• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Kesehatan 2.1.1 Teori Perilaku a. Teori Carl Rogers

Perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yakni:

1) Kesadaran (Awareness), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2) Tertarik (Interest), yakni orang mulai tertarik kepada stimulus

3) Evaluasi (Evaluation), yakni menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Mencoba (Trial), yakni orang telah mencoba perilaku baru

5) Adopsi (Adoption), yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2010). b. Teori Lawrence Green

Faktor yang memengaruhi pria dalam penggunaan kontrasepsi vasektomi dapat menggunakan pendekatan faktor perilaku pada kerangka kerja dari teori Green (1991). Adapun faktor-faktor yang memengaruhi perilaku ada 3 faktor utama, yaitu:

(2)

1) Faktor predisposisi (predisposing factors) ` 2) Faktor pemungkin (enabling factors), dan 3) Faktor penguat (reinforcing factors).

Menurut Green yang dikutip Notoatmodjo (2010), bahwa faktor-faktor yang menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan (penggunaan kontrasepsi vasektomi) dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Faktor Predisposisi (predisposing factors), faktor ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam ciri-ciri:

a) Demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga).

b) Struktur Sosial (tingkat pendidikan, jumlah pendapatan pekerjaan, ras, kesukuan, agama, tempat tinggal)

c) Sikap, keyakinan, persepsi, pandangan individu terhadap pelayanan kesehatan

2. Faktor pemungkin (enabling factors) adalah faktor antesenden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk di dalam faktor pemungkin adalah keterampilan dan sumber daya pribadi atau komuniti, seperti tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan, peraturan perundangan

(3)

3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penyerta (yang datang sesudah) perilaku yang memberikan ganjaran, insentif, atau hukuman atas perilaku dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku itu, yang termasuk ke dalam faktor ini adalah faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Apakah penguat ini positif ataukah negatif tergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan, diantaranya lebih kuat dari pada yang lain dalam memengaruhi perilaku.

2.2 Program Keluarga Berencana (KB) 2.2.1 Pengertian, Visi, dan Misi

Keluarga berencana adalah program yang bertujuan membantu pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2010).

Paradigma baru KB Nasional (KBN) telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas Tahun 2015”. Menurut Saifuddin (2010), keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri,

(4)

memiliki anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Paradigma baru program KB ini menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. Visi tersebut dijabarkan ke dalam 6 (enam) misi, yaitu:

1. Memberdayakan masyarakat untuk membangun keluarga kecil berkualitas;

2. Menggalang kemitraan dalam peningkatan kesejahteraan, kemandirian, dan ketahanan keluarga;

3. Meningkatkan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi;

4. Meningkatkan promosi, perlindungan dan upaya mewujudkan hak-hak reproduksi;

5. Meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan jender melalui program KB; dan

6. Mempersiapkan SDM berkualitas sejak pembuahan dalam kandungan sampai dengan usia lanjut.

2.2.2 Tujuan dan Manfaat KB

Menurut Mochtar (2011), keluarga berencana bertujuan untuk membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara mengatur kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun manfaat KB antara lain yaitu menurunkan angka kematian, mencegah kehamilan terlalu dini, mencegah kehamilan

(5)

terjadi di usia tua, menjarangkan kehamilan dan persalinan dan mencegah terlalu sering hamil dan melahirkan.

Selanjutnya Mochtar (2011) menjelaskan

1. Untuk kepentingan orang tua

manfaat dari program KB tersebut adalah:

Orang tua (ayah dan ibu) yang paling bertanggung jawab atas keselamatan dirinya dan keluarganya (anak-anak), karena itu orang tua haruslah sadar akan batas-batas kemampuannya selama masa baktinya dalam memenuhi kebutuhan anak-anaknya sampai menjadi orang yang berguna. Walaupun manusia dapat mengharapkan pertolongan dan rezeki dari Tuhan Yang Maha Esa, namun mereka sebagai makhluk insan diberi akal, ilmu dan pikiran sehat, karena itu mereka wajib memakai akal, ilmu dan pikiran sehat tersebut untuk mendapatkan jalan dan hidup yang sehat pula supaya jangan berbuat lebih kemampuan yang ada. Dengan demikian terciptalah keselamatan keluarga dan terbentuklah keluarga yang bahagia.

2. Untuk kepentingan anak-anak

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan yang harus dijunjung tinggi sebagai pemberian yang tidak ternilai harganya. Maka mengatur kelahiran merupakan salah satu cara dalam menghargai kepentingan anak. Dengan demikian orang tua mempunyai persiapan yang matang agar dapat memberikan kehidupan yang baik kepada anak-anaknya agar mereka kelak menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi orang tua dan bangsa.

