1.1 Pengertian Paham Radikalisme
1.1 Pengertian Paham Radikalisme
Radikalisme dalam artian bahasa berarti paham atau aliran yang mengingikan
Radikalisme dalam artian bahasa berarti paham atau aliran yang mengingikan
perubahan
perubahan atau atau pembaharuan pembaharuan social social dan dan politik politik dengan cdengan cara ara kekerasan kekerasan atau atau drastis. drastis. Namun,Namun,
dalam artian lain, esensi radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam mengusung perubahan.
dalam artian lain, esensi radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam mengusung perubahan.
Sementara itu Radikalisme Menurut Wikipedia adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh
Sementara itu Radikalisme Menurut Wikipedia adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh
sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara
sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara
drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.
drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.
Namun
Namun bila bila dilihat dilihat dari dari sudut sudut pandang pandang keagamaan keagamaan dapat dapat diartikan diartikan sebagai sebagai pahampaham
keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme
keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme
keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari paham / aliran tersebut
keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari paham / aliran tersebut
menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda paham / aliran untuk
menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda paham / aliran untuk
mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayainya untuk diterima secara
mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayainya untuk diterima secara
paksa
paksa
Yang dimaksud dengan radikalisme adalah gerakan yang berpandangan kolot dan
Yang dimaksud dengan radikalisme adalah gerakan yang berpandangan kolot dan
sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka. Sementara Islam
sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka. Sementara Islam
merupakan agama kedamaian. Islam tidak pernah membenarkan praktek penggunaan
merupakan agama kedamaian. Islam tidak pernah membenarkan praktek penggunaan
kekerasan dalam menyebarkan agama, paham keagamaan serta paham politik.
kekerasan dalam menyebarkan agama, paham keagamaan serta paham politik.
Dawinsha mengemukakan defenisi radikalisme menyamakannya dengan teroris.Tapi ia
Dawinsha mengemukakan defenisi radikalisme menyamakannya dengan teroris.Tapi ia
sendiri memakai radikalisme dengan membedakan antara keduanya. Radikalisme adalah
kebijakan dan terorisme bagian dari kebijakan radikal tersebut. defenisi Dawinsha lebih nyata bahwa radiklisme itu mengandung sikap jiwa yang membawa kepada tindakan yang bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan kemapanan dan menggantinya dengan gagasan baru.Makna yang terakhir ini, radikalisme adalah sebagai pemahaman negatif dan bahkan bisa menjadi berbahaya sebagai ekstrim kiri atau kanan.
Ciri Ciri Paham Radikalisme
Syaikh Yusuf Qordawi mengungkapkan bahwa kelompok fundamentalis radikal yang fanatik dapat dicirikan oleh beberapa karakter, sebagai berikut:
1. Acapkali mengklaim kebenaran tunggal. Sehingga mereka dengan mudahnya menyesatkan kelompok lain yang tak sependapat dengannya. Mereka memposisikan diri seola h-olah "nabi" yang diutus oleh Tuhan untuk meluruskan kembali manusia yang tak sepaham dengannya. 2. Cenderung mempersulit agama dengan menganggap ibadah mubah atau sunnah seakan-akan
wajib dan hal yang makruh seakan-akan haram. Sebagai contoh ialah fenomena memanjangkan jenggot dan meninggikan celana di atas mata kaki. Bagi mereka ini adalah hal yang wajib.. Jadi mereka lebih cenderung fokus terhadap kulit daripada isi.
3. Mereka kebanyakkan mengalami overdosis agama yang tidak pada tempatnya. Misalnya, dalam berdakwah mereka mengesampingkan metode gradual, "step by step", yang digunakan oleh Nabi dan Walisanga. Sehingga bagi orang awam, mereka cenderung kasar dalam berinteraksi, keras dalam berbicara dan emosional dalam menyampaikan. Tetapi bagi mereka
sikap itu adalah sebagi wujud ketegasan, ke-konsistenan dalam berdakwah, dan menjunjung misi "amar ma'aruf nahi munkar". Sungguh suatu sikap yang kontra produktif bagi perkembangan dakwah Islam ke depannya.
