• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fraktur Colles(2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fraktur Colles(2)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Fraktur patologis adalah fraktur yang melibatkan tulang abnormal, khasnya fraktur terjadi pada waktu aktifitas biasa atau trauma ringan, kondisi ini dihubungkan dengan penyakit utamanya. Tulang yang patologis mungkin begitu lemah sehingga dapat retak oleh cedera ringan, atau bahkan pada penggunaan normal.namun, walaupun tulang patologis patah disebabkan cedera yang kuat, tetap disebut suatu fraktur patologis. Kondisi kelemahan tulang itu dapat diakibatkan kelainan kongenital, metabolik dan neoplastik. Osteoporosis adalah kelaian pada tulang yang dikenal juga dengan porous bone atau tulang keropos.

Fraktur Colles adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius. Fraktur Colles terjadi pada distal radius sebagai akibat dari jatuh degan tangan yang dorsofleksi. Fraktur Colles adalah jenis yang paling umum dari fraktur distal radius dan terlihat pada semua kelompok umur dewasa dan demografi. Fraktur ini sangat umum pada pasien dengan osteoporosis dan dengan demikian, paling sering terlihat pada wanita lanjut usia.

Fraktur Colles lebih sering ditemukan pada wanita, dan jarang ditemui sebelum umur 50 tahun. Secara umum insidennya kira-kira 8 – 15% dari seluruh fraktur dan diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu survey epidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari seluruh fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius. Umur di atas 50 tahun pria dan wanita 1 berbanding 5. Sebelum umur 50 tahun, insiden pada pria dan wanita lebih kurang sama di mana fraktur Colles lebih kurang 60% dari seluruh fraktur radius. Sisi kanan lebih sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata pertahun 0,98%. Usia terbanyak dikenai adalah antara umur 50 – 59 tahun.

(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Tulang Radius dan Articulatio Radiocarpalis

Gambar 1. Tulang radius

Radius adalah tulang lateral lengan bawah. Ujung atasnya bersendi dengan humerus pada articulatio cubiti dan dengan ulna pada articulatio radioulnaris proksimal. Ujung distalnya bersendi dengan os scaphoideum dan lunatum pada articulatio radio carpalis dan dengan ulna pada articulatio radioulnaris distal. Pada ujung atas radius terdapat caput yang berbentuk bulat kecil.

(3)

Permukaan atas caput cekung dan bersendi dengan capitulum humeri yang cembung. Circumferentia articulare radii bersendi dengan incisura radialis ulna. Dibawah caput tulang menyempit membentuk collum. Dibawah collum terdapat tuberositas bicipitalis atau tuberositas radii yang merupakan tempat insertio musculus bicep.

Corpus radii berlainan dengan ulna, yaitu lebih lebar dibawah dibandingkan dengan bagian atas. Corpus radii di sebelah medial mempunyai margo interossea yang menghubungkan radius dan ullna. Tubercullum pronator, untuk tempat insertio musculus pronator teres, terletak dipertengahan pinggir lateralnya.

Pada ujung bawah radius terdapat processus styloideus, yang menonjol kebawah dari pinggir lateralnya. Pada permukaan medial terdapat incisura ulnae, yang bersendi dengan caput ulnae yang bulat. Permukaan bawah ujung radius bersendi dengan os scaphoideum dan os lunatum. Pada permukaan posterior ujung distal radius terdapat tuberculum dorsalis, yang pada pinggir medialnya terdapat sulcus untuk tendo musculi flexor pollicis longus.

Gambar 2. Articulatio Radiocarpalis

Articulatio radiocarpalis terletak di antara ujung distal radius dan discus articularis disebelah atas (lekuk sendi) dengan os scaphoideum, os lunatum, dan os triquetrum dibagian bawah (kepala sendi). Tipe persendian ini merupakan sendi elipsoidea sinovial.

(4)

Capsula membungkus sendi dan di atas melekat pada ujung distal radius dan ulna dan dibawah melekat pada deretan proksimal ossa carpalia. Membrana sinovial melapisi capsula dan melekat pada pinggir-pinggir fascies articularis. Cavum articulare tidak berhubungan dengan articulatio radioulnaris distal atau dengan cavum articulare articulatio intercarpalia.

Ligamentum anterior dan posterior yang memeperkuat sendi ada dua ligamentum mediale dan ligamentum laterale. Ligamentum mediale melekat pada processus styloideus ulnae dan os triquertrum. Ligamentum laterale melekat pada processus styloideus radii dan os scaphoideum.

Articulatio radiocarpalis dipersarafi dengan nervus interosseus anterior dan ramus profundus nervi radialis. Gerakan-gerakan yang mungkin pada persendian ini adalah fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, dan sirkumdiksi. Rotasi tidak mungkin dilakukan karena fascies articularis berbentuk elips.

Fleksi dilakukan oleh musculus fleksor carpi radialis, musculus fleksor karpi ulnaris, dan musculus palmaris longus. Otot-otot tersebut dibantu oleh musculus fleksor digitorum superfisialia, musculus fleksor digitorum profundus, dan musculus fleksor pollicis longus.

Ekstensi dilakukan oleh musculus ekstensor carpi radialis longus, musculus carpi radialis brevis, dan musculus ekstensor carpi ulnaris. Otot-otot ini dibantu oleh musculus ekstensor digitorum, musculus ekstensor indicis, musculus ekstensor digiti minimi, dan musculus ekstensor pollicis longus.