(6)

3. Untuk kepentingan masyarakat

Keluarga merupakan kumpulan terpadu dari satu komunitas atau masyarakat. Kepentingan masyarakat meminta agar setiap orang tua sebagai kepala keluarga memelihara dengan baik keluarga dan anak-anaknya agar dapat membantu terlaksananya kesejahteraan seluruh komunitas sehingga secara makro telah ikut memelihara keseimbangan penduduk dan pelaksanaan pembangunan nasional. Tanpa bantuan kesungguhan keluarga-keluarga dalam menekan pertambahan penduduk dengan cepat, pembangunan tidak akan berarti. Orangtua yang menentukan jumlah anak yang ingin mereka miliki sesuai dengan kemampuanya dan tidak melupakan tanggung jawab anak-anak yang telah dilahirkan, tanggung jawab masyarakat dan Negara di mana mereka hidup dan berbakti.

2.2.3 Sasaran Program KB

Sasaran program KB adalah bagaimana supaya segera tercapai dan melembaganya Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) pada masyarakat Indonesia. Yang menjadi sasaran Gerakan KB Nasional ialah 1) PUS dengan prioritas muda dan paritas rendah, 2) generasi muda dan purna PUS, 3) pelaksana dan pengelola KB, 4) sasaran wilayah adalah wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk tinggi dari wilayah khusus seperti sentral industri, pemukiman padat, daerah kumuh, daerah pantai dan daerah terpencil (Arum, 2008).

Pasangan Usia Subur (PUS) perlu memperhatikan pelayanan keluarga berencana terutama kepada isteri mempunyai keadaan 4T, yaitu (Prasetyawati, 2012):

(7)

1. Terlalu muda

Wanita umur di bawah 20 tahun lebih sering mengalami kematian karena persalinan dan tubuh belum cukup matang untuk melahirkan. Bayi-bayi mereka lebih sering meninggal sebelum mencapai umur 1 tahun.

2. Terlalu banyak melahirkan

Seorang wanita dengan anak lebih dari 3 akan lebih sering mengalami kematian karena perdarahan setelah persalinan dan penyebab lain.

3. Terlalu rapat jarak kelahiran (di bawah 2 tahun)

Tubuh wanita memerlukan waktu untuk memulihkan tenaga dan kekuatan diantara kehamilan.

4. Terlalu tua untuk mempunyai anak (di atas 35 tahun)

Wanita usia subur yang sudah tua akan mengalami bahaya, terutama bila mereka mempunyai masalah kesehatan lain atau sudah terlalu banyak melahirkan.

2.3 Metode Kontrasepsi KB Pria 2.3.1 Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti ”melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dan sel sperma. Maka dari itu, metode kontrasepsi dibutuhkan oleh pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun

(8)

tidak menghendaki kehamilan (Suratun, dkk, 2008). Sedangkan Prawirohardjo (2008) mendefinisikan kontrasepsi merupakan upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara dapat pula bersifat permanen, penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang memenuhi fertilitas.

Menurut Hartanto (2010), ada dua pembagian cara kontrasepsi yaitu :

1. Kontrasepsi Sederhana. Kontrasepsi sederhana terbagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama terputus dan pantang berkala. Kontrasepsi dengan alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly atau tablet berbusa (vaginal tablet).

2. Kontrasepsi Modern/Metode Efektif. Cara kontrasepsi modern antara lain : pil, AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan, implant, serta metode mantap, yaitu dengan operasi tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan vasektomi (sterilisasi pada pria).

Menurut Siswosudarmo (2006), ada beberapa komponen keefektifan alat kontrasepsi, antara lain :

1. Keefektifan teoritis, adalah kemampuan sebuah cara kontrasepsi untuk mencegah kehamilan apabila cara tersebut digunakan sebagaimana mestinya.

2. Keefektifan praktis (pemakaian), adalah keefektifan yang terlihat dalam kenyataan di lapangan setelah pemakaian jumlah besar, meliputi segala sesuatu

(9)

yang mempengaruhi pemakaian, seperti kesalahan, penghentian, kelalaian, dan lain-lain.

3. Keefektifan program, adalah keefektifan sebuah cara dalam sebuah program baik di tingkat lokal, propinsi, maupun nasional.

4. Keefektifan biaya (cost effectiveness), adalah perbandingan antara sebuah cara atau program dengan hasil yang diharapkan, baik berupa jumlah akseptor, jumlah yang terus memakai, efek samping, penurunan angka kesuburan, dan lain-lain.

Saifuddin (2010) menjelaskan tidak ada satu pun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien, karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual bagi setiap klien. Namun secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah sebagai berikut:

1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat bila digunakan.

2. Berdaya guna, artinya bila digunakan sesuai dengan aturan akan dapat mencegah terjadinya kehamilan.

3. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya di masyarakat.

4. Terjangkau harganya oleh masyarakat.

5. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali kesuburannya.

