• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN KONDOM TERHADAP KEJADIAN IMS PADA WPS DI KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN KONDOM TERHADAP KEJADIAN IMS PADA WPS DI KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN 2017"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN KONDOM TERHADAP KEJADIAN IMS

PADA WPS DI KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN 2017

Ainun Hanifa1), Ari Natalia Probandari2), Eti Poncorini Pamungkasari2)

1)

PRODI D3 Kebidanan Universitas Tulungagung Arfabachtiar13@gmail.com

2)

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Ari.probandari@staff.uns.ac.id

ABSTRAK

Latar Belakang: IMS adalah infeksi yang tersebar terutama melalui kontak seksual yang disebabkan oleh 30 bakteri, virus dan parasit yang berbeda. Kejadian IMS semakin meningkat karena terbukanya seks komersil sehingga banyak perempuan menjadi WPS. Penggunaan kondom merupakan strategi efektif untuk mengurangi kejadian IMS. Tujuan penelitian ini mengetahui pengaruh penggunaan kondom terhadap kejadian IMS.

Metode:Jenis penelitian observasional, desain kohort. Populasi adalah semua WPS di Kabupaten Tulungagung. Sampel menggunakan tehnik non probability sampling jenis purposive sampling untuk memilih tempat penelitian dan total sampling untuk memilih responden. Analisa data menggunakan analisis bivariat dengan uji t dan Pearson Chi Square.

Hasil:Hasil penelitian menggunakan analisis bivariat menggunakan uji Pearson Chi Square didapatkan sebagian besar WPS yang menggunakan kondom memiliki hasil IMS negatif 75(84.3%, OR 6.36, CI 3.93-10.28) nilai p 0.025. Sebagian besar WPS menggunakan kondom baru dan memiliki hasil IMS negatif 75 (84.3%, OR 6.36, CI 3.93-10.28) ) nilai p 0.025. Hasil uji t didapatkan jumlah kondom dengan hasil IMS positif (44.47±22.99), hasil IMS negatif (36.64±13.47) nilai p 0.075.

Kesimpulan: Ada pengaruh penggunaan kondom terhadap kejadian IMS dimana penggunaan kondom dapat mengurangi kejadian IMS. Ada pengaruh penggunaan kondom baru terhadap IMS dimana WPS yang menggunakan kondom baru memiliki hasil kejadian IMS negatif.

(2)

PENDAHULUAN

Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang tersebar terutama melalui kontak seksual dari orang ke orang yang disebabkan oleh 30 bakteri, virus dan parasit yang berbeda (WHO, 2016). IMS juga didominasi oleh kontak seksual termasuk vagina, anal dan oral seks. Beberapa IMS juga akan menyebar melalui cara-cara yang non seksual seperti melalui darah atau produk darah. Banyak IMS termasuk klamidia, gonorrhoea, terutama hepatitis B, HIV dan sifilis juga dapat ditularkan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan. IMS memiliki dampak yang mendalam pada kesehatan seksual dan reproduksi di seluruh dunia. Lebih dari 1 juta IMS diperoleh setiap hari. Setiap tahun ada perkiraan 357 juta infeksi baru dengan klamidia (131 juta), gonorrhoea (78 juta), sifilis (5,6 juta) dan ulkus mulut (143 juta). Lebih dari 500 juta orang yang hidup dengan infeksi HSV (herpes) genital. Pada setiap titik waktu, lebih dari 290 juta perempuan memiliki infeksi HPV, salah satu IMS paling umum. Tetapi mayoritas IMS bisa disembuhkan apabila penegakkan diagnosa yang tepat dan pengobatan dengan segera (WHO, 2015).

IMS meningkat pesat karena terbukanya perilaku seks secara komersil sehingga banyak wanita yang menjadi Wanita Pekerja Seks (WPS). WPS dibedakan menjadi 2 yaitu WPS langsung yang secara terbuka menjajakan seks baik dijalanan maupun di lokalisasi atau eks lokalisasi. Sedangkan WPS tidak langsung yaitu wanita yang beroperasi secara terselubung sebagai penjaja seks dan mempunyai pekerjaan utama lain dan tidak

langsung menjajakan seks di tempat-tempat hiburan. WPS 12 kali lebih beresiko terkena IMS dibandingkan populasi umum (Graham et al, 2014). Berbagai faktor sangat terkait dengan kejadian IMS salah satunya adalah perilaku penggunaan kondom.

