• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

7 A. Nyeri Luka Post Operasi

1. Pengertian

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan (Smeltzer, 2002). International Association for The Study of Pain atau IASP mendefinisikan nyeri sebagai “suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan” (Potter & Perry, 2006). 2. Proses fisiologik nyeri

Price dan Wilson (2006) menjelaskan bahwa proses fisiologik nyeri terjadi antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subyektif nyeri. Terdapat empat proses tersendiri: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri. Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medula spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medula spinalis ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medula spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan aktivitas di reseptor nyeri aferen primer. Akhirnya, persepsi nyeri adalah pengalaman subyektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktivitas transmisi oleh saraf.

(2)

Adapun proses terjadinya nyeri menurut Hartanti (2005) adalah sebagai berikut: ketika bagian tubuh terluka oleh tekanan, potongan, sayatan, dingin, atau kekurangan O2 pada sel, maka bagian tubuh yang terluka akan

mengeluarkan berbagai macam substansi yang normalnya ada di intraseluler. Ketika substansi intraseluler dilepaskan ke ruang ekstraseluler maka akan mengiritasi nosiseptor. Syaraf ini akan terangsang dan bergerak sepanjang serabut syaraf atau neorotransmisi yang akan menghasilkan substansi yang disebut dengan neorotransmiter seperti prostaglandin dan epineprin, yang membawa pesan nyeri dari medula spinalis ditransmisikan ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri.

3. Transmisi Nyeri

Tamsuri (2007) menyatakan bahwa terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosiseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan.

a. Teori Spesivisitas (specivicity Theory)

Teori ini digambarkan oleh Descartes pada abad ke-17. Teori ini didasarkan pada kepercayaan bahwa terdapat organ tubuh yang secara khusus mentransmisi rasa nyeri. Saraf ini diyakini dapat menerima rangsangan nyeri dan mentransmisikannya melalui ujung dorsal dan substansia gelatinosa ke talamus, yang akhirnya akan dihantarkan pada daerah yang lebih tinggi sehingga timbul respons nyeri. Teori ini tidak menjelaskan bagaimana faktor-faktor multidimensional dapat memengaruhi nyeri.

(3)

b. Teori Pola (Pattern Theory)

Teori ini menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri, yaitu serabut yang mampu menghantarkan rangsang dengan cepat; dan serabut yang mampu menghantarkan dengan lambat. Kedua serabut saraf tersebut bersinapsis pada mendula spinalis dan meneruskan informasi ke otak mengenai jumlah, intensitas, dan tipe input sensori nyeri yang menafsirkan karakter dan kuantitas input sensori nyeri.

c. Teori Gerbang Kendali Nyeri (Gate Control Theory)

Pada tahun 1959, Melzack & Wall menjelaskan teori gerbang kendali nyeri, yang menyatakan terdapat semacam “pintu gerbang” yang dapat memfasilitasi atau memperlambat transmisi sinyal nyeri.

4. Jenis-jenis nyeri

Price dan Wilson (2006) mengklasifikasikan nyeri berdasarkan lokasi atau sumbernya, antara lain:

a. Nyeri somatik superfisial (kulit)

Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur superfisial kulit dan jaringan subkutis. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri di kulit dapat berupa rangsang mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila kulit hanya yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai menyengat, tajam, meringis, atau seperti tebakar, tetapi apabila pembuluh darah ikut berperan menimbulkan nyeri, sifat nyeri menjadi berdenyut.

b. Nyeri somatik dalam

Nyeri somatik dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentum, tulang, sendi, dan arteri. Struktur-sturktur ini memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi nyeri sering tidak jelas. Nyeri dirasakan lebih difus daripada nyeri kulit dan cenderung menyebar ke daerah di sekitarnya. Nyeri dari berbagai

(4)

struktur dalam berbeda. Nyeri akibat suatu cedera akut pada sendi memiliki lokalisasi yang jelas dan biasanya dirasakan sebagai rasa tertusuk, terbakar, atau berdenyut. Pada peradangan kronik sendi (artritis), yang dirasakan adalah nyeri pegal-tumpul yang disertai seperti tertusuk apabila sendi bergerak.

c. Nyeri visera

Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh. Reseptor nyeri visera lebih jarang dibandingkan dengan reseptor nyeri somatik dan terletak di dinding otot polos organ - organ berongga (lambung, kandung empedu, saluran empedu, ureter, kandung kemih) dan di kapsul organ-organ padat (hati, pankreas, ginjal). Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visera adalah peregangan atau distensi abnormal dinding atau kapsul organ, iskemia, dan peradangan.