Adapun metode kontrasepsi yang tersedia bagi pria adalah : a. Koitus Interuptus

(10)

Metode koitus interuptus juga dikenal dengan metode senggama terputus. Teknik ini dapat mencegah kehamilan dengan cara sebelum terjadi ejakulasi pada pria, seorang pria harus menarik penisnya dari vagina sehingga tidak setetespun sperma masuk kedalam rahim wanita. Dengan cara ini kemungkinan terjadinya perubahan (kehamilan) bisa dikurangi (Meilani dkk, 2010).

b. Kondom

Kondom dibuat dari selubung lateks yang dipasang dan membungkus keseluruhan panjang penis yang ereksi. Kondom merupakan barang disposal, hanya boleh sekali pakai, dan tersedia dalam berbagai warna dan tampilan. Kondom bekerja sebagai sawar yang mencegah pertemuan sperma dan ovum dan terjadinya kehamilan (Glasier, 2006).

c. Sterilisasi Pria

Sterilisasi pria telah menjadi pilihan kontrasepsi pemanen yang popular untuk banyak pasangan, prosedur bedah tersebut dikenal dengan vasektomi (Everett, 2008).

Sterilisasi pria telah menjadi pilihan kontrasepsi permanen yang populer untuk banyak pasangan, prosedur bedah tersebut dikenal sebagai vasektomi. Eksperimen pertama dengan melakukan sumbatan pada vasdeferens dilakukan pada awal tahun 1830 oleh Sir Astley Cooper, dan kemudian pada abad ke-20 seiring kemajuan di bidang pembedahan dan anastesi, vasektomi tersedia bagi pria. Hal ini merintis dibukanya klinik vasektomi pertama oleh Family Planning Assiciation pada Oktober 1968 (Everett, 2008).

(11)

2.3.2 Metode Kontrasepsi Vasektomi 1. Pengertian Vasektomi

Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk menghalangi keluarnya sperma dengan cara mengangkat dan memotong saluran mani (vas different) sehingga sel sperma tidak keluar pada saat senggama. Vasektomi ini tidak sama dengan kebiri atau kastrasi mengangkat buah pelir. Bekas operasi hanya berupa satu luka kecil di tengah atau di antara kiri dan kanan kantong zakar (Suratun, 2008). Senada dengan pendapat tersebut, Indiarti (2009) mengatakan vasektomi kontrasepsi permanen yang dilakukan pada pria dengan cara mengikat saluran sperma sehingga sel-sel sperma tidak dapat keluar saat ejekulasi.

Kontrasepsi mantap pria atau vasektomi merupakan suatu metode konrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif, memerlukan waktu yang singkat dan tidak memerlukan anastesi umum. Prinsip dasar vasektomi adalah ovulasi vas deferen, sehingga menghambat perjalanan spermatozoa dan tidak didapatkan spermatozoa di dalam semen/ejekulasi (Hartanto, 2010). Sedangkan Everett (2007) menjelaskan bahwa Vasektomi adalah pemotongan vas deferens, yang merupakan saluran yang mengangkut sperma dari epididimis di dalam testis ke vesikula seminalis. Dengan memotong vas deferens, sperma tidak mampu diejakulasikan dan pria akan menjadi tidak subur setelah vas deferens bersih dari sperma.

(12)

2. Macam-macam vasektomi

Saifuddin, (2010) mengelompokkan dua cara teknik vasektomi yang dilakukan kepada akseptor yaitu:

a. Vasektomi dengan pisau operasi

Teknik pemasangan vasektomi ini dilakukan pada daerah kulit skrotum pada penis dan daerah tersebut dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti larutan Iodofor (betadine) 0,75 %. Menutup daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar. Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anestasi lokal (prokain atau novakain atau xilokain 1%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk dan di daerah distal serta proksimal vas deferens dideponir lagi masing-masing 0,5 ml. Kulit skrotum diiris longitudinal 1–2 cm, tepat di atas vas deferens yang telah ditonjolkan ke permukaan kulit. Setelah kulit dibuka, vas deferens dipegang dengan klem, disiangi sampai tampak vas deferens mengkilat seperti mutiara, perdarahan dirawat dengan cermat. Sebaiknya ditambah lagi obat anestasi ke dalam fasia disayat longitudinal sepanjang 0,5 cm. Usahakan tepi sayatan rata (dapat dicapai jika pisau cukup tajam) hingga memudahkan penjahitan kembali.

Setelah fasia vas deferens dibuka terlihat vas deferens yang berwarna putih mengkilat seperti mutiara. Selanjutnya vas deferens dan fasianya dibebaskan dengan gunting halus berujung runcing. Jepitlah vas deferens dengan klem pada dua tempat dengan jarak 1-2 cm dan ikat dengan benang kedua ujungnya. Setelah diikat jangan

(13)

dipotong dulu. Tariklah benang yang mengikat kedua ujung vas deferens tersebut untuk melihat kalau ada perdarahan yang tersembunyi. Jepitan hanya pada titik perdarahan, jangan terlalu banyak, karena dapat menjepit pembuluh darah lain seperti arteri testikularis atau deferensialis yang berakibat kematian testis itu sendiri. Potonglah diantara 2 ikatan tersebut sepanjang 1 cm.

