ANALISIS FIQH IKHTILAF TERHADAP KONFLIK
DUALISME KEPENGURUSAN DEWAN PERWAKILAN
CABANG PARTAI KEBANGKITAN BANGSA KABUPATEN
LUMAJANG
(Putusan Pengadilan Negeri Lumajang Nomor
56/Pdt.G/2011/PN.Lmj)
SKRIPSI
Oleh
VIRDAUS RIZQI AWALIA NIM.C03211029
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan H
ukum
Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam
Surabaya
Abstrak
Judul penelitian ini adalah Analisis Fiqh Ikhtilaf terhadap konflik dualism kepengurusan DEwan perwakilan cabang Partai Kebangkitan Bangsa Kabupaten Lumajang (Putusan Pengadilan Negeri Lumajang Nomor 56/Pdt.G/2011/PN.Lmj). penelitian ini dilakukan untuk menjawab dua permasalahan yaitu : Bagaimana Deskripsi dualism kepengurusan di Dewan perwakilan Cabang (DPC) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Lumajang? Dan Bagaimana analisis Fiqh Ikhtilaf terhadap dualism kepenguran Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Partai Kebangkitan Bangsa Kabupaten Lumajang? Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif-kualtitatif. Untuk memberikan gambaran tentang analisis Fiqh Ikhtilaf terhadap konflik dualisme kepengurusan DPC Partai Kebangkitan Bangsa Kabupaten Lumajang (Putusan Pengadilan Negeri Lumajang Nomor 56/Pdt.G/2011/PN.Lmj) maka dalam hal penggalian data yang dipakai anatara lain : study verivikatif yakni study tentang Putusan Pengadilan Negeri Lumajang Nomor 56/Pdt.G/2011/PN.Lmj, buku-buku tentang Fiqh Ikhtilaf serta literature yang berhubungan dengan Penelitian.
Hasil dari Penelitian menyimpulkan bahwa : Konflik Dualisme kepengurusan DPC Partai Kebangkitan Bangsa Kabupaten Lumajang yaitu di awali dengan terbitnya Surat DPP PKB Nomor. 2627/DPP-03/V/B.1/VII/2011 tertanggal 07 Juli 2011, Perihal Surat tugas yang diberikan kepada Dr. H. Ali Mudhori, S,Ag, M,Ag, penerima surat tugas dalam hal ini Dr. H. Ali Mudhori, S,Ag, M,Ag, dalam melaksanakan tugasnya melebihi wewenang tupoksinya yaitu melaksanakan Muscab (musyawarah cabang) DPC PKB Kabupaten Lumajang, Di dalam muscab itu menghasilkan kepengurusan baru yang dinilai tidak sah karena kepengurusan lama belum selesai masa tugasnya. Maka kepengurusan lama yakni kubu H. Rofik SH, MHum melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Lumajang yang dimenangkan oleh pihak penggugat yakni H. Rofik SH. MHum. Ada beberapa Upaya Penyelesaian konflik yang dilakukan oleh para pihak sebelum memasukkan gugatan ke Pengadilan Negeri yakni dengan melakukan mediasi sebanyak 3 kali yang dimediatori oleh DPP PKB, DPW PKB Jawa Timur dan KPU Kabupaten Lumajang yang hasilnya tidak ada kata sepakat untuk damai dan berakhir tuntutan ke Pengadilan Negeri, selain menggunakan upaya penyelesaian mediasi para pihak juga menggunakan cara Fack Fending yakni dengan pemeriksaan berkas-berkas oleh Mahkamah Partai. Secara Fiqh Ikhtilaf, penyelesaian konflik dan
sengketa melalui lembaga tahkim tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Islam dan ajaran Fiqh Ikhtilaf. Didalam penyelesaian pada masa sekarang terdapat pengembangan penyelesaian konflik dengan zaman dahulu, yakni pada masa sekarang penyelesaian sengketa dilakukan bukan hanya dengan mediasi, tetapi juga dengan fack Finding dan pengajuan sengketa ke Pengadilan. Di dalam Fiqh Ikhtilaf teleh dijelaskan secara jelas bahwa suatu konflik, sengketa maupun dualisme kepengurusan tidak diperbolehkan di dalam Islam, sesuai yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an Surat Al. Maidah Ayat 105.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TRANSLITERASI ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan BatasanMasalah ... 9
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Kajian Pustaka ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12
G. Definisi Operasional ... 12
H. Metodologi Penelitian ... 13
I. Sistematika Pembahasan ... 17
BAB II KONSEP FIQH IKHTILAF DALAM PENYELESAIAN KONFLIK PARTAI POLITIK A. Fiqh Ikhtilaf ... 18
1. Pengertian Fiqh Ikhtilaf ... 18
2. Sebab-sebab munculnya Fiqh Ikhtilaf ... 25
B. Partai Politik. ... 27
1. Pengertian Partai Politik ... 27
2. Model Partai Politik ... 33
C. Teori Penyelesaian Konflik dalam Partai Politik ... 35
1. Pengertian Konflik ... ... 35
2. Tinjauan Bentuk Konflik DPC PKB KAbupaten
Lumajang... ... 37
3. Penyelesaian Perselisihan dalam Fiqh Siyasah
(Lembaga Tahkim) ... ... 39
BAB III DUALISME KEPENGURUSAN DPC PARTAI
KEBANGKITAN BANGSA KABUPATEN LUMAJANG
A. Deskripsi Berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa Kabupaten
Lumajang ... 43
B. Konflik Kepengurusan DPC PKB Kabupaten Lumajang ... 46
D. Kronologi Terjadinya Dualisme Kepengurusan DPC PKB
Kabupaten Lumajang ... 54
E. Upaya Penyelesaian Perselisihan DPC PKB Lumajang ... 55
BAB IV ANALISIS FIQH IKHTILAF TERHADAP KONFLIK
DUALISME KEPENGURUSAN DPC PARTAI
KEBANGKITAN BANGSA KABUPATEN LUMAJANG
A. Analisis Terhadap Penyelesaian Konflik DPC PKB
Kabupaten Lumajang ... ... 63 B. Analisis Fiqh Ikhtilaf Terhadap Konflik dualisme
Kepengurusan DPC PKB Kabupaten Lumajang ... 68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 80
B. Saran ... 82
1
BAB I PENDAHULUAN
ANALISIS FIQH IKHTILAF TERHADAP KONFLIK DUALISME
KEPENGURUSAN PARTAI KEBANGKITAN BANGSA KABUPATEN LUMAJANG A. Latar Belakang Masalah
Partai Politik merupakan salah satu aspek penting di dalam ilmu hukum tata
Negara. Bila berbicara mengenai Partai Politik, berarti akan membicarakan
mengenai partisipasi rakyat, ada dua hal, Pertama; Partisipasi rakyat dalam
menentukan arah kebijakan Negara Kedua, Partisipasi rakyat dalam membuat
peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, mengenai Partai Politik akan
terkait dengan study mengenai Pemilihan Umum dan konsep Negara Hukum.1
Peran Partai Politik di dalam kehidupan bernegara semakin menonjol
kebijakan-kebijakannya, baik pembuatan Undang-Undang di Dewan Perwakilan
maupun oleh Presiden dalam mengeluarkan peraturan pelaksanaan
Undang-Undang, banyak mendengar masukan dari Partai Politik. Begitupun juga dalam
melaksanakan Pemilihan Umum yang pertama di era reformasi pada tanggal 7
Juni 1999, peranan Partai Politik sangat sentral dan strategis. Pelaksana Pemilihan
Umum tahun 1999 adalah Komisi Pemilihan Umum yang beranggotakan dari
unsur-unsur Partai Politik yang ikut di dalam Pemilihan Umum 1999. Selain
pelaksana Pemilihan Umum 1999, Komisi Pemilihan Umum juga yang membuat
regulasi Pemilihan Umum 1999, penetapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Periode tahun 1999-2004, Golongan dan utusan Daerah untuk Anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat Periode Tahun 1999-2004.2
1
Abdul Bari Azed dan Makmur Amir “Pemilu dan Parpol di Indonesia”(Jakarta: Pusat Study Hukum Tata Negara, Universitas Indonesia ;2006),20.
