• Tidak ada hasil yang ditemukan

17/03/2016 ADOPSI MENURUT HUKUM AGAMA ISLAM DAN NON ISLAM. Pengertian Tentang Adopsi. Disusun Oleh:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "17/03/2016 ADOPSI MENURUT HUKUM AGAMA ISLAM DAN NON ISLAM. Pengertian Tentang Adopsi. Disusun Oleh:"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ADOPSI MENURUT HUKUM AGAMA ISLAM DAN NON

ISLAM

Disusun Oleh:

RIKA CLAUDYA YUNITA 135010107111046 / 28 APRILLYA SUCI RAHAYU 135010101111132 / 21 PARAMITA WIDYANTI 135010101111127 / 19 FAUZIYAH TSAMROTUL F 135010100111057 / 7 THERESIA VELVINA ARDHANI 135010101111122 / 18

1

Pengertian Tentang Adopsi

• Dari Segi Etimologi

a. Dari segi etimologi yaitu asal usul kata, Adopsi berasala dari bahasa Belanda “Adoptie” atau Adoption ( Bahasa Inggris) yang berarti pengangkatan anak

b. Dalam bahasa Arab disebut “Tabanni” yang menurut Prof. Mahmud Yunus diartikan dengan “Mengambil anak angkat” sedang menurut kamus Munjid diartikan “menjadikannya sebagai anak” (Muderis Zaeni. SH 1985;4)

c. Pengertian dalam bahasa Belanda menurut kamus hukum berarti pengangkatan seorang anak untuk sebagai anak kandungnya sendiri.

2

• Dari segi Terminologi.

Dari segi Terminologi (Muderis Zaeni. SH 1985 :5) Adopsi diartikan :

a. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia dijumpai arti anak angkat yaitu “anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan nak sendiri.

b. Dalam Ensiklopedia umum disebutkan (Muderis Zaeni. SH 1985:5)

• Adopsi, yaitu cara untuk mengadakan hubungan antara orang tua dan anak yang diatur dalam pengaturan perundang-undangan. Biasanya adopsi dilaksanakan untuk mendapatkan pewaris atau mendapatkan pewaris atau untuk mendapatkan anak bagi orang tua yang tidak beranak. Akibat dari adopsi yang demikian itu ialah bahwa anak yang diaposi kemudian memiliki status sebagai anak kandung yang sah dengan segala ha dan kewajiban. Sebelum melaksanakan adopsi itu calon orang tua harus memenuhi syarat-syarat untuk benar-benar dapat menjamin kesejahteraan bagi anak.

3

• Tinjauan Dari Hukum Islam

• Adopsi adalah memperlakukan sebagai anak dalam segi kecintaan pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan dalam segala kebutuhannya yang bukan memperlakukan sebagai anak ‘nasabnya’ sendiri, menurut pandangan hukum islam hukumnya mubah atau boleh saja (diperbolehkan).

• Menurut hukum barat adopsi adalah memasukkan anak yang dketahuinya sebagai anak orang lain ke dalam keluarganya yang tidak ada pertalian nasab kepada dirinya sebagai anak sendiri, seperti hak menerima warisan sepeninggalnya dan larangan kawin dengan keluarganya.

• Contohnya seperti kisah Nab yusuf A.S, yang mana terdapat pada surah Yusuf, dimana Yusuf dijual oleh seseorang saudagar Mesir kepada pembesar kerajaan Fir’aun untuk kemudian dijadikan anak angkat. Pembesar Mesir itu adalah seorang raja muda, Kotifar namanya menurut St. Roestam. Demikian sayang kepada isterinya untuk memperlakukan Yusuf dengan baik sebagai asuhnya.” Mudah-mudahan kata raja itu ia kalau dikala dewasa akan membalas budi baik kita".

(2)

• Namun dalam perjalanan hidupnya Yusuf ini dikhianati oleh ibu angkatnya (sang permaisuri) yang telah jatuh hati padanya, dengan jalan menuduh Yusuf ingin berbuat seorang dengannya. Kemudian Allah Yang Maha Mengetahui, membersihkan Yusuf dari segala tuduhan yang semena-mena itu. Itulah kisah Nabi Yusuf bin Ya`kub bin Ishak bin Ibrahim AS.