Selanjutnya menggunakan benang sutra No. 00,0, atau 1 cm untuk mengikat vas tersebut. Ikatan tidak boleh terlalu longgar tetapi juga jangan terlalu keras karena dapat memotong vas deferens. Untuk mencegah rekanalisasi spontan yang dianjurkan adalah dengan melakukan interposisi fasia vas deferens, yakni menjahit kembali fasia yang terluka sedemikian rupa, vas deferens bagian distal (sebelah ureteral dibenamkan dalam fasia dan vas deferens bagian proksimal (sebelah testis) terletak di luar fasia. Cara ini akan mencegah timbulnya kemungkinan rekanalisasi. Lakukan kembali tindakan untuk vas deferens yang sebelahnya. Dan setelah selesai, tutuplah kulit dengan 1-2 jahitan plain catgut No. 000 kemudian rawat luka operasi sebagaimana mestinya, tutup dengan kasa steril dan diplester.

b. Vasektomi tanpa pisau operasi

Penis diplester ke dinding perut. Daerah kulit skrotum dibersihkan dengan cairan yang merangsang seperti larutan Iodofor (betadine). Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar. Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anestasi local (prokain atau novakain atau xilokain 1 %) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan

(14)

masuk dan di daerah distal, kemudian dideponir lagi masing-masing 3-4 ml. Prosedur ini dilakukan sebelah kanan dan kiri. Vas deferens dengan kulit skrotum yang ditegangkan difiksasi di dalam lingkaran klem fiksasi pada garis tengah skrotum. Kemudian klem direbahkan ke bawah sehingga vas deferens mengarah ke bawah kulit. Kemudian tusuk bagian yang paling menonjol dari vas deferens, tepat di sebelah distal lingkaran klem sebelah ujung klem diseksi dengan membentuk sudut 45 derajat.

Sewaktu menusuk vas deferens sebaiknya sampai kena vas deferens kemudian klem diseksi ditarik, tutupkan ujung-ujung klem dan dalam keadaan tertutup ujung klem dimasukkan kembali dalam lobang tusukan, searah jalannya vas deferens. Renggangkan ujung-ujung klem pelan-pelan. Semua lapisan jaringan dari kulit sampai dinding vas deferens akan dapat dipisahkan dalam satu gerakan. Setelah itu dinding vas deferens yang telah telanjang dapat terlihat. Dengan ujung klem diseksi menghadap ke bawah, tusukkan salah satu ujung klem ke dinding vas deferens dan ujung klem diputar menurut arah jarum jam, sehingga ujung klem menghadap ke atas. Ujung klem pelan-pelan dirapatkan dan pegang dinding anterior vas deferens. Lepaskan klem fiksasi dari kulit dan pindahkan untuk memegang vas deferens yang sudah telanjang dengan klem fiksasi lalu lepaskan klem diseksi.

Pada tempat vas deferens yang melengkung, jaringan sekitarnya dipisahkan pelan-pelan ke bawah dengan klem diseksi. Kalau lobang telah cukup luas, lalu klem diseksi dimasukkan ke lobang tersebut. Kemudian dibuka ujung-ujung klem

(15)

pelan-pelan paralel dengan arah vas deferens yang diangkat. Diperlukan kira-kira 2 cm vas deferens yang bebas. Vas deferens di-crush secara lunak dengan klem diseksi, sebelum dilakukan ligasi dengan benang sutra 3-0. Diantara dua ligasi kira-kira 1-1,5 cm vas deferens dipotong dan diangkat. Benang pada putung distal sementara tidak dipotong. Kontrol perdarahan dan kembalikan putung-putung vas deferens dalam skrotum. Tarik pelan-pelan benang pada puntung yang distal. Pegang secara halus fasia vas deferens dengan klem diseksi dan tutup lobang fasia dengan mengikat sedemikian rupa sehingga puntung bagian epididimis tertutup dan puntung distal ada di luar fasia. Apabila tidak ada perdarahan pada keadaan vas deferens tidak tegang. Maka benang yang terakhir dapat dipotong dan vas deferens dikembalikan dalam skrotum. Untuk vas deferens sebelah yang lain, melalui luka di garis tengah yang sama. Kalau tidak ada perdarahan, luka kulit tidak perlu dijahit hanya aproksimasikan dengan band aid atau tensoplas.