4. Mudah mengkafirkan orang lain yang berbeda pendapat. Mereka mudah berburuk sangka kepada orang lain yang tak sepaham dengan pemikiran serta tindakkannya. Mereka cenderung memandang dunia ini hanya dengan dua warna saja, yaitu hitam dan putih.
5. Menggunakan cara-cara antara lain seperti : pengeboman, penculikan, penyanderaan, pembajakan dan sebagainya yang dapat menarik perhatian massa/publik.
Tujuan Paham Radikalisme
Tujuan radikal adalah mengadakan perubahan sampai keakarnya dan untuk ini selalu menggunakan metode kekerasan serta menentang struktur masyarakat yang ada. Mempunyai program yang cermat dan memiliki landasan filsafat unutk membenarkan adanya rasa ketidakpuasan dan mengintrodusir inovasi-inovasi. Radikalisme erat sekali hubungannya dengan revolusi.
Latar Belakang Paham Radikalisme
Sepuluh tahun terkhir dunia (Islam), termasuk Indonesia, terus diguncang berbagai tindakan terorisme, anarkisme, dan radikalisme beragama. Realitas ini jelas bukan sesuatu yang lumrah dan tidak menyenangkan bahkan justru dapatmenghancurkan citra Islam. Hal itu secara otomatis telah menjadi tugas bagi paraulama dan pemimpin Islam dunia dengan
bersama-sama merapatkan barisan, berpegangan tangan untuk maju bersama dalam membangun dan mengembalikan peran dan posisi Islam sebagai agama yang ´rahmatan Lil alamin.
Sehingga kita mulai bertanya mengapa radikalisme agama itu bisa terjadi? Mengapa agama dijadikan kendaraan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai hakiki dari agama itu sendiri? Menurut Horace M.Kallen (1972), radikalisme ditandai tiga kecenderungan umum. Pertama, radi- kalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung. Respons ini muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, bahkan perlawanan. Masalah yang ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai yangdapat bertanggung jawab terhadap kelangsungan keadaan yang ditolak. Kedua,radikalisme tak berhenti berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya mengganti tatanan lain. Ciri ini menunjukkan dalam radikalisme terkandung pandangan tersendiri. Kaum radikalis berupaya kuat menjadikan tatanan tersebutganti dari tatanan yang sudah ada.
Prof. Dr. H. Afif Muhammad, MA(2004:25) menyatakan bahwa munculnya kelompok-kelompok radikal (dalamIslam) akibat perkembangan sosio-politik yang membuat termarginalisasi, danselanjutnya mengalami kekecewaan, tetapi perkembangan sosial-politik tersebut bukan satu-satunya faktor. Di samping faktor tersebut, masih terdapat faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan kelompok-kelompok radikal, misalnya kesenjangan ekonomi
dan ketidak-mampuan sebagian anggota masyarakat untuk memahami perubahan yang demikian cepat terjadi.Selain karena faktor tersebut, radikalisme terjadi karena beberapa faktor lain,yaitu:
a) Faktor Pemikiran:
Merebaknya dua trend paham yang ada dalam masyarakat Islam, yang pertamamenganggap bahwa agama merupakan penyebab kemunduran ummat Islam.Sehingga jika umat ingin unggul dalam mengejar ketertinggalannya maka ia harusmelepaskan baju agama yang ia miliki saat ini. Pemikiran ini merupakan produk sekularisme yang secara pilosofi anti terhadap agama.Sedang pemikiran yangkedua adalah mereflesikan penentangannya terhadap alam relaitas yangdianggapnya sudah tidak dapat ditolerir lagi, dunia saat ini dipandanganya tidak lagi akan mendatangkan keberkahan dari Allah Swt, penuh dengan kenistaan,sehingga satu-satunya jalan selamat hanyalah kembali kepada agama. Namun jalan menuju kepada agama itu dilakukan dengan cara-cara yang sempit, keras,kaku dan memusuhi segala hal yang berbau modernitas.Pemikiran ini merupakananak kandung dari pada paham fundamentalisme. b) Faktor Ekonomi :
Stabilitas politik yang diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan bagi rakyat adalah cita-cita semua Negara. Kehadiran para pemimpin yang adil, berpihak pada rakyat, tidak semata hobi bertengkar dan menjamin kebebasan danhak-hak rakyat, tentu akan melahirkan kebanggaan dari ada anak negeri untuk selalu membela dan memperjuangkan
negaranya. Mereka akan sayang dan menjaga kehormatan negaranya baik dari dalam maupun dar luar. Namunsebaliknya jika politik yang dijalankan adalah politik kotor, politik yang hanya berpihak pada pemilik modal, kekuatan-kekuatan asing, bahkan politik pembodohan rakyat, maka kondisi ini lambat laun akan melahirkan tindakanskeptis masyarakat. Akan mudah muncul kelompok-kelompok atas nama yang berbeda baik politik, agama ataupun sosial yang mudah saling menghancur- kan satu sama lainnya.
