• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga Taksonomi dan Botani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga Taksonomi dan Botani"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Buah Naga

Buah naga merupakan tanaman tahunan dan kaktus merambat yang memiliki akar udara. Buah ini memiliki nama umum pitaya, dragon fruit,

strawberry pear, atau night blooming cereus. Nama lain di beberapa negara

seperti di Meksiko, Guatemala Amerika Tenggara dikenal sebagai pitaya,

pitahaya, pitajaya, pitaya roja, dan pitahaya de Cardón. Di Vietnam disebut Thang Long, sedangkan di Asia secara umum disebut dragon fruit (Luders dan McMahon 2006). Tanaman ini memiliki buah yang paling indah diantara famili kaktus lainnya (Zee et al. 2004). Buah naga dapat bertahan pada kondisi kering karena memiliki sistem fotosintesis Crassulacean Acid Metabolism (CAM) yang efiesien dalam menyimpan air (Mizrahi dan Nerd 1999).

Buah naga merupakan kaktus liar yang berasal dari wilayah di Amerika Tengah. Sebagian besar spesies Hylocereus berasal dari Amerika Latin (Meksiko dan Kolombia). Saat ini, spesies ini telah menyebar ke seluruh dunia terutama daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini bersifat epifit, yaitu tumbuh dan bercabang pada kayu atau tanaman mati (Crane dan Balerdi 2005). Setelah diketahui memiliki banyak manfaat, tanaman ini dibudidayakan dan dikembangkan. Sebagian H. undatus merupakan spesies kosmopolitan (Bellec et

al. 2006). Buah ini dikembangkan secara komersial di Amerika Tengah, tepatnya

di negara Meksiko dan Amerika Serikat (negara bagian Texas), kemudian berkembang pesat di Peru dan Argentina. Sekitar 100 tahun lalu, buah ini diintroduksikan ke Perancis kemudian menyebar ke Asia dan Australia. Kini Israel dan Vietnam menjadi produsen buah naga komersial terbesar di Asia (McMahon 2003).

Taksonomi dan Botani

Buah naga termasuk dalam kelompok tanaman kaktus atau Famili Cactaceae. Menurut Bellec et al. (2006) secara umum buah naga dikelompokkan ke dalam genus utama yaitu Stenocereus (Britton & Rose), Cereus (Mill),

(2)

naga yang banyak dibudidayakan adalah Hylocereus, sedangkan untuk tiga genus lainnya dapat dikonsumsi namun belum banyak dikembangkan secara budiddaya. Adapun klasifikasi buah naga secara lengkap menurut Britton dan Rose (1963); ISB (2002); NPDC (2002) dalam Gunasena et al. (2007) adalah :

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta (tanaman vaskular) Super divisi : Spermathophyta (tumbuhan berbiji) Divisi : Magnoliophyta (tanaman berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (tanaman dikotil atau berkeping dua) Ordo : Caryophyllales

Famili : Cactaceae (kaktus) Subfamili : Cactoideae

Suku (tribe) : Hylocereae

Genus : Hylocereus (Berger) Britt & Rose

Spesies : - Hylocereus undatus (Haw.) Britt & Rose

- Selenecereus sp.

Tanaman buah naga memiliki akar yang berbeda dengan tanaman pada umumnya. Selain memiliki akar utama yang tertanam di dalam tanah, buah naga memiliki akar udara yang tumbuh di sepanjang sulur. Akar tersebut bersifat epifit yang dapat merambat dan menempel pada tiang atau tanaman lain. Sifat tersebut menjadikan kaktus ini membutuhkan penyangga untuk memanjat sehingga disebut tanaman memanjat (climbing plant) (McMahon 2003). Akar ini tahan terhadap kekeringan, namun tidak tahan terhadap genangan air terlalu lama. Adanya akar udara membuat tanaman ini efisien dalam penggunaan air. Walaupun akar dicabut dari tanah, tanaman masih dapat hidup dengan menyerap nutrisi dan air menggunakan akar udara (Andoko dan Nurrasyid 2012).

Sulur merupakan istilah untuk batang pada kaktus. Sulur pada buah naga merupakan batang sukulen serta mengandung air yang menjadi cadangan pada saat kondisi lingkungan ekstrim. Sulur berwarna hijau, dimana terjadi proses fotosintesis tanaman. Sulur ini memiliki dari tiga sudut (triangular) yang

(3)

bergelombang. Daun termodifikasi menjadi duri yang berada di sepanjang tepi, tepatnya di bagian lembah antar gelombang.

Sulur terus tumbuh akan menghasilkan cabang sulur dan jumlahnya akan diatur agar buah naga dapat berproduksi secara optimum. Menurut Andoko dan Nurrasyid (2012), pengaturan cabang yang baik menggunakan prinsip 1-3-3. Artinya satu sulur utama, tiga sulur cabang pertama, tiga sulur cabang kedua, dan apabila terbentuk tunas cabang lagi maka dilakukan pemangkasan. Tujuan pengaturan cabang ini untuk menjaga tanaman tetap dalam kondisi ideal, tidak tercipta kondisi lembab, dan pertanaman yang rapi.