Abduksi dilakukan oleh musculus fleksor carpi radialis, musculus ekstensor carpi radialis longus, dan musculus carpi radialis brevis. Otot-otot tersebut dibantu oleh musculus abduktor pollicis longus, musculus ekstensor pollicis longus, dan musculus ekstensor pollicis brevis.

Adduksi dilakukan oleh musculus fleksor carpi ulnaris dan musculus ekstensor carpi ulnaris.

II.2 Fraktur Patologis

(5)

saja akan terjadi pemutusan tulang adapun pada orang normal tidak akan menghasilkan fraktur. Kondisi kelemahan tulang itu dapat akibat kelainan kongenital, metabolik dan neoplastik. Kelainan tersebut meliputi:

1. Osteoporosis, penyakit ini sering menimbulkan fraktur seperti fraktur tulang belakang, fartur kolum femoris dan fraktur Colles. Hal ini dapat diakibatkan oleh penurunan hormon pada usia lanjut, atau disuses osteoporosis, artritis reumatik, dan kekurangan vitamin C.

2. Osteomalasia, karena kelemahan pada proses mineralisasi jaringan osteoid seperti penyakit ricket, tetapi juga terjadi pada menu makanan yang kurang kalsium atau pengeluaran kalsium pada renal acidosis dimana terjadi pengeluran fosfat yang berlebihan seperti sindron Fanconi atau gangguan absorbsi vitamin D seperti penyakit steatorrhoea.

3. Penyakit Paget, sering terlihat pada fraktur femur dan tibia yang umumnya adalah fraktur sires dan bila terjadi fraktur komplrt maka garis fraktur adalah transversal. Penyakit dapat beruba menjadi sarkomatous. Perubahan tulang sangat mirip dengan penyakit hiperparathyroidisme dan kadangkala seperti tumor metastase.

4. Osteitis, tulang mendadak mengalami kolap akibat proses infeksi. Daerah itu terjadi proses destruksi tulang seperti tuberkulosis.

5. Osteogenesis imperfekta, yang merupakan penyakit herediter (dominant transmission) dengan karakteristik tulang mudah patah (fragility of bone) akibatnya tulang panjang menjadi bengkok (bowing), deformities of bone modeling (kelainan bentuk tulang), fraktur patologis dengan gangguan pertumbuhan. Penderita tuli dengan skelera wama kebiruan. Proses penyambungan fraktur sangat cepat dan dengan konservatif cukup berhasil. 6. Simple bone cyst, seperti enchondromata di metakarpal, metatarsal dan phalang

sering menimbulkan fraktur Pada anak umur 5-12 tahun unicameral bone cyst sering menimbulkan fraktur patologis terutama di humerus proksimal dan diafisi. Kortek menipis tapi jarang ekspansi.

(6)

7. Tumor maligna sekunder, sering berasal dan tumor paru-paru atau bronkhus, mammae, prostat atau ginjal. Adapun lokalisasi sering pada tulang belakang, bagian subtrokhanter femoris dan humerus diafisis.

8. Tumor maligna primer, meliputi osteogenik sarcom, khondrosarcom, fibrosarcom, Ewing tumor dan osteoklastoma yang mengalami keganasan. Pemeriksaan pada fraktur patologis meliputi riwayat penyakit penderita dan keluarga, pemeriksaan klinis yang mencakup pemeriksaan pelvis, pemeriksaan X-ray torak, pelvis, survey kepala dan tulang, laju endap darah, darah rutin dan differential cell count serum kalsium.fosfat, alkaline phosphatase, dan kalau periu acid phosphatase, pemeriksaan serum protein, eletrophoresis, Bence-Jones proteose, Ct-scan, biopsi medula osium, biopsi tulang dan kadangkala pemeriksaan X-ray orang tua.

Klasifikasi kelainan yang mempengaruhi kejadian fraktur patologis: a. Kelainan kongenital

1. Terlokalisir: Defek kongnital pada tibia (me pseudoathrosis) 2. Disseminate: Enchondromatosis

3. Generaliaze: Osteogenesis imperfect, Osteopetrosis

b. Penyakit metabolic tulang: Riketsia, Osteomalasia, Scurvy, Osteoporosis, dan Hiperparatiroid

c. Gangguan pada tuang yang etiologi belum jelas: Poliostotic fibrous displasia, Skeletal retikulosis, Langerhans cell histiocytosis, Gaucher disease

d. Inflamasi: Hematogenous osteomyelitis, Osteomyelitis secondary to wound, Tuberculosis osteomyelitis, Rheumatoid artritis

e. Kelainan neuromuscular: Paralitik dan Kelainan pada otot

f. Avascular necrosis pada tulang: Post traumatic avascular necrosis, Post irradiation necrosis

g. Neoplasma pada tulang

1. Lesi yang menyerupai neoplasma: a. Osteogenic:

(7)

Berbagai neoplasma seperti lesi pada tulang yang berasal dari sel osteogenik tidak tercantum di sini karena mereka tidak melemahkan tulang dan akibatnya tidak membuat tulang untuk rentan terjadi fraktur. b. Chondrogenic: seperti enchondroma dan multiple enchondromata

(Ollier’s dyschondroplasia) c. Fibrogenic:

1. Subperiosteal cortical defect (metaphyseal cortical defect) 2. Nonosteogenic fibroma (nonossifying fibroma)

3. Monostotic fibrous dysplasia 4. Polyostotic fibrous dysplasia

5. Osteofibrous dysplasia (Campanacci sindrom) 6. “Brown Tumor” (hyperparathyroidism)

d. Angiogenic: angioma of bone(hemangioma and limfangioma) , aneurysmal bone cyst

e. Belum pasti asalnya: Kista tulang sederhana (Unicameral bone cyst)