2
2
Bersamaan dengan semakin berperannya Partai Politik dalam kehidupan
Negara yang Demokratis, timbul konflik-konflik di dalam tubuh Partai Politik,
salah satunya konflik Partai Politik yang menarik perhatian masyarakat adalah di
tubuh Partai Kebangkitan Bangsa. Partai Kebangkitan Bangsa lahir dalam konteks
kesejajaran, kehadiran Partai Kebangkitan Bangsa bukan semata-mata mewakili
arus euforia reformasi lebih dari itu mewakili kerinduan politik dari komunitas
politik terbesar bernama Nahdlatul Ulama’, Dalam sejarahnya, Politik Nahdlatul
Ulama’ selalu terseok-seok, untuk tidak mengatakan selalu terpinggirkan. Padahal
kontribusi ini melalui para tokohnya semenjak pembentukan the nation of
Indonesia (Sumpah Pemuda) dan the nation-state of Indonesia (Proklamasi) hingga
periode berikutnya tidak terhitung banyaknya.3
Perjalanan Politik Partai Kebangkitan Bangsa cukup menggembirakan.
Pemilihan Umum Tahun 1999 yang menandai semakin terbuka sistem Politik di
Indonesia berhasil di lalui dengan cukup baik. Pada Pemilihan Umum yang di
sebut-sebut paling Demokratis kedua setelah Pemilihan Umum Tahun 1955 itu
Partai Kebangkitan Bangsa mengontongi 13,3 Juta suara. Partai Kebangkitan
Bangsa juga sebagai pemenang pertama diantara partai-partai yang baru yang
muncul setelah reformasi. Secara keseluruhan Partai Kebangkitan Bangsa berada di
posisi ketiga setelah PDI Perjuangan dan Partai Golkar.4
Namun sayang Partai Kebangkitan Bangsa tidak cukup handal untuk
mengelolah potensi konflik yang ada pada dirinya. Terbukti pada Pemilihan Umum
Tahun 2004, turun menjadi 11.9 Juta suara dan persebaran politiknya di daerah
makin mengkrucut dari tiga belas provinsi menjadi sepuluh Provinsi saja. Konflik
internal yang berlangsung pada pertengahan Juli Tahun 2001 antara KH.
3
Ibid,, hal.12. 4
3
Abdurrahman Wahid dengan Matori Abdul Jalil telah membuat Partai ini
kehilangan energi untuk melakukan konsolidasi Politik dan organisasi dalam
mengejar target Pemilihan Umum. Pada Tahun 2004 Partai Kebangkitan Bangsa
terhempat cukup keras bukan oleh kekuatan partai-partai lain yang semakin
dahsyat, melainkan oleh kegagalannya sendiri dalam mengelola konflik internal
yang berimplikasi pada perpecahan Politik.5
Pembentukan Dewan Pengurus Cabang Partai Kebangkitan Bangsa (DPC
PKB) Kabupaten Lumajang untuk yang pertama kalinya pada tahun 1998 dibentuk
oleh Pimpinana Cabang Nahdlatul Ulama (PC NU) Kabupaten Lumajang, yaitu
Ketua Dewan Syura dijabat oleh Almarhum bapak Achmad Basyuni dan Ketua
Dewan Tanfidnya dijabat oleh bapak. KH. Amak Fadholi Zain Tahun 1999
pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif, Pemilihan Umum legislative yang
pertama kalinya pasca Revormasi pada tahun 1999, Dewan Pengurus Cabang
Partai Kebangkitan Bangsa (DPC PKB) Kabupaten Lumajang di Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lumajang, memperoleh sejumlah
14 (empat belas) kursi.
Dalam Musyawarah Cabang Luar Biasa Dewan Pengurus Cabang
Partai Kebangkitan Kabupaten Lumajang, yang dilaksanakan pada tanggal 17-18
Nopember 2006, di Hotel Lumajang, memutuskan berbagai hal yang berkaitan
dengan Program Partai 5 (lima) Tahun kedepan, Musyawarah Cabang Luar Biasa
Dewan Pengurus Cabang Partai Kebangkitan Kabupaten Lumajang, terpilih Ketua
Dewan Syura KH. Moh. Adnan Syarif, Lc dan H. Rofik, SH. M.Hum sebagai
Ketua Dewan Tanfidz Periode Tahun 2006-2011, dan beberapa Formatur yang
5
4
bertugas untuk menyusun kepengurusan Dewan Pengurus Cabang Partai
Kebangkitan Bangsa Kabupaten Lumajang.
Tim Formatur hasil Musyawarah Cabang Luar Biasa Dewan Pengurus Cabang
Partai Kebangkitan Kabupaten Lumajang, telah menyusun kepengurusan Dewan
Pengurus Cabang Partai Kebangkitan Kabupaten Lumajang, yang selanjutnya
memintakan surat Rekomendasi ke Dewan Pengurus Wilayah Partai Kebangkitan
Bangsa Provinsi Jawa Timur untuk diterbitkan Surat Keputusan dari Dewan
Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa, tentang Susunan Dewan Pengurus
Cabang Partai Kebangkitan Bangsa Kabupaten Lumajang Periode Tahun
2006-2011.
Selanjutnya Dewan Pengurus Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa Provinsi
Jawa Timur melalui suratnya Nomor : 402/DPW-02/III/A.1/XII2006, perihal
permohonan Rekomendasi kepada DPP PKB tentang pengesahan Susunan Dewan
Pengurus Cabang Partai Kebangkitan Bangsa Kabupaten Lumajang Periode
Tahun 2006-2011, tertanggal 28 November 2006,
Ketetapan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Dewan Pengurus Pusat
Partai Kebangkitan Bangsa Nomor : 1635/DPP-02/IV/A/XII/2006. Tanggal 18
Desember 2006 tentang Susunan Dewan Pengurus Cabang Partai Kebangkitan
Bangsa Kabupaten Lumajang Periode tahun 2006-2011, dan ditanda tangani ketua
umum dan sekretaris jenderal.
Kepengurusan DPC PKB Kabupaten Lumajang yang didasarkan dengan Surat
Keputusan Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa nomor :
1635/DPP-02/IV/A/XII/2006. Tanggal 18 Desember 2006 tentang Susunan Dewan Pengurus
Cabang Partai Kebangkitan Bangsa Kabupaten Lumajang Periode tahun
5
Surat DPP PKB Nomor. 2627/DPP-03/V/B.1/VII/2011 tertanggal 07 Juli 2011,
Perihal Surat tugas yang diberikan kepada Dr. H. Ali Mudhori, S,Ag, M,Ag,
Koordinator Departemen Pendidikan Agama DPP PKB, isi pokok surat tugas
dimaksud, “untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka
memastikan pelaksanaan percepatan Muscab DPC PKB Kabupaten Lumajang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tugas tersebut harus sudah selesai
dilaporkan paling lambat 2 (dua) bulan sejak diterbitkan surat tugas ini dan
dilaporkan secara berkala tertulis kepada DPP PKB “ penerima surat tugas dalam
hal ini Dr. H. Ali Mudhori, S,Ag, M,Ag, dalam melaksanakan tugasnya melebihi
wewenang tupoksinya yaitu melaksanakan Muscab DPC PKB Kabupaten
Lumajang, tanggal 22 Juli 2011 di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Banyuputih
Kidul Kecamatan Jatiroto Kabupaten Lumajang.
Mengingat surat tersebut dan pelaksanaan Musyawarah Cabang DPC PKB
Kabupaten Lumajang yang dilaksanakan oleh Dr. H. Ali Mudhori, S,Ag, M,Ag,
adalah merupakan pelanggaran terhadap AD/ART PKB, maka DPC PKB
Kabupaten Lumajang Ketua Dewan Syura, KH. Moh. Adnan Syarif, Lc dan
ketua Dewan Tanfidz H. Rofik, SH, M.Hum, melayangkan gugatan kepada
Pengadilan Negeri Lumajang.
Setelah melalui proses sebagaimana ketentuan yang berlaku maka Pengadilan
Negeri Lumajang melalui keputusannya Nomor. 56/Pdt.G/2011/PN.Lmj, tanggal
21 Mei 2012 menyatakan mengabulkan para penggugat.
Tergugat Dr. H. Ali Mudhori, S,Ag, M,Ag, Dkk melakukan kasasi Kepada
Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Keputusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia No. Register 710/PDT.SUS/2013, tanggal 2 Pebruari 2013
6
Konflik kepengurusan DPC PKB Kabupaten Lumajang merupakan salah satu
contoh dari sekian perkara sengketa Perdata khusus di Tubuh Partai Politik
dampak dari Pemilihan Kepala Daerah, sengketa Perdata yang diajukan oleh
Partai Politik dan umumnya sengketa tersebut berkaitan dengan adannya dualisme
kepengurusan Partai Politik baik ditingkat Pusat maupun di Daerah. Di antara
sengketa Partai Politik tersebut sebagian ada yang diselesaikan secara
Musyawarah melalui mekanisme internal Partainya dengan berpedomanan
AD/ARTnya masing-masing bagi Partai yang bersangkutan, namun ada pula yang
diajukan ke Pengadilan. Beberapa sengketa Internal Partai Politik yang sempat
diberitakan oleh media massa cetak dan elektronik adalah Kasus yang melanda
Partai Politik Bulan Bintang, Partai Politik Reformasi, dan Partai Partai
Demoktrasi Perjuangan Indonesia.