Morfologi sulur antara buah naga putih dan buah naga merah memiliki perbedaan. Sulur buah naga putih memiliki bentuk yang lebih bergelombang sedangkan sulur buah naga merah memiki tekstur yang lebih rata. Selain itu keberadaan duri pada sulur buah naga merah lebih rapat dan lebih tajam dibandingkan dengan sulur buah naga putih. Warna sulur buah naga putih lebih hijau cerah dibandingkan sulur buah naga merah yang cenderung berwarna lebih hijau kusam. Perbedaan antara sulur buah naga putih dan sulur buah naga merah dapat dilihat pada Gambar 1A dan 1B.

Bunga buah naga berbentuk corong memanjang dan memiliki ukuran sekitar 27-30 cm tergantung pada spesies masing-masing (Jaya 2010). Kelopak bunga bagian luar berwarna hijau (Gambar 1C), kelopak bunga bagian dalam berwarna kuning, dan mahkota bunga ketika mekar berwarna putih. Bunga buah naga memiliki tipe biseksual, dimana putik dan benang sari terdapat pada satu bunga. Benang sari berwarna kuning dengan jumlah banyak dan putik tunggal berwarna kuning pucat (Gambar 1D). Bunga buah naga memiliki beberapa karakteristik dalam penyerbukan. Perbedaan ketinggian antara benang sari dan putik menjadi permasalahan dalam penyerbukan bunga. Bunga mekar pada malam hari dan selesai mekar pada pagi dini hari, hanya memekar satu malam. Di Australia, bunga buah naga terkenal dengan sebutan moonflower atau queen of the

night (McMahon 2003).

Buah naga berwarna merah mudah cerah, menarik, dan memiliki sisik buah. Buah berukuran besar antara 150-600 g per buah. Daging buah berwarna putih atau merah dengan biji berwarna hitam, kecil, dan jumlah banyak

(4)

(McMahon 2003). Kulit buah naga putih dan buah naga merah memiliki perbedaan yaitu buah naga putih berwarna merah magenta dan mengkilat sedangkan buah naga merah lebih berwarna merah mencolok dan agak kusam. Bentuk buah naga putih sebagian besar lebih lonjong sedangkan buah naga merah lebih bulat. Sisik buah naga putih terdapat semburat hijau sedangkan sisik buah naga merah seluruhnya berwarna merah. Perbedaan buah naga putih dan buah naga merah secara umum dapat dilihat pada Gambar 1E dan 1F. Pushpakumara et

al. (2005) melakukan penelitian terhadap 5-10 tanaman yang digunakan untuk

mengontrol bunga dan fenologi buah. Hasil pengamatan yang dilakukan di kebun buah naga Bulathsinhala, Srilanka, dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tidak ada nama varietas yang digunakan secara umum untuk buah naga. Tetapi, terdapat banyak klon yang dapat dibedakan menurut tipe sulur, warna, bentuk buah, ketebalan kulit dan bentuk sisik buah (McMahon 2003). Menurut Merten (2003), di California, Amerika Serikat, sudah diketahui lebih dari 60 varietas buah naga. Terdapat dua spesies buah naga secara umum, yaitu H.

undatus (Haw. Britton&Rose) yang memiliki daging buah berwarna putih dan H. polyrhizus (Web. Britton&Rose) yang memiliki daging buah berwarna merah.

Terdapat dua spesies buah naga lain yang belum banyak diketahui yaitu H.

costaricencis (Web. Britton&Rose) yang memiliki kulit berwarna merah dengan

daging buah merah keunguan dan Selenicereus megalanthus (A. Berger Riccob) yang memiliki kulit berwarna kuning dengan daging buah putih (Jaya 2010). Buah naga kuning ini memiliki kelompok duri pada buah yang lepas saat buah matang. Buah naga kuning memiliki ukuran buah lebih kecil dibandingkan jenis lainnya. Biaya perawatannya tinggi sehingga belum menguntungkan secara ekonomi untuk dibudidayakan.

(5)

Tabel 1 Karakter bunga buah naga di Bulthsinhala, Sri Lanka

Karakter Kisaran

Panjang bunga dewasa (cm) 20 - 36

Lebar bunga dewasa (cm) 12 - 23

Diameter bunga mekar sempurna (cm) 10 - 30

Panjang benang sari (cm) 18 - 30

Jumlah benang sari 1100 - 1195

Jumlah putik lobe 12 - 18

Panjang putik (cm) 2 - 3.5

Panjang ovari (cm) 4 - 8

Ketersediaan nektar (ml) 4 - 9

Bau Harum menyengat

Jumlah bunga per tanaman 1-7

Sumber: Pushpakumara et al. 2005

Tabel 2 Variasi karakteristik buah naga di Bulthsinhala, Srilanka

Karakteristik Kisaran

Bentuk buah Bulat dan lonjong

Panjang (cm) 10 - 20

Lebar (cm) 7 - 12

Ukuran keliling buah (cm) 10 - 18

Skala (cm) 10 - 32

Skala jumlah (cm) 2 - 7.5

Ketebalan kulit (mm) 2 - 4

Berat buah (g) 220 - 480

Warna daging buah Merah atau putih

Tingkat keasaman 4.6 - 5.5

Tingkat kemanisan (briks) 12 - 18

Waktu buah naga penyerbukan (hari) 40 - 50 Sumber: Pushpakumara et al. (2005)

(6)

Gambar 1 Morfologi tanaman buah naga: (A) Sulur buah naga putih, (B) Sulur buah naga merah, (C) Bunga kuncup, (D) Bunga mekar, (E) Buah naga putih, dan (F) Buah naga merah.