3. Persyaratan menjadi akseptor vasektomi

Pelayanan vasektomi ini hanya diberikan kepada akseptor yang memenuhi syarat sebagai berikut, yaitu: 1) Tidak ingin memiliki anak lagi di kemudian hari; 2)Telah memiliki jumlah anak yang ideal, sehat jasmani dan rohani; 3) Rumah tangga bahagia dan harmonis; 4) Telah persetujuan dari istri; dan (5) Sukarela tanpa paksaan. 4. Keuntungan vasektomi

Hartanto (2010), menyebutkan keuntungan vasektomi antara lain: (1)Tidak ada mortalitas (kematian); (2)Morbiditas (akibat sakit) kecil sekali; (3)Tidak perlu

(16)

mondok di rumah sakit; (4)Waktu operasi hanya 15 menit dan dilakukan dengan pembiusan setempat; (5)Sangat efektif (kemungkinan gagal tidak ada) karena dapat diperiksa kepastiannya di laboratorium; dan (6)Tidak membutuhkan biaya yang besar. Hal senada juga diungkapkan Meilani dkk (2010) bahwa metode vasektomi bersifat permanen dan memiliki kelebihan antara lain:

a. Tidak akan mengganggu ereksi, potensi seksual dan produksi hormon.

b. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi dan dapat digunakan seumur hidup.

c. Tidak mengganggu kehidupan seksual suami istri. d. Lebih aman atau keluhan lebih sedikit.

e. Lebih praktis, hanya memerlukan satu tindakan.

f. Lebih efektif karena tingkat kegagalannya sangat kecil.

g. Lebih ekonomis, hanya memerlukan biaya untuk sekali tindakan. h. Tidak ada mortalitas/kematian dan tidak ada risiko kesehatan. i. Pasien tidak perlu dirawat di rumah sakit.

4. Kerugian Vasektomi

Meliani dkk (2010) berpendapat ada kerugian suami melakukan vasektomi antara lain yaitu harus ada tindakan pembedahan, tidak dilakukan pada suami yang masih ingin memiliki anak, kadang-kadang terasa nyeri atau terjadi perdarahan setelah operasi, dan kadang-kadang timbul infeksi pada kulit skrotum, apabila operasinya tidak sesuai dengan prosedur.

(17)

5. Indikasi dan Kontra Indikasi

Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga (Arum, 2008). Sedangkan kontra-indikasi menurut Everett (2008) adalah : a. Ketidakmampuan fisik yang serius; b. Masalah urologi; c. Masalah hubungan; d. Tidak didukung oleh pasangan.

Adapun kontraindikasi yang lain menurut Meilani dkk (2010), adalah : a.Penderita hernia; b. Penderita kencing manis; c. Penderita kelainan pembekuan darah; d. Penderita penyakit kulit atau jamur di daerah kemaluan; e. Tidak tetap pendiriannya; f.Infeksi di daerah testis; g. Varikokel (varises pada pembuluh darah balik buah zakar); h.Buah zakar membesar karena tumor; i. Hidrokel (penumpukan cairan pada kantong zakar); j. Buah zakar tidak turun (kriptokismus); k. Penyakit kelainan pembuluh darah.

6. Kegagalan vasektomi

Walaupun vasektomi dinilai paling efektif untuk mengontrol kesuburan pria namun masih mungkin dijumpai suatu kegagalan. Menurut (Saifuddin, 2010) Vasektomi dianggap gagal apabila pada analisis sperma setelah 3 bulan paska vasektomi atau setelah 20 kali ejakulasi masih dijumpai spermatozoa, dijumpai spermatozoa setelah sebelumnya azoosperma dan istri (pasangan) hamil. Muchtar (2011) kegagalan vasektomi dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:

(18)

a. Rekanalisasi spontan, tidak akan terjadi jika kedua ujung dibakar. b. Jika yang dipotong bukan vas deferens, misalnya pembuluh darah. c. Akseptor telah bersetubuh dengan istri sebelum benar-benar steril. 7. Komplikasi

Akseptor vasektomi dapat mengalami komplikasi atau gangguan yang mungkin timbul pasca vasektomi antara lain: perdarahan, apabila perdarahan sedikit cukup diobservasi saja tetapi apabila perdarahan agak banyak segera rujuk ke RS yang memiliki fasilitas lengkap. Setiap ada pembengkakan di daerah scrotum harus dicurigai adanya perdarahan. Adanya hematoma biasanya terjadi apabila di daerah scrotum diberi beban yang terlalu berat seperti naik sepeda, duduk terlalu lama, atau naik kendaraan di jalan yang rusak, infeksi biasanya terjadi pada kulit epididimis atau orkitis, terjadi sekitar 0,1 % (Handayani, 2010).

8. Perawatan Pra Operasi Vasektomi

a. Dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui indikasi, kontra indikasi dan hal-hal lain yang diperlukan untuk kepentingan calon peserta kontap, sebaiknya dilakukan oleh yang akan melakukan pembedahan.