Partai Kebangkitan Bangsa termasuk salah satu partai yang sering dilanda
konflik internal, konflik tersebut di mulai sejak di Pecatnya Al-Marhum Mathori
Abduk Jalil sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB oleh Ketua Umum
Dewan Syura DPP PKB Al-Marhum K.H Abdurrahman Wahid, akibat
menghadiri sidang Istimewa MPR yang berhasil menggulingkan Presiden
Al-Marhum Abdurrahman Wahid, dan mengangkat Alwi Shihab sebagai pejabat
Harian ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB.
Al-Marhum Mathori Abdul Jalil menganggap bahwa pemecatan terhadap
dirinya sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB tidak sesuai dengan
AD/ART PKB maka mengambil jalan tetap bertahan sebagai Ketua Umum
Dewan Tanfidz DPP PKB, sehingga dari sini muncul konflik dualisme
7
Dalam Politik Islam munculnya konflik kekuasaan pada periode Ali dan
Mu’awiyah, puncak perselisihan yang terjadi antara sahabat dan Tabi’in
merupakan perbedaan ijtihad dalam masalah agama dan dzanni, demikian pula
hukumnya. Sehingga pada situasi tersebut terbentuk dua kelompok yaitu
kelompok Muawiyah dan kelompok Ali. Adapun inti permaslahan tersebut ialah
pembai’atan Khalifah.6
Ikhtilaf dalam bahasa sering diartikan dengan “perbedaan pendapat,
pandangan atau sikap”. Masalah Ikhtilaf ialah masalah yang hukumnya tidak
disepakati oleh para ulama’. Masalah ikhtilaf umumnya meliputi masalah siyasah
(politik), dakwah dan lain sebagainya”.
Fiqh Ikhtilaf (perbedaan pendapat) yang sudah dikenali sejak abad terbaik
umat yakni masa para sahabat, tabi’in dan para Imam mazhab. Perbedaan ilmiah
yang terjadi di kalangan mereka tidak pernah menimbulkan dampak negatif sama
sekali.ketidakfahaman dalam menekuni Fiqh Ikhtilaf menyebabkan kita saling
bermusuhan karena masalah-masalah kecil atau tanpa sebab sama sekali.
Dalam suatu partai politik adanya perbedaan pendapat (ikhtilaf) adalah
merupakan hal yang biasa terjadi, tetapi karena adanya konflik dan perbedaan
pendapat ini menyebabkan perdebatan, perpecahan bahkan permusuhan. Oleh
karena itu sebaiknya didalam suatu organisasi partai politik ada baiknya bisa
menyatuka pendapat, baik masalah ushul, furu’ terutama siyasah guna untuk
menghindari segala macam perpecahan.
Dari uraian latar belakang masalah di atas penulis sangat tertarik untuk lebih
memahami dan mengkaji konflik dan penyelesaian sengketa partai politik, dengan
topik :
6
8
“Analisis Fiqh Ikhtilaf Terhadap konflik Dualisme Kepengurusan di Partai Kebangkitan Bangsa Kabupaten Lumajang”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan kemungkinan-kemungkinan
cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian dengan melakukan identifikasi
dan inventarisasi sebanyak-banyaknya yang kemudian dapat diduga sebagai masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka identifikasi masalah penelitian ini
adalah: 7
1. Maksud dari Konflik dalam Partai Politik,
2. Sejarah terjadinya konflik dualisme kepengurusan Partai kebangkitan
Bangsa Kabupaten Lumajang.
3. Tuntutan ke Pengadilan Tingkat 1 sampai ke Mahkamah Agung.
4. Bagaimana kronologi terjadi dualisme kepengurusan di DPC PKB
Kabupaten Lumajang?
5. Upaya apakah yang dilakukan oleh kedua belah pihak untuk
menyelesaikan konflik?
6. Bagaimana analisis Fiqh ikhtilaf terhadap konflik yang terjadi dalam Partai
Politik (dualisme kepengurusan )?
C. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan penelitian dan penulisan, maka diperlukan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana deskripsi dualisme kepengurusan di DPC PKB Kabupaten
Lumajang?
7
9
2. Bagaimana analisis Fiqh Ikhtilaf terhadap dualisme kepengurusan DPC PKB
Kabupaten Lumajang?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang sudah
pernah dilakukan dalam penelitian di seputar masalah yang diteliti sehingga tidak
terjadi pengulangan atau bahkan duplikasi kajian/penelitian yang sudah ada.8
Kemudian, dari hasil pengamatan peneliti tentang kajian-kajian sebelumnya,
peneliti temukan beberapa kajian di antaranya :
1. Skripsi yang ditulis oleh Nurul Radiatul Adawiyah yang berjudul “Konflik
Internal Partai Nasdem (Study Kasus tentang DPW Partai Nasdem
Sulawesi Selatan), skripsi ini membahas tentang konflik yang terjadi
dalam tubuh DPW Partai Nasional Demokrat ( Nasdem ) Sulawesi Selatan
dan hasil penelitiannya tejadinya perpecahan berawal dari konflik internal
antara Harry Tanoesoedibyo dengan Surya Paloh yang berefek pada satuan
Partai yang ada di Daerah (DPW).9
2. Skripsi yang ditulis oleh Bambang yang berjudul “ Konflik Internal Partai
Kebangkitan Bangsa di Kabupaten karawang, sumber dan dampak Pemilu
2009. Skripsi ini membahas konflik di pusat yang berefek di daerah
Karawang, berawal dari dualisme kepengurusan antara PKB kubu Gusdur
dengan PKB kubu Mathori abdul Jalil.10
3. Disertasi yang ditulis oleh Masrukhan yang berjudul “ Konflik Politik
KIAI NU dalam pemilihan Gubernur Jatim 2008 : Analisis Fiqh Ikhtilaf.
Disertasi ini menulis tentang perbedaan pendapat dan pilihan para KIAI
8
Ibid.
9
Nurul Radiatul Adawiyah, Konflik Internal Partai Nasdem (Study Kasus DPW Nasdem Sulawesi Selatan ), (Makassar : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin , 2013 )
10
10
pada pemilihan gubernur tahun 2008 yang lalu, dan juga dianalisis dengan
Fiqh Ikhtilaf.11
Skripsi-skripsi diatas lebih menekankan terhadap konflik internal
didalam tubuh sebuah Partai, dan analisis melalui Fiqh Ikhtilaf, penelitian
yang akan penulis lakukan ini adalah tentang konflik dualisme dalam
partai politik menurut Perspektif Fiqh ikhtilaf dan penyelesaian
konfliknya, sesuai dengan judul skripsi yaitu :
“Analisis Fiqh Ikhtilaf Terhadap Dualisme Kepengurusan di Partai Kebangkitan Bangsa Kabupaten Lumajang”.
E. Tujuan penelitian
Tujuan Penelitian adalah rumusan tentang tujuan yang ingin dicapai oleh
peneliti melalui penelitian yang dilakukannya.12 Sesuai dengan rumusan masalah
di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui deskripsi dualisme kepengurusan DPC PKB Kabupaten
Lumajang.
2. Untuk menganalisis Fiqh Ikhtilaf terhadap dualisme kepengurusan yang
terjadi di DPC PKB Kabupaten Lumajang.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
11
Masrukhan, konflik politik KIAI NU dalam pemilihan Gubernur Jawa Timur 2008: Analisis Fiqh Ikhtilaf (Surabaya : Program Study Ilmu Keislaman UIN Sunan Ampel, 2010 )
12
11
Dari permasalahan di atas, penelitian dan penulisan ini diharapkan mempunyai
nilai tambah dan manfaat baik untuk penulis maupun pembaca, yang berguna
dalam dua aspek yaitu:
1. secara akademis : sebagai sumbangsih terhadap ilmu hukum khususnya
hukum tata Negara, hukum dan politik untuk mengembangkan cakrawala
berfikir dan mengembangkan pengetahuan, khususnya dalam bidang hukum
politik dan politik di Indonesia.