d. Nyeri alih

Nyeri alih didefinisikan sebagai nyeri yang berasal dari salah satu daerah di tubuh tetapi dirasakan terletak di daerah lain. Nyeri visera sering dialihkan ke dermatom (daerah kulit) yang dipersarafi oleh segmen medula spinalis yang sama dengan viksus yang nyeri tersebut. Apabila dialihkan ke permukaan tubuh, maka nyeri visera umumnya terbatas di segmen dermatom tempat organ visera tersebut berasal dari masa mudigah, tidak harus di tempat organ tersebut berada pada masa dewasa.

e. Nyeri neuropati

Sistem saraf secara normal menyalurkan rangsangan yang merugikan dari sistem saraf tepi (SST) ke sistem saraf pusat (SSP) yang menimbulkan perasaaan nyeri. Dengan demikian, lesi di sistem saraf tepi (SST) atau sistem saraf pusat (SSP) dapat menyebabkan gangguan

(5)

atau hilangnya sensasi nyeri. Nyeri neuropatik sering memiliki kualitas seperti terbakar, perih atau seperti tersengat listrik. Pasien dengan nyeri neuropatik menderita akibat instabilitas sistem saraf otonom (SSO). Dengan demikian nyeri sering bertambah parah oleh stres emosi atau fisik (dingin, kelelahan) dan mereda oleh relaksasi.

Adapun klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi menurut Potter dan Perry (2006) adalah:

a. Nyeri Superfisial atau kutaneus

Nyeri yang diakibatkan dari stimulasi kulit. Nyeri ini berlangsung sebentar dan terlokalisai. Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam. Contoh penyebab dari nyeri ini adalah jarum suntik, luka potong kecil atau laserasi.

b. Nyeri viseral dalam

Nyeri yang diakibatkan oleh stimulasi organ-organ internal. Nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke beberapa arah. Durasi bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih lama dari pada nyeri superfisial. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul, atau unik tergantung organ yang terlibat. Contoh penyebab dari nyeri viseral dalam adalah sensasi pukul (crushing) misalnya angina pektoris dan sensasi terbakar misalnya ulkus lambung.

c. Nyeri alih (referrend)

Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Jalan masuk neuron sensori dari organ yang terkena ke dalam segman medulla spinalis sebagai neuron dari tempat asal nyeri dirasakan. Persepsi nyeri pada daerah yang tidak terkena. Nyeri terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat terasa dengan berbagai karakteristik. Contoh penyebab dari nyeri alih adalah nyeri akibat infark miokard

(6)

yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri, dan bahu kiri. Batu empedu yang mengalihkan rasa nyeri ke selangkangan.

d. Radiasi

Sensasi nyeri meluas dari tempat awal cedera ke bagian tubuh yang lain. Nyeri terasa seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanjang bagian tubuh. Nyeri dapat menjadi intermiten atau konstan. Contoh nyeri punggung bagian bawah akibat diskus intravertebral yang ruptur disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik.

Adapun penggolongan nyeri berdasarkan durasinya menurut Price dan Wilson (2006) adalah:

a. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang mereda setelah intervensi atau penyembuhan. Awitan nyeri akut biasanya mendadak dan berkaitan dengan masalah spesifik yang memicu individu untuk segera bertindak menghilangkan nyeri. Nyeri berlangsung singkat (kurang dari 6 bulan) dan menghilang apabila faktor internal atau eksternal yang merangsang reseptor nyeri dihilangkan.

b. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri yang berlanjut walaupun pasien diberi pengobatan atau pasien tampak sembuh dan nyeri tidak memiliki makna bilogik. Nyeri kronik dapat berlangsung terus menerus, akibat penyebab keganasan dan non keganasan, atau intermiten, seperti pada nyeri kepala migren rekuren. Nyeri dapat menetap selama 6 bulan atau lebih.