2. Tumor primer pada tulang:

a. Osteogenic: Osteosarcoma (Osteogenic sarcoma) dan surface osteosarcoma (Parosteal sarcoma dan Periosteal sarcoma)

b. Chondrogenic: Benign chondroblastoma, Chondromyxoid fibroma, Chondrosarcoma

c. Fibrogenic: fibrosarcoma of bone, malignant fibrous histiocytoma of bone

d. Angiogenic: Angiosarcoma of bone e. Myelogenic:

1. Myeloma of bone 2. Ewings sarcoma

3. Hodgkin lymphoma pada tulang 4. Non-Hodgkin lymphoma pada tulang 5. Skeletal reticulosis

(8)

f. Belum pasti asalnya: Giant cell tumor of bone (osteoclastoma) Tumor metastasis tulang

a. Metastasis carcinoma Metastasis neuroblastoma

II.3 Frakture Colles

Colles fraktur adalah fraktur ekstra-artikular sangat sering dari radius distal yang terjadi sebagai hasil dari jatuh ke tangan dorsofleksi. Mereka terdiri dari fraktur bagian metaphyseal distal radius dengan pungung tangan angulasi dan impaksi, tetapi tanpa keterlibatan permukaan persendian.

A. Epidemiologi

Fraktur distal radius terutama fraktur Colles lebih sering ditemukan pada wanita, dan jarang ditemui sebelum umur 50 tahun. Secara umum insidennya kira-kira 8 – 15% dari seluruh fraktur dan diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu survey epidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari seluruh fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius. Umur di atas 50 tahun pria dan wanita 1 berbanding 5. Sebelum umur 50 tahun, insiden pada pria dan wanita lebih kurang sama di mana fraktur Colles’ lebih kurang 60% dari seluruh fraktur radius. Sisi kanan lebih sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata pertahun 0,98%. Usia terbanyak dikenai adalah antara umur 50 – 59 tahun.

Fraktur Colles adalah jenis yang paling umum dari fraktur distal radius dan terlihat pada semua kelompok umur dewasa dan demografi. Mereka sangat umum pada pasien dengan osteoporosis dan dengan demikian, paling sering terlihat pada wanita lanjut usia. Hubungan antara patah tulang Colles dan osteoporosis cukup kuat bahwa ketika seorang pasien laki-laki usia tua datang dengan fraktur Colles, harus diselidiki adanya osteoporosis karena risiko patah tulang pinggul juga meningkat. Pasien usia muda yang mengalami fraktur Colles biasanya mengalami trauma dengan benturan yang keras atau terjatuh, misalnya selama olahraga kontak, ski, berkuda.

(9)

B. Mekanisme Trauma

Fraktur Colles adalah fraktur ujung distal radius akibat jatuh dengan tangan terjulur. Ini sering terjadi pada pasien berusia lebih dari 50 tahun. Gaya mendorong fragmen distal ke posterior dan superior, dan fascies articularis distal miring ke posterior. Pergeseran ke posterior ini menyebabkan benjolan di posterior, kadang-kadang disebut “dinner-fork deformity” karena lengan bawah dan regio carpalis menyerupai bentuk sendok garpu. Kegagalan memperbaiki fascies articularis distal ke posisi yang normal sangat mengurangi fungsi fleksio dari sendi regio carpalis.

Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan tangan biasanya merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar atau dorsal. Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu, seperti yang terjadi pada fraktur Colles.

Bila jatuh dengan tangan terjelujur, gaya akan diteruskan dari os scaphoideum ke ujung distal radius, dari radius melalui membrana interossea ke ulna, dan dari ulna ke humerus. Kemudian, melalui fossa glenoidale scapulae ke ligamentum coracoclaviculare dan clavicula, dan akhirnya ke sternum. Jika gayanya berlebihan, berbagai bagian ekstremitas superior akan ikut menahan tegangan. Daerah yang terkena berkaitan dengan usia. Pada anak kecil mungkin pergeseran ke posterior dari epifisis distal radius, pada remaja clavicula mungkin fraktur, pada dewasa muda os scaphoideum sering patah, dan pada orang yang lebih tua ujung distal radius patah sekitar 1 inci (2,5 cm) proksimal sendi regio carpalis (Fraktur Colles).

Umumnya fraktur distal radius terutama fraktur Colles’ dapat timbul setelah penderita terjatuh dengan tangan posisi terkedang dan meyangga badan (Appley, 1995 ; Salter, 1981). Pada saat terjatuh sebagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang kortikal dan tulang spongiosa.

(10)

a b

Gambar 2: a. Mekanisme fraktur Colles; b. Dinner fork deformity

Pada saat jatuh terpeleset, posisi tangan berusaha untuk menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Lalu dengan terjadinya benturan yang kuat, gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal dan mungkin akan menyebabkan patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan sehingga tulang yang kemungkinan mengalami fraktur pada posisi tersebut adalah radius distal

Dengan posisi tangan pada saat jatuh seperti gambar di atas, maka gaya yang kuat akan berlawanan arah ke daerah pergelangan tangan. Dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa yang mungkin mengalami fraktur adalah distal radius sebab dilihat dari struktur jaringannya saja tulang daerah tersebut memang rawan patah.