Syarat Tumbuh dan Budidaya Buah Naga

Famili Cactaceae memiliki daya adaptasi tinggi di lingkungan baru dan dapat hidup di lingkungan yang ekstrim. Tanaman buah naga merupakan tanaman tropis dan sangat mudah beradaptasi terhadap lingkungan tumbuh dan perubahan cuaca seperti sinar matahari, angin, dan curah hujan (Renasari 2010). Tanaman ini tidak tahan terhadap keadaan salin dan tidak tahan terhadap kondisi air tergenang (Luders dan McMahon 2006).

Tanaman buah naga dapat tumbuh pada 0-1000 m dpl. Ketinggian tempat untuk pembudidayaan buah naga merah dan putih yang baik yaitu dataran rendah

A E D C B F

(7)

sampai medium yang berkisar 0-500 m dpl, sedangkan ketinggian ideal adalah kurang dari 400 m dpl. Buah naga merah dan putih masih dapat tumbuh dengan baik dan berbuah pada daerah ketinggian di atas 500 m dpl, tetapi buah tidak lebat dan rasa buah kurang manis. Ketinggian tempat yang cocok untuk pertumbuhan dan berproduksi buah naga kuning yaitu di atas 800 m dpl (Cahyono 2009).

Kaktus ini dapat ditanam pada jenis tanah apapun. Pertumbuhan tanaman ini baik dengan sistem budidaya organik dan tanah yang terdiri dari pasir (McMahon 2003). Struktur tanah yang gembur dapat meningkatkan drainase tanah sehingga dapat mencegah genangan air. Jika drainase tanah baik, maka seluruh kehidupan yang berada di dalam tanah berjalan dengan baik dan tanaman dapat tumbuh dengan subur dan berproduksi baik. Tanaman buah naga tidak tahan terhadap air yang menggenang lama karena dapat menyebabkan perakaran dan batang membusuk. Apabila tanaman sedang berbunga atau berbuah, maka keadaaan air yang menggenang dan berlebihan dapat menyebabkan rontoknya semua bunga dan buah (Cahyono 2009).

Buah naga tumbuh baik di iklim tropis. Menurut McMahon (2003), tanaman ini tumbuh baik dengan suhu rata-rata 21-29 °C. Tanaman ini masih dapat bertahan di suhu ekstrim tertinggi 40 °C dan suhu ektrim terendah 0 °C untuk jangka waktu singkat. Intensitas sinar matahari yang disukai sekitar 70%-80% (Kristanto 2009) dan kelembaban udara antara 70-90%. Buah naga lebih menyukai kelembaban udara rendah, karena apabila kelembaban tinggi maka pertumbuhan cabang akan kurang subur serta mudah patah.

Tanaman buah naga memerlukan jumlah penyinaran matahari yang tinggi. Tanaman ini tidak disarankan tumbuh di bawah naungan. Pertumbuhan tanaman akan terjadi etiolasi apabila berada di bawah naungan. Etiolasi merupakan pertumbuhan memanjang, jumlah sulur banyak, dan warna menjadi lebih pucat. Masalah utama apabila tanaman ternaungi terlalu banyak maka beberapa pembungaan akan berkurang, kemudian berakibat pada penurunan produksi buah secara drastis (Merten 2003).

Penanaman buah naga diutamakan pada lahan yang memiliki curah hujan rendah. Curah hujan yang mendukung pertumbuhan tanaman buah naga yaitu antara 600-1300 mm per tahun (Kristanto 2009), sedangkan menurut Renasari

(8)

(2010) curah hujan ideal adalah sekitar 60 mm per bulan atau 720 mm per tahun. Lahan yang berada di daerah dengan curah hujan tinggi (>1300 mm) perlu memiliki drainase yang baik. Apabila terjadi penggenangan air di lahan maka akan mempercepat pembusukan akar dan akhirnya merambat sampai ke pangkal batang (Renasari 2010), serta akan mengakibatkan bunga layu dan busuk buah.

Tanaman buah naga memiliki tipe fotosintesis Crassulacean Acid

Metabolism (CAM). Jumlah air yang dibutuhkan akan tergantung pada tipe tanah.

Tanaman ini berasal dari daerah yang memiliki daya presipitasi dan kelengasan yang tinggi (Merten 2003). Rendahnya jumlah air harian akan lebih menguntungkan dari pada jumlah air yang lebih intensif dan banyak. Meskipun tergolong dalam golongan kaktus, tanaman buah naga memerlukan air lebih banyak dibandingkan dengan tipe kaktus gurun lainnya. Tanaman ini tidak tahan dengan genangan air, sehingga drainase tanah harus baik. Irigasi regular sangat penting karena memungkinkan tanaman untuk memadai cadangan air, tidak hanya untuk perkembangan bunga, tetapi juga menjamin untuk kebutuhan perkembangan buah (Bellec et al. 2006).