c) Faktor Sosial:
Diantara faktor munculnya pemahaman yang menyimpang adalah adanya kondisikonflik yang sering terjadi di dalam masyarakat. Banyaknya perkara-perkara yangmenyedot perhatian massa yang berhujung pada tindakan-tindakan anarkis, padaakhirnya melahirkan antipati sekelompok orang untuk bersikap bercerai denganmasyarakat. Pada awalnya sikap berpisah dengan masyarakat ini diniatkan untuk menghindari kekacauan yang terjai.Namun lama kelamaan sikap ini berubahmenjadi sikap antipati dan memusuhi masyarakat itu sendiri.
Terdapat kesalahpahaman di tengah sebagian masyarakat dalam menyikapi tindakan radikalisme, dimana mereka berasumsi bahwa tindakan radikal hanya dilakukan oleh orang yang fanatik dalam beragama.
Terdapat sebagian pihak yang memanfaat isu radikalisme untuk menghambat laju perjalanan dakwah sunnah di bumi nusantra ini. Dan menyebarkan informasi yang
menyesatkan di media masa bahwa radikalisme disebabkan oleh kepanatikan terhadap ajaran Islam.
contoh paham radikalisme
Internasional
ISIS disebut sebagai gerakan atau kelompok ekstremis radikal karena tindakan yang dilakukannya sangat sadis, salah satunya dengan memenggal kepala korbannya. ISIS mengikuti ekstrem anti-Barat, mempromosikan kekerasan agama dan menganggap mereka yang tidak setuju dengan tafsirannya sebagai kafir dan murtad Oleh karena cara yang dilakukannya radikal dan biadab, ISIS menjadi perhatian khusus masyarakat internasional. Bukan hanya karena jumlah korbannya telah mencapai ribuan, namun juga karena kelompok tersebut terus melakukan ekspansi dan menduduki wilayah-wilayah di Irak dan Suriah. Serta, menimbulkan teror bagi masyarakat internasional karena korban yang dipenggal acap kali ditampilkan lewat media sosial. Mereka tidak peduli siapa pun korbannya, baik warga sipil, anak-anak dan perempuan, militer serta jurnalis.
September 2014 sekitar 9.347 warga sipil tewas di tangan ISIS. Berdasarkan data PBB, pada Juni 2014 ISIS juga membantai sekitar 1.500 tentara Irak dan petugas keamanan dari bekas markas militer AS (Reuters.com 2014). ISIS juga menjadikan ratusan gadis sebagai budak seks, merekrut anak-anak sebagai pasukan, melakukan penculikan dan pemerkosaan,
penjarahan, perusakan fasilitas publik, serta berbagai bentuk kekerasan dan tindakan radikal. Beberapa negara, termasuk PBB, kemudian menyebutnya sebagai organisasi teroris yang mengancam keamanan dunia.