2. Secara praktis : dapat dijadikan bahan informasi bagi para praktisi politik
yang terkait dengan sengketa politik, dan pelaksana hukum terutama hukum
politik atau konflik Partai politik yang sering terjadi pada partai politik.
G. Definisi Operasional
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan tidak terjadi kesalah pahaman
pembaca dalam memahami judul skripsi ini, maka penulis perlu menjelaskan
variabel-variabel dalam judul skripsi ini, yaitu :
a. Fiqh Ikhtilaf
Menurut bahasa Fiqh Ikhtilaf merupakan “perbedaan pendapat, pandangan
atau sikap”. Masalah ikhtilaf umumnya ialah masalah-masalah yang tidak
disepakati oleh para ulama’.13
b. Dualisme kepengurusan
Adanya dua substansi berbeda yang sama kuatnya dalam suatu organisasi,
dalam hal ini adanya dualisme kepengurusan dalam sebuah partai politik.
Jadi, penelitian yang akan penulis bahas yaitu tentang Analisis Fiqh
Ikhtilaf mengenai dualisme kepengurusan dalam Partai Politik di
Indonesia yang disini lebih menekankan kepada analisis konflik dualisme
13
12
kepengurusan DPC PKB Kabupaten Lumajang. Dimana konflik ini
berawal dari konflik yang terjadi dalam tubuh partai di pusat, adanya dua
kepengurusan antara kubu Gus Dur dengan Mathori Abdul Jalil.
H. Metode Penelitian
Metode Penelitian disini meliputi :
1. Data yang dikumpulkan
Agar dalam pembahasan skripsi ini nantinya bisa dipertanggungjawabkan
dan relevan dengan permasalahan yang diangkat, maka data yang peneliti
kumpulkan di antaranya, yaitu:
1) Data tentang putusan Pengadilan Negeri Lumajang Nomor
56/pdt.G/ 2011/PN. LMJ.
2) Data tentang putusan Mahkamah Agung Nomor 710
K/PDT.SUS/2012.
3) Konsep Tentang Fiqh Ikhtilaf (Fiqh Konflik).
4) Data tentang larangan berkonflik dan bercerai-berai.
2. Sumber Data
Sumber data yang akan dijadikan pegangan dalam penelitian ini
peneliti mendapatkan data yang konkrit serta ada kaitannya dengan
masalah sengketa partai politik yang meliputi data primer dan data
sekunder yaitu:
a. Sumber Data Primer
1) Putusan Pengadilan Negeri Lumajang Nomor Register
56/pdt.G/2011/PN.Lmj.
2) Putusan Mahkamah Agung Nomor Register
13
3) AD/ART Partai Kebangkitan Bangsa.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber pelengkap yang
diperoleh dari data kepustakaan yang ada hubungannya dengan
pembahasan dalam penelitian ini yaitu :
1) Yusuf Qordhowi Fiqh Perbedaan Pendapat (Fiqh Ikhtilaf)
2) T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu Kenegaraan dalam Fiqh Islam.
3) Tim Lembaga Pelatihan dan Pengembangan Pemuda Bangsa.
Bebal sejarah PKB dalam pusaran Konflik dan konflik.
4) Ramlan Surbakti. Memahami Ilmu Politik.
3. Teknik Pengelolahan Data.
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data. Adapun teknik pengumpulan data
sebagai berikut:
a. Dokumentasi
Dokumentasi adalah alat pengumpul data yang berupa
dokumen yang berupa dokumen putusan dari pengadilan
Negeri Lumajang Nomor 56/pdt.G/2011/PN.Lmj. Dokumentasi
ini merupakan dalil konkrit yang bisa penulis jadikan acuan
untuk mengetahui tentang Penyelesaian Sengketa Partai Politik
(Analisis dualisme kepengurusan DPC PKB Lumajang )
b. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan melalui
telaah atau studi pustaka yang berasal dari buku-buku tentang
14
c. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
4. Teknik Pengolahan Data
Penulis akan memaparkan dan mendeskripsikan semua data yang
penulis dapatkan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Organizing : suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan, pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan
penelitian.14
b. Editing : kegiatan memperbaiki kualitas data (mentah) serta
menghilangkan keraguan akan kebenaran/ketepatan data
tersebut.15
c. Coding : mengklasifikasi data. Maksudnya
data-data yang telah diedit tersebut diberi identitas sehingga
memiliki arti tertentu pada saat analisis.16
5. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari lapangan dianalisis dengan metode deskriptif
dan menganalisis perolehan data tersebut dengan pola pikir induktif ke
deduktif. Dengan menggunakan metode deskriptif analisis yaitu membuat
14
Sonny Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), 66.
15
Ibid., 97.
16
15
deskripsi, gambaran atau menjelaskan secara sistematis atas data yang
berhasil dihimpun terkait dengan pembahasan.
Selanjutnya penulis menganalisis perolehan data tersebut dengan pola
pikir deskriptif analisis, yaitu membuat deskripsi, gambaran atau
menjelaskan secara sistematis atas data yang berhasil dihimpun terkait
dengan dualisme kepengurusan dalam Partai Politik.
I. Sistematika Pembahasan
Secara keseluruhan skripsi tersusun dalam lima bab dan masing-masing bab
terdiri dari beberapa sub bab pembahasan, hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah dalam pemahaman serta penelaahan, adapun sistematikanya adalah
sebagai berikut: Secara keseluruhan skripsi tersusun dalam lima bab dan
masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab pembahasan, hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah dalam pemahaman serta penelaahan, adapun sistematikanya adalah
sebagai berikut:
Bab I sebagai pendahuluan berisi tentang uraian latar belakang masalah,
identifikasi masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian,
kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian serta
sistemmatika pembahasan.
Bab II merupakan landasan teori yang membahas tentang pengertian Fiqh
Ikhtilaf, sebab-sebab terjadinya ikhtilaf, pengertian partai politik serta teori
penyelesaian konflik dalam partai politik.
Bab III memuat tentang pengertian dualieme kepengurusan dan pengertian
Fiqh ikhtilaf serta hubungan sengketa dualisme kepengurusan dengan Fiqh
16
Bab IV merupakan analisis terhadap Fiqh Ikhtilaf terhadap penyelesaian
dualisme kepengurusan dalam sebuah partai politik serta bagaimana cara pihak
melakukan penyelesaian konflik dengan melakukan gugatan di pengadilan.
17
BAB II
KONSEP FIQH IKHTILAF DALAM PENYELESAIAN KONFLIK PARTAI POLITIK
A. Fiqh Ikhtilaf
1. Pengertian Fiqh Ikhtila@f
Ikhtila@f atau khila@fiyah dalam bahasa Indonesia sering diartikan dengan
“perbedaan pendapat, pandangan atau sikap”. Masalah khila@fiyah adalah masalah
yang hukumnya tidak disepakati para ulama’. Perbedaan pendapat dikalangan
umat islam terkadang hanya pada tatanan yang sempit, bahkan sering kali hanya
perbedaan penggunaan istilah. Tetapi tidak jarang pula tatanan perbedaannya
luas, yaitu antara halal dan haram.1
Khila@fiyah atau ikhtila@f (perbedaan pendapat) dalam perkara apa saja,
terutama konflik dalam politik merupakan hal sangat wajar. Sesuatu yang
mustahil dan sesuatu yang akan menjadi keajaiban apabila seluruh umat Islam di
dunia ini dapat dipersatukan dalam satu pendapat, pandangan madzhab dan sikap
dalam masalah ushul furu’ dan siyasah. 2
Disamping itu, penciptaan manusia yang berbeda-beda itu juga untuk ilmu
pengetahuan dan saling memahami, karena dengan perbedaan itu manusia
terdorong untuk bertanya, menganalisis dan mencoba untuk berfikir keras untuk
saling memahami. Dengan demikian, penciptaan manusia dalam aneka bentuk
perbedaan bukan sebagai sumber perpecahan atau polarisasi masyarakat,
melainkan fitrah alamiah dan sunnatullah agar terjadi keseimbangan hidup dan
kehidupan di dunia ini. Dengan kata lain perbedaan merupakan sebuah rahmat.
11
M. Yusuf Amin Nugroho, Fiqh Al Ikhtilaf NU Muhammadiyah (Wonosobo: Pdf, 2012 ),8.
2
18
Nabi Muhammad saw bersabda “ ikhtila@fu ummatiy rahmah”3 perbedaan
umatku adalah rahmah, Umar bin Khattab juga membenarkan sabda Nabi saw
itu. Perkataan “ umatku” dalam hadis ini maksudnya adalah para ulama’
mujtahid berijtihad dalam masalah furu@’iyah. Hal ini berarti bahwa para sahabat
telah membuka pintu ijtihad dan membolehkan perbedaan pendapat didalamnya.