1) Anamnesis

Identitas calon peserta serta pasangannya, umur peserta, jumlah anak hidup dan umur anak terkecil yanga ada, metode kontrasepsi yang pernah digunakan istri serta metode kontrasepsi yang saat ini digunakannya, riwayat penyakit yang pernah diderita, perilaku seksual calon peserta dan

(19)

pasangannya, dan adakah pengalaman perdarahan yang terlalu lama apabila luka.

2) Pemeriksaan fisik

Lakukan pemeriksaan fisik dengan lengkap termasuk tanda vital, cardiovaskuler, paru-paru dan ginjal serta genitali. Apabila ditemukan keadaan yang abnormal lakukan rujukan sesuai dengan keluhan dan kelainan yang ditemukan.

b). Persiapan pra operasi

1) Jelaskan secara lengkap mengenai tindakan vasektomi termasuk mekanisme dalam mencegah kehamilan dan efek samping yang mungkin terjadi.

2) Berikan nasehat untuk perawatan luka bekas pembedahan, kemana minta pertolongan bila terjadi kelainan atau keluhan sebelum waktu kontrol. 3) Berikan nasehat tentang cara menggunakan obat yang diberikan sesudah

tindakan pembedahan.

4) Klien dianjurkan membawa celana khusus untuk menyangga scrotum. 5) Anjurkan calon peserta puasa sebelum operasi atau sekurang- kurangnya 2

jam sebelum operasi. c) Perawatan pasca operasi

1) Akseptor diminta untuk beristirahat dengan berbaring selama 15 menit sebelum dibenarkan untuk pulang.

(20)

2) Mengamati perdarahan dan rasa nyeri pada luka.

3) Memberikan nasehat sebelum pulang: istirahat selama 1–2 hari dengan tidak bekerja berat dan menaiki sepeda, menjaga agar luka operasi jangan basah dan kotor, gunakan celana dalam yang bersih, anjurkan untuk menghabiskan obat yang diberikan sesuai dengan petunjuk, datang ke klinik satu minggu kemudian, satu bulan dan tiga bulan kemudian untuk pemeriksaan, segera kembali apabila terjadi perdarahan dan panas, nyeri yang hebat atau ada muntah dan sesak nafas, boleh berhubungan seksual dengan istri tetapi harus dengan menggunakan kondom paling tidak sampai 15 kali senggama atau sampai hasil pemeriksaan sperma nol. Setelah itu boleh berhubungan bebas tanpa kondom (Suratun, dkk, 2008). 9. Reanastomosis atau Rekanalisasi (Pemulihan)

Pemulihan fertilitas pada suami yang telah dioperasi vasektomi bukanlah hal yang tidak mungkin. Tetapi permintaan pemulihan (Renastomosis/ Rekanalisasi) demikian sangat jarang. Menurut catatan paling permintaan seperti itu datang dari pihak suami-istri di India. Banyak dokter yang diminta melakukan operasi renastomosis/rekanalisasi memerlukan pengecekan berbagai hal terhadap permohonan sebelum melakukannya. Berdasarkan segi teknis antara lain yang diteliti adalah seberapa jauh kerusakan vasdeferens yang terjadi pada saat akseptor tersebut menjadi vasektomi, beberapa lama sudah pasien itu dalam keadaan steril, dan apakah istrinya memang masih potensi untuk hamil dan lain-lain. Apabila perbedaan

(21)

reanastomatis harus dilakukan, maka hal ini merupakan proses yang lebih lama dan lebih rumit ketimbang dengan proses vasektomi sebelumnya. Harus dilakukan pembiusan umum, dan biasanya yang dipulihkan kembali cuma salah satu dari saluran sperma yang dipotong pada proses vasektomi, kecuali bila ternyata mengalami kegagalan atau infeksi, maka penyambungan saluran kembarnya akan dilakukan. Untuk itu diperlukan tenggang waktu beberapa bulan kemudian (Saifuddin, 2010).

2.4 Landasan Teori

Sesuai dengan teori timbulnya perilaku kesehatan sebagaimana yang dikemukakan oleh Green, maka ditentukan beberapa variabel yang dapat memengaruhi perilaku penggunaan kontrasepsi vasektomi antara lain:

a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor predisposisi merupakan faktor yang ada pada diri individu, beberapa faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1). Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek (Notoatmodjo, 2010).

(22)

Menurut Bloom (1908), yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010) pengetahuan dibagi menjadi beberapa tingkatan yang selanjutnya disebut dengan Taksonomi Bloom. Menurut Bloom, pengetahuan dibagi atas: tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).

Menurut pendapat Rogers (1962) yang dikutip Nursalam (2007) bahwa tindakan dapat timbul melalui kesadaran. Kesadaran yang dimaksud berawal dari tingkat pengetahuan seseorang. Kesadaran tersebut kemudian akan berlanjut mengikuti empat tahap berikutnya, yaitu keinginan, evaluasi, mencoba, dan menerima (penerimaan) atau dikenal juga dengan AIETA (Awareness, Interest, Evaluation, Trial, and Adoption).

