Aplikasi Metode Magnetotellurik Untuk Pendugaan
Reservoir Panas Bumi Pada Lapangan “X”
Randyana
*a, Agus Laesanpura
b, Andri Yadi Paembonan
a, Iqbal
Takodama
ca Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan, Indonesia 35365 b Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia 40116
c Unit Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, Bandung, Indonesia 40254
* Corresponding E-mail: randyana.12116006@student.itera.ac.id
Abstract:
The research was carried out in the "X" field, a field that has been explored by Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi (PSDMBP) using the magnetotelluric method. The magnetotelluric method can provide important information on the subsurface conditions of the geothermal field from the resistivity value. To identify the existence of reservoir zones and geothermal prospects in the study area from the contrast of resistivity values. By looking at the 2D cross-section of the magnetotelluric method shows the presence of a regional fault pattern from the identified resistivity contrast. The developing normal faults are thought to control the geothermal system in this area. There is a low resistivity value (10 - 136 ohm.m) which is thought to be a cap rock composed of sedimentary rock zones that are rich in clay minerals and are impermeable. High density (≤ 169 ohm.m) under the hood is thought to be a reservoir layer composed of metamorphosed sedimentary rock rich in fractures and permeable. The hot reservoir zone is at a fairly deep depth, ranging from ± 600 meters to 1500 meters below the surface. The geothermal prospect in the field area "X" is estimated to be in the southeast of the direction of the MT measurementpath where on the heat flow compilation map the potential area has a total area of 4.22 km2 around the
hot water manifestation. It is indicated by the presence of a low resistivity (conductive) anomaly on the surface which indicates the capstone layer.
Keywords:
Geothermal, Reservoir, MagnetotelluricAbstrak:
Penelitian dilakukan di lapangan “X” merupakan lapangan yang telah di eksplorasi oleh Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi (PSDMBP) menggunakan metode magnetotellurik. Metode magnetotellurik dapat memberikan informasi penting kondisi bawah permukaan lapangan panas bumi dari nilai tahanan jenis. Untuk mengidentifikasi keberadaan zona reservoir dan prospek panas bumi pada daerah penelitian dari kontras nilai tahanan jenis. Dengan melihat penampang 2D metode magnetotellurik menunjukkan keberadaan pola sesar regional dari kontras tahanan jenis yang teridentifikasi. Sesar-sesar normal yang berkembang diperkirakan sebagai pengontrol sistem panas bumi daerah ini. Terdapat nilai tahanan jenis rendah (10 – 136 ohm.m) yang diduga sebagai batuan penudung tersusun dari zona batuan sedimen yang kaya akan mineral lempung dan bersifat impermeable. Tahanan jenis tinggi (≤ 169 ohm.m) berada dibawah lapisan penudung diduga sebagai lapisan reservoir yang tersusun dari batuan sedimen termetamorfkan kaya akan rekahan dan bersifat permeable. Zona reservoir panas berada pada kedalaman yang cukup dalam berkisar ± 600 meter hingga 1500 meter dibawah permukaan. Prospek panas bumi pada daerah lapangan “X” diperkirakan berada di sebelah tenggara arah lintasan pengukuran MT dimana pada peta kompilasi aliran panas daerah potensi memiliki total luas 4,22 km2 di sekitar manifestasi air panas. Ditandai keberadaan anomali tahanan jenis rendah (konduktif)dipermukaan yang menandakan lapisan batuan penudung.