Perilaku penggunaan kondom merupakan salah satu satu strategi yang efektif untuk mencegah penularan dan memberikan perlindungan terhadap kejadian IMS. Kondom adalah salah satu bentuk perlindungan dari penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS (WHO, 2009).

Penggunaan kondom juga digunakan untuk mengevaluasi intervensi pencegahan terhadap HIV/ IMS. Mengukur penggunaan kondom pada seks terakhir, frekuensi penggunaan kondom dan jumlah tindakan seks yang dilindungi dengan kondom dilakukan dalam studi mengevaluasi efektifitas intervensi perilaku pada kelompok beresiko salah satunya pada WPS (Fonner et al., 2014).

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian adalah observasional dengan desain penelitian kohort. Populasi dalam penelitian ini adalah semua WPS yang berada di Kabupaten Tulungagung. Sampel dalam penelitian ini adalah WPS yang berada di Eks Lokalisasi Ngujang yang berjumlah 69 orang dan Gunung Bolo yang berjumlah 21 orang. Sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik non

probability sampling jenis purposive

sampling untuk memilih 2 tempat

penelitian yaitu eks lokalisasi Ngujang dan Gunung Bolo. Menggunakan total sampling untuk memilih responden yaitu

(3)

berada ditempat penelitian yang memenuhi kriteria inklusi antara lain WPS yang bersedia menjadi responden, WPS yang berada ditempat saat dilakukan penelitian, WPS yang bisa membaca dan menulis. Untuk kriteria ekslusi antara lain WPS yang mengundurkan diri sebelum penelitian selesai. Pengumpulan data dilakukan secara langsung melalui observasi dan wawancara. Data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dengan menggunakan lembar diary yang terdiri dari penggunaan kondom dan jumlah

kondom yang diobservasi selama 4 minggu yang diisi oleh asisten penelitian yang berasal dari para pengurus masing-masing eks lokalisasi. Setelah 4 minggu dilanjutkan dilakukan pemeriksaan IMS oleh pihak Puskesmas dengan kriteria positif dan negatif. Analisa data menggunakan analisis bivariat dengan uji statistik uji t pada data kontinyu dan menggunakan Pearson Chi Square pada data kategorikal dengan kriteria signifikan apabila nilai p < 0.05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1.1 Pengaruh Penggunaan Kondom Terhadap Kejadian IMS

Variabel Tes IMS OR (CI 95% OR) Nilai p

Positif (%) Negatif (%) Penggunaan Kondom Iya 14 (15.7) 75 (84.3) 6.36 (3.93-10.28) 0.025* Tidak 1 (100) 0 (0.0) Jumlah Kondom 4 minggu 44.47±22.99 36.64±13.47 0.075 Harian 1.53±0.92 1.35±0.51 0.267

Penggunaan Kondom Baru

Iya 14 (15.7) 75 (84.3) 6.36 (3.93-10.28) 0.025*

Tidak 1 (100) 0 (0.0)

Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji statistik Pearson

Chi Square didapatkan sebagian besar WPS

yang menggunakan kondom memiliki hasil IMS negatif yaitu 75 (84.3%) dengan OR 6.36 dan CI 3.93-10.28 dengan nilai p 0.025 yang berarti ada pengaruh signifikan penggunaan kondom terhadap kejadian IMS.

Hasil statistik menggunakan uji t didapatkan jumlah kondom pada WPS yang memiliki hasil IMS positif adalah 44.47±22.99 dengan rata-rata per hari 1.53±0.92 dan yang memiliki hasil IMS

negatif adalah 36.64±13.47 dengan rata-rata per hari 1.35±0.51 dengan nilai p 0.075 yang berarti tidak ada pengaruh yang signifikan jumlah kondom terhadap kejadian IMS.

Hasil statistik menggunakan uji

Pearson Chi Square didapatkan sebagian

besar WPS yang sudah mengunakan kondom baru memiliki hasil IMS negatif yaitu 75 (84.3%) dengan OR 6.36, CI 3.93-10.28 dengan nilai p 0.025 yang berarti ada pengaruh yang signifikan penggunaan kondom baru terhadap kejadian IMS.

(4)

Pengaruh penggunaan kondom terhadap kejadian IMS

Berdasarkan tabel 1.1 didapatkan sebagian besar WPS yang menggunakan kondom memiliki hasil IMS negatif yaitu 75 (84.3%) dengan OR 6.36 dan CI 3.93-10.28 dengan hasil uji statistik Pearson Chi

Square didapatkan nilai p 0.025 yang

berarti ada pengaruh signifikan penggunaan kondom terhadap kejadian IMS.