Atas dasar itu, pada 15 September 2014, sebanyak 40 negara, termasuk sepuluh negara-negara Arab, bertemu di Paris untuk membahas strategi melumpuhkan ISIS yang dipandang telah melakukan kejahatan kemanusiaan dan mengancam dunia internasional. Hasilnya, pasukan koalisi internasional yang dipimpin AS bersama beberapa negara kemudian melancarkan serangan militer terhadap ISIS. Begitu juga PBB, menjadikan ISIS sebagai pembahasan di Sidang Umum maupun Sidang Dewan Keamanan PBB, yang melahirkan
misalnya resolusi terkait ISIS sebagai organisasi teroris dan resolusi pejuang asing.
Domestic
a. Jamaah Salafi (Bandung)
Di Bandung, Abu Haedar adalah tokoh utama salafi, Gerakan salafi dipengaruhi oleh gerakan Wahabi di Saudi Arabia. Muhammad Bin Abdul Wahab adalah pendiri Wahabi yang berusaha mengubah wajah Islam sebelumnya agar sesuai dengan yang dipraktekkan oleh Nabi. salafi berusaha melakukan purifikasi, karena Islam yang ada dianggap terkotori oleh pengaruh atau praktek dan pemikiran yang tidak berasal dari sahabat Nabi. Karena itulah, mereka dalam hal ini selalu menolak pemikiran-pemikiran baru yang datang dari ulama atau intelektual Islam lain selain kelompok mereka.misalnya, berbeda pendapat dengan apa yang
dilakukan oleh kelompok Islam lain yang menghancurkan beberapa tempat yang dianggap maksiat.
b.Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS)
Di Surakarta, gerakan radikal Islam pernah muncul di zaman Orde Baru. tokoh utama gerakan tersebut adalah Abu Bakar Basyir yang harus menyingkir ke negara tetangga. Konflik Ambon tahun 1999 merupakan faktor pendorong munculnya gerakan ini karena terjadinya pembantaian umat Islam oleh kalangan Kristiani di Ambon.
Dengan prinsipnya untuk amar ma'ruf nahi munkar, FPIS telah tampil sebagai kelompk yang lebih "berani" dibandingkan dengan organisasi lain yang ada di Surakarta, tampilan FPIS dengan kegiatannya untuk melawan kemaksiatan telah memberi kesan bahwa organisasi ini radikal. Pandangan awam seperti ini terdukung oleh penampilan keseharian FPIS yang biasa menggunakan baju putih dengan sorban dan jidat berwarna hitam serta jenggot bergelajut di wajah mereka, suatu stereotip yang biasanya melekat pada kaum fundamentalis garis keras.Kalangan pemimpin maupun pendukung FPIS, misalnya, merespon dan bahkan mengecam Abdurahman Wahid, sebagai presiden RI yang dinilai "anti" formalisasi syariat Islam seperti dia perlihatkan melalui ketidaksetujannya terhadap Piagam Jakarta. Dukungan FPIS terhadap Piagam Jakarta karena dalam piagam tersebut
Kelahiran FPI secara resmi dideklarasikan pada tanggal 17 agustus 1998 di Pondok Pesantren Al Umm, Cempaka Putih, Ciputat. Organisasi ini sejak pertama kali dideklarasikan hingga saat ini dipimpin oleh seorang habieb yang masih cukup muda, yaitu Habieb Muhammad Rizieq Shihab.
Dasar berdirinya FPI sendiri menurut Habieb Rizieq lebih dilatari oleh keprihatinan terhadap semakin maraknya tindak kemaksiatan dan pornografi. Sementara aparat keamanan yang semestinya memberantas berbagai macam kemaksiatan tersebut seperti tidak berdaya dan bahkan membiarkan begitu saja.
e. Majelis Mujahidin Indonesia
Lahir pada masa transisi politik, dan kemudian banyak menyita perhatian. MMI ini di deklarasikan melalui sebuah kongres yang cukup meriah pada tanggal 5-6 agustus 2002 di Yogyakarta. Yang melatar belakangi diadakanya kongres ini adalah diilhami sebuah semangat untuk mendzahirkan syariah ilahi dan dilatari oleh kesadaran akan pentingnya menyelaraskan langkah perjuangan utnuk menuntaskan persoalan krisis dan krusial keumatan maupun kemanusiaan, yaitu tegaknya syariah Islam.