C. Diagnosis

Diagnosa awal dilakkan dengan anamnesa pasien: penderita mengeluh deformitas pada pergelangan tangan dengan adanya riwayat trauma sebelumnya,

(11)

kronologis kejadian yang terjadi pada pasien, tempat jatuh, penyebab jatuh, posisi jatuh, yang dirasakan pasien setelah jatuh.

Pada pemeriksaan fisis, terlihat jelas adanya :

1. Pembengkakan pada pergelangan tangan jika fraktur berat karena terjadi extra vasasi darah

2. Nyeri pada pergerakan atau penekanan

3. Terbatasnya gerakan sendi pergelangan tangan

4. Deformitas yang menyerupai garpu, dikenal sebagai “dinner fork deformity” (dimana bagian distal fragmen fraktur beranjak ke arah dorsal dan radial, bagian distal ulna menonjol ke arah volar, sementara tangan biasanya dalam posisi pronasi), dan gerakan aktif pada pergelangan tangan tidak dapat dilakukan.

D. Foto Polos Radiograph

Foto polos AP dan lateral pergelanan tangan biasanya cukup. fraktur muncul ekstra-artikular, dan biasanya proksimal dari persendian radioulnar. Angulasi fragmen dorsal fraktur bagian distal ada untuk tingkat variabel (sebagai lawan angulasi ke volar dari fraktur Smith). Kadang terdapat juga penekanan dengan dengan hasil pemendekan dari os radius. Dihubungkan dengan fraktur styloid pada ulnaris ditemukan lebih dari 50% kasus.

Foto polos biasanya cukup, meskipun jika ada kekhawatiran dari ekstensi intra-artikular maka CT mungkin bermanfaat.

(12)

Gambar 3: Fraktur colles; a.Potongan AP; b. Potongan lateral

Klasifikasi Fraktur Colles

Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari radius distal.Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi oleh Frykman. Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi:

(13)

Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan kesulitan.Secara klinis dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles.Bila fraktur terjadi tanpa dislokasi fragmen patahannya, diagnosis klinis dibuat berdasarkan tanda klinis patah tulang. (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998)

Gambar 4: Klasifikasi Frykman

Pemeriksaan radiologik juga diperlukan untuk mengetahui derajat remuknya fraktur kominutif dan mengetahui letak persis patahannya (Sjamsuhidayat & de Jong, 1998). Pada gambaran radiologis dapat diklasifikasikan stabil dan instabil. Dikatakan stabil apabila hanya terjadi satu garis patahan, dan instabil bila patahannya kominutif dan “crushing” dari tulang cancellous.

Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto antero-posterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi ini tidak dapat dibuat karena keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi tegak lurus satu sama lain. Perlu diingat bahwa bila hanya 1 proyeksi yang dibuat, ada kemungkinan fraktur tidak dapat dilihat. Proyeksi tambahan oblik biasanya juga dibutuhkan untuk menilai trauma pada persendian. Pada fraktur ekstremitas, daerah yang difoto harus cukup luas dengan mencakup setidaknya satu persendian.Namun, pemeriksaan radiologis tulang yang berada di antara dua sendi

(14)

sebaiknya mencakup keseluruhan panjang tulang mulai dari persendian proksimal hingga persendian distal tulang tersebut. Untuk melihat fraktur pada tulang radius bagian distal, khususnya fraktur Colles, dibuat foto proyeksi AP dan lateral.

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto Roentgen:  Adakah fraktur, dimana lokasinya?

 Tipe (jenis) fraktur dan kedudukan fragmen  Bagaimana struktur tulang: biasa? patologis?

 Bila dekat/pada persendian:adakah dislokasi?fraktur epifisis? Pemeriksaan foto Roentgen pada kasus curiga fraktur digunakan untuk:

a. Mendiagnosis adanya fraktur dengan memperhatikan lokasinya, tipe (jenis fraktur), dan kedudukan fragmen. Bila dekat atau pada persendian, maka dapat diperhatikan adanya dislokasi, fraktur epifisis, dan pelebaran sela sendi karena efusi ke dalam rongga sendi.

b. Menentukan struktur tulang apakah tulang dasarnya normal atau patologis.

c. Memperlihatkan posisi ujung tulang sebelum dan sesudah terapi fraktur. Foto roentgen dilakukan segera setelah reposisi untuk menilai kedudukan fragmen. Bila dilakukan reposisi terbuka perlu diperhatikan kedudukan pen intramedular(kadang-kadang pen menembus tulang) ataupun plate and screw(kadang-kadang screw lepas).

d. Pemeriksaan periodik untuk menilai penyembuhan fraktur - Pembentukan callus

- Konsolidasi

- Remodeling: terutama pada anak-anak - Adanya komplikasi

 Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto rontgen: 1. Foto tulang apa

2. Jenis tulang (anak/ dewasa) 3. Alignment: Simetris/tidak 4. Bone : Ada fraktur/ tidak

(15)

Jika ada:

o Jenisnya o lokasi fraktur o kedudukan fraktur o ada callus atau tidak o ada komplikasi atau tidak o ada reaksi periosteal atau tidak

o keadaan struktur tulang(korteks dan medulla) 5. cartilago:

o Apakah ada dislokasi/tidak o Destruksi

o Bagaimana celah sendinya Soft Tissue: apakah ada swelling atau tidak

E. Diagnosis Banding

DD Definisi Manifestasi Klinis

Fraktur Colles

Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti garpu makan (dinner fork deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah

berputar keluar

(eksorotasi/supinasi).