Pemakaian kondom dapat menurunkan penularan IMS meskipun kondom tidak 100% dapat mencegah IMS namun kondom tetap merupakan cara terbaik untuk menghindari IMS. Penggunaan kondom pada hubungan seksual berisiko merupakan salah satu strategi pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan IMS dan HIV pada kelompok berisiko termasuk kepada WPS dan pelanggannya. Berbagai faktor sangat terkait dengan kejadian IMS yang masih tinggi di berbagai negara. Pencegahan dan penanganan kasus IMS hendaknya disesuaikan dengan faktor yang melatarbelakanginya. Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa banyak faktor yang sangat mempengaruhi kejadian IMS antara lain perilaku penggunaan kondom. Sampai saat ini beberapa studi telah berusaha untuk memeriksa penggunaan kondom yang benar dan konsisten pada orang yang aktif secara seksual. penggunaan kondom secara benar dan konsisten diperkirakan memiliki kemungkinan 59% lebih kecil untuk terinfeksi IMS dalam tiga bulan dibandingkan dengan peserta yang tidak menggunakan kondom secara benar dan konsisten (Bankole et al., 2007; Crosby et al 2012; Fonner et al., 2014). Semua

responden sudah menggunakan kondom dan memiliki hasil IMS yang negatif. Hal tersebut sesuai dengan penelitian lain dari Sembiring dkk (2012) didapatkan terdapat korelasi yang kuat antara konsistensi penggunaan kondom dengan pencegahan IMS.

Pengaruh jumlah kondom terhadap kejadian IMS

Berdasarkan tabel 1.1 dengan uji t didapatkan jumlah kondom pada WPS yang memiliki hasil IMS positif adalah 44.47±22.99 dengan rata-rata per hari 1.53±0.92 dan yang memiliki hasil IMS negatif adalah 36.64±13.47 dengan rata-rata per hari 1.35±0.51 dengan nilai p 0.075 yang berarti tidak ada pengaruh yang signifikan jumlah kondom terhadap kejadian IMS.

Penggunaan kondom yang benar dan konsisten yaitu dengan melihat pada orang yang aktif perilaku seksualnya dengan setidaknya menggunakan kondom 90-100% dari jumlah hubungan seksual. Sehingga jumlah kondom yang digunakan harus sesuai dengan hubungan seksual atau batas minimal yang tidak menggunakan kodom adalah 10% dari jumlah hubungan seksual. (KPAN, 2010). Semakin banyak jumlah kondom yang digunakan memiliki IMS yang positif dan berulang sehingga didapatkan tidak ada hubungan jumlah kondom dengan kejadian IMS. WPS yang memiliki hasil tes IMS yang positif mengaku lebih hati-hati dalam melayani pelanggan yaitu dengan menggunakan kondom tetapi hanya selama masa penyembuhan. Setelah dinyatakan positif maka mereka akan kembali seperti sebelumnya yang asal menerima pelanggan

(5)

dan melakukan transaksi seksual tanpa menggunakan kondom. Hal tesebut didukung oleh penelitian dari Vandenhoudt et al (2013) yang menemukan pada tingkat individu melaporkan penggunaan kondom tidak dikaitkan dengan penurunan risiko infeksi HIV dan IMS (disesuaikan infeksi atau dari HIV yang terkait dengan penggunaan kondom dengan klien terakhir yaitu 90%).

Banyak dari WPS kadang masih tidak menggunakan kondom dengan alasan ada beberapa pelanggan yang diyakini tidak akan mempunyai infeksi sehingga mereka yakin walaupun tidak menggunakan kondom tidak akan terkena IMS. Biasanya para WPS melihat para pelanggannya dari kebersihan badan mereka ataupun penampilan dan wajah. Pelanggan yang berpenampilan menarik, wajah yang lumayan, bersih, wangi dianggap tidak mempunyai infeksi. Hal tersebut sependapat dengan penelitian dari Kawangung (2012) yang menyatakan salah satu alasan pekerja seks maupun pelanggan tidak menggunakan kondom adalah perasaan, mereka saling percaya dan aman karena sudah lama berhubungan (Kawangung, 2012). Selain itu kebanyakan WPS yang enggan menggunakan kondom mempunyai alasan yang berhubungan dengan keuangan. Dimana mereka takut jika menuntut para pelanggan menggunakan kondom akan membuat mereka mencari WPS yang lain sehingga akan mengurangi pemasukan dalam hal finansial. Penelitian lain yang dilakukan Jie et al (2012) mengatakan tentang hambatan penggunaan kondom di China dimana asumsi pribadi dan perasaan terhadap pasangan tetap dan insentif keuangan

adalah faktor-faktor yang mempengaruhi hambatan penggunaan kondom oleh pekerja seks.