(7)

5. Faktor – faktor yang mempengaruhi nyeri

a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Nyeri

Tamsuri (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi tentang nyeri pada seorang individu meliputi: 1) Usia

2) Jenis kelamin 3) Budaya

4) Pengetahuan tentang nyeri dan penyebabnya 5) Makna nyeri 6) Perhatian klien 7) Tingkat kecemasan 8) Tingkat stres 9) Tingkat energi 10) Pengalaman sebelumnya 11) Pola koping

12) Dukungan keluarga dan sosial

b. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Toleransi Nyeri

Tamsuri (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi toleransi nyeri pada seorang individu meliputi 1) Faktor-faktor yang meningkatkan toleransi terhadap nyeri adalah

sebagai berikut: a) Alkohol b) Obat-obatan c) Hipnosis d) Panas e) Gesekan/garukan f) Pengalihan perhatian g) Kepercayaan yang kuat

(8)

2) Faktor-faktor yang menurunkan toleransi terhadap nyeri antara lain: a) Kelelahan b) Marah c) Kebosanan, depresi d) Kecemasan e) Nyeri kronis f) Sakit/penderitaan 6. Penilaian klinis nyeri

a. Pengkajian nyeri

Smeltzer dan Bare (2002) menyatakan bahwa pengkajian nyeri adalah:

1) Deskripsi verbal tentang nyeri

Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta menggambarkan dan membuat tingkatnya. Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individual dalam beberapa cara sebagai berikut :

a) Intensitas nyeri

Individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal (misalnya : tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat hebat. Atau 0 sampai 10, 0 = tidak ada nyeri, 10 = nyeri sangat hebat).

b) Karakteristik nyeri

Termasuk letak nyeri (untuk area dimana nyeri pada berbagai organ), durasi (menit, jam, hari, bulan dan sebagainya), irama (misalnya: terus menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan dari nyeri) dan

(9)

kualitas (misalnya: nyeri seperti ditusuk, terbakar, sakit, nyeri seperti digencet).

c) Faktor-faktor yang meredakan nyeri

Misalnya: gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat bebas, dan sebagainya) dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya

d) Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari (misalnya: tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja dan aktivitas-aktivitas santai)

e) Kekhawatiran individu tentang nyeri

Meliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri. 2) Skala nyeri

Potter & Perry (2006) menyatakan terdapat beberapa skala untuk melakukan pengkajian keparahan nyeri yaitu

a) Skala deskriptif

Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsian verbal yang disebut verbal descriptor scale (VDS) yaitu sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini dirangking dari “tidak terasa nyeri” sampai nyeri yang tidak tertahnkan. Perawat menunjukkan klien skla tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang dirasakan pasien. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini

(10)

memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsi nyeri. Skala ini didigambarkan sebagai berikut :

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak nyeri Nyeri ringan

Nyeri sedang

Nyeri berat Nyeri yang tidak tertahankan Bagan 2.1 Alat Pengukur Nyeri VDS

b) Skala penilaian numerik

Skala penilaian numerik (numerical rating scales) digunakan untuk mendeskripsikan nyeri. Klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. skala paling efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri maka direkomendasikan patokan 10 cm, yang digambarkan sebagai berikut : 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tidak nyeri Sangat nyeri Bagan 2.2 Alat Pengukur Nyeri Numerik

Keterangan:

Skala 0 = tidak nyeri Skala 7 – 9 = nyeri berat

Skala 1 – 3 = nyeri ringan Skala 10 = nyeri tak tertahankan Skala 1 – 3 = nyeri sedang

Penelitian ini menggunakan skala numerik untuk mengukur keparahan nyeri pasien karena merupakan skala numerik merupakan skala yang paling efektif.

(11)

c) Skala Analog Visual

Skala analog visual atau disebut Visual Analog Scale (VAS) tidak melabel subdivisi. VAS merupakan satu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus-menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka. Skala VAS dapat digambarkan sebagai berikut.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak nyeri Nyeri yang

tidak tertahankan Bagan 2.3 Alat Pengukur Nyeri Analog Visual (VAS)

B. Manajemen Nyeri

Terdapat 2 metode umum untuk terapi nyeri yaitu: metode farmakologi dan metode non farmakologi. Price dan Wilson (2006) menyatakan bahwa metode non farmakologik untuk mengendalikan nyeri dapat dibagi menjadi 2 kelompok: terapi dan modalitas fisik serta strategi kognitif-perilaku.

1. Terapi dan modalitas fisik

Terapi fisik untuk meredakan nyeri mencakup beragam bentuk stimulasi kulit (pijat atau masase, stimulasi saraf dengan listrik transkutis, akupungtur, akupresur, aplikasi panas atau dingin).