 Fraktur metafisis distal radius dengan jarak _+ 2,5 cm dari permukaan sendi distal radius

 Dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal  Subluksasi sendi radioulnar distal  Avulsi prosesus stiloideus ulna.

Fraktur Smith Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse

Dislokasi ke arah anterior (volar),

(16)

Colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular.

fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan deviasi ke radial (garden spade deformity).

Fraktur Galeazzi

Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi.

Tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.

Fraktur Barton Fraktur oblik dari tulang radius distal intraartikuler, dengan patahan distal terdislokasi ke arah volar atau ke arah dorsal. Fraktur Barton merupakan dislokasi sendi radiocarpal

Tangan ini akibat terjatuh dengan tangan terentang

F. Penatalaksanaan 1. Fraktur Colles

(17)

a. Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), Jika fraktur undisplaced (atau hanya sangat sedikit bergeser), bidai pada dorsal diterapkan untuk satu atau dua hari sampai bengkak telah diselesaikan, maka cast telah selesai. Gambar rotgen diambil pada 10-14 hari untuk memastikan bahwa fraktur tidak bergeser; jika bergeser, operasi mungkin diperlukan; jika tidak, cast biasanya dapat dilepas setelah empat minggu untuk memungkinkan mobilisasi.

b. Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi (haematoma block, Bier’s block, atau axillary block). Tangan dipegang dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-kadang dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan fragmen; fragmen distal kemudian didorong ke tempatnya dengan menekan kuat-kuat pada dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi ulnar dan pronasi. Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi memuaskan, dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai leher metakarpal dan 2/3 keliling dari pergelangan tangan itu. Slab ini dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi deviasi ulnar yang ekstrim harus dihindari; cukup 20 derajat saja pada tiap arah.

Lengan tetap ditinggikan selama satu atau dua hari lagi; latihan bahu dan jari segera dimulai setelah pasien sadar.Kalau jari-jari membengkak, mengalami sianosis atau nyeri, harus tidak ada keragu-raguan untuk membuka balutan.

(18)

Gambar 5: Reduksi : (a) pelepasan impaksi, (b) pronasi dan pergeseran ke depan, (c) deviasi ulnar. Pembebatan : (d) penggunaan sarung tangan, (b) slab gips yang basah, (f) slab yang dibalutkan dan reduksi dipertahankan hingga gips mengeras

Setelah 7-10 hari dilakukan pengambilan sinar X yang baru; pergeseran ulang sering terjadi dan biasanya diterapi dengan reduksi ulang; sayangnya, sekalipun manipulasi berhasil, pergeseran ulang sering terjadi lagi.

Fraktur menyatu dalam 6 minggu dan, sekalipun tak ada bukti penyatuan secara radiologi, slab dapat dilepas dengan aman dan mulai dilakukan latihan.

Gambar 6: (a) Film pasca reduksi, (b) gerakan-gerakan yang perlu dipraktekkan oleh pasien secara teratur

 Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin dipertahankan dengan gips; untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi luar, dengan pen proksimal yang mentransfiksi radius dan pen distal, sebaiknya mentransfiksi dasar-dasar metakarpal kedua dan sepertiga. (Apley & Solomon, 1995)

Fraktur Colles, meskipun telah dirawat dengan baik, seringnya tetap menyebabkan komplikasi jangka panjang. Karena itulah hanya fraktur Colles tipe IA atau IB dan tipe IIA yang boleh ditangani oleh dokter IGD. Selebihnya harus dirujuk sebagai kasus darurat dan diserahkan pada ahli orthopedik. Dalam perawatannya, ada 3 hal prinsip yang perlu diketahui, sebagai berikut :

a. Tangan bagian ekstensor memiliki tendensi untuk menyebabkan tarikan dorsal sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran fragmen

(19)

b. Angulasi normal sendi radiokarpal bervariasi mulai dari 1 sampai 23 derajat di sebelah palmar, sedangkan angulasi dorsal tidak

c. Angulasi normal sendi radioulnar adalah 15 sampai 30 derajat. Sudut ini dapat dengan mudah dicapai, tapi sulit dipertahankan untuk waktu yang lama sampai terjadi proses penyembuhan kecuali difiksasi.

Bila kondisi ini tidak dapat segera dihadapkan pada ahli orthopedik, maka beberapa hal berikut dapat dilakukan :

a. Lakukan tindakan di bawah anestesi regional

b. Reduksi dengan traksi manipulasi. Jari-jari ditempatkan pada Chinese finger traps dan siku dielevasi sebanyak 90 derajat dalam keadaan fleksi. Beban seberat 8-10 pon digantungkan pada siku selama 5-10 menit atau sampai fragmen disimpaksi.

c. Kemudian lakukan penekanan fragmen distal pada sisi volar dengan menggunakan ibu jari, dan sisi dorsal tekanan pada segmen proksimal menggunakan jari-jari lainnya. Bila posisi yang benar telah didapatkan, maka beban dapat diturunkan.

d. Lengan bawah sebaiknya diimobilisasi dalam posisi supinasi atau midposisi terhadap pergelangan tangan sebanyak 15 derajat fleksi dan 20 derajat deviasi ulna.

e. Lengan bawah sebaiknya dibalut dengan selapis Webril diikuti dengan pemasangan anteroposterior long arms splint

f. Lakukan pemeriksaan radiologik pasca reduksi untuk memastikan bahwa telah tercapai posisi yang benar, dan juga pemeriksaan pada saraf medianusnya

g. Setelah reduksi, tangan harus tetap dalam keadaan terangkat selama 72 jam untuk mengurangi bengkak. Latihan gerak pada jari-jari dan bahu sebaiknya dilakukan sedini mungkin dan pemeriksaan radiologik pada hari ketiga dan dua minggu pasca trauma. Immobilisasi fraktur yang tak bergeser selama 4-6 minggu, sedangkan untuk fraktur yang bergeser membutuhkan waktu 6-12 minggu.