Konsolidasi yang dilakukan para aktivis kelompok radikal yang mempelopori terselenggaranya Kongres Mujahidin itu sendiri sebenarnya dalam prosesnya telah berlangsung cukup lama. Para aktivis MMI, terutama beberapa kelompok mudanya, telah merintis beberapa langkah konsolidasi untuk menyatukan beberapa elemen Islam, terutama
mereka yang berasal dari kubu Darul Islam semenjak tahun 1993. Seiring saat keluarnya beberapa tahanan politik Darul Islam. Kelompok pemuda bekas tahanan inilah yang
menggagas betemunya para tokoh Islam radikal di Jogjakarta tersebut.
f. Hizbut Tahrir Indonesia
Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik Islam yang didirikan oleh Taqiyuddin An-Nabhany di Al-Quds, Palestina pada tahun 1952. Kegiatan utama partai ini adalah politik dan berideologi Islam. Hizbut Tahrir bercita-cita membangun tatanan masyarakat dan sistem politik berdasarkan akidah Islam. Islam harus menjadi tata aturan kemasyarakatan dan menjadi dasar konstitusi dan undang-undang. Hizbut Tahrir juga berniat membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di seluruh dunia melalui ini Hizbut Tahrir berkeyakinan bahwa hukum Islam dapat di berlakukan.
.Sejarah perkembangan paham radikalisme
Munculnya isu-isu politis mengenai radikalisme Islam merupakan tantangan baru bagi umat Islam untuk menjawabnya. Isu radikalismeIslam ini sebenarnya sudah lama mencuat di permukaan wacanainternasional.
Radikalisme Islam sebagai fenomena historis-sosiologis merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam wacana politik dan peradaban global akibat kekuatan media yang memiliki potensi besar dalam menciptakan persepsi masyarakat dunia6. Banyak label label
yang diberikan oleh kalangan Eropa Barat dan Amerika Serikat untuk menyebut gerakan Islam radikal, dari sebutan kelompok garis keras, ekstrimis, militan, Islam kanan, fundamentalisme sampai terrorisme. Bahkan di negara-negara Barat pasca hancurnya ideology komunisme (pasca perang dingin) memandang Islam sebagai sebuah gerakan dari peradaban yang menakutkan. Tidak ada gejolak politik yang lebih ditakuti melebihi bangkitnya gerakan Islam yang diberinya label sebagai radikalisme Islam. Tuduhan-tudujan dan propaganda Barat atas Islam sebagai agama yang menopang gerakan radikalisme telah menjadi retorika internasional.
Label radikalisme bagi gerakan Islam yang menentang Barat dan sekutu-sekutunya dengan sengaja dijadikan komoditi politik. Gerakan perlawanan rakyat Palestina, Revolusi Islam Iran, Partai FIS Al-Jazair, perilaku anti-AS yang dipertunjukkan Mu’ammar Ghadafi ataupun Saddam Hussein, gerakan Islam di Mindanao Selatan, gerakan masyarakat Muslim Sudan yang anti-AS, merebaknya solidaritas Muslim Indonesia terhadap saudara-saudara yang tertindas dan sebagainya, adalah fenomena yang dijadikan media Barat dalam mengkapanyekan label radikalisme Islam.Tetapi memang tidak bisa dibantah bahwa dalam perjalanan sejarahnya terdapat kelompok-kelompok Islam tertentu yang menggunakan jalan kekerasan untuk mencapai tujuan politis atau mempertahankan paham keagamaannya secara kaku yang dalam bahasa peradaban global sering disebut kaum radikalisme Islam.
Menurut Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Ahmad Bagja, radikalisme muncul karena ketidakadilan yang terjadi di dalam masyarakat. Kondisi tersebut bisa saja disebabkan oleh negara maupun kelompok lain yang berbeda paham, juga keyakinan. Pihak yang merasa diperlakukan secara tidak adil, lalu melakukan perlawanan.
Radikalisme tak jarang menjadi pilihan bagi sebagian kalangan umat Islam untuk merespons sebuah keadaan. Bagi mereka, radikalisme merupakan sebuah pilihan untuk menyelesaikan masalah. Namun sebagian kalangan lainnya, menentang radikalisme dalam bentuk apapun.