(12)

a. Pijat atau masase

Salah satu strategi stimulasi kulit tertua dan paling sering digunakan adalah pemijatan atau penggosokan. Pijat dapat dilakukan dengan jumlah tekanan dan stimulasi yang bervariasi terhadap berbagai titik-titik pemicu miofasial di seluruh tubuh. Untuk mengurangi gesekan digunakan minyak atau losion. Pijat akan melemaskan ketegangan otot dan meningkatkan sirkulasi lokal. Pijat punggung memiliki efek relaksasi yang kuat dan apabila dilakukan oleh individu yang penuh perhatian, menghasilkan efek emosional yang positif.

b. Stimulus saraf dengan listrik melalui kulit

Terdiri dari suatu alat yang digerakkan oleh baterai yang mengirim impuls listrik lemah melalui elektroda yang diletakkan di tubuh. Elektroda umumnya diletakkan di atas atau dekat dengan bagian yang nyeri. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) digunakan untuk penatalaksanaan nyeri akut dan kronik (nyeri pascaoperasi, nyeri punggung bawah, phantom limb pain, neuralgia perifer, dan artritis rematoid).

c. Akupuntur

Akupuntur adalah teknik kuno dari cina berupa insersi jarum halus ke dalam berbagai “titik akupungtur (pemicu)” diseluruh tubuh untuk meredakan nyeri. Akupuntur digunakan secara luas di Cina dan pernah digunakan untuk melakukan bedah mayor tanpa pemakaian anestesik. Pemakaian 1akupuntur memerlukan pelatihan khusus dan mulai populer di Barat. Efektivitas metode ini mungkin dapat dijelaskan dengan teori kontrol gerbang dan teori bahwa akupuntur merangsang pelepasan opoid endogen (Price dan Wilson, 2005).

d. Akupresure

Metode noninvasif lain untuk merangsang titik-titik pemicu adalah pemberian tekanan dengan ibu jari, suatu teknik yang disebut dengan

(13)

akupresure). Akupresure memungkinkan alur energi yang terkongesti untuk meningkatkan kondisi yang lebih sehat. Perawat ahli terapi mempelajari alur energi atau meridian tubuh dan memberi tekanan pada titik-titik tertentu di sepanjang alur. Misalnya, apabila klien mengalami nyeri kepala, tekanan pada titik-titik hoku akan menghilangkan rasa tidak nyaman. Ketika titik tekanan disentuh, maka perawat merasa sensasi ringan atau denyutan di bawah jari-jari. Mula-mula nadi di beberapa titik akan terasa berbeda, tetapi karena terus menerus dipegang, nadi tersebut kemudian menjadi seimbang. Setelah titik-titik menjadi seimbang, perawat menggerakkan jari-jari dengan lembut. Sesi akupresure yang lengkap membutuhkan waktu kurang lebih satu jam.

e. Range-of- motion ( ROM ) exercise ( Pasif, dibantu, atau aktif )

Range-of-motion (ROM) dapat digunakan untuk melemaskan otot, memperbaiki sirkulasi, dan mencegah nyeri yang berkaitan dengan kekakuan dan imobilitas.

f. Aplikasi panas

Aplikasi panas adalah tindakan sederhana yang telah lama diketahui sebagai metode yang efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan melalui konduksi (botol air panas, bantalan pemanas listrik, lampu, kompres basah panas), konveksi (whirpool, sitz bath, berendam air panas) atau konversi (ultrasonografi, diatermi). Nyeri akibat memar, spasme otot, dan artritis berespons baik terhadap panas. Karena melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah lokal, panas jangan digunakan cedera traumatik saat masih ada edema dan peradangan. Karena meningkatkan aliran darah, panas mungkin meredakan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi, seperti bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal.

(14)

g. Aplikasi dingin

Aplikasi dingin lebih efektif untuk nyeri akut (misalnya, trauma akibat luka bakar, tersayat, terkilir). Dingin dapat disalurkan dalam bentuk berendam atau kompres air dingin, kantung es, aquamatic K pads dan pijat es. Aplikasi dingin mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi perdarahan serta edema. Terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit.