|2
Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai lebih dari 120 gunung api aktif. Keberadaan gunung api aktif ini tidak hanya
memberikan bencana, namun juga
memberikan keuntungan berupa
pemanfaatan sumber daya alamnya. Panas bumi merupakan salah satu keuntungan dari keberadaan gunung api. Pemanfaatan energi panas bumi berpotensi sebagai energi alternatif pengganti sumber energi fosil yang tidak terbarukan dan tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan seperti emisi gas rumah kaca (CO). Panas bumi memiliki energi dengan tingkat yang konstan dan
tidak tergantung pada cuaca atau
pertimbangan musiman. Namun, gunung api bukan merupakan satu-satunya sumber dari panas bumi, tetapi juga bisa berasal dari hot dry rock dan hot sedimentary aquifer [1][2]. Sistem panas bumi (geothermal system)
merupakan istilah umum untuk
menggambarkan transfer panas secara alami di kerak bumi, pada umumnya panas ditransportasikan dari suatu sumber panas menuju permukaan bumi [3]. Sumber panas tersebut berasal dari magma yang terbentuk karena adanya tumbukan antar lempeng bumi. Potensi panas bumi di Indonesia umumnya tersebar pada dua lingkungan geologi, yaitu lingkungan geologi vulkanik dan non-vulkanik. Energi panas bumi tersimpan dalam bentuk air panas maupun uap pada kondisi geologi tertentu dengan kedalaman beberapa kilometer di dalam kerak bumi. Daerah panas bumi (geothermal
area) merupakan daerah yang berada di
permukaan bumi dengan batas tertentu memiliki energi panas bumi dalam suatu kondisi hidrologi batuan tertentu [4]. Indonesia mempunyai potensi panas bumi yang mencapai 40% dari cadangan panas bumi di dunia. Untuk mengetahui cadangan panas bumi dibutuhkan metode yang tepat, salah satunya metode geofisika. Suatu
lapangan panas bumi mempunyai
karakteristik sistem panas bumi dengan ciri khas tersendiri. Sehingga metode geofisika dapat digunakan untuk mengetahui sifat fisik batuan yang ada di bawah permukaan. Keberadaan sistem panas bumi dapat diperkirakan dengan adanya anomali dari sifat fisik batuan. Geofisika dibutuhkan dalam penginterpretasian potensi panas
bumi, seperti keberadaan sumber panas, keberadaan zona reservoir serta adanya zona upflow. Salah satu metode yang sering diaplikasikan yaitu metode magnetotellurik (MT) [5]. Survey dengan menggunakan metode Magnetotellurik (MT) ini dilakukan untuk mengetahui lokasi serta batas reservoir dan untuk menentukan model konseptual terpadu dari sistem panas bumi. Metode ini bersifat pasif yang berarti menangkap sumber sinyal alami yang berasal dari dalam bumi interaksi antara
solar wind dengan lapisan magnetosfer bumi
yang menyebabkan timbulnya interaksi antara medan listrik dan medan magnet di permukaan sehingga menimbulkan medan
EM yang membawa sifat
konduktivitas/tahanan jenis batuan di bawah permukaan bumi. Sifat tersebut kemudian diidentifikasi untuk memodelkan zona reservoir di bawah permukaan.
Magnetotellurik dapat memberikan
informasi penting tentang karakteristik
struktur panas bumi serta untuk
pemanfaatan lebih lanjut penyebaran
batuan di bawah permukaan berdasarkan nilai tahanan jenis dengan jangkauan penetrasi yang jauh lebih dalam (> 10 m) dibandingkan dengan metode geolistrik [6][7].
Penelitian ini dilakukan di daerah “X” merupakan daerah yang telah di eksplorasi oleh Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedalaman reservoir panas bumi menggunakan metode
magnetotellurik yang didukung oleh
informasi geologi daerah penelitian.
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi yang akurat tentang keberadaan reservoir panas bumi di daerah “X”.
Geologi Penelitian
Penelitian geologi panas bumi pada lapangan “x” dengan daerah prospek seluas 21 km2. Kondisi geologi panas bumi pada lapangan “x” dapat digambarkan dengan peta geologi pada gambar 1. Terbentuknya sistem panas bumi di lapangan 'x' diperkirakan dimulai pada zaman pliosen akhir saat rezim regangan akibat tegangan (tension) mulai berlangsung di daerah penelitian. Proses tektonik ini menyebabkan terbentuknya zona permeable batuan yang
membentang sebagai tempat berkumpulnya cairan hidrotermal. Selain itu, zona permeable menjadi media aliran fluida panas ke permukaan yang menghasilkan manifestasi panas bumi berupa air hangat dan air panas. Perpindahan panas dalam batuan konduktif dalam formasi batuan metamorf. Namun, sumber panas tersebut masih belum dapat diprediksi apakah dari batuan intrusif yang tidak tersingkap di permukaan yang masih memiliki sisa panas, atau dari kegiatan tektonik itu sendiri, atau kombinasi dari keduanya [8].