Pengaruh penggunaan kondom baru terhadap kejadian IMS

Berdasarkan tabel 1.1 didapatkan hasil statistik menggunakan uji Pearson

Chi Square didapatkan sebagian besar WPS

yang sudah mengunakan kondom baru memiliki hasil IMS negatif yaitu 75 (84.3%) dengan OR 6.36, CI 3.93-10.28 dengan nilai p 0.025 yang berarti ada pengaruh yang signifikan penggunaan kondom baru terhadap kejadian IMS.

Penggunaan kondom baru oleh responden memberikan hasil IMS yang positif maupun negatif seimbang. Dimana semua responden hampir seluruhnya sudah menggunakan kondom baru dalam setiap transaksi seksual. Hal tersebut sudah sesuai dengan penggunaan kondom pada daftar tilik kondom dimana dijelaskan bahwa harus selalu menggunakan kondom baru dalam setiap melayani pelanggam. Masih adanya WPS yang memiliki hasil positif walaupun sudah menggunakan kondom baru karena disebabkan banyak hal. Diantaranya WPS yang sudah menggunakan kondom tetapi mereka tidak rutin dan konsisten dalam menggunakan kondom. Penggunaan kondom disesuaikan dengan permintaan pelanggan. Banyak WPS yang selalu membawa kondom didalam tas mereka, tetapi kondom tersebut tidak terpakai. Padahal kondom selalu dibagi secara rutin oleh pengurus masing-masing dan apabila para WPS sudah kehabisan kondom lebih awal dipersilahkan segera minta ke pengurus. Tetapi hal tersebut tetap tidak membuat penggunaan

(6)

kondom maksimal. Penyebab utamanya adalah pelanggan.

KESIMPULAN

Ada pengaruh yang signifikan penggunaan kondom terhadap kejadian IMS. tidak ada pengaruh yang signifikan jumlah kondom terhadap kejadian IMS. Ada pengaruh yang signifikan penggunaan kondom baru terhadap kejadian IMS.

DAFTAR PUSTAKA

Bankole A, Ahmed FH, Neema S, Ouedraogo C, Konyani S. 2007. Knowledge of correct condom use and consistency of use among adolescents in four countries in Sub-Saharan Africa: African Journal of Reproductive Health, 11 (3).

Budiono I. 2012. Konsistensi Penggunaan Kondom Oleh Wanita Pekerja Seks/Pelanggannya. Kemas: Jurnal Kesehatan Masyarakat 7 (2): 97-101

Department Of Health And Human Services. Condoms and STDs: Fact Sheet for Public Health Personnel: Centers for Disease Control and Prevention (CDC).

Febiyantin C, Kriswiharsi KS (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian infeksi menular seksual (IMS) pada wanita pekerja seksual (WPS) usia 20-24 tahun di Resosialisasi argorejo semarang. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat UDINUS, 1(12). Fonner FA, Kennedy CE, O‘Reilly KR,

Sweat MD (2014). Systematic assessment of condom use

measurement in evaluation of HIV prevention interventions: need for standardization of measures: AIDS Behav NIH Public Access 18(12). Graham SM, Raboud J, Jaoko W,

Mandaliya K, McClelland RS, Bayoumi AM (2014). Changes in Sexual Risk Behavior in the Mombasa Cohort: 1993–2007: Research Article. PLoS ONE, 9(11).

HandlovskyaI, Bungaya V, Kolarb K. 2012. Condom use as situated in a risk context: women‘s experiences in themassage parlour industry in Vancouver, Canada. Diakses 1 Januari 2017.

Jie W, Xiaolan Z, Ciyong L, Moyer E, Hui W, Lingyao H et al . 2012. A Qualitative Exploration of Barriers to Condom Use among Female Sex Workers in China. Diakses 2 Januari 2017.