2. Strategi kognitif-perilaku

Strategi kognitif perilaku bemanfaat dalam mengubah persepsi pasien terhadap nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi pasien perasaan yang lebih mampu untuk mengendalikan nyeri. Strategi-strategi ini mencakup relaksasi, penciptaan khayalan (imagery), hipnosis, dan biofeedback.

a. Relaksasi

Relaksasi adalah suatu usaha menurunkan nyeri atau menjaga agar tidak terjadi nyeri yang lebih berat dengan menurunkan ketegangan otot. Pada metode-metode yang menekankan relaksasi otot, fasilitator meminta pasien untuk memfokuskan diri ke kelompok otot yang berbeda dan secara voluntar mengontraksikan dan melemaskan otot-otot tersebut secara berurutan. Cara lain untuk menginduksi relaksasi adalah olahraga bernapas dalam, meditasi, dan mendengarkan musik-musik yang menenangkan. Teknik-teknik relaksasi akan mengurangi rasa cemas, ketegangan otot, dan stres emosi sehingga memutuskan siklus nyeri-stres-nyeri, saat nyeri dan stres saling memperkuat. Potter dan Perry (2006) menyatakan bahwa klien dapat mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif dengan melakukan relaksasi. Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stres. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika rasa

(15)

tidak nyaman atau nyeri, stres fisik, dan emosi pada nyeri. Teknik relaksasi dapat digunakan saat individu dalam kondisi sehat atau sakit. Relaksasi juga dapat menghilangkan nyeri kepala, nyeri persalinan, antisipasi rangkaian nyeri akut (misalnya jarum suntik) dan gangguan nyeri kronik. Potter dan Perry (2006) menyatakan bahwa dibutuhkan 5 sampai 10 sesi pelatihan sebelum klien dapat meminimalkan nyeri dengan efektif. Pelatihan relaksasi dapat dilakukan untuk jangka waktu yang terbatas dan biasanya tidak memilki efek samping. Supaya tekhik relaksasi dapat dilakukan dengan efektif, maka diperlukan partisipasi individu dan kerjasama. Teknik relaksasi diajarkan hanya pada saat klien sedang tidak merasakan rasa tidak nyaman yang akut hal ini dikarenakan ketidakmampuan berkonsentrasi membuat latihan menjadi tidak efektif. Perawat bertindak sebagai pelatih, mengarahkan klien dengan perlahan melalui tahap-tahap latihan. Lingkungan harus bebas dari keributan atau stimulus lain yang mengganggu. Klien dapat duduk di kursi yang nyaman atau berbaring di tempat tidur.

Teknik relaksasi meliputi meditasi, yoga, zen, teknik imajinasi, dan latihan relaksasi progresif (kombinasi latihan pernafasan yang terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot). Teknik relaksasi relaksasi dapat dilaksanakan melalui relaksasi otot, teknik nafas dalam dan imajinasi terbimbing (Hartanti, 2005)

b. Teknik-teknik pengalihan atau distraksi

Teknik-teknik pengalihan mengurangi nyeri dengan memfokuskan perhatian pasien pada stimulus lain dan menjauhi nyeri. Menonton televisi, membaca buku, mendengarkan musik, dan melakukan percakapan adalah contoh-contoh umum pengalihan (Price dan Wilson, 2006).

(16)

c. Penciptaan khayalan dengan tuntunan atau imajinasi terbimbing

Penciptaan khayalan dengan tuntunan adalah suatu bentuk pengalihan fasilitator yang mendorong pasien untuk memvisualisasikan atau memikirkan pemandangan atau sensasi yang menyenangkan untuk mengalihkan perhatian menjauhi nyeri. Teknik ini sering dikombinasi dengan relaksasi (Price dan Wilson, 2006).

d. Hipnosis

Hipnosis adalah suatu metode kognitif yang bergantung pada bagaimana memfokuskan perhatian pasien menjauhi nyeri. Metode ini juga bergantung pada kemampuan ahli terapi untuk menuntun perhatian pasien ke bayangan-bayangan yang paling konstruktif. Intervensi pengalihan paling efektif apabila digunakan untuk nyeri akut tetapi juga dapat efektif pada nyeri kronik. Kemampuan intervensi pengalihan untuk meredakan nyeri didasarkan pada teori bahwa apabila terdapat dua rangsang yang terpisah, fokus pada salah satu akan menghilangkan fokus pada yang lain. Semakin besar rasa nyeri, semakin komplek rangsangan pengalih yang harus diberikan (Price dan Wilson, 2006).