Gambar 1. Peta geologi panas bumi lapangan “X” [8]
Penelitian geologi panas bumi pada
lapangan “X” dengan daerah prospek seluas
21 km2. Kondisi geologi panas bumi pada
lapangan “X” dapat digambarkan dengan peta geologi pada Gambar 1. Terbentuknya sistem panas bumi di lapangan 'X' diperkirakan dimulai pada zaman Pliosen Akhir saat rezim regangan akibat tegangan
(tension) mulai berlangsung di daerah
penelitian. Proses tektonik ini menyebabkan terbentuknya zona permeable batuan yang membentang sebagai tempat berkumpulnya
cairan hidrotermal. Selain itu, zona
permeable menjadi media aliran fluida panas
ke permukaan yang menghasilkan
manifestasi panas bumi berupa air hangat dan air panas. Perpindahan panas dalam batuan konduktif dalam formasi batuan metamorf. Namun, sumber panas tersebut masih belum dapat diprediksi apakah dari batuan intrusif yang tidak tersingkap di permukaan yang masih memiliki sisa panas, atau dari kegiatan tektonik itu sendiri, atau kombinasi dari keduanya [8].
Metode
Penelitian ini dilaksanakan di Institut Teknologi Sumatera dan Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP)
Bandung untuk pengolahan data
magnetotellurik. Terdapat 16 titik stasiun MT dan ditampilkan 4 lintasan yang memotong struktur geologi dari arah barat laut – tenggara dan berada pada zona prospek sekitar manifestasi air panas. Pegolahan data magnetotellurik dimulai dengan mengolah data dengan format
*.edifile hasil akusisi dengan software WinGlink, yang berfungsi untuk melakukan smoothing dan masking pada setiap stasiun
pengukuran dan melakukan pemodelan 2D serta interpretasi.
Hasil dan Pembahasan
Model SintetikModel sintetik dibuat dalam penelitian ini untuk memperkirakan seberapa efektif metode magnetotellurik digunakan dalam kasus pendugaan reservoir panas bumi berdasarkan kontras nilai tahanan jenis. Model sintetik dibuat berdasarkan model konseptual geologi panas bumi lapangan X, Sulawesi Tenggara pada Gambar 2 didapat berupa penampang model sintetik yang dibuat dalam software ZondMT2D.
Gambar 2. Model sintetik magnetotellurik
Daerah prospek panas bumi lapangan X melingkupi daerah tersebar pada lingkungan geologi panas bumi non-vulkanik. Sistem panas bumi di daratan Sulawesi bagian
4 |
tenggara lebih dipengaruhi oleh gabungan antara pengaruh pola struktur geologi area pensesaran (heat sweep). Dan sisa panas dari aktivitas magmatik di kedalaman [9][10]. Litologi daerah penelitian dilihat dari
stratigrafinya tersusun dari batuan
permukaan, batuan sedimen, dan batuan metamorf serta batuan dasar pada model tentatif berupa batuan konduktif terdapat sumber panas sisa magma.
Gambar 3. Pemodelan dari data sintetik (a) Observasi
forward modelling (b) Kalkulasi forward modelling (c) Inverse modelling
Berdasarkan respons yang didapat pada model sintetik yang telah dibuat dilakukan forward modelling 2D dengan metode finite element . Hal ini bisa terlihat dari hasil
calculated app. resistivity Invariant mode (D+) yang menunjukkan kontras anomali.
Inversi dilakukan dengan iterasi 30 kali dengan misfit error mendekati 1.0 % dengan
invariant mode dengan target kedalaman ≥
6000 meter. Berdasarkan hasil inversi dan kalkulasi forward modelling yang telah dilakukan terdapat anomali panas bumi yang Batuan penudung ditunjukkan dengan nilai tahanan jenis yang rendah, nilai tahanan jenis rendah ini ditandai dengan kehadiran mineral lempung. Nilai tahanan jenis rendah di daerah penelitian pada memiliki nilai tahanan jenis yang lebih tinggi dibandingkan di daerah vulkanik. Batuan penudung ini tersusun dari batuan sedimen (zona sedimen). Reservoir pada daerah penelitian dicirikan dengan nilai tahanan jenis tinggi. Lapisan reservoir yang menyimpan fluida panas. Memiliki temperatur dan tekanan dari sistem panas bumi pada batuan meta-sedimen yang kaya akan rekahan akibat pensesaran dan bersifat permeable. Dengan demikian, model sintetik yang telah dibuat
dapat menggambarkan profil bawah
permukaan berdasarkan nilai tahanan jenis pada daerah panas bumi non-vulkanik.