• Dalam cerita di atas tendensinya menurut hemat penulis bukanlah pada masalah pengangkatan anak. Namun kalau dikaitkan juga sesuai dengan apa yang dikemukakan ayat 111 dalam surah Yusuf ini menyatakan bahwa sesungguhnya kisah- kisah yang terdapat dalam Al Qur`an mengandung pengajaran bagi orang yang mempunyai akal mengandung pengajaran bagi orang yang mempunyai akal.

5

Atas dasar ini dapat dikemukakan bahwa:

a. Bagaimana pun juga tidak dipersamakan dalam pengertian pertalian nasabnya antara anak kandung sendiri dengan anak angkat;

b. Mengangkat anak dengan motivasi yang dibenarkan oleh Islam harus benar-benar dengan niat yang tulus, yaitu karena Allah semata, dalam rangka ibadah kepada-Nya, agar dijauhkan dari segala hal yang negative;

c. Apabila hendak mengangkat anak dengan motivasi yang benar, harus diperhatikan juga eksistensi calon si anak angkat itu sendiri dan lingkungan rumah tangga kita yang akan menerimanya sebagai anak angkat dari segala aspeknya, sehingga terjamin kelanjutan yang baik bagi semua pihak.

6

Hak Waris terhadap anak adopsi menurut hukum islam

• Pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris-mewarisi dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama ayah kandungnya (M. Budiarto, SH. Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, AKAPRESS, 1991). Dengan demikian, anak adopsi tidak mewarisi harta peninggalan orang tua angkatnya untuk melindungi hak dari anak adopsi tersebut, makan orang tua angkat dapat memberikan wasiat asalkan tidak melebihi 1/3 harta peninggalannya

7

Dalam Al- Qur’an surah Al- Ahzab ayat 4 dan 5 menyebutkan yang artinya sebagai berikut: • ... Dan tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang

demikian itu hanyalah perkataanmu dimulut saja, Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menujukkan jalan yang benar. Panggillah mereka (anak-anak itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka) sebagai saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu, dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu, dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Mah Penyayang.

(3)

• Ini berarti bahwa agama Islam memperbolehkan dilakukkannya pengangkatan anak sepanjang tidak diangkat sebagai anak kandung. Hal ini terlihat dari hasil rumusan Tim Pengkajian Bidang Hukum Islam pada Pembinaan Hukum Nasional dalam seminar Pengkajian Hukum 1980/1981 di Jakarta yang pernah mengusulkan pokok-pokok pikiran sebagai bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang anak angkat yang dipandang dari sudut hukum Islam.

9

Pokok pikiran tersebut antara lain:

a. Hukum Islam tidak melarang adanya lembaga adopsi, bahkan membenarkan dan menganjurkan demi untuk kesejahteraan anak dan kebahagiaan orang tua.

b. Perlu diadakannya pengaturan perundang-undangan tentang pengangkatan anak yang memadai. c. Supaya diusahakan adanya penyatuan istilah pengangkatan anak dengan meniadakan

istilah-istilah lain.

d. Pengangkatan anak jangan memutuskan hubungan antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.

e. Hubungan kekayaan/kehartabendaan antara anak yang diangkat dengan orang tua yang mengangkat dianjurkan agar dalam hubungan hibah dan n hukum wasiat.

10

f. Pengangkatan anak yang terdapat dalam hukum adat hendaknya diusahakan agar tidak bertentangan dengan hukum islam.

g. Pengangkatan anak oleh warga negara asing supaya diadakan pembatasan yang lebih ketat h. Tidak dapat dibenarkannya penganhgkatan anak oleh orang yang agamanya berlainan.