Karyati S (2011). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsistensi Wanita Penjaja Seks Dalam Pemakaian Kondom Untuk Mencegah Penularan PMS Dan Hiv Di Pati: Thesis FIK UI

Mahaputra B, Lowndes CM, Mohanty SK, Gurav K, Ramesh BM, Moses S, Washington R, Alary M (2013). Factors Associated with Risky Sexual Practices among Female Sex Workers in Karnataka, India: A Literature Review. PLoS ONE 8(4). Manlove J, Ikramullah E, Humen ET (2008). Condom Use and Consistency Among Male Adolescents in the United States: A Literature Review. Journal of

(7)

Adolescent Health 43 (208) 325– 333.

Murti, B (2013). Desain Dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Di Bidang Kesehatan. Surakarta: Gadjah Mada University Press Profil Kesehatan Profinsi Jawa Timur

Tahun 2012 Tentang Jumlah Kasus Baru HIV, AIDS dan Infeksi Menular Seksual Lainnya Menurut

Jenis Kelamin dan

Kabupaten/Kota.

Profil Kesehatan Kabupaten Tulungagung Tahun 2010 Tentang Persentase Infeksi Menular Seksual Diobati. Samra OM (2008). How to Use a Condom:

Advocates for Youth. Washington, DC 20036.

Sembiring R, Sembiring F (2012). Pengaruh Predisposing Factor, Enabling Factor Dan Reinforcing Factor Terhadap Upaya Pencegahan Infeksi Menular Sekual Pada Wanita Pekerja Seks Komersial Di Lokalisasi Warung Bebek Serdang Bedagai. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Sari Mutiara Indonesia.

Shannon K., Strathdee S. A., Shoveller J., Rusch M., Kerr T. (2009). Structural Environmental Barriers to Condom Use Negotiation With Clients Among Female Sex Workers: Implications for Prevention Strategies and Policy. Diakses 1 Januari 2017.

Strathdee SA, Lozada R, Martinez G, Vera A, Rusch M, Nguyen L, Pollini RA, Salas FU, Beletsky L, Patterson TL (2011). Social and Structural Factors Associated with HIV Infection among Female Sex Workers Who Inject Drugs in the Mexico-US Border Region: A Literature Review. PLoS ONE 6(4).

Strathdee SA, Abramovitz D, Lozada R, Martinez G, Rangel MG, Vera A, Staines H, Rodriguez CM, Patterson TL (2013). Reductions in HIV/STI Incidence and Sharing of Injection Equipment among Female Sex Workers Who Inject Drugs: Results from a Randomized Controlled Trial: A Literature Review. PLoS ONE 8(6).

World Health Organization (2008). 10 facts on sexually transmitted infections: Dept. of Reproductive Health and Research. Accessed 7 April 2016 Widyastuti, Utami, Arifianti (2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian IMS di Lokalisasi gang sadar Baturaden Banyumas: Jurnal Ilmiah Kebidanan, 3 (1).

Yadav D, Ramanathan S, Goswami P, Ramakrishnan L, Saggurti L, Sen S, George B, Paranjape (2013). Role of Community Group Exposure in Reducing Sexually Transmitted Infection-Related Risk among Female Sex Workers in India: A Literature Review. PLoS

Referensi

Dokumen terkait

Mengembangkan Inovasi Membangun Motivasi Kerja Melakukan Komunikasi Menangani Konflik Mengambil Keputusan.. melalui pembelajaran maupun bimbingan baik secara aktif,

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa luas lahan, biaya pupuk, biaya bahan bakar, dan hasil produksi memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap tingkat pendapatan

Tentang Kiblat (Kiblat Umat Islam Indonesia Menghadap ke Arah Barat)”, skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2010.. Quthb, Syahid Sayyid, Tafsir Fi Zhilalil

Dikarenakan nilai signifikansi lebih kecil dari α (0,05), maka H0 ditolak yang artinya secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Prespektif

Kívánatos az ülőpontok minél nagyobb, függőleges y tengely irányú elmozdulásai (HT3), melynek következtében a páciens fel-le mozog, mely a terápia

Daerah penangkapan Yellowfin Tuna mulai tidak potensial untuk dilakukan penangkapan karena ikan layak tangkap yang didaratkan di PPN Palabuhanratu berada pada persentase

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apakah penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat memperbaiki proses

Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitis , deskriptif maksudnya menggambarkan atau menelaah permasalahan hukum hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Prinsip