Interpretasi Data Lapangan
Interpretasi dilakukan dengan melakukan analisis pada pemodelan 2D menggunakan
Invariant mode (kombinasi TM mode dan TE mode). Hal ini dikarenakan agar hasil model
yang telah dibuat akan menggambarkan struktur tahanan jenis yang ada di bawah permukaan untuk pendugaan reservoir panas bumi. Kombinasi TM mode dan TE
mode akan memberikan pendugaan yang
baik secara lateral dan vertikal pada model 2D tahanan jenis magnetotellurik [11]. Interpretasi dilakukan dengan mengacu pada Tabel 1 tahanan jenis batuan Palacky [12] dan didukung dengan data geologi dan
model sintetik yang telah dibuat
sebelumnya.
Tabel 1. Tabel tahanan jenis batuan [12]
Data Lapangan
Lintasan 1 memiliki 4 stasiun pengukuran dari arah barat laut - tenggara dengan memotong struktur geologi dan berada di sekitar manifestasi panas bumi berupa mata air panas di titik stasiun MT19. Berdasarkan model 2D dapat dilihat terdapat sebaran tahanan jenis rendah ( 10 – 136 ohm.m) seperti yang telihat dittik ukur MT21. Sebaran tahanan jenis rendah ini berada di dekat permukaan hingga kedalaman ± 1500 meter. Tahanan jenis rendah ini diduga sebagai batuan penudung tersusun dari batuan sedimen yang kaya akan mineral lempung sehingga memiliki sifat tidak lulus air atau kedap air (impermeable). Menuju arah tenggara terlihat distribusi tahanan
jenis yang rendah yang berada di
permukaan. Dibawah batuan penudung terdapat sebaran tahanan jenis tinggi diduga sebagai reservoir panas bumi (≤ 169 ohm.m) dan mulai terlihat pada kedalaman ± 1000 di stasiun MT20. Semakin dalam terdapat peningkatan nilai tahanan jenis secara
perlahan. Bagian reservoir memiliki nilai tahanan jenis yang tinggi dibandingkan batuan penudung dan tersusun dari batuan sedimen yang termetamorfkan yang kaya akan rekahan. Tingginya nilai tahanan jenis pada lapisan reservoir ini di kontrol oleh penurunan jumlah smektit dan digantikan oleh mixed clay, ilit, klorit dan epidot [13]. Mineral-mineral tersebut memiliki nilai CEC yang jauh lebih rendah dibandingkan smektit sehingga memiliki konduktivitas elektrik yang lebih rendah (lebih resistif) [13][14].
Gambar 4. Interpretasi model 2D lintasan 1
Kemudian, dapat dilihat Pada lapisan bawah permukaan di sekitar titik ukur MT19 juga terdapat dugaan struktur geologi berupa sesar normal, yang mengakibatkan mata air panas muncul pada daerah tersebut. Banyaknya rekahan yang terdapat pada batuan mengidentifikasikan formasi batuan tersebut sangat baik untuk menjadi reservoir pada sistem panas bumi lingkungan non-vulkanik. Pada air panas daerah penelitian
memiliki temperatur yang sedang (37,5 oC
hingga 50 oC). Manifestasi air panas
cenderung berada pada low terrain yang didasarkan pada pengukuran geokimia. Sehingga dapat diduga tipe air klorida pada air panas merupakan zona upflow ataupun batas/margin upflow pada sistem panas bumi daerah penelitian.
Lintasan 2 memiliki 6 stasiun pengukuran dari arah barat laut - tenggara dengan memotong struktur geologi dan berada pada
sekitar manifestasi panas bumi.