Sebab mereka meyakini radikalisme justru tak menyelesaikan apapun. Bahkan akan melahirkan masalah lain yang memiliki dampak berkepanjangan. Lebih jauh lagi, radikalisme justru akan menjadikan citra Islam sebagai agama yang tidak toleran dan sarat kekerasan.
Cendekiawan Muslim, Nazaruddin Umar, mengatakan radikalisme sebenarnya tak ada dalam sejarah Islam. Sebab selama ini Islam tak menggunakan radikalisme untuk berinteraksi dengan dunia lain. ‘’Dalam sejarahnya, Nabi selalu mengajarkan umatnya untuk bersikap lemah lembut,’’ tegasnya.
Ini berarti, jelas Nazaruddin, bahwa penyebaran ajaran Islam yang diemban oleh Nabi Muhammad dilakukan dengan cara yang santun dan lemah lembut. Nabi mengajarkan untuk memberikan penghormatan kepada orang lain meski mereka adalah orang yang memiliki keyakinan yang berbeda.
Nazaruddin menambahkan bahwa ajaran Islam yang masuk ke Indonesia juga dibawa dengan cara yang sangat damai. Pun penyebaran Islam yang terjadi di Negara lainnya. Ini sangat berbeda dengan negara-negara lain, terutama imperialis.
Aliran Sempalan
Upaya menggiring umat menuju kepada jurang berbagai paham dan aliran yang menyimpang terus dilakukan dengan gencar oleh para pengusung dan simpatisannya melalui berbagai media. Pada saat yang sama mereka memberikan gambaran-gambaran negatif terhadap da’wah Ahlus Sunnah dan para ‘ulamanya, tak luput pula para da’inya. Di satu sisi, kaum Syi’ah de ngan berbagai alirannya dan kelompok Shufi dengan beragam tarekatnya -terkhusus
pasa masa ini– telah menaruh dendam yang sangat besar terhadap da’wah Ahlus Sunnah dan memberikan julukan-julukan negatif dalam rangka menjauhkan kaum muslimin darinya.
Tak kalah gencarnya adalah kaum neo-Khawarij dengan berbagai kelompok dan alirannya, baik Al-Qaeda, JI, Jama’atul Jihad , NII, LDII, Jamus, maupun IM, HT (Hizbut Tahrir), dan lain sebagainya; begitu juga kaum neo-Mu’tazilah dengan berbagai lembaga liberalnya, baik JIL, IAIN, dan sebagainya; terus mempropagandakan aqidah mereka di tengah-tengah umat dengan bermacam cara yang tak kalah canggih dibanding kaum Syi’ah dan Shufi . Berjenis-jenis
Begitu pula melalui media internet kaum neo-khawarij terus gencar menanamkan aqidah takfir (menganggap kafir saudaranya muslim) dan penentangan terhadap penguasanya serta berbagai paham lain yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, memprovokasi kaum muslimin untuk membenci dan memusuhi pemerintahnya sehingga wibawa para penguasa tersebut jatuh dan tidak berharga lagi. Bahkan lebih parahnya kelompok-kelompok sempalan itu menggiring umat untuk berkeyakinan bahwa pemerintahnya telah kafir, sehingga harus diserang, digulingkan, atau setidaknya dimunculkan tindakan-tindakan teror. Buletin, buku, majalah, maupun mimbar-mimbar kaum muslimin, baik di masjid-masjid ataupun melalui acara-acara tabligh akbar dan yang semisalnya, telah dijadikan sebagai arena provokasi dalam rangka menimbulkan kebencian dan sikap antipati terhadap Waliyyul Amr. Semangat hizbiyyah (kekelompokan) terus ditanamkan melalui acaraacara bai’at (janji setia) kepada para amir/pimpinan kelompok masing -masing yang diambil dari para pengikutnya.
Pengertian Sempalan Dalam Agama
“Sempalan” merupakan istilah baru dan semakin populer dalam
percakapan agama-agama beberapa tahun terakhir di Indonesia. Dalam
Kamus Bahasa Indonesia yang dikeluarkan Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional (2008), kata sempalan berarti:(a)penggalan
(tentang penyiaran suatu peristiwa); (b)pecahan (tentang suatu
organisasi dsb).