(20)

Gambar 7: Reduksi pada fraktur Colles 2. Osteoporosis

a) Gaya hidup

Latihan beban ringan atau latihan ringan yang memperkuat otot dapat memperkuat tulang pada penderita osteoporosis. Latihan aerobik, latihan beban ringan menunjukkan peningkatan BMD pada wanita post-menopause.[1]

Latihan dampak rendah aerobik, seperti berjalan dan bersepeda, umumnya direkomendasikan. Selama kegiatan ini, memastikan bahwa pasien mempertahankan keselarasan tulang belakang

Untuk osteoporosis latihan yang tepat meliputi weight bearing excercise 3-5 sesi per minggu seperti berjalan atau jogging, dengan masing-masing sesi berlangsung 45-60 menit. Pasien harus diinstruksikan dalam program latihan dirumah tersebut untuk menggabungkan elemen yang diperlukan untuk meningkatkan postur dan kebugaran fisik secara keseluruhan.

Asupan vitamin D dan kalsium yang penting pada orang dari segala usia, terutama di masa kanak-kanak karena pertumbuhan tulang sedang berlangsung cepat, dan sangat penting dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis. Vitamin D diakui sebagai elemen kunci dalam kesehatan tulang secara keseluruhan, pada penyerapan kalsium, keseimbangan dan kinerja otot.

(21)

Pasien yang mengonsumsi vitamin D dan kalsium dalam jumlah yang tidak memadai harus menerima suplementasi oral.

Sumber makanan untuk kalsium yang baik termasuk produk susu, sarden, kacang-kacangan, biji bunga matahari, tahu, sayuran seperti lobak hijau, dan jus jeruk. Sumber makanan yang baik untuk vitamin D termasuk telur, hati, mentega, lemak ikan, susu dan jus jeruk.

Tujuan dari rekomendasi saat asupan kalsium harian adalah untuk memastikan bahwa individu mempertahankan keseimbangan kalsium yang memadai. Rekomendasi saat ini dari American Association of Clinical Endocrinologist (AACE) untuk asupan kalsium harian adalah sebagai berikut: [2]

 Umur 0-6 bulan: 200 mg / hari  Umur 6-12 bulan: 260 mg / hari  Umur 1-3 tahun: 700 mg / hari  Umur 4-8 tahun: 1000 mg / hari  Umur 9-18 tahun: 1300 mg / hari  Umur 19-50 tahun: 1000 mg / hari

 Usia 50 tahun dan lebih tua: 1200 mg / hari

 Wanita hamil dan menyusui usia 18 tahun/lebih muda: 1300 mg/hari  Wanita hamil dan menyusui usia 19 tahun/lebih muda: 1000 mg/hari b) Farmakologik

National Osteoporotic Foundation (NOF) merekomendasikan bahwa terapi farmakologis hanya dilakukan untuk wanita menopause dan pria berusia 50 tahun atau lebih yang memiliki keadaan berikut:3

i. Fraktur panggul atau vertebra

ii. T-score -2.5 atau kurang pada leher femoralis atau vertebra setelah evaluasi yang tepat untuk menyingkirkan penyebab sekunder

(22)

iii. Massa tulang yang rendah (T-score -1.0 antara -2.5 dan di leher femoralis atau tulang belakang) dan probabilitas 10-tahun patah tulang pinggul sebesar 3% atau lebih, atau probabilitas 10-tahun patah tulang osteoporosis 20 % atau lebih.

American College of Physicians merekomendasikan obat-obat berikut, yang dikonsumsi dengan memperhatikan adekuasi intake kalsium dan vitamin D:4

1) Bifosfonat

Bifosfonat adalah kelas obat yang dapat mencegah hilangnya massa tulang, digunakan untuk mengobati osteoporosis dan penyakit serupa. Bifosfonat adalah obat yang paling sering diresepkan untuk mengobati osteoporosis.5

Bifosfonat terbagi menjadi 2 kategori yaitu nitrogenous dan non-nitrogenous. Bifosfonat bekerja dengan cara menghancurkan osteoklas. Bifosfonat non-nitrogendimetabolisme dalam sel menjadi senyawa yang menggantikan pirofosfat bagian terminal dari ATP, membentuk molekul non-fungsional yang bersaing dengan adenosine triphosphate (ATP) dalam metabolisme energi sel. Akibatnya, osteoklas mengalami apoptosis, yang menyebabkan penurunan secara keseluruhan dalam resorpsi tulang. Contoh obat dari bifosfonat non-nitrogenus adalah etidronat, clodronate, dan tiludronate.