Berdasarkan profil tahanan jenis 2D dapat dilihat terdapat sebaran tahanan jenis rendah ( 10 – 136 ohm.m) yang diduga sebagai batuan penudung tersusun dari zona batuan sedimen yang kaya akan mineral
lempung sehingga memiliki sifat
impermeable. Batuan penudung seperti
yang terlihat pada Gambar 5.4 mengalami depresi karena keberadaan struktur geologi
berupa sesar-sesar normal yang
berkembang. Hal ini terlihat adanya sesar-sesar normal pada lapisan subsurface di sekitar stasiun MT70 dan sesar strike slip yang menyebabkan terbentuknya sesar normal di sekitar stasiun MT18 dan manifestasi air panas. Sebaran tahanan jenis rendah ini berada pada dekat permukaan hingga pada beberapa kedalaman yang terdistribusi di stasiun MT18, MT35, MT70. Pada bagian bawah batuan penudung terlihat sebaran tahanan jenis tinggi (≤ 169 ohm.m) berada di stasiun MT65 dan stasiun MT44 pada kedalaman ± 1200 meter. Keberadaan sesar normal ini juga yang memotong anomali berwarna kuning atau memotong litologi batuan. Sebaran tahanan jenis tinggi ini diduga sebagai lapisan reservoir panas bumi yang tersusun dari batuan sedimen termetamorfkan yang kaya akan rekahan.
Mata air memiliki temperatur yang sedang (37,5 oC hingga 50 oC). Manifestasi air panas
yang terlihat pada stasiun MT18 cenderung berada pada low terrain yang didasarkan pada pengukuran geokimia. Sehingga dapat diduga tipe air klorida pada air panas
merupakan zona upflow ataupun
batas/margin upflow pada sistem panas bumi daerah penelitian.
Gambar 5. Interpretasi model 2D lintasan 2
Lintasan 3 memiliki 3 stasiun pengukuran dari arah barat laut - tenggara dengan memotong struktur geologi dan berada
disekitar manifestasi panas bumi.
Berdasarkan profil tahanan jenis 2D dapat dilihat terdapat sebaran tahanan jenis rendah ( 10 – 136 ohm.m) yang diduga sebagai batuan penudung di beberapa kedalaman yang terdapat peningkatan nilai konduktivitas ke wilayah barat laut-tenggara. Batuan penudung tersusun dari zona batuan sedimen yang kaya akan
6 |
mineral lempung sehingga memiliki sifat impermeable. Sebaran tahanan jenis rendah ini terlihat berada dekat permukaan hingga pada kedalaman ± 2200 meter. Berdasarkan sifat yang impermeable, batuan penudung ini dapat menahan keluarnya reservoir. Pada sebaran tahanan jenis tinggi (≤ 169 ohm.m) berada dibawah lapisan penudung terlihat pada kedalaman ± 1400 meter. Sebaran tahanan jenis tinggi ini diduga sebagai lapisan reservoir panas bumi yang tersusun dari batuan sedimen yang termetamorfkan. Pada lapisan reservoir ini kaya akan rekahan
dan bersifat permeable. Keberadaan
rekahan dan sifat permeable yang didapat dari data geologi ini dikaitkan dengan aktivitas tektonik yaitu zona-zona sesar yang intensif.
Selain itu, terlihat pada model 2D dibawah terdapat struktur geologi yang didasarkan pada informasi geologi dengan keberadaan kontras tahanan jenis. Struktur geologi berupa sesar normal terlihat diantara stasiun MT40 dan titik manifestasi air panas. Keberadaan sesar normal ini mengakibatkan terbentuknya rekahan pada batuan. Fluida panas yang berada pada lapisan reservoir akan menuju permukaan dan keluar dalam bentuk manifestasi air panas (zona upflow) melalui celah-celah yang dibentuk oleh sesar normal. Mata air panas memiliki temperatur
yang sedang (37,5 oC hingga 50 oC).
Manifestasi air panas yang terlihat pada stasiun MT40 cenderung berada pada low
terrain yang didasarkan pada pengukuran
geokimia. Dapat diduga tipe air panas bertipe klorida dan ber-pH netral. Sehingga air panas merupakan fluida panas bumi yang berasal langsung dari reservoir panas bumi dan mengindikasikan zona upflow atau batas/margin upflow.