11

Disamping hal tersebut diatas, Majelis Ulama menuangkan pendapatnya tentang pengangkatan anak sebagai berikut: (Surat Nomor U-335/MUI/VI/82 tanggal 18 Sya’ban 1402 H/10 Juni 1982 yang ditandatangani oleh Ketua umum K.H.J. Syukuri Ghazali)

a. Adopsi yang bertujuan untuk kepentingan anak angkat seperti pemeliharaan, pemberian bantuan dan sebagainya oleh agama Islam diperbolehkan.

b. Orang-orang yang beragama Islam hendaknya mengadopsi/ mengangkat anak-anak yang beragama Islam, agar terjamin/tetap terpelihara ke –Islamannya.

c. Pengangkatan anak jangan sampai mengakibatkan hak kekeluargaan yang biasa dicaapi dengan nasab keturunan, sehingga adopsi tidak mengakibatkan hk waris/wali mewakili dan lain sebagainya. Oleh karenanya apabila ayah dan ibu angkat akan memberikan sesuatu kepada anak angkatnya supaya dilakuan pada waktu masih sama-sama hidup sebagai hibah biasa.

d. Adapun adopsi dilarang:

• Oleh orang –orang yang berbeda agamanya, misal orang yang beragama Nasrani mengadopsi anak yang bukan beragama Nasrani dan kemudian dijadikan pemimpin agama Nasrani.

• Terhadap anak-anak Indonesia oleh orang-orang Eropa dan Amerika atau lain-lainnya yang biasanya berlatar belakang seperti tersebut diatas. Oleh karenanya supaya diadakan usaha untuk menutupinya.

(4)

AKIBAT HUKUM DARI ADOPSI:

- Terhadap hubungan hukum anak dan orang tua biologisnya

• Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah (nasab) antara anak dan orang tua kandung. Pengangkatan anak dalam Islam bersumber langsung pada Firman Allah SWT dalam Surat Al-Ahzab ayat 4 dan 5. Berdasarkan kedua ayat di atas, ulama menyatakan bahwa hubungan antara ayah atau ibu angkat dengan anak angkatnya tidak lebih dari sekedar hubungan kasih sayang.

• Pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya (biologisnya).

13

- Hak waris anak adopsi terhadap orang tua biologisnya dan orang tua angkatnya

• Anak angkat (anak adopsi) tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua angkat, tetapi ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya. Demikian juga sebaliknya, orang tua angkat tidak menjadi ahli waris dari anak angkatnya.

• Dalam hal masalah pewarisan, anak angkat hanya berhak menerima wasiat yang ada kaitannya dengan harta peninggalan orang tua angkatnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi: “Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya”

14

-Tanggung jawab orang tua angkat dan keluarganya terhadap anak adopsi

• Dalam pasal 171 huruf (h) KHI dinyatakan bahwa, “anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan , dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan”.

• Dengan demikian jelas bahwa yang beralih tanggung jawabnya dari orang tua biologis / kandung (asal) kepada orang tua angkat hanyalah dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari dan biaya pendidikannya saja. Akan tetapi untuk masalah perwalian dalam perkawinan dan masalah waris, anak angkat tetap saja berhubungan dengan orang tua kandungnya.

15

SYARAT PENGANGKATAN ANAK

• Adapun syarat-syarat pengangkatan anak yang sesuai dengan hukum islam adalah sebagai berikut:

1. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandung dan keluarganya.

2. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua angkat, melainkan tetap sebagai ahli waris dari orang tua kandungnya, demikian juga orang tua angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari anak angkatnya.

3. Hubungan keharta bendaan antara anak angkat dengan orang tua angkatnya hanya diperbolehkan dalam hubungan wasiat dan hibah.

4. Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya secara langsung kecuali sekedar sebagai tanda pengenal atau alamat.

5. Orang tua angkat tidak dapar bertindak sebagai wali dalam perkawinan terhadap anak angkatnya.

6. Antara anak yang diangkat dengan orang tua angkat seharusnya sama-sama orang yang beragama islam, agar si anak tetap pada agama yang dianutnya.