Bifosfonat nitrogenus bekerja dengan cara mengikat dan menghalangi enzim sintase farnesyl difosfat (FPPS) di jalur HMG-CoA reduktase (juga dikenal sebagai jalur mevalonat). Gangguan FPPS mencegah pembentukan dua metabolit yaitu farnesol dan geranylgeraniol yang penting untuk menghubungkan beberapa protein kecil ke membran sel. Fenomena ini dikenal sebagai prenilasi. Prenilasi atas protein spesifik bernama Ras, Rho, dan Rac, mendasari mekanisme kerja bifosfonat nitrogenous yang mempengaruhi sitoskeleton dari osteoklas menyebabkan kerapuhan ketahanan sel osteoklas, dan juga proses pembentukan osteoklas. Contoh obat dari golongan ini adalah

(23)

Olpadronate, Neridronate Pamidronate, Alendronate, Risedronate, dan Zoledronate.6

2) Raloxifene

Raloxifene merupakan selective estrogen receptor modulator (SERM).Raloxifene memiliki sifat estrogenik pada tulang dan anti-estrogenik pada rahim dan payudara.Raloxifene digunakan dalam pencegahan osteoporosis pada wanita pascamenopause dan untuk mengurangi risiko kanker payudara invasif pada wanita postmenopause dengan osteoporosis dan pada wanita menopause yang berisiko tinggi untuk kanker payudara.6 Baik untuk pengobatan atau pencegahan

osteoporosis, suplementasi kalsium dan / atau vitamin D harus ditambahkan pada diet jika asupan harian tidak memadai.

3) Kalsitonin

Kalsitonin meruakan hormon yang diproduksi oleh sel paraffolikular dari kelenjar tiroid.Dalam bentuk obat, sumber kalsitonin diambil dari kelenjar ultimobrankial ikan Salmon.Kalsitonin dapat digunakan untuk perawatan terhadap osteoporosis, Paget’s disease of the bone, dan juga phantom limb pain.

Kalsitonin berperan dalam kalsium metabolisme kalsium dan metabolisme fosfor.Secara garis besar, kalsitonin merupakan antagonis PTH. Secara spesifik, kalsitonin menurunkan kalsium darah dengan mekanisme:7

 Menghambat penyerapan kalsium oleh usus  Menghambat aktivitas osteoklas pada tulang  Merangsang aktivitas osteoblastik pada tulang.

 Menghambat reabsorpsi kalsium pada sel tubulus ginjal yang memungkinkan untuk diekskresikan dalam urin

4) Denosumab

Denosumab merupakan antibodi monoklonal untuk perawatan osteoporosis.

Denosumab menghambat pematangan osteoklas dengan mengikat dan menghambat RANKL.Hal ini meniru mekanisme osteoprotegerin yang

(24)

merupaka inhibitor RANKL endogen, yang konsentrasi dan afinitasnya menurun pada pasien yang menderita osteoporosis.Hal Ini melindungi tulang dari degradasi, dan membantu untuk melawan perkembangan osteoporosis.

5) Teriparatide (rekombinan hormon paratiroid manusia)

Teriparatide merupakan bentuk rekombinan dari PTH.Teriparatide efektif sebagai agen anabolik tulang dan juga dapat digunakan untuk mempercepat penyembuhan fraktur.

Teriparatide (Forteo) merupakan satu-satunya agen anabolik yang tersedia untuk pengobatan osteoporosis. Hal ini diindikasikan untuk pengobatan wanita dengan osteoporosis postmenopause yang berisiko tinggi fraktur, yang telah toleran terapi osteoporosis sebelumnya, atau pengobatan osteoporosis telah gagal untuk meningkatkan massa tulang. Hal ini ditunjukkan pada pria dengan osteoporosis idiopatik atau hipogonadisme yang berisiko tinggi fraktur, yang telah toleran terapi osteoporosis sebelumnya, atau di antaranya terapi osteoporosis telah gagal.Teriparatide juga disetujui untuk pengobatan pasien dengan glucocorticoid-induced osteoporosis. Sebelum pengobatan dengan teriparatide, kadar kalsium serum, PTH, dan vit. D perlu dipantau.

Teriparatide tidak dapat diberikan selama lebih dari 2 tahun. Terapi ini dikontraindikasikan pada pasien dengan hiperkalsemia yang sudah ada sebelumnya, gangguan ginjal berat, kehamilan, ibu menyusui, riwayat metastasis tulang atau keganasan tulang, dan pasien yang berada pada risiko dasar meningkat untuk osteosarcoma termasuk mereka dengan penyakit Paget, peningkatan alkali fosfatase, anak-anak dan orang dewasa muda dengan epifisis terbuka atau riwayat radioterapi sebelumnya.8

(25)

Komplikasi dari fraktur colles sering dapat berupa kekakuan jari-jari tangan, kekakuan sendi bahu, malunion subluksasio sendi radio-ulnar distal. Jarang terjadi atrofi Suddeck, rupture tendon ekstensor polisis longus, sindrom karpal tunnel. Pada atrofi Suddeck, tangan menjadi kaku, biru, dan dingin akibat reflex sympathetic dystrophy yang disebabkan oleh gangguan sensoris dan otonom pada tulang dan pembuluh darah. Hal ini sering terjadi pada pasien yang tidak menggerakkan jari-jarinya dan bias juga turut terjadi pada bahu setelah terjadi fraktur pada lengan bawah.Kerusakan pada nervus medianus bisa terjadi akibat fraktur Colles dan bisa menyebakan kompresi pada saraf tersebut. Simptom ini akan menghilang setelah frakturnya menyatu namun dekompresi harus dilakukan untuk mengurangi simptom. Ruptur tendon longus pollicis ekstensor bisa terjadi akibat pergerakandari pinggir tajam dari tulang yang patah di daerah dorsal pergelangan tangan. Pasien akan mengeluhkan jempolnya tidak bisa diangkat

H. Prognosis

Prognosis untuk osteoporosis baik jika kehilangan tulang terdeteksi di tahap awal dan intervensi yang tepat dilakukan. Pasien dapat meningkatkan BMD dan mengurangi risiko patah tulang dengan obat anti-osteoporosis yang tepat.Selain itu, pasien dapat mengurangi risiko jatuh dengan berpartisipasi dalam rehabilitasi dan juga modifikasi lingkungan. Memburuknya keadaan dapat dicegah dengan memberikan manajemen nyeri yang tepat dan, jika diindikasikan, perangkat orthotic. Sedangkan pada fraktur colles, bila menurut klasifikasi Frykman, nomor yang lebih besar menunjukkan fase penyembuhan yang lebih rumit dan prognosa yang lebih jelek.