Tanaman buah naga tumbuh memanjat sehingga memerlukan penyangga berupa tiang atau sejenisnya. Sulur memanjat membentuk lingkaran di sekitar tiang penyangga. Beberapa jenis penyangga tersebut dapat menyokong berat dari tanaman dan mudah dalam menjangkau bunga dan buah untuk dikerjakan pada produksi komersial (Merten 2003). Terdapat berbagai jenis tiang penyangga yang digunakan di pertanaman buah naga yaitu penyangga horizontal dan penyangga vertikal. Pola penanaman buah naga secara horizontal yaitu kayu atau bambu disusun kemudian cabang akan merambat secara horizontal. Pola ini banyak ditemukan di Eropa. Pertanaman lain memanfaatkan penyangga struktural dengan teralis horizontal (seperti di pertanaman anggur) dan teralis galvanis. Buah naga juga dapat ditumbuhkan di tanah tanpa penyangga apapun (Zee et al. 2004).

Menurut Bellec et al. (2006), tinggi penyangga vertikal antara 1.4 m-1.6 m, sedangkan tinggi penyangga horizontal antara 1 m-1.2 m. Sebagian besar pertanaman buah naga di Asia tumbuh pada penyangga vertikal dengan panjang 1.5 m sampai 2 m yang diletakkan di titik tumbuh cabang (Merten 2003).

(9)

Pertanaman buah naga komersial di Taiwan memanfaatkan kayu atau tiang semen berukuran 15 cm x 15 cm x 200 cm dengan jarak tanam 2.7 m x 4.5 m.

Di Indonesia, tiang penyangga yang banyak ditemukan adalah tipe penyangga vertikal. Penyangga tersebut biasa menggunakan beton atau kayu/tanaman hidup. Tanaman yang digunakan untuk penyangga di kebun pengamatan misalnya tanaman jaranan (Dolichandrone spathacea) atau tanaman kleresede (Gliricidia sp.). Syarat pemilihan tanaman untuk penyangga yaitu mampu menopang tanaman (diameter ideal >10 cm) dan tahan terhadap pemangkasan berat. Penyangga dari tiang beton yang digunakan di Sabila Farm Yogyakarta berdiameter 10 cm x 10 cm x 200 cm. Tiang beton tersebut ada bagian yang ditanam di dalam lubang tanah sepanjang 50 cm. Tiang ini harus terbuat dari bahan yang berkualitas agar tahan lama dan mampu menyangga beban sulur cabang. Komposisi untuk membuat tiang beton ini yaitu semen:koral/split:pasir dengan perbandingan 1:3:5 dan besi rangka berdiameter 8 mm (Soetopo 2010).

Persiapan lahan meliputi pembersihan gulma, pengaturan jarak tanam, penanaman tiang penyangga, dan pemupukan. Lahan yang akan ditanam sebaiknya dilakukan pembersihan dari gulma. Permukaan tanah lebih baik rata (tidak berbukit-bukit). Pengaturan jarak tanam disesuaikan dengan kondisi lahan dan sistem pertanaman yang akan digunakan. Pengaturan jarak tanam dilakukan untuk memaksimumkan produksi buah naga, karena pada prinsipnya hanya cabang yang terkena paparan sinar matahari langsung yang akan menghasilkan buah (Soetopo 2010). Pengaturan jarak tanam juga bertujuan untuk mengkondisikan pertanaman sehat dengan terjaganya kelembaban dan suhu mikro dalam pertanaman. Pengaturan jarak tanam akan mempengaruhi kejadian penyakit suatu pertanaman. Jarak tanam yang digunakan dapat berukuran 2.5 m x 2.5 m, 2.0 m x 3.0 m, atau 3.0 m x 3.0 m.

Setelah penetapan jarak tanam, maka dilakukan penanaman tiang penyangga. Sepanjang 50-60 cm tiang penyangga bagian bawah ditanam di dalam tanah. Setelah tiang beton ditanam, tanah dikeruk 1 m3 dan media tanam dimasukkan ke dalam lubang tersebut. Media tanam terdiri dari 5-10 kg pupuk

(10)

kandang, 2 kg kapur dolomit, dan 1 kg sekam bakar. Semua media tanam diaduk hingga merata dengan tanah.

Buah naga tumbuh terbaik dari stek batang yang sehat dan hijau. Bibit dari stek batang akan membuat tanaman tumbuh dengan cepat dan seragam. Apabila berasal dari biji, pertumbuhan buah naga sangat lambat yaitu memerlukan waktu hingga berbuah selama 7 tahun (Crane dan Balerdi 2005). Stek batang berukuran 30-50 cm dijaga di tempat kering selama beberapa minggu kemudian di tanam pada pot. Bibit yang dibutuhkan dalam satu hektar sekitar 6500 bibit (Bellec et al. 2006). Bibit tidak memerlukan naungan dan air hingga akar muncul. Setelah itu dapat mengaplikasikan pupuk kocor pada bibit tersebut.

Sulur tumbuh hingga ujung penyangga maka akan menggantung dan tumbuh ke bawah mengikuti arah gravitasi bumi. Sulur tersebut kemudian akan berbunga 12-15 bulan setelah penanaman bibit (McMahon 2003). Pemupukan yang baik yaitu menggunakan NPK seimbang setiap bulan. Aplikasi kapur aplikasi material organik dilakukan setahun sekali setelah bibit ditanam.