Istilah ini pertama sekali dipakai oleh Abdurrahman Wahid (Presiden RI
ke-4) sebagai pengganti kata “ splinter group“, yang tidak mempunyai
konotasi khusus aliran agama, tetapi dipakai untuk kelompok kecil yang
memisahkan diri (menyempal) dari partai atau organisasi sosial dan
politik. Untuk “ splinter group” yang merupakan aliran agama, kata “ sekte”
lazim dipakai. Tetapi kemudian, istilah ini menjadi menjadi semakin
lazim dipergunakan dalam lingkungan agama. Hasni Noor dalam
tulisannya berjudul “Fenomena Aliran- Aliran Sempalan Di Indonesia”
menuliskan: “gerakan sempalan” adalah gerakan yang menyimpang
atau memisahkan diri dari ortodoksi yang berlaku. Tanpa tolok ukur
ortodoksi, istilah “sempalan” tidak ada ar tinya sehingga untuk
menentukan mana “sempalan”, pertama-tama harus didefenisikan
“mainstream (arus utama)” yang ortodoksi.
Menurut Martin van Bruinessen, sebutan gerakan sempalan ini
diperuntukkan bagi berbagai gerakan atau aliran agama yang dianggap
“aneh”, menyimpang dari aqidah, ibadah, amalan atau pendirian
mayoritas umat. Istilah ini, agaknya merupakan kata baru (pengganti)
dan yang diperhalus dari “sekte’ atau “sektarian” (juga sering disebut
heterodoksi), kata yang mempunyai berbagai konotasi negatif, seperti
protes terhadap dan pemisahan diri dari mayoritas, sikap ekslusif,
pendirian tegas tetapi kaku, dan fanatisme.
Dari penjelasan ini, saya mencoba memahamiya sebagai berikut: suatu
kelompok agama yang mengadakan pendekatan sepotong-sepotong
terhadap nats-nats kitab suci, kemudian dirumuskanlah suatu ajaran
sesuai dengan pemahamannya terhadap nats tertentu itu. Meski berasal
dari kitab suci dan ajaran yang sama, dualisme ortodoksi-sekte itu
terjadi karena isi kitab suci dan ajaran agama ternyata membuka
peluang terjadinya beragam penafsiran oleh kelompok masyarakat yang
hendak memahami dan mengamalkan ajaran agama. Bagi penganjur
sekte pendekatan secara menyeluruh dan kontekstual terhadap kitab
suci dianggap justeru merupakan penyimpangan. Sesuai dengan
pemahamannya kepada nats tertentu itu semua “kelompok lain”
dianggap sesat atau menyimpang dan harus diluruskan dengan
menempuh berbagai cara. Misalnya, bagi kelompok tertentu yang
menyempal dari Kristen, Kitab Perjanjian Lama tidak memiliki hubungan
dengan Perjanjian Baru. Contoh lain, pengutusan Yesus kepada para
muridNya kepada suku-suku Israel menjadi patokan dasar sehingga
pengutusan kepada bangsa-bangsa mereka tolak. Padahal pengutusan
kepada suku-suku Israel hanya tertulis dalam satu perikope saja, yakni
Injil Matius 10:1-16. Dengan kata lain, mereka mempergunakan Kitab
Suci dengan cara memilih ayat tertentu dan meniadakan ayat-ayat
lainnya. Mereka tidak menyadari bahwa setiap nats atau perikope itu
mempunyai konteksnya sendiri. Biasanya para pemimpin kelompok
memaksakan ajaran baru itu kepada pengikutnya tanpa komentar dan
harus diterima dengan utuh dan dipatuhi.