Meskipun pasien osteoporosis memiliki tingkat kematian meningkat karena komplikasinya yaitu patah tulang, tetapi dengan sendirinya osteoporosis jarang mematikan.Terlepas dari risiko kematian dan komplikasi lainnya, fraktur osteoporosis berhubungan dengan kualitas kesehatan yang berhubungan berkurang quality of life.

(26)

BAB III KESIMPULAN

Fraktur Colles adalah fraktur ekstra-artikular sangat sering dari distal radius yang terjadi sebagai hasil dari jatuh ke tangan dorsofleksi. Fraktur ini lebih sering ditemukan pada wanita yang mengalami osteoporosis setelah menopouse. Diagnosis pada fraktur colles ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan radiografi foto polos dilakukan untuk mendeteksi klasifikasi fraktur, mendiagnosis adanya fraktur dengan memperhatikan lokasinya, tipe (jenis fraktur), dan kedudukan fragmen, menentukan struktur tulang apakah tulang dasarnya normal atau patologis.

Prinsip tatalaksana pada fraktur adalah direposisi seanatomis mungkin, pertahankan hasil reposisi dan cegah komplikasi karena reposisi yang anatomis akan memberikan fungsi yang baik. Reposisi dapat dilakukan dalam anestesi lokal, regional blok atau anestesi umum. Pada fraktur Colles dengan Osteoporosis dapat dilakukan perbaikan gaya hidup seperti latihan dan asupan vitamin D dan kalsium, tujuannya adalah untuk memastikan bahwa individu mempertahankan keseimbangan kalsium yang memadai. Terapi farmakologis hanya dilakukan untuk wanita menopause dan pria berusia 50 tahun atau lebih.

(27)

DAFTAR PUSTAKA

1. Raisz LG. Pathogenesis of osteoporosis: concepts, conflicts, and prospects. J Clin Invest. 2005 Dec. 115(12):3318-25.

2. Yasuda Y, J Kaleta, Brömme D. The role of cathepsins in osteoporosis and arthritis: rationale for the design of new therapeutics. Adv Drug deliv Rev. 2005 May 25; 57 (7): 973-93. Epub 2005 Apr 15th.

3. National Osteoporosis Foundation. Clinician's Guide to Prevention and Treatment of Osteoporosis: 2014 Issue, Version 1. Available at http://nof.org/files/nof/public/content/file/2791/upload/919.pdf. Accessed: February 23, 2015.

4. Mulder JE, Kolatkar NS, LeBoff MS. Drug insight: Existing and emerging therapies for osteoporosis. Nat Clin Pract Endocrinol Metab. Dec. 2006 2 (12): 670-80.

5. National Osteoporosis Society. Osteoporosis Available at:

https://www.nos.org.uk/page.aspx?pid=1400

6. Food and Drug Administration. Available at:

http://www.fda.gov/bbs/topics/NEWS/2007/NEW01698.html

7. Rhoades, Rodney (2009).Medical Physiology: Principles for Clinical Medicine. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

8. Quattrocchi E, Kourlas H. Teriparatide: a review. Clin Ther. 2004 Jun. 26(6):841-54.

Gambar

Gambar 1. Tulang radius
Gambar 2. Articulatio Radiocarpalis
Gambar 2: a. Mekanisme fraktur Colles; b. Dinner fork deformity
Gambar 3: Fraktur colles; a.Potongan AP; b. Potongan lateral
+3

Referensi

Dokumen terkait

sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Karya Tulis Ilmiah tentang “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST PINNING FRAKTUR RADIUS 1/3 DISTAL DEXTRA DI RSUD

Mengetahui manfaat infra merah dan terapi latihan terhadap penurunan nyeri pada kondisi fraktur 1/3 distal radius ulna sinistra.. Mengetahui keefektifan infra merah dan terapi

Untuk mengetahui Terapi Latihan dalam meningkatkan Lingkup Gerak Sendi (LGS) akibat dari pasca gips fraktur radius 1/3 distal.. Untuk mengetahui Terapi Latihan dalam

2) Mengathui manfaat hold relax stretching dapat mengurangi nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi dan mengembalikan kemampuan fungsional pada kasus fraktur1/3 radius

Setelah dilakukan tindakan operasi tersebut munculah problematika fisioterapi baru seperti adanya oedema pada radius 1/3 distal dan tangan, terjadi penurunan kekuatan otot

Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anestasi local (prokain atau novakain atau xilokain 1 %) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan.. masuk dan di

Kerja akibat seluruh gaya luar yang bekerja pada sebuah struktur ( external forces ) U e , menyebabkan terjadinya gaya-gaya dalam pada struktur ( internal work or

3 Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Komplikasi Post Op Fraktur 1/3 Radius Distal Sinistra Dengan Kombinasi Modalitas Ultrasound, Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation dan