Proses penyerbukan terjadi pada tumbuh-tumbuhan sebelum bunga menjadi biji. Penyerbukan menjadi hal yang penting dalam proses pembentukan buah. Struktur putik dan benang sari bunga tiap spesies yang membedakan sistem penyerbukan. Sebagian besar tanaman buah naga memiliki sifat penyerbukan tidak menyerbuki sendiri (self-incompatible), tergantung pada jenis varietas tanamannya (Merten 2003). Sistem penyerbukan self-incompatible mengharuskan tanaman melakukan penyerbukan silang karena letak putik berada lebih tinggi diatas benang sari sehingga tidak memungkinkan untuk terjadi penyerbukan sendiri. Menurut Pushpakumara et al. (2005), penyerbukan manual dengan tangan manusia dapat meningkatkan keberhasilan penyerbukan dan pembentukan buah pada tanaman kaktus ini.

Buah naga berbunga secara musiman dengan siklus 4-7 kali per tahun (Pushpakumara et al. 2005). Menurut Jaya (2010), musim berbuah buah naga di Indonesia sekitar bulan November-April, sehingga dapat diperkirakan bahwa periode berbunga tanaman ini pada kisaran bulan tersebut. Indonesia memiliki potensi untuk tanaman buah naga dapat berbunga sepanjang tahun selama air,

(11)

nutrisi dan suhu yang optimum karena fotoperiodisitas matahari yang tersedia sepanjang tahun.

Bunga buah naga memiliki sifat nokturnal, yaitu bunga mekar pada malam hari. Bunga mekar sempurna pukul 22:00-02:00 pada hari berikutnya (Jaya 2010). Bunga ini hanya mekar satu malam saja, hari berikutnya bunga akan layu. Berdasarkan pengamatan di kebun contoh, penyerbukan hanya dilakukan pada bunga buah naga merah. Bunga pada buah naga putih dapat membentuk buah dengan baik tanpa bantuan penyerbukan oleh manusia. Penyerbukan bunga buah naga merah bila tidak dibantu oleh manusia secara manual (buatan), maka buah yang akan terbentuk kecil atau bahkan tidak terbentuk buah sama sekali. Penyerbukan buatan sebaiknya dilakukan pada saat bunga mekar sempurna.

Pemanenan buah dilakukan saat 28-30 hari setelah pembungaan. Ciri buah yang masak adalah seluruh kulit bewarna merah dan tangkai buah retak. Letak buah pada sulur berbeda-beda, ada yang di tengah dan di ujung sulur. Letak buah ini juga dapat menentukan cara pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan gunting tanaman khusus yang kuat dan tajam. Penyimpanan buah pascapanen yang terbaik menurut McMahon (2003) adalah suhu 7-10 °C dan kelembaban 90-98%. Buah naga pada kondisi tersebut dapat bertahan selama 2-3 bulan. Secara umum, buah naga dikonsumsi buah segar. Seiring peningkatan permintaan buah naga, telah banyak pengolahan buah naga lebih lanjut.

Kandungan Nutrisi, Manfaat, dan Kegunaan Buah Naga

Buah naga memiliki banyak kandungan gizi yang berkhasiat untuk kesehatan manusia. Setiap jenis buah naga memiliki kandungan gizi yang berbeda-beda. Komposisi kandungan nutrisi buah naga putih dan buah naga merah dapat dilihat pada Tabel 3. Menurut Gunasena et al. (2007), buah naga merah mengandung antioksidan yang tinggi. Buah naga juga berkhasiat untuk mencegah kanker dan diabetes, menetralisir racun, mengurangi kolesterol, dan menurunkan tekanan darah tinggi. Kandungan vitamin C, fosfor, dan kalsium juga dapat membantu penguatan tulang, gigi, dan baik untuk kesehatan kulit.

Sebagian besar buah naga dikonsumsi dalam bentuk buah segar. Buah ini juga dapat diolah menjadi berbagai macam bentuk makanan, seperti es krim,

(12)

yogurt, jus, salad, es buah, dan lain-lain. Bunga kuncup buah naga juga dapat dikonsumsi sebagai sayur dan bunga pasca mekar yang sudah layu dapat dijadikan bahan dasar teh. Menurut Crane dan Balerdi (2005) buah naga juga digunakan di industri makanan dan kosmetik sebagai pewarna alami yang berasal dari buah naga merah.

