bel akang atau pun sebab s uatu ritual dilaks anakan.

2. Bagi para pemangku agam a dan buda ya suku Da yak Ngaju, supa ya

menj aga sert a m el est arikan kultur -rel igius suku Da yak N gaju

ditengah -t engah proses perubahan zam an at au pun modernis asi .

Dengan t ujuan supa ya s uku Da yak Ngaju itu s endiri tidak t ercerabut

dari akar buda ya nya. Dal am tat aran prakti s, hal i ni dapat

diwuj udn yatakan dengan menggunakan bahas a lokal (ku t a k i t a h)

sebagai bahasa s ehari-hari , penggiatan s eni t ari daerah, penggi atan

festival buda ya daerah, m engangkat cerit a -ceri ta masa l alu untuk

dikis ahkan kembali kepada kaum m uda pada m as a sekarang supa ya

(4)

3. Bagi kaum i ntel ektual muda Da yak Ngaju s ecara khusus n ya , dapat

menggali l ebih dalam lagi bentuk -bentuk buda ya m aupun ritual dal am

kehidupan s uku Dayak Ngaj u. Supa ya suku Da yak Ngaj u, pada

umumn ya bol eh m engenal bent uk kebuda yaan maupun ritualn ya di

dal am kelo mpokn ya sebagai s ebuah kearifan lokal yang dim il iki ol eh

suku Da yak Ngaj u it u s endi ri .

4. Bagi pem erint ah, diharapkan mampu mengakui dan s ekali gus

menghargai bent uk agam a dal am kehidupan suku Da yak Ngaj u.

Dal am hal ini agam a Kahari ngan yang merupakan agam a a sli suku

Da yak Ngaj u, supaya tidak t erj adi dis krimi nasi dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara yang s anga t jel as s ekali diakui dan

dilins ungi di dalam konst itusi negara. Khususn ya P as al 29 ayat 1 dan

2. A yat 1, Negara bedas ar at as Ketuhanan Yang Maha Es a ; dan a yat

2, Negara m enj amin kem erdekaan ti ap -ti ap penduduk untuk m em eluk

agam an ya m asing -m asing dan unt uk beribadat m enurut agama dan

keperca yaann ya it u.

Referensi

Dokumen terkait

persetujuan bersama, sebagai sesuatu yang memberikan sifat alamiah atau mewakili atau mengingatkan kembali dengan memiliki kualitas yang sama atau dengan

Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah: Pertama, bagi komunitas Dayak Ngaju, perjanjian perkawinan merupakan pementasan ulang kehidupan leluhur yang

Sebagian besar suku Dayak Ngaju sekarang masih melaksanakan ketentuan- ketentuan adat seperti yang berlaku dalam surat perjanjian perkawinan tersebut, baik yang

Bagi masyarakat Dayak Ngaju, hadat (adat) adalah kebiasaan yang turun- temurun dalam masyarakat yang berasal dari nenek moyang Ngaju. 83

oleh pegawai pencatatan perkawinan, 191 maka dalam masyarakat Dayak Ngaju, perjanjian perkawinan tersebut disahkan atau dikukuhkan oleh mantir adat dan. diperkuat

Demikian Surat Perjanjian Kawin menurut Adat Dayak Ngaju Kalimantan Tengah ini dibuat dan ditandatangani bersama di atas materai, dihadapan Orang Tua/ahli waris,

Batang Garing sebagai simbol yang diakui oleh masyarakat Dayak Ngaju juga. dianggap sebagai Pohon Suci yang berasal dari

permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini yaitu bagaimana proses Batang Garing menjadi simbol bagi masyarakat Dayak Ngaju dan bagaimana makna Batang Garing bagi