Gambar 6. Interpretasi model 2D lintasan 3
Lintasan 4 memiliki 3 stasiun pengukuran dari arah barat laut - tenggara dengan memotong struktur geologi dan berada pada sekitar manifestasi panas bumi. Berdasarkan
profil tahanan jenis 2D dapat dilihat terdapat sebaran tahanan jenis rendah ( 10 – 136 ohm.m) yang diduga sebagai batuan penudung. Batuan penudung tersusun dari zona batuan sedimen yang kaya akan mineral lempung sehingga memiliki sifat
impermeable. Sebaran tahanan jenis rendah
ini terlihat berada dekat permukaan hingga pada beberapa kedalaman. Berdasarkan sifat yang impermeable, batuan penudung ini dapat menahan keluarnya reservoir. Pada sebaran tahanan jenis tinggi (≤ 169 ohm.m) berada dititik stasiun MT41 terlihat pada kedalaman ± 600 meter. Sebaran tahanan jenis tinggi ini diduga sebagai lapisan reservoir panas bumi yang tersusun dari batuan sedimen yang termetamorfkan. Pada lapisan reservoir ini kaya akan rekahan dan bersifat permeable.
Kemudian, terlihat pada model 2D terdapat struktur geologi berupa sesar-sesar normal yang yang mengontrol lapisan batuan penudung. Pada stasiun MT66 dan MT39 terdapat keberadaan struktur geologi yang menyebabkan batuan pedudung memiliki perbedaan kedalaman dan bentuk serta kontras tahanan jenis. Sesar-sesar ini koheren dengan keberadaan sesar yang mengontrol lintasan 2 yang memiliki zona depresi. Terdapat pula struktur geologi yang melewati lapisan reservoir diantara titik manifestasi air panas dan stasiun MT41. Keberadaan sesar ini akan mengakibatkan
terbentuknya rekahan-rekahan pada
batuan. Manifestasi air panas cenderung berada pada low terrain yang didasarkan
pada pengukuran geokimia walaupun
keberadaan manisfestasi air panas tersebut jauh dari lintasan 4. Dapat diduga tipe air panas bertipe klorida dan ber-pH netral sehingga air panas merupakan zona upflow ataupun batas/margin upflow pada sistem panas bumi daerah penelitian. Mata air panas memiliki temperatur yang sedang (37,5 oC hingga 50 oC).
Hasil dari beberapa kompilasi zona anomali yaitu, anomali gradien termal, anomali temperatur dasar lubang, anomali aliran panas serta geosains di daerah penelitian. Terdapat konsistensi anomali sekitar daerah penelitian menggambarkan kondisi batuan penyusun sistem panas bumi yaitu batuan endapan permukaan, batuan sedimen yang kaya mineral lempung sebagai lapisan batuan pendudung dan batuan metamorf. Zona potensi lapangan panas bumi dari peta kompilasi landaian suhu dan aliran panas berada di lokasi manifestasi air panas dengan total luas 4,22 km2 [15].
Gambar 8. Peta kompilasi geosains dan aliran panas daerah penelitian [15]
Kesimpulan
Dengan melihat penampang 2D metode magnetotellurik menunjukkan keberadaan pola sesar regional dari kontras tahanan jenis yang teridentifikasi. Sesar-sesar normal yang berkembang diperkirakan sebagai pengontrol sistem panas bumi daerah ini. Terdapat nilai tahanan jenis rendah (10 – 136 ohm.m) yang diduga sebagai batuan penudung tersusun dari zona batuan sedimen yang kaya akan mineral lempung dan bersifat impermeable. Tahanan jenis tinggi (≤ 169 ohm.m) berada dibawah lapisan penudung diduga sebagai lapisan reservoir
yang tersusun dari batuan sedimen
termetamorfkan yang kaya akan rekahan dan bersifat permeable.
Zona reservoir panas berada pada
kedalaman yang cukup dalam berkisar ± 600
meter hingga 1500 meter dibawah
permukaan. Prospek panas bumi pada
daerah lapangan “X” diperkirakan berada di sebelah tenggara arah lintasan pengukuran MT dimana pada peta kompilasi aliran panas
daerah potensi memiliki total luas 4,22 km2
di sekitar manifestasi air panas. Ditandai keberadaan anomali tahanan jenis rendah (konduktif) dipermukaan yang menandakan lapisan batuan penudung.