Tabel 3 Rata-rata komposisi kadungan nutrisi yang terdapat pada daging buah naga putih dan buah naga merah

Komposisi dalam 100 g daging buah

Buah naga putih Buah naga merah

Air (g) 89.4 82.5 Protein (g) 0.5 0.2 Lemak (g) 0.1 0.4 Serat (g) 0.3 0.8 Abu (g) 0.5 0.28 Kalsium (mg) 6 7.5 Fospor (mg) 19 33.2 Besi (mg) 0.4 0.6 Karoten (mg) - 0.003 Tiamin (mg) - 0.0035 Roboflavin (mg) - 0.044 Niasin (mg) 0.2 1.3 Asam askorbat (mg) 25 8 Tingkat kemanisan (mg) 11-19 - Tingkat keasaman (mg) 4.7-5.1 -

Sumber: Pushpakumara et al. (2005)

Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga

Setiap tanaman memiliki permasalahan terhadap hama dan penyakit. Permasalahan hama dan penyakit hingga kini belum menjadi masalah utama dalam budidaya buah naga. Menurut Merten (2003), hama dan penyakit pada tanaman buah naga belum menyebabkan kerugian berupa kehilangan hasil yang berarti. Selain itu menurut FAO (2012), tanaman buah naga belum banyak diketahui memiliki hama dan penyakit penting yang dapat merusak, hanya hama minor yang ditemukan.

Buah naga berasal dari daerah berpasir yang kering. Kondisi lingkungan yang basah dan berair akan menyebabkan tanaman kaktus ini lebih mudah terserang patogen. Penyebaran patogen juga lebih cepat dibandingkan penyebaran

(13)

hama, karena spora cendawan atau bakteri dapat terjadi dengan bantuan angin, percikan air hujan, alat-alat pertanian, serangga, dan manusia yang kemudian akan menyebabkan serangan patogen (Eng 2012).

Eng (2012) juga menyebutkan bahwa penelitian di Sarawak, Malaysia, menunjukkan bahwa sulur muda lebih rentan terserang patogen dari golongan cendawan atau bakteri. Patogen lebih besar menyerang di jaringan batang, sisik buah, dan jaringan yang menunjukkan kerusakan fisik (Freitas et al. 2011). Banyak masalah serangan cendawan yang ditemui pada buah di lapangan maupun pascapanen.

Hama

Merten (2003) menyebutkan bahwa belum banyak hama yang menyerang buah naga. Beberapa hama yang diketahui menyerang kaktus dan di sekitar Darwin, Australia, diantaranya adalah semut, semut rangrang, ulat bulu, dan tungau telah tercatat menyebabkan kerusakan (McMahon 2012). Menurut FAO (2012), hama di pertanaman buah naga diantaranya adalah kutu daun, kutu putih (Pseudococcus brevipes), dan semut. Kutu daun menyerang permukaan bunga atau buah (Bellec et al. 2006). Hama ini mudah dikendalikan dan biasanya tidak menjadi masalah serius (Merten 2003). Jenis kutu daun yang menyerang pertanaman buah naga yaitu Pentalonia nigronervosa (FAO 2012) dan Aphis

gossypii (USDA 2006). Hama lain menurut Pushpakumara et al. (2005) adalah

kutu kebul, kumbang, keong, ulat penggerek, lalat buah, tikus dan burung. Permasalahan hama yang menyerang pada pertanaman buah naga di Pulau Lombok, Indonesia, menurut Jaya (2010) adalah kumbang (Protaetia impavida). Menurut Bellec et al. (2006), Cotinus mutabilis menjadi hama yang dapat melubangi batang dan Leptoglossus zonatus menghisap cairan meninggalkan tanda noda dan beberapa perubahan bentuk.

Semut yang menjadi hama di pertanaman buah naga biasanya berasal dari genus Atta dan Solenopsis. Semut tergolong hama pada tanaman buah naga karena menyebabkan kerusakan pada masa pembungaan dan pembuahan (Bellec et al. 2006). Semut terkadang ditemukan pada buah, bunga yang masih kuncup, dan sulur, tetapi tidak ada kerusakan parah yang ditemukan (Mizrahi dan Nerd 1999).

(14)

Menurut FAO (2012), jenis semut yang menyerang tanaman buah naga yaitu

Solenopsis geminata, Iriidomyrmex humilis, dan Pheidole megacephala. Menurut

Jaya (2010), hama semut tidak menyebabkan kerugian seperti yang disebabkan oleh kumbang.

Keong dan siput merusak pertanaman baru. Hama ini biasa menyerang sulur muda (Merten 2003). Bekicot (Acathina fulica) merupakan jenis keong darat yang umum dikenal dengan daerah sebaran yang sangat luas, meliputi sebagian besar wilayah tropis dan subtropis (Prihandini dan Alfiah 2006). Burung dan tikus menjadi hama karena diketahui memakan buah matang (Bellec et al. 2006). Serangan burung dan tikus menyebabkan kerusakan parah pada tanaman (McMahon 2003).

Penyakit

Menurut Jaya (2010), selama musim hujan penyakit lebih menjadi masalah dibandingkan hama. Sebagian besar patogen yang menyerang buah naga berasal dari golongan bakteri dan cendawan. Bakteri patogen yang menyerang sulur yaitu

Erwinia spp (Eng 2012) dan Xanthomonas campestris yang menyebabkan busuk

lunak batang (Freitas et al. 2011). Kedua bakteri ini merupakan penyakit utama yang menyerang buah naga (Bellec et al. 2006).