Secara umum, tingkat pengetahuan kaum suami tentang kontrasepsi vasektomi masih sangat rendah. Para suami sering salah kaprah tentang efek kontrasepsi vasektomi. Malahan mereka sering menganggap vasektomi sama dengan kebiri. Padahal, vasektomi bukan kebiri. Vasektomi masih memungkinkan pria untuk memiliki kejantanan dan keturunan, sementara bila pria dikebiri tidak akan memiliki kejantanan apalagi keturunan karena buah zakar/ testis dipotong, dibuang sehingga tidak dapat lagi memproduksi sperma dan hormon testoteron (pemberi sifat kejantanan). Akibatnya pria jadi kewanita-wanitaan, seperti terjadi pada zaman Romawi dimana laki-laki menjadi penjaga wanita. Sedangkan vasektomi hanya pemotongan saluran sperma kiri dan kanan saja, agar cairan mani yang dikeluarkan

(23)

pada saat ejakulasi tidak lagi mengandung sperma. Pada vasektomi buah zakar/testis tidak dibuang jadi tetap dapat memproduksi hormon testoteron (kejantanan) (Gema Pria, 2009).

Menurut hasil penelitian Fitri, I.R (2002) di Kecamatan Karangayar, Kabupaten Kebumen Bualan dinyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keikutsertaan suami untuk menggunakan kontrasepsi permanen (vasektomi ) dengan probabiliti sebesar 0,003.

2). Sikap

Sikap (attitude), adalah evaluasi positif-negatif-ambivalen individu terhadap objek, peristiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap merupakan perasaan, keyakinan, dan kecenderungan perilaku yang relatif menetap. Unsur-unsur sikap meliputi kognisi, afeksi, dan kecenderungan bertindak. Faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya sikap adalah pengalaman khusus, komunikasi dengan orang lain, adanya model, iklan dan opini, lembaga-lembaga sosial dan lembaga keagamaan (Makmun, 2005).

Hubungan perilaku dengan sikap, keyakinan dan nilai tidak sepenuhnya dimengerti, namun bukti adanya hubungan tersebut cukup banyak. Analisis akan memperlihatkan misalnya bahwa sikap, sampai tingkat tertentu merupakan penentu, komponen dan akibat dari perilaku. Hal ini merupakan alasan yang cukup untuk memberikan perhatian terhadap sikap, keyakinan dan nilai sebagai faktor predisposisi.

(24)

3). Umur

Umur dapat didefiniskan sebagai jumlah waktu kehidupan yang telah dijalani oleh seseorang. Umur sering dihubungkan dengan kemungkinan terjangkit penyakit. Kelompok umur usia muda (anak-anak) ternyata lebih rentan terhadap penyakit infeksi (diare, infeksi saluran pernafasan). Usia-usia produktif lebih cenderung berhadapan dengan masalah kecelakaan lalu-lintas, kecelakaan kerja dan penyakit akibat gaya hidup (life style). Usia yang relatif lebih tua sangat rentan dengan penyakit-penyakit kronis (hipertensi, jantung koroner atau kanker) (Notoatmodjo, 2010).

Umur juga dapat dihubungkan dengan potensi penggunaan alat kontrasepsi, khususnya alat kontrasepsi permanen (vasektomi). Menurut Singarimbun (1996) usia suami menjadi salah satu faktor penting dalam memutuskan untuk menjadi akseptor kontrasepsi vasektomi atau tidak. Hal ini disebabkan oleh potensi reproduksi yang sangat berhubungan dengan umur. Rata-rata usia akseptor vasektomi 38,3 tahun sedangkan akseptor tuba sebesar 33,7 tahun.

4). Tingkat Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuru ke arah cita-cita yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misal hal-hal yang meningkatkan kualitas dan kesehatan diri pribadi dan keluarga (Wawan, 2011).

(25)

Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2010).

b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor pemungkin (enabling factors) merupakan faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi terjadinya suatu perilaku. Beberapa faktor pemungkin yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1). Ketersediaan pelayanan vasektomi

Ketersediaan sumber daya kesehatan/fasilitas pelayanan kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, prioritas dan komitmen pemerintah terhadap kesehatan dan ketrampilan yang berkaitan dengan kesehatan. Tersedia atau tidaknya sarana yang dapat dimanfaatkan adalah hal penting dalam munculnya perilaku seseorang dibidang kesehatan. Betapapun positifnya latar belakang, kepercayaan dan persiapan mental yang dimiliki tetapi jika sarana kesehatan tidak tersedia tentu seseorang tidak akan dapat berbuat banyak dan perilaku kesehatan tidak akan muncul (Maryani, 2006).