Apabila hal ini tidak dilakukan, kesulitan akan ditemukan oleh mujtahidi@n karena
titik temu sering kali didapatkan dalam bidang ijtihad dan bidang-bidang
pemikiran lainnya.
Dalam sejarah,ketegangan dan konflik yang mengiringi perkembangan Fiqh
pada periode-periode awal, yaitu pada abad kedua hijriyah, ikhtila@f disamping
telah memperkaya khazanah hukum dalam Islam juga berhasil mengantarkan
Fiqh menuju periode kecemerlangan yang ditandai dengan kemunculan para
imam madzhab dengan warisan dalam hukum Islam yang mengagumkan.
Artinya, ikhtila@f telah memberikan kontribusi penting dalam pemikiran
keagamaan pada periode-periode . awal. Karenanya, dapat dikatakan bahwa
ikhtila@f tidak cenderung mengarah pada perpecahan.
Konflik merupakan suatu persoalan yang selaluk terjadi dalam sejarah
peradaban umat manusia, konflik itu muncul dari interaksi antar individu maupun
kelompok dalam berbagai bentuk aktivitas sosial, ekonomi politik dan budaya.
Karena itu, peristiwa konflik dapat dikatakan sebagai “ peristiwa sejarah umat
manusia”. Karena konflik mengandung pengetahuan tentang bagaimana
(asal-usul) dan mengapa (sebab-sebab) konflik itu terjadi.
3
19
Disamping itu, kemungkinan lain bagi terjadinya perbedaan pendapat
dikalangan umat islam juga terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Pertama,
adanya pertentangan (kontradiktif) antara sesama nash al-Qur’an dan upaya
mereka untuk mencegah pertentangan dengan berijtihad. Kedua, adanya
ayat-ayat mushtarak dalam al-Qur’an seperti surat Al-Baqarah ayat 228. Kata Quru’
dalam ayat ini mengandung arti ganda, yaitu makna haid dan masa suci. Ketiga,
adanya ayat-ayat al-Qur’an yang dapat dimaknai secara tekstual, misalnya, Surat
An-Nisa ayat 11. Keempat, adanya nash-nash al-Qur’an yang bersifat umum dan
khusus. Kelima adanya struktur kalimat dalam nash-nash hukum al-Qur’an yang
memiliki dua aspek pengertian. Dengan demikian jelaslah bahwa nash-nash
hukum dalam Al-qur’an sendiri memberikan ruang bagi munculnya ikhtila@f.4
Sumber-sumber potensial terjadinya perbedaan pemahaman para sahabat
teraktualisasi oleh adanya kondisi objektif yang dimiliki para sahabat. Ahmad
Amin meyebutkan empat sebab terjadinya perbedaan para sahabat dalam
memahami Al-Qur’an, yaitu :
1. Adanya kesenjangan kemampuan bahasa Arab satu sama lain, ada yang
memiliki penguasaan yang baik terhadap bahasa dan sastra Arab jahiliyah
sehingga terbantu dalam memahami kosa kata Al-Qur’an, dan ada yang
sebaliknya atau berada satu tingkat dibawahnya.
2. Sebagian sahabat selalu menyertai Nabi saw dalam segala situasi dan
kondisi sehingga mengetahui langsung sebab-sebab turunnya Al-Qur’an,
sementara yang lain sebaliknya atau jarang bersama dengan Nabi.
4
20
3. Para sahabat mempunyai perbedaan pengetahuan mengenai adat istiadat
Arab baik perkataan ataupun perbuatan, seperti pengetahuan tentang
praktek manasik haji pada zaman jahiliyah sehingga mempermudah
pemahaman akan ayat-ayat haji, sedangkan sahabat yang lain tidak
demikian.
4. Perbedaan informasi dan pengetahuan mereka akan perbuatan ibadah
orang-orang Yahudi dan Nasrani di jazirah Arab ketika Al-Qur’an yang
banyak dari nash-nash al-Qur’an menolak dan menentang amal perbuatan
Yahudi-Nasrani itu dengan tanpa rincian yang jelas apa saja perbuatan
mereka itu.5
Didalam Islam ada tiga sumber hukum yang pertama, Al-Qur’an dapat
ditegaskan didalam al-Qur’an terdapat ketentuan-ketentuan yang bersifat
kontradiktif, mushtarak, mujmal, am-khas dan tekstual. Setidaknya menurut
pemahaman umat Islam terdapat gradasi kemampuan dan penguasaan informasi
tentang adat istiadat, bahasa Arab, ketentuan hukum dan keterlibatan mereka
dalam kehidupan sehari-hari nabi.
Sumber hukum kedua, yakni as-Sunnah juga berpotensi menimbulkan konflik
(ikhtila@f) dikalangan para sahabat dikarenakan perbedaan pendapat pendapat para
sahabat menyikapi sunnah Rasul saw sebagai sumber hukum disimpulkan oleh
Abbas Arfan menjadi empat sebab. Keempat sebab itu adalah :
1. Perbedaan kuantitas hafalan sunnah-sunnah Nabi saw diantara sahabat.
2. Perbedaan kualitas hafalannya.
3. Perbedaan kemampuan intelektualitas dalam menalar dan memahaminya.
5
21
4. Perbedaan dan menerapkan dan menetapkan hukum-hukumnya, terlebih bila
terjadi kontradiksi atau perbedaan antara Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan
sunnah itu sendiri.
Sumber hukum ketiga yaitu “Ijtihad” juga terdapat potensi yang
memungkinkan terjadi ikhtila@f dikalangan para sahabat. Ijtihad dilakukan para
sahabat karena terbatasnya nash-nash yang ada, sementara peristiwa terus terjadi.
Acuan Ijtihad adalah Maqa@shid al-Shari’ah al-Ammah (tujuan universal) dan
prinsip-prinsip umum (Maba@di kulliyah).6 Faktor-faktor yang menyebabkan
perbedaan pendapat ialah ketidakpastian nash, intelektual yang dipengaruhi akal,
kepribadian,keluarga dan lingkungan. Perbedaan pendapat dikalangan sahabat
terutama dalam masalah hukum jumlahnya lebih sedikit daripada kesepakatan
dan kebersamaan diantara mereka. Alasannya karena ada musyawaroh. Mudahnya
bersepakat, sangat sedikitnya periwayatan/penyebaran hadits, sedikitnya kasus
yang terjadi, sangat hati-hati dan tawadhu’, serta takut salah sehingga fatwapun
terbatas pada masalah yang tengah terjadi saja.
Menurut Yusuf Qardhawi juga pernah terjadi dikalangan Nabi dan Malaikat.
Adalah Nabi Musa as berikhtila@f dengan Nabi Harun hingga nabi Musa menarik
jenggot nabi Harun ketika mendapati Bani Israil menyembah anak lembu buatan
Samiry.7
Ikhtila@f adalah “Kekayaan Syari’at Islam” . Banyak pendapat syari’at Islam
merupakan mutiara-mutiara yang tidak ternilai harganya. Karena ia akan
menjadikan ilmu Fiqh itu terus tumbuh dan berkembang, karena setiap pendapat
6
Syeikh Muhammad ‘Aly al-Saayis, Nash’at al-Fiqh al-Ijtihadi wa At-waruh, terjemahan M. Ali Hasan,
Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqh: Hasil Refleksi Ijtihad (Jakarta: Rajawali Press.1995), 64.
7
22
yang diputuskan berdasarkan dail-dalil dan qaidah-qaidah yang telah diambil
istinbathnya, lalu diijtihadkan, ditimbang-timbang kekuatan dalilnya, ditarjihkan
kemudian diterapkan pada masalah-masalah yang serupa dengannya (Qiyas).
Bagaimanapun perbedaan adalah suatu kepastian, sunnatullah yang manusia tidak mungkin untuk merubahnya. Allah SWT sendiri telah menerapkan adanya perbedaan itu dalam Firman-Nya :
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. (Q.S Ar-Rum 22)8
Ada banyak sekali Ikhtila@f dalam Islam namun macam-macam yang
secara umum bisa dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1. Ikhtila@f yang tidak dibenarkan.