Kejadian penyakit tanaman buah naga dengan berbagai jenis patogen penyebab diketahui terjadi di beberapa negara. Menurut Jaya (2010), virus menyerang tanaman buah naga dan menurut Bellec et al. (2006) disebabkan oleh

Cactus Virus X. Virus ini diketahui menyerang pertanaman buah naga di Taiwan

dan Jepang (Masyahit et al. 2009). Selain itu Pushpakumara et al. (2005) menyebutkan bahwa nematoda juga menyerang pertanaman buah naga. Penyakit yang ditemukan di Jepang dan USA yaitu bercak batang terjadi di Meksiko dan antraknosa, sedangkan di Malaysia terjadi serangan patogen Fusarium sp. pada buah naga merah spesies H. polyrhizus (Masyahit et al. 2009).

Seluruh bagian tanaman buah naga yaitu dapat terserang patogen, baik akar, sulur maupun buah. Patogen yang menyerang akar yaitu Phytophthora sp.,

Fusarium sp., dan Alternaria sp. (FAO 2012). Terdapat banyak jenis patogen

(15)

pertanaman yaitu Helminthosporium sp., Colletotrichum sp., Curvularia spp., dan

Cladosporium spp. Terkadang satu penyakit pada buah disebabkan oleh beberapa

patogen tersebut secara bersamaan (Eng 2012). Bintik coklat pada buah disebabkan oleh Dothiorella sp. dan Monilinia fructicola (Freitas et al. 2011). Cendawan patogen lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada buah naga yaitu

Fusarium spp. dan Aspergillus spp. (Freitas et al. 2011).

Beberapa cendawan penyebab penyakit utama pada sulur tanaman buah naga yaitu Gloeosporium agaves, Macssonina agaves, Dothiorella sp., dan

Botryosphaeria dothidea (Bellec et al. 2006). B. dothidea menyebabkan bercak

coklat pada batang (SFNS 2012). Beberapa cendawan menyebabkan penyakit secara bersamaan, misalnya serangan Phomopsis sp., Pestalotiopsis sp., dan

Cladosporium spp. pada sulur (Eng 2012). Terdapat juga penyakit bercak hitam

kadang berkembang pada batang. Tetapi di California gejala ini lebih terlihat sebagai respon fisiologis atau stress lingkungan, bukan karena patogen. Gejala yang terlihat pada perkembangannya yaitu respon terhadap suhu ekstrim, paparan sinar matahari, pemupukan tanah yang buruk, praktik irigasi yang tidak layak atau stress lainnya pada tanaman (Merten 2003).

Tidak hanya di pertanaman, penyakit pascapanen juga ditemui di buah naga. Penyakit di buah pascapanen disebabkan oleh Fusarium, Colletotrichum,

Curvularia, Helminthosporium spp., Curvularia spp., dan Gilbertella persicaria

(Eng 2012). Cendawan penyakit pascapanen juga ada yang dapat mengkontaminasi tanah yaitu cendawan Gilbertella persicaria (Eng 2012).

Terdapat dua penyakit yang paling sering dijumpai hampir di setiap pertanaman buah naga yaitu busuk lunak batang dan antraknosa. Menurut McMahon (2012), penyakit busuk lunak batang menyerang apabila kondisi terlalu basah. Penyakit ini disebabkan oleh Xanthomonas campestris, Fusarium

oxysporum, dan Pantoea spp. (SFNS 2012). Jaya (2010) juga menyebutkan bahwa

penyakit ini disebabkan oleh Fusarium, Phytium, Acremonium, dan Pytophthora (Jaya 2010). Di Malaysia, dilaporkan bahwa Erwinia caratovora sebagai penyebab busuk lunak batang.

Infeksi dimulai dari area luka khususnya jaringan batang yang disebabkan oleh gigitan serangga atau infeksi sebelumnya dari antraknosa. Gejala awal yang

(16)

terjadi adalah jaringan menjadi menguning diikuti dengan pelunakan dan pembusukan yang berbau dari jaringan tersebut. Infeksi lanjut menyebabkan pembusukan keseluruhan dari bagian batang yang berdaging dan sukulen pada cabang utama (SFNS 2012). Luders dan McMahon (2006) menyebutkan bahwa busuk lunak berair dapat terjadi dari luka pada kondisi paparan sinar matahari berlebihan atau kondisi basah.

Satu dari penyakit umum yang ada di tanaman buah naga disebabkan oleh

Colletotrichum gloeosporioides (Freitas et al. 2011; SFNS 2012). Gejala yang

muncul yaitu luka konsentris berwarna merah coklat yang berkembang dari halo klorotik (Freitas et al. 2011). Aservuli berkembang dekat dengan tepi sulur, khususnya ketika duri muncul dari tepi sulur. Penyakit ini ada di bagian buah kemudian menjadi dominan selama musim hujan (SFNS 2012).

Penyakit antraknosa juga ditemui pada spesies buah naga kuning di Brazil.

Colletotrichum tidak hanya menyebabkan busuk lunak batang pada H. undatus

tetapi juga ditemukan massa konidia berwarna jingga pada buah yang terserang penyakit di Okinawa, Jepang. Penyakit ini juga dilaporkan terjadi di Florida, USA sejak Desember 2004. Di Brazil, terjadi serangan Colletotrichum yang menyebabkan kehilangan sebesar 5% pada buah naga kuning. Menurut Masyahit

et al. (2009), kejadian antraknosa tidak berhubungan dengan data lingkungan atau

budidaya. Jaya (2010) juga melaporkan bahwa penyakit ini sudah menyerang pertanaman buah naga di Indonesia.