e. Umpan-balik hayati atau Biofeedback

Umpan-balik hayati adalah suatu teknik yang bergantung pada kemampuan untuk memberikan ukuran-ukuran terhadap parameter fisiologik tertentu kepada pasien sehingga pasien dapat belajar mengendalikan parameter tersebut termasuk suhu kulit, ketegangan otot, kecepatan denyut jantung, tekanan darah, dan gelombang otak. Alat umpan balik hayati mengubah parameter-parameter fisiologik menjadi sinyal visual yang dilihat oleh pasien. Pasien mula-mula dikenalkan kepada respons yang berkait dengan stres seperti meningkatnya ketegangan otot, denyut jantung, atau tekanan darah dan kemudian diajar bagaimana mengendalikan respons-respons ini

(17)

melalui citra visual, bernafas dalam atau olahraga relaksasi. Biasanya diperlukan beberapa sesi sebelum pasien dapat belajar mengendalikan respons mereka. Walaupun umpan balik hayati telah digunakan untuk mengatasi berbagai masalah nyeri kronik, namun pemakaian metode ini paling sering adalah untuk mengobati nyeri kepala (Price dan Wilson, 2006).

C. Hipnoterapi 1. Pengertian

Hipnoterapi adalah penggunaan kondisi hipnotik secara terapeutik, suatu perubahan status kesadaran atau keterjagaan yang dapat dibedakan dari relaksasi mental sederhana atau “mimpi di siang hari” (Tiran, 2009). 2. Manfaat Hipnoterapi dalam Kesehatan

Hakim (2010) menyatakan bahwa manfaat hipnoterapi untuk kesehatan sebagai berikut :

a. Mengatasi penurunan kualitas diri (self quality)

Perbaikan diri merupakan hal yang sangat diinginkan hampir oleh setiap manusia karena setiap manusia menginginkan “perubahan”. Hipnoterapi mengatasi permasalahan-permasalahan dengan mencarikan sebuah solusi inti yang paling efektif. Dengan dipandu memasuki kondisi hipnosis atau ketenangan yang sangat dalam, seseorang bisa menemukan pilihan baru, yaitu pilihan yang terbaik untuk melakukan sebuah langkah perbaikan dan peningkatan kualitas diri. Semua hal itu akan dimulai dengan sebuah sesi penyembuhan pribadi yang benar-benar membuat seseorang memiliki pandangan dan cara pandang baru.

(18)

b. Meningkatkan kualitas kesehatan

Hipnoterapi dapat membantu agar pasien menemukan “your own way” atau “cara anda sendiri” guna memotivasi diri untuk segera memulai sebuah aktivitas seperti olah raga, berhenti merokok, mengatur pola makan dan meningkatkan perilaku sehat.

Hipnoterapi merupakan cara yang sudah terbukti memasuki jalur komunikasi pikiran, tubuh, dan jiwa guna mempengaruhi berbagai fungsi tubuh, misalnya tekanan darah, respon kekebalan, dan sistem pencernaan.

c. Manajemen Rasa Sakit

Hipnoterapi telah digunakan untuk menghilangkan rasa sakit selama berabad-abad, bahkan saat ini hipnosis dapat diaplikasikan dalam prosedur pembedahan (hypno-anestesi).

Bagi penderita penyakit yang sangat membutuhkan teknik menurunkan rasa nyeri, hipnoterapi telah terbukti bekerja dengan menurunkan respons otak terhadap sinyal rasa sakit. Hal ini memungkinkan individu penderita bisa mempelajari bagaimana mengelola rasa sakit tersebut secara cepat.

d. Mengatasi Fobia atau Trauma

Hipnoterapi memberikan teknik penyembuhan yang sangat efektif untuk masalah-masalah fobia karena hipnoterapi menawarkan sebuah teknik relasasi sebagai lawan atau kebalikan dari ketakutan berlebihan tersebut.

(19)

3. Cara Melakukan Hipnoterapi

Gunawan (2009) menyatakan bahwa ada lima cara untuk menjangkau pikiran bawah sadar yaitu :

a. Pengulangan/ repetisi

Segala sesuatu yang dilakukan secara konsisten atau berulang-ulang akan masuk ke bawah sadar dan menjadi kebiasaan.

b. Identifikasi kelompok/ keluarga

Kita hidup dalam keluarga yang mempunyai latar belakang budaya tertentu. Kita akan mengikuti kebiasaan yang ada di dalam keluarga. c. Ide yang disampaikan oleh figur yang dipandang memiliki otoritas

Apa yang disampaikan oeh seseorang yang memiliki otoritas, seorang pakar, seseorang yang dihormati dan dikagumi akan dapat diterima oleh pikiran bawah sadar dengan mudah.

d. Emosi yang intens

Setiap kejadian yang dialami bila disertai dengan intensitas emosi yang tinggi, baik positif maupun negatif akan sangat membekas di pikiran bawah sadar.

e. Hipnosis kendala

Hipnosis menjangkau pikiran bawah sadar dengan teknik komunikasi yang mampu melewati pikiran sadar.