2. Ikhtila@f yang bisa dibenarkan.
Ikhtila@f yang tidak bisa dibenarkan adalah ikhtila@f dalam masalah aqidah
yang prinsip. Masalah yang pokok dan prinsip itu adalah aqidah yang paling
dasar, tauhid yang esensial serta konsep ketuhanan yang fundamental, tidak
pernah terjadi perbedaan pendapat. Ikhtila@f sebenarnya sedikit menyentuh
masalah kerangka ibadah. Namun, ketika para Fuqaha mulai memasuki teknis
8
23
dan operasional yang tidak prinsipil ikhtila@f tidak bisa dibendung
kemunculannya.
Ikhtila@f yang bisa dibenarkan adalah ikhtila@f dalam masalh Furu’ dalam
masalah i’tiqod yang tidak prinsip, seperti masalah membaca Basmalah Fatihah
Shalat Jahar, masalah Qunut Shubuh, amaliyah kalangan tradisional seperti
Tahlil dan lain sebagainya.
Ikhtila@f dalam masalah Furu’ adalah boleh. Rosullullah SAW telah bersabda :
“ Sesungguhnya Allah SAW membuat ketentuan-ketentuan, maka janganlah
kamu melanggarnya, mewajibkan sebuah kewajiban, maka janganlah kamu
mengabaikan, telah mengharamkan banyak hal, maka janganlah kamu
melanggarnya, telah mendiamkan banyak masalah sebagai Rahmat bagi kamu
bukan karena lupa maka janganlah kamu mencari (kesulitan) didalamnya”. (H.R
Daruqutni).
Mari kita cermati baik-baik hadits diatas. Disana jelas sekali tersirat bahwa
Allah tidak lupa ketika membiarkan masalah-masalah yang muncul tanpa diiringi
oleh aturan atau ketetapan yang jelas. Allah mendiamkannya dan menetapkan
masalah yang didiamkannya itu ebagai rahmat bagi kita. Dan karenanya ketika
kita mencoba mencari jawaban atas apa yang tidak diterangkan secara rinci
dalam kitab suci maka tak boleh kita mencari kesulitan. Artinya, tidaklah kita
perlu memaksakan pernyataan pendapat atas masalah-masalah furu’ tersebut.9
9
24
2. Sebab-sebab Munculnya Ikhtilaf
Diantara sebab mengapa suatu perkara bisa menjadi masalah yang tidak
disepakati hukumnya antara lain :
1. Berbeda pengertian dalam mengartikan kata.
Adanya ayat yang berbeda satu dengan yang lainnya secara zhahirnya.
Sehingga membutuhkan jalan keluar yang bisa cocok untuk keduanya.
Dititik inilah para ulama’ kadang berbeda pendapat dalam mengambil
jalan keluar.
2. Riwayat Hadis.
Adanya perbedaan penilaian derajat suatu hadis dikalangan ahli hadis.
Dimana seorang ahli hadis menilai suatu hadis shahih, namun ahli hadis
lainnya menilainya tidak shahih. Sehingga ketika ditarik kesimpulan
hukumnya, sangat bergantung dari perbedaan ahli hadis dalam
menilainya.
3. Na@shih-Manshu@kh
Adanya ayat atau hadits yang menghapus berlakunya ayat atau hadis yang
pernah turun sebelumnya. Dalam hal ini sebagian ulama’ berbeda
pendapat untuk menentukan mana yang dihapus dan mana yang tidak
dihapus.
4. Saling berlawanan dalil dalam satu qaidah.
Sebagaimana ulama yang menerima dalil mengenai suatu qaidah.
Sebagian lain menolaknya. Maka kemudian timbul, perbedaan diantara
25
berlaku muqayyad. juga dalam menetapkan mana yang bersifat umum dan
mana yang bersifat khusus.
5. Metodologi Pengistinbathan hukum
Adanya perbedaan ulama’ dalam menggunakan metodologi atau teknik
pengambilan kesimpula hukum, setelah sumber yang disepakati.
Misalnya, ada yang menerima syar’u man Qobla@na dan ada yang tidak.
Ada yang menerima Istihsan ada yang tidak dan ada juga yang tidak mau
memakainya.
Dan masih banyak lagi metode lainnya, seperti saddan lidzdziri’ah,
qaulu shahabi, istishab, qiyas dan lainnya.10
B. Partai Politik
1. Pengertian Partai Politik
Yang dimaksud dengan partai politik adalah perkumpulan segolongan
orang-orang yang seasas, sehaluan, setujuan terutama di bidang politik. Baik
yang berdasarkan partai kader atau struktur kepartaian yang dimonopoli oleh
sekelompok anggota partai yang terkemuka, maupun yang berdasarkan partai
massa, yaitu partai politik yang mengutamakan kekuatan yang berdasarkan
keunggulan jumlah anggotanya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Partai
Politik juga berarti perkumpulan yang didirikan untuk mewujudkan ideologi
politik tertentu.
Partai Politik adalah sekelompok orang yang terorganisir serta berusaha
untuk mengendalikan perintah agar supaya dapat melaksanakan
program-programnya dan menempatkan atau mendudukkan anggota-anggotanya dalam
10
26
jabatan pemerintahan. Partai politik berusaha untuk memperoleh kekuasaan
dengan dua cara, dalam pemikiran Politik Islam.
Pertama ikut serta dalam pelaksanaan pemerintahan secara sah dengan
tujuan bahwa dalam pemilihan umum memperoleh suara
mayoritas dalam badan legislative.
Kedua mungkin bekerja secara tidak sah atau secara subversive untuk
memperoleh kekuasaan tertinggi dalam Negara, yaitu melalui
sebuah revolusi atau perebutan kekuasaan.
Pada dasarnya partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi, yaitu :11
a. Sosialisasi politik
Masyarakat memerlukan keberadaan Partai Politik, Sebab Partai Politik
adalah salah satu lembaga Demokratis yang berfungsi menyaring dan
menyalurkan aspirasi masyarakat, menjadi mediator antara masyarakat dan
Pemerintah, melakukan proses rekrutmen politik, mengupayakan sosialisasi dan
komunikasi politik di dalam kehidupan masyarakat, dan sebagai sarana pengatur
konflik agar tidak jatuh kejurang kekerasan. Itulah fungsi Partai Politik dalam
kehidupan masyarakat.
Kata kunci pemberdayaan masyarakat dalam konteks peran partai politik
seperti Partai Kebangkitan Bangsa menggunakan model ”Pelayanan Basis”
mengingat orientasi politik Partai Kebangkitan Bangsa adalah untuk
meningkatkan Kualitas kehidupan masyarakat Indonesia secara umum, terutama
konstituen partai. Secara praktis, politik ”pelayanan basis” berusaha memperluas
11Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Penerbit : PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta 1992),
27
tingkat keterlibatan masyarakat dalam berbagai bentuk perubahan di segala
bidang kehidupan.
Eksistensi Partai Kebangkitan Bangsa sendiri akan menjadi lebih bermakna
ketika Partai Kebangkitan Bangsa mampu memainkan secara optimal. Partai
Kebangkitan Bangsa akan berhasil memainkan perannya dihadapan masyarakat
jika merebut kekuasaan. Kekuasaan yang disampaikan di sini tidak semata-mata
bermakna negatif-prakmasi, melainkan positif mengingat kekuasaan yang direbut
pada dasarnya nantinya dipersembahkan untuk melayani kepentingan
masyarakat, bukan mengutamakan sedikit kepentingan elit partai. Untuk
mencapai idialitas, konsolidasi dan sosialisasi politik menjadi penting untuk
diupayakan.
Fungsi Partai Politik menurut Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 1999 tentang
Pemilihan Umum ada tiga hal yaitu ;
1. Melaksanakan pendidikan Politik dengan menumbuhkan dan
mengembangkan kesadaran atas hak dan kewajiban politik Rakyat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Menyerap, menyalurkan dan memperjuangkan kepentingan masyarakat
dalam pembuatan kebijakan Negara melalui mekanisme badan-badan
permusyawaratan/perwakilan Rakyat.
3. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mengisi jabatan-jabatan
Politik sesuai dengan mekanisme Demokrasi.
b. Pendidikan Politik
Partai Kebangkitan Bangsa sebagai aktor yang hendak menjalankan
28
strategis ke arah pelayanan basis. Pintu masuk ke sebuah medan pergulatan
politik yang disebut sebagai politik pelayanan basis maka fakta politik kepartaian
Indonesia menunjukan kecendrungan elitisme politik partai, dimana aktifitas
partai tidak banyak bersentuhan dengan realitas dan problem-problem riil yang
dihadapi konstituen politiknya. Akibatnya jarak politik antara Partai dengan
massanya kian lebar, dan pada gilirannya partai berjalan dengan agenda-agenda
sendiri yang dari kepentingan dan kebutuhan masyarakat basis. Posisi massa
dalam konteks politik kepartaian tidak lebih dari sekedar alat tawar menawar
dalam pertarungan kepentingan dan dijadikan sarana meraih kekuasaan. Jika
mobilisasi menjadi pilihan metode pelibatan massa dalam politik, dan sama
sekali bukan partisipasi dan emansipasi.12
c. Rekrutmen politik
Partai Politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak kepada para warga
negara untuk turut aktif dalam kegiatan-kegiatan politik sebagai anggota aktivis
partai politik. Dalam rangka menjalankan fungsi rekrutmen partai politik
biasanya berusaha untuk menarik minat para warga bersedia menjadi anggota
ataupun aktivis partai, dengan jalan demikian, maka partai politik sebenarnya
turut serta pula dalam meluaskan partisipasinya warga Negara dibidang politik,
caranya dengan melalui kontak-kontak secara pribadi, persesuaian, dan
sebagainya. Dengan rekrutmen politik itu, partai dapat menyeleksi
anggota-anggota ataupun aktivis-aktivisnya yang berbakat untuk dipersiapkan sebagai
kader pemimpin dimasa depan yang akan menggantikan pimpinan yang lama.
12
29
d. Artikulasi dan Kepentingan
Dalam suatu masyarakat modern, sudah barang tentu banyak ditemukan
persoalan-persoalan politik yang perlu dipikirkan untuk mendapatkan jalan
pemecahannya. Agar pemikiran-pemikiran politik yang muncul tidak
menimbulkan perselisihan dan kesalahpahaman/kesalahpengertian, karena
berlatar belakang kepentingan yang berbeda, maka semua itu perlu digabungkan.
Proses inilah yang dinamakan dengan penggabungan kepentingan akan berarti
lebih mudah untuk mencapai tujuan-tujuan bersama yang diinginkan oleh
masyarakat yang bersangkutan.
e. Pengatur Konflik
Konflik merupakan suatu situasi dimana dua pihak atau lebih (orang atau
kelompok) berlawanan kepentingan (the clash of interest). Dengan kata lain
dapat dikatakan bahwah konflik akan terjadi jika ada pihak yang merasa
diperlukan tidak adil atau manakala satu pihak bersikap atau berprilaku yang
menyentuh ”titik kemarahan” pihak lain. Dengan demikian, kepentingan yang
berlawanan merupakan kondisi utama dari suatu konflik, dan karenanya
perbedaan kepentingan bukanlah kondisi yang memadai (necessary condition)
untuk menimbulkan konflik.
Kepentingan-kepentingan yang menyertai konflik biasanya berkisar pada
masalah perebutan sumber-sumber, baik itu sumber-sumber politik (kekuasaan),
ekonomi, sosial maupun kebudayaan (baik dalam konteks satu pihak
mempertahankan dan di pihak lain ada yang berusaha merebut, maupun kedua
belah pihak sama-sama sedang memperebutkan. Turunan dari masalah-masalah
30
memiliki spektrum masalah yang beragam, dari yang bersifat taktis hingga
strategis, dari yang bersifat lokal hingga internasional, dari yang bersifat pribadi
hingga kelompok yang besar, dari sederhana hingga yang rumit dan lain
sebagainya.
2. Model Partai Politik
Partai Politik adalah salah atu lembga yang memiliki kekuatan politik
dalam menyalurkan dan mengakomodir aspirasi rakyat baik ketika diadakan
pemilu maupun kegiatan diluar pemilu, dan partai politik yang bisa
menentukan seorang menjadi pemimpin atau penguasa dalam suatu
pemerintahan, selain mempunyai tujuan, visi dan misi yang sesuai dengan
ideologi dari masing-masing partai, partai politik juga terdapat beberapa
model atau tipe partai politik yang tertera dalam teori politiknya,
diantaranya:13
a. Partai masa dan kader partai, partai masa yang menitik beratkan kepada
individu, setiap individu dalam suatu partai mempunyai jiwa perjuangan yang
kuat mengorbankan seluruh kemampuan yang dimilikinya, kemudian
melakukan pengkaderan serta pendidikan politik tertentu. Sedangkan partai
kader lebih mengfokuskan kualitas individu atau anggota partai, karena
dalam model ini setiap individu berlomba dan bersaing dalam mendapatkan
kebanggaan dan kepuasan tersendiri. Karena, dengan anggota yang
berkualitas partai kan semakin berkembang dengan baik.
b. Partai perwakilan dan partai gabungan, partai perwakilan yaitu partai yang
memiliki aspirasi masyarakat dan tampil karena adanya dukungan dari
13
31
masyrakat karena dianggap mampu. Sedangkan partai gabungan yaitu
partai-partai yang sudah tidak mampu atau menjadi oposisi untuk ikut dalam tujuan
tertentu, sehingga partai-partai tersebut berkoalisi dari partai yang dilihat
bagus dan mampu menarik simpati masyarakat.
c. Partai lembaga hukum dan partai pembaharuan, partai yang didasari atas
lembaga hukum, segala bentuk kegiatannya sesuai dengan lembaga hukum
yang berlaku. Sedangkan partai pembaharuan partai yang terbentuk karena
adanya kejenuhan atau kekecewaan kelompok, sehingga kelompok tersebut
menganggap adanya perubahan.
d. Partai sayap kanan dan partai sayap kiri, partai ini ialah partai yang
tergantung kepada keadaan, bisa dikatakan jika partai sayap kanan partai
yang mendukung partai yang sedang memimpin, sedangkan partai sayap kiri
ialah partai yang melawan partai yang sedang memimpin.
3.Tujuan Partai Politik
Tujuan partai politik dibagi atas dua bagian, yaitu, secara umum dan
secara khusus, sebagaimana yang tertera dalam buku Undang-undang Partai
Politik yang terdapat dalam bab IV pasal 6
1. Secara Umum
Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan mengembangkan kehidupan
demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi
32
Indonesia(NKRI), dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
Indonesia.
2. Secara Khusus
Memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta mewujudkan
secara konstitusional, dan mencapai kekuasaan secara yang sah
secara mutlak.14
Tujuan Partai Politik merebut kekuasaan dengan melalui pemilu yang sah dan
benar, mempermudah serta menentukan seorang pemimpin. Karena partai politik
sejatinya cara atau alat yang digunakan dalam pemilu baik secara teoritis maupun
realistis. Dalam negara demokratis partai politik sangat penting dalam menentukan
penguasa yang memimpin negara.15 Dan bisa diartikan juga bahwa tujuan utama
dalam partai adalah memperoleh kekuasaan atau mengambil bagian dari kekuasaan,
mereka berusaha memperoleh kursi dalam pemilihan umum, mengangkat wakil dan
menteri, dan mengontrol pemerintah.16
C. Teori Penyelesaian Konflik dalam Partai Politik
1. Pengertian Konflik
Konflik dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah pertentangan,
perselisihan antara dua angggota. Istilah “konflik” secara etimologis berasal dari
bahasa Latin “con” yang berarti bersama dan “fligere” yang berarti benturan atau
tabrakan. Dengan demikian “konflik” dalam kehidupan sosial berarti benturan
14
Partai Politik, (UU RI No 31 Tahun 2002, ) Pemilihan Umum, (Jakarta,2003), 7.
15
Dikuti dari majalah GATRA 21 Mei 2005, 30 edisi 27.
16
33
kepentingan, keinginan,pendapat, dan lain-lain yang melibatkan dua orang atau
lebih.17
Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik meliputu banyak macam bentuk dan
ukurannya. Selain itu dapat dipahami bahwa pengertian konflik secara
Antropologis tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan secara bersama-sama
dengan pengertian konflik menurut aspek-aspek lain yang semuanya itu turut
ambil bagian dalam memunculkan konflik sosial dalam kehidupan manusia.
Konflik sosial antar anggota masyarakat, artinya konflik politik itu, konflik
yang terjadi antara politikus atau penguasa. Menurut George Simmel dan Lewis
Coser konflik adalah unsur terpenting dalam keidupan manusia, karena konflik
memiliki fungsi politik. Menurut Carl Marx dan Ibnu Khaldun konflik menjadi
dinamika sejarah manusia, dan menurut Maslow, Max Neef dan John Burton
konflik adalah bagian dari proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia.18
Bartos dan Paul Wehr mendefinisikan konflik adalah situasi saat para pelaku
menggunakan perilaku konflik melawan satu sama lain dengan tujuan yang
berlawanan atau mengekspresikan naluri permusuhan.19 Mas’udi Rauf ,
mengatakan konflik adalah pertentangan atau perbedaan pendapat antara dua
orang atau kelompok. Konflik ini disebut konflik non fisik atau lisan.