Ucapan Terima Kasih
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen dan staf pengajar program Studi Teknik Geofisika Institut Teknologi Sumatera yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Terima kasih juga untuk Unit Panas Bumi Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi yang telah memberi kesempatan untuk dapat melakukan penelitian ini.
Referensi
[1] Goldstein, B., Hill, A., Long, A., Budd,
A., Holgate, F., Malavazos, M., “Hot Rock Geothermal Energy Plays in Australia,” Thirty-Fourth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, Standford University, California, 2009.
[2] King, R., Miller, M., “Multiuse Triple
Play Hot Sedimentary Aquifer (HAS)
Potential of Victoria,” World
Geothermal Congress, Melbourne, Australia, 2010.
[3] Hochstein, M, P., Browne, “Surface
Manisfestations of Geothermal
System with Volcanic Heat Sources,” In Encyclopedia of Volcanoes, 2000.
[4] Santoso, D., “Catatan Kuliah
Eksplorasi Energi Geothermal,”
Institut Teknologi Bandung,
Bandung, 2004.
[5] Syahwanti, Hezliana., “Aplikasi
Metode Magnetotellurik Untuk
Pendugaan Reservoir Panas Bumi (Studi Kasus: Daerah Mata Air Panas
Cubadak, Sumatera Barat),”
POSITRON. Vol. 6: 2, 2014.
[6] Kadir, Salahudin., “Metode
Magnetotellruic (MT) Untuk
Eksplorasi Panasbumi Daerah Lili,
8 |
Pendukung Metode Gravitasi,”
Universitas Indonesia, Depok, 2011.
[7] Nuraini, Fauziah., “Analisis
Resistivitas Terhadap Pengaruh
Mode Pada Pengolahan Data
Magnetotellurik (Studi Kasus Daerah
Panasbumi ‘Z’),” Universitas
Hasanuddin, Makassar, 2017.
[8] Yushantarti, Anna., Rezky, Yuanno.,
“Penyelidikan Terpadu Geologi Dan
Geokimia Daerah Panas Bumi
Amohola, Kabupaten Konawe
Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara,” PSDG, Bandung, 2014.
[9] Yushantarti, Anna., Sugianto, Asep.,
Hermawan, Dudi., “Kajian Panas Bumi Non Vulkanik Daerah Sulawesi Bagian Tenggara,” PSDG, Bandung, 2014.
[10] Puji, Suharmanto, Yunus, Daud.,
Zarkasyi, Ahmad., “Delineasi Zona Prospek Sistem Panasbumi Daerah ‘P’ Menggunakan Pemodelan Multi
Dimensi Data Magnetotelurik
Terintegrasi Data Geologi Dan Geokimia,” Faktor Excta, Jakarta, 2018.
[11] Ramadhan, RPV., “Penentuan
Penampang Tahanan Jenis Pada
Lapangan Panas Bumi “X”
Menggunakan Data
Magnetotellurik, ” Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2017.
[12] Palacky, C, J., “Resistivity
Characteristics of Geology Targets in Electromagnetic Methods in Applied Geophysics – Vol 1. Theory, M.N. Nabighian (ed.),” SEG Publishing, 1987.
[13] Flovenz, Olafur., Gautason, Bjarni.,
Egilson, Porsteinn., Axelsson,
Gudni., “Discovery and
Development of the
Low-Temperature Geothermal Field at Hjalteyri, Eyjafjordur, in Northern Iceland. A Highly Productive System
Apperently Lacking Surfce
Expression,” Cofference World
Geothermal Congress, Turkey,
2005.
[14] Ussher, Greg., Anderson, Errol.,
Johnstone, Roy., Harvey, Colin., “Understanding the Resistivities Observed in Geothermal Systems,” World of Geothermal Coference, 2000.
[15] Purwoto, Edy., Rezky, Yuanno., Iim,
Dede., “Survei Aliran Panas (Heat Flow) Daerah Panas Bumi Amohola Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara,” PSDG, 2014.