Organisme yang Membantu Penyerbukan Buah Naga

Banyak tanaman yang menggantungkan proses penyerbukan silang terhadap keberadaan organisme penyerbuk yang berada pada masing-masing pertanaman. Salah satu organisme penyerbuk yang banyak hadir di alam adalah serangga. Serangga memiliki nilai ekonomis tersendiri dalam hal penyerbukan. Pelayanan penyerbukan oleh serangga pada tanaman yang dibudidayakan di Amerika Serikat bernilai sekitar $19 milyar setiap tahunnya (Borror et al. 1996).

Terdapat beberapa organisme penyerbuk yang ada di pertanaman buah naga salah satunya yaitu lebah. Lebah madu yang pada umumnya menjadi penyerbuk utama di berbagai tanaman, sangat tertarik polen yang ada pada bunga

(17)

buah naga. Menurut Bellec et al. (2006) kunjungan lebah madu ke bunga ini yang berulang dapat berkontribusi untuk terjadinya penyerbukan. Hasilnya ternyata kualitas dan kuantitas buah yang dihasilkan dari penyerbukan tersebut secara umum lebih rendah dari penyerbukan silang oleh manusia sehingga peran lebah sebagai penyerbuk kurang efisien pada buah naga.

Menurut Pushpakumara et al. (2005), peran lebah sebagai penyerbuk tidak efisien karena tidak sesuainya proporsi antar ukuran tubuh lebah kecil jika dibandingkan dengan ukuran bunga buah naga besar. Selain itu, penyerbukan buah naga karena bunga tanaman ini mekar sempurna pada malam hari. Menurut Merten (2003), waktu mekar bunga singkat, yaitu hanya semalam saja, sehingga lebah yang aktif dari pagi hingga siang hari bukan penyerbuk yang tepat untuk tanaman buah naga. Belum ditemukan laporan yang menyebutkan serangga maupun organisme lain yang efektif dan efisien menjadi penyerbuk untuk bunga buah naga.

Sistem penyerbukan tanaman buah naga yang self-incompatible mengharuskan penyerbukan manual dengan tangan untuk meningkatkan keberhasilan penyerbukan dan pembentukan buah (Pushpakumara et al. 2005). Penyerbukan buah naga di negara asalnya biasa dilakukan oleh kelelawar pada malam hari atau ngengat yang berasal Genus Manduca (Lepidoptera:Sphingidae). Namun di beberapa negara seperti Israel, Afrika Selatan, Madagaskar, dan Perancis bagian barat, produksi buah secara alami tidak terjadi akibat tidak adanya kehadiran penyerbuk yang efisien (Bellec et al. 2006). Namun di Indonesia, peran kelelawar dalam penyerbukan belum diketahui karena belum ada penelitian mengenai hal ini.

Organisme penyerbuk buah naga yang efisien belum ditemukan. Hal ini menjadi peluang untuk pemanfaatan serangga penyerbuk dalam sistem budidaya buah naga untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitasnya. Sehingga akan tercapai keuntungan maksimal secara ekonomi produksi buah naga dengan adanya peran penyerbuk dalam proses budidaya.

Gambar

Tabel 1  Karakter bunga buah naga di Bulthsinhala, Sri Lanka
Gambar 1  Morfologi tanaman buah naga:  (A) Sulur buah naga putih,  (B) Sulur  buah naga merah,  (C) Bunga kuncup,  (D) Bunga mekar,  (E) Buah  naga putih,  dan (F) Buah naga merah
Tabel 3  Rata-rata  komposisi  kadungan  nutrisi  yang  terdapat  pada  daging  buah  naga putih dan buah naga merah

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil perhitungan post-test setelah diberikan perlakuan media pembelajaran tiga dimensi sebanyak 2 pertemuan dengan nilai rata-rata 87,34, lebih baik

Kegiatan mencari dana (terutama dana besar) yang sangat potensial di pasar internasional dan lembaga pemerintah di Indonesia, serta pengelolaan likuiditas bank, nisbah bagi hasil,

Tahap ketiga adalah melakukan pemilihan desa/kelurahan. Pemilihan desa/kelurahan dilakukan mengacu kepada Peta Area Berisiko Sanitasi. Berdasarkan tahap kedua yaitu

Tidak semua jenis sloof dapat diaplikasikan ke dalam semua jenis bangunan, maka pemilihan sloof yang tepat, perlu dipikirkan secara matang, karena memiliki

Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut scrotum yang lain adalah dengan menggunakan stetoskop oppler, ultrasonografi

Disajikan gambar sistem pencernaan manusia, peserta Disajikan gambar sistem pencernaan manusia, peserta didik dapat menyebutkan nama enzim dan fungsinya pada didik dapat

Sementara ini pendekatan legal formal dengan pemberlakuan un- dang-undang ITE dan penerapannya secara tegas, sedikit banyak telah membantu meredakan potensi kemunculan fenomena

Dari hasil penelitian ini dilihat dari minat dan rasa ingin tahu kedua subjek cenderung sama dimana kedua subjek tertarik mengetahui maslah matematika yang tidak diketahui oleh