Bagi umat Islam Indonesia, ortodoksi barangkali boleh dianggap diwakili
oleh badan-badan ulama yang berwibawa seperti MUI, Majelis
Tarjih
Muhammadiyah, Syuriah NU. Sedangkan bagi umat Kristen
Indonesia, khususnya Protestan terdapat kesulitan untuk mencap suatu
aliran baru sebagai aliran sempalan atau bukan sempalan. Ada lebih
dari 300-an denominasi di Indonesia yang tergabung dalam PGI, PGPI
dan PII. Ada`gereja yang tergabung dalam kelompok Lutheran seperti:
HKBP, GKPS, GPKB, GKPI, HKI, GKLI, GKPA dan GKPM atau dalam
kelompok Calvinis: GPM, GMIM, GMIT, GPIB, GBKP, GKI (Jabar,
Jateng, Jatim), GKP, GKJ, GKJW, GKPB, GKS, GMIST, GKST, Gereja
Toraja, GTM, GKSS, GEPSULTRA, GMIH; Ada kelompok Methodis
yang sampai sekarang masih tetap utuh dan tidak terpecah-pecah ke
dalam berbagai aliran; dalam kelompok Baptis, yakni: Persekutuan
Gereja-gereja Baptis Irian Jaya (PGBIJ), Gabungan Gereja Baptis
Indonesia (GBI), Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia (GPIBI),
Kerapatan Gereja Baptis Indonesia (KGBI), Gereja Baptis Independent
di Indonesia (GBII), dan Sinode Gereja Kristen Baptis Jakarta. Ada juga
yang tergabung dalam kelompok Pentakosta dan Pentakosta Baru,
yaitu: Gereja Isa Al-masih (GIA), Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS),
Gereja Pentakosta Pusat Surabaya (GPPS), Gereja Gerakan
Pentakosta (GGP), Gereja Bethel di Indonesia (GBI), dan Gere-ja Tuhan
di Indonesia (GTdI), dan lain-lain. Sebagian dari kelompok Pentakosta
atau Pentakosta baru telah masuk menjadi anggota PGI (semula hanya
kelompok Lutheran dan Calvinis), tetapi sebagian lainnya belum.
Pertumbuhan jumlah denominasi di Indonesia bukan atas dasar
perbedaan teologi tetapi non-teologi, ajarannya sama dengan ajaran
arus utama yang ditinggalkannya. Oleh sebab itu, tidak mungkin
menyebut mereka sebagai “aliran sempalan.” Tetapi manakala
kelompok itu membuat ajaran baru yang meresahkan dan mengkafirkan
induknya, mungkin dapat dikategorikan sebagai sempalan.
Aliran-aliran Sempalan dalam Kekristenan
Aliran sempalan itu bukan hanya monopoli suatu agama tetapi terdapat
dalam semua agama. Sekalipun tidak mempergunakan istilah sempalan,
harus diakui bahwa sejak masa awal lahirnya kekristenan telah muncuk
kelompok-kelompok teologi yang berbeda. Setelah kristenan menyebar
ke Eropah dan menjadi gereja Negara, beberapa kali diadakan konsili
untuk mempercakapkan perbedaan teologi itu. Harus diakui bahwa
dalam sejarah gereja pun terdapat “masa gelap” di mana inkwisisi
terhadap kelompok tertentu terjadi dan didukung oleh kekuatan
penguasa. Namun hal ini tidak akan dibicarakan di sini sebab akan
memuat ruang yang cukup luas.
Pada abad modern, aliran-aliran agama (bermula dari kelompok Kristen
Protestan) muncul signifikan sejak abad ke-19 dan pada umumnya lahir
di Amerika. Dari beberapa sumber (dengan melakukan browsing di
internet) aliran-aliran itu dikelompokkan kepada lima kecenderungan,
yaitu:
Menolak ajaran arus utama tentang Allah Tritunggal adalah salah satu
kecenderungan berdasarkan ajaran Arianisme menganggap Yesus
merupakan Allah yang lebih tinggi dari manusia biasa.
Keselamatan manusia bukan karena penebusan Juru Selamat yang
diterima dengan iman tetapi karena perbuatan manusia itu sendiri.
Mereka menekankan keselamatan pada hasil pikiran manusia,
keselamatan karena usaha diri sendiri dengan kehendak bebasnya. Oleh
sebab itu pemeliharaan Sabat dan makan makanan halal sangat
diutamakan.