Pada umumnya, konsep konflik didefinisikan sebagai sebuah bentuk
perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, paham, dan kepentingan diantara dua
pihak atau lebih sehingga semuanya sama-sama saling memperjuangkan
argumennya sampai meyakini bahwa dia atau kelompok tersebut adalah yang
17
Purwadiminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Media Centre,2002), 323.
18
Susan Novri, Sosiologi Konflik dan Isu-isu konflik Kontemporer, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group,2009 ), 4. Cet 1.
19
34
benar. Dan bahkan pertentangan yang tadinya non fisik bisa menjadi bentuk fisik
sehingga timbul yang dinamakan kekerasan.20
Dari semua devinisi diatas pada umumnya konflik terjadi akibat adanya
perbedaan diantara kelompok atau perorangan, dan konflik juga mengakibatkan
dampak yang merugikan keduanya. Akan tetapi, konflik bisa juga dianggap positif
bila bisa mengatasinya dengan baik, karena konflik bisa dijadikan sebuah
pengalaman dan pelajaran bagi masyarakat pada umumnya.
2. Tinjauan Bentuk Konflik DPC PKB Kabupaten Lumajang
Konflik yang menyebabkan perpecahan tubuh Dewan Pengurus Cabang Partai
Kebangkitan Bangsa Kabupaten Lumajang adalah karena perbedaan persepsi
tentang pemberangkatan Calon kepala Daerah dalam Pilkada Tahun 2013 di
Kabupaten Lumajang. Dalam kepengurusan Dewan Pengurus Cabang Partai
Kebangkitan Bangsa Kabupaten Lumajang sendiri terdiri dari individu-individu
dengan kepentingan masing-masing, sehingga menimbulkan ketidak sepahaman
yang memang sudah sewajarnya terjadi dalam berpendapat apalagi dalam dunia
politik.
Hal tersebut diperkuat dengan saling mengklaim dari masing-masing pihak,
bahwa merekalah yang sah diakui oleh Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan
Bangsa yang merupakan konstitusi tertinggi di Partai Kebangkitan Bangsa.
Dengan diperkuat oleh Surat Keputusan Dewan Pengurus Pusat Partai
Kebangkitan Bangsa yang sah, para pihak merasa kelompok merekalah yang
berhak dan pantas melanjutkan roda organisasi.
20
35
”Bibit konflik dimulai dengan pengabaian Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga Partai Kebangkita Bangsa dan aspirasi para Kyai”. Hal ini bisa
dimungkinkan mengingat sebagian konstituen dari Partai Kebangkitan Bangsa
adalah terdiri warga Nahdliyin yang dimotori oleh para kyai dari masing-masing
daerah.
Pangkal konflik itu berada pada tingkat elite dan hukum. Elite Partai
Kebangkitan Bangsa tidak mampu menyelesaikan konflik dan aparat pemerintah
ikut melakukan intervensi. Memang tidak bisa dipungkiri dewasa ini aparat
pemerintahan sudah cukup terlibat dalam dunia politik meskipun tidak praktis,
karena bagaimanapun mereka juga memilki kepentingan-kepentingan khususnya
untuk masa depan dalam artian jabatan.
3.Penyelesaian Perselisihan dalam Fiqh Siyasah (Lembaga Tahkim)
Penyelesaian sengketa Dalam Fiqh Siyasah (Fiqh Politik) ada sebuah lembaga
yang dinamakan lembaga tahkim, lembaga tahkim dalam bahasa Arab ialah
menyerah putusan pada seseorang dan menerima putusan itu. Sedangkan menurut
istilah berarti dua orang atau lebih mentahkimkan kepada seseorang diantara
mereka untuk diselesaikan sengketa dan dan ditetapkan hukum syara’ atas
sengketa mereka itu.21
Tahkim berarti perlindungan dua pihak yang bersengketa kepada orang yang
mereka sepakati dan setujui serta rela menerima keputusannya untuk
menyelesaikan persengketaan mereka, berlindungnya dua pihak yang bersengketa
kepada orang yang mereka tunjuk (sebagai penengah) untuk mrmutuskan dan
menyelesaikan perselisihan yang terjadi diantara mereka. Dari devinisi tersebut
21
36
dapat disimpulkan bahwa pemilihan dan pengangkatan seorang juru damai
(hakam) dilakukan secara sukarela oleh kedua belah pihak yang terlibat
persengketaan.22
Tahkim merupakan suatu lembaga (badan) yang terdiri dari beberapa orang
anggota untuk merundingkan dan memutuskan suatu perkara baik itu perkata
keperdataan ataupun tentang kursi kekhalifahan dengan jalan musyawarah dan
meletakkan suatu hukum yang sesuai dengan syariat Islam.23
Lembaga Tahkim juga dilakukan pada zaman Arab sebelum datangnya Islam.
Pertikaian diantara mereka bisanya diselesaikan dengan menggunakan lembaga
Tahkim. Apabila terjadi perselisihan antar anggota suku maka kepala suku yang
mereka pilih untuk menjadi Hakamnya. Namun jika perselisihan terjadi antar
suku maka kepala suku lain yang tidak terlibat dalam perselisihan mereka minta
untuk menjadi Hakamnya.
Dalam Al-Qur’an Surat AL- Hujurat ayat 9 menegaskan bahwa :
Artinya : dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.
22
Dahlan, Ensikopledi Hukum Islam Jilid V,1750.
23
37
Ayat ini menjelaskan tentang suatu kaidah umum yang ditetapkan untuk
memelihara kelompok Islam dari perpecahan dan perceraiberaian yang bertujuan
meneguhkan kebenaran, keadilan, dan perdamaian dalam hal ini menjadi pilar
menegakkan keadilan dan perdamaian.24
Ayat ini menjadi dasar bagi penyelesaian sengketa politik secara damai.
Keberadaan pihak ketiga yang berupaya untuk menjadi pihak yang bertikai dalam
urusan politik secara eksplisit disebutkan Al-Qur’an dengan kata “jika dua
golongan mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya”. Kata berperang
cenderung menggambarkan gerakan bersenjata yang lahir karena krisis politik.
Oleh karena itu penggunaan mediasi dalam penyelesaian sengketa politik menjadi
landasan dalam Al-Qur’an. Allah SWT menegaskan bahwa jika salah satu
golongan yang diajak damai untuk kembali kepada perintah Allah, lantas
golongan itu membangkang dan menolaknya maka ia dapat diperangi dengan
menggunakan senjata.25
Kedudukan hukum putusan lembaga Tahkim mempunyai beberapa persepsi
yang berbeda dikalangan para ulama. Ulama madzhab Hanafi berpendapat ketika
seorang Hakam memutuskan perkara dan para pihak yang bertahkim
menyetujuinya maka putusan tersebut mengikat, apabila jika salah satu pihak
yang bertahkim mengajukan keberatannya lagi ke Pengadilan (banding) dan hakim
di Pengadilan setuju dan sependapat dengan putusan Hakam maka putusan Hakam
mempunyai kekuatan Hukum, akan tetapi jika Hakim Pengadilan tidak
24
Sayyid Qutub, Tafsir Fi Zhilail Qur’an Dibawah Naungan Al-Qur’an Jilid 4 (Surat Ash-Shaffat 102-
Al-Hujurat),(Jakarta: Gema Insani,2004).
25
38
sependapat dengan putusan Hakam maka putusan Hakim dari pengadilanlah yang
mempunyai kekuatan hukum tetap.26
Menurut Imam Syafi’i juga mengatakan putusan Lembaga Tahkim tidak
mengikat dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap kecuali, apabila
mendapatkan persetujuan dahulu dari para pihak. Dengan demikian apat
disimpulkan tidak semua putusan lembaga Tahkim bersifat final dan mengikat.
Putusan lembaga Tahkim bisa diajukan ke pengadilan ketika pihak yang
bersengketa masih merasa belum puas atas putusan lembaga tahkim.
Kedudukan putusan Lembaga Tahkim juga mempunyai ketetapan hukum
akan tetapi jika Hakim dalam Pengadilan tidak membenarkan putusan lembaga
Tahkim dan Hakim pada pengadil