2). Keterjangkauan

Jarak dengan fasilitas kesehatan juga berkontribusi terhadap terciptanya suatu perilaku kesehatan pada masyarakat. Pengetahuan dan sikap yang baik belum

(26)

menjamin terjadinya perilaku, maka masih diperlukan faktor lain yaitu jauh dekatnya dengan fasilitas kesehatan. Jarak fasilitas kesehatan yang jauh dari pemukiman penduduk akan mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan, dan sebaliknya jarak yang relatif lebih dekat akan meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

c. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor penguat (reinforcing factors) adalah faktor penyerta (yang datang sesudah) perilaku yang memberikan ganjaran, insentif, atau hukuman atas perilaku dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku itu. Beberapa faktor pemungkin yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1). Dukungan Istri

Dukungan sosial mengacu kepada suatu dukungan yang dipandang oleh anggota sebagai suatu yang dapat bermanfaat. Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasi sebagai bagian dari keluarga (Friedmen, 1998).

Menurut Awen (2007), persetujuan seorang istri kelihatannya menjadi kunci dalam memutuskan untuk menjalani vasektomi. Seluruh pasangan yang suaminya menjalani vasektomi di Tanzania mengatakan bahwa keputusan merupakan hasil diskusi dengan istri, bahkan lebih dari 50% diantaranya mengatakan bahwa persetujuan istri sebagai salah satu faktor dalam pengambilan keputusan. Banyak istri yang justru tidak mau suaminya ber KB, khususnya alat kontrasepsi vasektomi karena khawatir dimanfaatkan untuk selingkuh. Padahal penggunaan alat kontrasepsi vasektomi akan mengakibatkan wanita tidak perlu menggunakan kontrasepsi lagi,

(27)

sehingga terhindar dari efek samping penggunaan kontrasepsi seperti: keputihan, kegemukan, perdarahan dan lebih leluasa untuk mengurus keluarga.

2). Peran Petugas Kesehatan

Perilaku pemanfaatan fasilitas atau produk kesehatan juga sangat dipengaruhi oleh petugas kesehatan. Seseorang yang sudah mengetahui manfaat kesehatan dan ingin memanfaatkannya dapat terhalang karena sikap dan tindakan petugas kesehatan yang tidak ramah dan memotivasi individu yang akan memanfaatkan fasilitas kesehatan. Selain itu, kurangnya tenaga terlatih untuk vasektomi, kurangnya motivasi provider untuk pelayanan vasektomi dan kurangnya dukungan peralatan dan medical suplies untuk vasektomi.

Selain faktor pengguna KB pria, petugas kesehatan (konseling) juga berkontribusi terhadap rendahnya penggunaan KB pada pria. Sering sekali kompetensi dan motivasi petugas kesehatan yang rendah menyebabkan proses sosialisasi penggunaan KB pada pria jadi terhalang.

Faktor predisposes yaitu umur dan tingkat pendidikan tidak diteliti dalam penelitian ini disebabkan bersifat homogen, dimana umur akseptor vasektomi tergolong produktif dan mempunyai tingkat pendidikan rendah.

(28)

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan pada rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dapat digambarkan kerangka konsep sebagai berikut.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Faktor Predisposisi: 1. Pengetahuan PUS 2. Sikap PUS Penggunaan Vasektomi Faktor Pemungkin: 1. Ketersediaan pelayanan vasektomi 2. Keterjangkauan sarana kesehatan Faktor Penguat: 1. Dukungan istri

2. Peran petugas kesehatan

Pengguna vasektomi (+)

Bukan Pengguna vasektomi (-)

Gambar

Gambar  2.1  Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Cuplikan tayangan tersebut tidak sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia yaitu pada pasal 32 ayat 3 yang

Bila dua bahan atau lebih dicampur akan terjadi reaksi kimia sehingga terbentuk zat baru dg khasiat yg berbeda dari bahan asalnya. Reaksi

Bakhti- ar Sufi Dukungan Pemerintah, Program Pemerintah Tanggung jawab administratif; ingin mendapat kepastian bahwa partisipasi warga dalam program ini akan membe-

 Prinsip: memeriksa berat jenis urine dengan alat urinometer  Tujuan: mengetahui kepekatan urine.  Alat

Perkuliahan dilaksanakan dengan menggunakan model interaktif yang memadukan kegiatan presentasi dosen dan mahasiswa secara bergantian. Tes Tulis Tercantum

Ratna Askiah S, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Metrologi dan Instrumentasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.. Seluruh Dosen dan

Adapun tujuan dari penulisan naskah ini, selain untuk kelengkapan ujian peaktek pagelaran tingkat III semester gasal tahun ajaran 2009/2010, juga dimaksud untuk memperkaya

Skripsi berjudul Hubungan Penyakit Gondok dengan Tingkat Intelegensia Pada Siswa Sekolah Dasar di (SDN) Darsono 2 Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember telah diuji