(5)

LEMBAGA YANG MENGESAHKAN ADOPSI

• Salah satu kewenangan baru Pengadilan Agama (PA) setelah berlakunya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 berkaitan dengan penetapan asal usul anak dan pengangkatan anak. Kewenangan itu diatur dalam penjelasan Pasal 49 huruf a angka 20, yang menyebutkan bahwa PA berwenang mengadili penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.

• PA hanya berwenang mengurusi adopsi anak di kalangan umat Islam. Di luar adopsi menurut hukum Islam, kewenangan ada di tangan PN, termasuk adopsi antar negara (intercountry adoption). Kewenangan PA menetapkan asal usul anak malah sudah disinggung dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) sejak 1991. Pasal 103 KHI menyebutkan bahwa asal usul anak dapat dibuktikan dengan akta kelahiran atau bukti lain. Jika akta kelahiran atau bukti lain tidak ada, maka yang berwenang menetapkan asal usul anak adalah PA.

17

Adopsi menurut Agama Katolik

• Di dalam agama katolik, Adopsi sendiri secara sederhana diartikan sebagai mengambil sesuatu dari luar yang bukan kekahasan setempat untuk digunakan di daerah tersebut. Dari pengertian ini maka anak adopsi berarti Pengangkatan/pengambilan Anak orang lain/dari luar (bukan anak kandung) ke dalam keluarga sendiri, sehingga di antara orang yang memungut anak dan yang dipungut timbul suatu hukum yang sama, seperti yang ada antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri.

18

Menurut agama katolik hubungan antara orang tua dengan anak itu terdapat

2 jenis yaitu :

1. Hubungan Darah

Seseorang dapat dikatakan memiliki hubungan darah karena terjadi proses yang bersifat alami generatif. Pasangan suami istri yang sudah menikah dan melahirkan seorang anak, maka akan memiliki hubungan darah kodratin dengan anaknya, begitu uga berlaku sebaliknya. Dimana seorang anak langsung memiliki hubungan darah dengan orang tuanya saat setelah dia dilahirkan. 2. Hubungan Adopsi

Gereja Katolik sendiri memandang hubungan adopsi adalah hubungan hukum antara orang tua dengan anaknya. Artinya hubungan itu timbul karena adanya pertalian hukum. Dalam kitab hukum Kanonik dikatakan bahwa ”Anak yang diadopsi menurut norma hukum sipil, dianggap sebagai anak dari orang atau orang-orang yang mengadopsinya” sesuai yang dikatakan dalam kitab hukum kanonik bahwa dapat memungkinkah bahwa seorang pasangan suami istri yang tidak memiliki anak dapat melakukan adopsi.

19

Jika orang tua yang melakukan adopsi kepada seorang anak yang masih memiliki orang tua, maka orang tua angkatnya wajib memberi tahukan asal-asul anak tersebut agar tidak memutus hubungan orang tua kandung dengan si anak.

• Hak Waris Anak Adopsi

• Di kalangan gereja sendiri untuk masalah hak waris yang akan diterima oleh anak adopsi tidak ada aturan yang mengatur untuk masalah waris, begitupun dalam kitab hukum kanonik itu sendiri. Namun dikalangan umat katolik sendiri jika mengangkat anak adopsi maka hak dan kewajiban anak adopsi tersebut tidak beda dengan anak kandung, maka anak adopsi tersebut berhak untuk menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya, juga berhak mendapat bagian yang sama dengan anak kandung.

• Bagi orang tua yang melakukan adopsi anak, menurut kalangan gereja. Karena orang tua sudah melakukan hubungan hukum yang sudah sah maka orang tua harus memenuhi kebutuhan dari anak adopsi ini tanpa membedakan status mereka dengan anak kandung. Termasuk dalam hal sebagai ahli waris. Jika orang tua yang melakukan adopsi itu tidak memiliki seorang anak kandung, maka yang menjadi ahli waris tunggal adalah anak adopsi tersebut.