4. Tahap-tahap Hipnoterapi

Adiyanto (2010) menyatakan bahwa tahap-tahap hipnoterapi sebagai berikut :

(20)

a. Tahap pre induction

Tahap ini adalah periode persiapan hipnosis. Penting untuk diketahui tentang klien seperti data pribadi, kesukaan, hal yang tidak disukai, pengalaman yang menyenangkan maupun sebaliknya, dan juga harapan-harapannya. Semakin banyak hal diketahui dari klien semakin bermanfaat untuk modal proses hypnosis selanjutnya

Relaksasi

“Saya akan membimbing anda untuk memasuki relaksasi…silakan tutup mata anda, kendorkan seluruh otot-otot tubuh anda…tarik nafas dalam-dalam…hembuskan perlahan-lahan…ya bagus sekali… lakukan sekali tarik nafas lebih panjang dan lepaskan perlahan-lahan… ulangi beberapa kali secara lembut, pelan dan santai … rasakan mulai saat ini setiap kali anda menerik dan menghembuskan nafas… tubuh anda terasa sangat rileks dan santai… dan rasakan setiap tarikan nafas membuat anda merasakan ngantuk yang luar biasa…biarkan saja…nikmati dan masuki kedalaman relaksasi yang membuat anda merasakan sangat nyaman….jika anda menginginkan untuk tidur silakan masuki tidur anda yang lelap dan dalam ….”

Ciri berhasil sebagai berikut :

Klien tampak rileks, santai, sampai dengan “tertidur”. Pada beberapa klien yang ekstrim tubuhnya dapat lemas seperti tanpa tulang dan merosot dari kursi tempat duduknya ke lantai. Pernafasan dan nadi menjadi lebih lambat, wajah kemerahan, dan tampak bola mata bergerak-gerak (Rapid Eye Movement). Tidak semua ciri ini harus ada. Minimal klien mau duduk tenang, santai, rileks dan fokus dalam beberapa menit sudah cukup sebagai awalan .

(21)

b. Tahap induction deepening

Tahap ini adalah proses membawa klien menuju kondisi trance atau hypnosis state. Kondisi hypnosis state adalah kondisi di mana pikiran bawah sadar seseorang terbuka siap menerima informasi atau ide atau sugesti. Dalam ukuran brain wave, klien dipandu untuk memasuki kondisi alfa atau tetha dengan tingkat kedalaman sesuai kebutuhan terapi

Relaksasi

“Saya akan memandu anda untuk melakukan relaksasi…silakan duduk atau berbaring dengan posisi yang santai dan nyaman menurut anda…baik kita mulai …..silakan tutup mata anda, singkirkanlah dahulu beban pikiran anda untuk sementara waktu….tarik nafas dalam-dalam….hembuskan perlahan-lahan…terus lakukan….dan rasakan anda semakin relaks dan santai…. tarik nafas lebih dalam lagi…tahan 3 hitungan…satu, dua, tiga….hembuskan lagi lebih panjang….rasakan anda semakin santai dan semakin rileks….dan rasakan sekarang anda mulai terasa mengantuk….bagus sekali, lepaska saja….lepaskan semua pikiran-pikiran yang mengganggu…karena itu tandanya anda sudah dalam kondisi yang sangat relaks… oke terus tarik nafas dan hembuskna yang panjang…..rasakan …kini anda semakin relaks dan semakin santai….dan bilamana anda merasa mengantuk …..biarkan saja …ini tandanya anda sudah sangat rileks dan tenang …”

Deepening adalah proses mencapai tingkat kedalaman kondisi hypnosis atau jika diukur dengan brainwave membawa seseorang menuju frekuensi brainwave yang lebih rendah daripada sebelumnya.