(6)

• Lembaga yang mengurus masalah adopsi katolik

• Untuk lembaga yang khusus menangani masalah adopsi anak katolik itu tidak ada, tapi ada yang bersedia membantu untuk mendapatkan anak adopsi dari yayasan khusus. Seperti PA St. Maria Ganjuran Yogyakarta yang mendirikan karya sosial Permata Hati.

21

DAFTAR PUSTAKA

• R Soeroso SH Perbandingan Hukum Perdata • Kitab Hukum Kanonik 1983 KAN 110

22

Pertanyaan dan Jawaban

1. Misal ada pasangan suami istri A beragama Islam, pasangan suami istri B beragama khatolik B mengangkat anak dari keluarga A. Bagaimana status agama anak tersebut?

Jawab:

Boleh mengangkat anak dari agama lain karena dalam agama non islam anak angkat dianggap seperti anak kandung, tetapi status agama anak tersebut tetap beragama Islam karena tidak boleh memaksakan kehendak dari nk tersebut untuk memilih agama. Diatur dalam Undang-Undang Anak. Dan diambil dari beberapa kasus yang ada dalam agama non islam.

2. A dan B pasangan suami istri punya anak C (anak kandung), lalu mengadopsi anak. Lalu bagaimana pembagian warisnya?

Jawab:

Seumpama A = suami (meninggal), B = Istri , C = Anak kandung (laki-laki), D = anak adopsi Bagiannya menurut hukum islam :

B = mendapatkan 1/8 setelah dikurangi 1/3 wasiat wajiblah anak angkat D = 1/3 karena wasiat wajiblah, tidak boleh melebihi 1/3

C= ashobah (sisanya)

23

3. Apakah anak tersebut dapat menikahi anak kandung?

jawab:

Anak adopsi bias menikah dengan anak kandung, asalkan bukan saudara sepersusuan.

Jika anak adopsi merupakan saudara sepersusuan, maka menyebabkan mahramnya dan

tidak bias menikah. Sebagaimana hadist riwayat muslim berikut:

“sepersususan menyebabkan manjadi mahramnya (diharamkan untuk menikah)

sebgaimana hubungan kelahiran” (HR. Muslim)

Islam mengizinkan seseorang untuk menikahi selama bukan dengan mahramnya.

4. Anak angkat bermain api dengan ayah angkat, dari adopsi Islam / non islam jika anak

tersebut hamil bagaimana statusnya?

Jawab:

Menurut agama islam itu haram, tergantung anak tersebut anak sepersusun anatau

tidak. Status anak dari anak angkat tersebut menjadi anak luar kawin yang hanya punya

Referensi

Dokumen terkait

Prajurit Kulon adalah tidak menyalahi aturan yang berlaku, maka menurut pendapat peneliti bahwa pencatatan perkawinan anak adopsi dalam buku kutipan akta nikah

Hak asuh anak bagi orang tua kandung yang berpindah agama akan berada pada orang tuanya yang beragama Islam dengan pertimbangan akidah dan jika yang melakukan

Dengan demikian, yang bertentangan dengan ajaran Islam adalah mengangkat anak (adopsi) dengan memberikan status yang sama dengan anak kandungnya sendiri. Sedang kalau yang dimaksud

Rumusan masalah yang akan dibahas terdiri dari tiga hal yakni: Pertama, Apakah ahli waris yang beda agama dengan pewaris merupakan penghalang untuk mendapatkan hak waris,

tua kandung kepada orang tua angkat dengan tujuan untuk kesejahteraan anak karena yang diutamakan pemeliharaan, pendidikan dan kebaikan anak sedangkan mengenai hak dalam

Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggal nya seseorang, di atur oleh hukum waris.Untuk pengertian hukum waris sampai saat ini baik para

Berdasarkan hasil penelitian di Pengadilan Agama Semarang diketahui bahwa belum ada anak yang lahir diluar perkawinan yang mengajukan gugatan hak waris terhadap harta waris

Terkait hak waris atas tanah bagi anak hasil perkawinan campuran, merujuk pada asas lex resitae maka negara yang berhak mengeksekusi harta warisan adalah negara dimana benda tersebut