(22)

c. Tahap suggestion

Proses sugesti artinya memberikan atau menanamkan informasi/ ide pada pikiran bawah sadar seseorang dengan mempergunakan kata-kata atau situasi tertentu. Kemampuan berkomunikasi menjadi kunci utama. Dalam hypnotherapy sugesti yang diberikan:

1) Permisif, sugesti bersifat ajakan bukan perintah

2) Repetition, pengulangan dimaksud untuk memperkuat penanaman sugesti ke dalam pikiran bawah sadar

3) Client Language Preference, mempergunakan bahasa yang mudah dimengerti atau bahasa kebiasaan klien

4) Progresif, sugestikan perubahan yang bertahap sehingga lebih mudah diterima oleh pikiran sadar maupun bawah sadar

d. Tahap termination

Setelah dirasakan tahap sugesti cukup, klien kembali dipandu untuk menuju kesadaran semula. Yang perlu diperhatikan dalam memandu terminasi adalah: lakukan secara perlahan, jangan tergesa-gesa dan berikan afirmasi positif. Pemberian terminasi yang terlalu cepat atau tergesa-gesa seringkali menyebabkan klien merasakan pusing setelah “bangun” dari kondisi relaksasi.

(23)

D. Kerangka Teori

Bagan 2.4 Kerangka Teori Penelitian Sumber : Tamsuri (2007), Potter (2006)

E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini terdiri dari konsep penelitian digambarkan sebagai berikut:

Bagan 2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Hipnoterapi Nyeri

Variabel bebas Variabel Terikat

Manajemen nyeri : 1. Terapi dan modalitas

fisik a. Pijat / masase b. Stimulus sarf dengan listrik c. Akupuntur d. Akupresure e. Range of motion f. Aplikasi panas g. Aplikasi dingin 2. Strategi konginitif-perilaku a. Relaksasi b. Distraksi c. Pencipatan khayalan dengan tuntunan d. Hipnosis e. Umpan balik/ biofeedback Nyeri

Faktor lain yang

mempengaruhi tingkat nyeri : 1. Pengalaman sectio

caesarea sebelumnya 2. Penggunaan obat analgesik 3. Dukungan Keluarga 4. Tingkat stres

5. Tingkat kecemasan 6. Tingkat energi

7. Pengetahuan tentang nyeri 8. Budaya

9. Makna nyeri 10. Perhatian klien 11. Pola koping

(24)

F. Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu gejala yang bervariasi, sedangkan gejala adalah objek penelitian, sehingga dapat diartikan variabel adalah suatu objek penelitian yang bervariasi (Arikunto, 2006). Variabel penelitian ini terdiri:

1. Variabel bebas

Variabel independent atau variabel bebas adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2003). Variabel bebas penelitian adalah terapi hipnoterapi

2. Variabel terikat

Variabel ini disebut sebagai variabel respon atau out put. Respon berarti variabel ini akan muncul sebagai akibat dari suatu variabel. Variabel dependent atau disebut juga variabel terikat adalah variabel yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2003). Variabel terikat penelitian adalah nyeri luka post operasi sectio caesarea

G. Hipotesa

Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan dugaan atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2005). Hipotesa penelitian ini adalah ada pengaruh hipnoterapi terhadap nyeri post operasi sectio caesarea di RSUD Kraton Pekalongan.

Referensi

Dokumen terkait

(2) Dukungan anggaran kegiatan deteksi/penyelidikan intelijen, pengamanan dan penggalangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f, harus dibuat rencana kegiatan

Jurusan Basa jeung Sastra Sunda FBSS IKIP Bandung.. Palanggeran Ejahan

Rumus diatas hanya menunjukkan kemampuan proses, tetapi tidak menunjukkan apakah proses tersebut mampu memenuhi batas spesifikasi yang diharapkan.. Hubungan antara

Pencemaran udara oleh debu yang timbul pada proses pengolahan atau hasil industry mebel tersebut mencemari udara dan lingkungannya sehingga pekerja industri mebel

Saat pasien di pasang plate and scrw pasien jarng latihan atau kurangya aktivitas lengan kanannya dan terjadi penurunan LGS siku kanannya, kemudian saat

Berkaitan dengan regulasi yang mengatur tentang biaya pernikahan, terdapat perubahan yang mendasar. Sebelumnya, biaya pencatatan nikah dan rujuk diatur dalam PP. 48 Tahun 2004

Dokumen RKPDes sesuai amanah perundang-undangan menjadi pedoman pemerintah desa dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa yang disusun secara partisipatif

Berdasarkan uraian diatas, Balai Irigasi Pusat Litbang Sumber Daya Air merasa perlu melakukan percobaan penerapan model jaringan irigasi perpipan pada skala lapangan,