• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kawasan Puncak Kabupaten Bogor di Kecamatan Ciawi, Cisarua dan Megamendung (gambar 5). Ketiga kecamatan ini termasuk dalam kawasan pengelolaan pariwisata (KPP) Puncak (Kabupaten Bogor 2008). Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai dengan September 2011.

Gambar 5 Peta wilayah penelitian.

(2)

3.2 Metode Pengumpulan Data 3.2.1 Teknik Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan pencatatan langsung dilapangan, diskusi, wawancara dan pengisian kuesioner. Data sekunder diperoleh dengan cara mencari berbagai sumber, seperti hasil penelitian terdahulu, studi pustaka serta laporan dan dokumen dari berbagai instansi yang berhubungan dengan bidang penelitian.

Selain pengumpulan data, pada kegiatan ini dilakukan pula wawancara atau diskusi dengan pihak instansi mengenai permasalahan-permasalahan di setiap bidang/aspek yang menjadi kewenangannya serta menyerap informasi mengenai kebijakan-kebijakan dan program yang sedang dan akan dilakukan.

3.2.2 Sumber dan Jenis Data

Sumber dan jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data dan informasi yang berkaitan dengan: (1) Kebijakan spasial (produk RTR) dan kebijakan sektoral; (2) Fisik dasar, sumberdaya alam; (3) Kependudukan; (4) Sosial budaya; (5) Kecamatan dan kabupaten dalam angka; (6) Struktur dan pola pemanfaatan ruang; (7) Kegiatan perekonomian; (8) Transportasi; (9) Utilitas; (10) Pertanahan; (11) Kelembagaan; (12) Hukum dan peraturan pembangunan; (13) Pembiayaan pembangunan; (14) Kualitas lingkungan; dan (15) Kinerja pariwisata.

3.2.3 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling, yaitu pengambilan sampel secara kebetulan, yakni siapa saja pengunjung yang kebetulan ada dan dijumpai untuk diminta pendapat mereka tentang biaya perjalanan, kenyamanan dan sebagainya (Anggraeni 2009), atau cara convenience sampling yang digunakan karena tidak semua populasi dapat dideteksi dengan jelas dimana mereka berada, sehingga jika dalam satu waktu bertemu dengan wisatawan misalnya, maka langsung dapat diberikan kuesioner atau diobservasi.

Guna melihat preferensi wisatawan, partisipasi masyarakat dan dampak pembangunan pariwisata terhadap kondisi lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi masyarakat, dilakukan terhadap sejumlah responden yang terlibat

(3)

langsung dengan objek-objek wisata di sekitar kawasan pariwisata puncak. Adapun lokasi-lokasi objek tujuan wisata (OTW) yang diamati adalah : (1) Taman Safari Indonesia; (2) Telaga Warna; (3) Wisata Agro Gunung Mas; (4) Curug Cilember; (5) Taman Melrimba; (6) Curug Panjang; dan (7) Taman Wisata Matahari. Formula penentuan sampel yang digunakan adalah sebagai berikut:

n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = standar error (5-8%) ni = ukuran sample strata i

Ni = ukuran populasi strata i

Tabel 6. Jumlah pengunjung di DTW Kawasan Puncak Tahun 2009

No Daerah Tujuan Wisata (DTW) Jumlah Pengunjung (org/hari) Jumlah Sample (orang) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Taman Safari Indonesia Telaga Warna

Wisata Agro Gunung Mas Curug Cilember

Taman Melrimba Curug Panjang

Taman Wisata Matahari

1753 41 754 525 167 47 312 73 7 31 22 12 7 16 Total 3599 168

Sumber : Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Bogor 2009

Khusus informan kunci, diambil secara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan tujuan tertentu, dengan pertimbangan yang bersangkutan dianggap berkompeten dan diharapkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Beberapa pertimbangan dalam menentukan pakar yang akan dijadikan responden adalah seorang yang dikategorikan berdasarkan kriteria (Thamrin 2009):

2 ) ( 1 N e N n + =

n

x

N

N

n

i i

=

(4)

1. Mempunyai pengalaman yang kompeten sesuai dengan bidang yang dikaji; 2. Memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dalam kompetensinya dengan bidang

yang dikaji;

3. Memiliki kredibilitas yang tinggi, bersedia dan atau berada pada lokasi yang dikaji;

4. Pengakuan secara obyektif terhadap kemampuan profesional yang dimiliki oleh lingkungan akademik dan masyarakat luas.

Beberapa responden yang termasuk dalam kategori pakar berdasarkan pertimbangan diatas adalah: (a) Kepala Bappeda Kabupaten Bogor; (b) Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata; (c) Kepala Dinas Tata Ruang dan Pertanahan; (d) Kepala Badan Perizinan Terpadu; (e) Pimpinan DPRD Kabupaten Bogor; (f) Camat Ciawi, Cisarua dan Megamendung; (g) Tokoh Masyarakat; (h) LSM; dan (i) PHRI.

3.3 Metode Analisis

Berdasarkan data primer dan sekunder yang terkumpul kemudian dilakukan proses tabulasi dan pengelompokan data untuk dijadikan basis data, kemudian data tersebut dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif melalui penyajian dalam bentuk tabel dan gambar. Tujuan, jenis data, sumber dan metode analisis, secara ringkas disajikan pada tabel 7.

(5)

Tabel 7. Tujuan, jenis data, sumber, metode analisis dan output

No Tujuan

Penelitian Jenis Data

Sumber (Teknik Pengumpulan Data) Metode Analisis Data Hasil yang Diharapkan (Output) 1. Mengukur daya saing kegiatan pariwisata di Kawasan Puncak

 Data jumlah wisatawan  Data sarana/ prasarana  Ketersediaan

infrastruktur

 Perkembangan teknologi  Pengeluaran biaya  Lama tinggal  Kondisi objek wisata  Data Penerimaan Daerah

 Data survey di tempat objek wisata  Data sekunder dari

Dinas pariwisata  Data sekunder di

tempat objek wisata  Pendapat pakar (survei wawancara)  Survey  Travel Cost Methode (TCM)  Indeks Daya Saing Pariwisata  Mengukur nilai daya saing pariwisata kawasan Puncak  Mengetahui nilai ekonomi lokasi objek wisata 2. Menghasil-kan analisis daya dukung objek wisata di Kawasan Puncak

• Luas lokasi obyek wisata • Waktu operasional • Rata-rata waktu yang

dimanfaatkan pengunjung di obyek wisata

• Faktor koreksi curah hujan

• Kapasitas infrastruktur • Kapasitas manajemen

yang diukur dari kebutuhan tenaga kerja, pelatihan dan proporsi anggaran pemeliharaan

Data sekunder, studi literatur, peraturan-peraturan

Data primer : Survey lokasi  PCC, RCC, ECC • Untuk mengetahui kondisi daya dukung fisik, sebenarnya dan daya dukung efektif objek wisata di Kawasan Puncak 3. Menghasilkan kajian kondisi kelembagaan pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak  Kelembagaan yang terlibat dalam pengelolaan kawasan puncak baik di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten  Produk-produk yang dihasilkan kelembagaan tersebut terkait pengelolaan kawasan puncak  Kendala dan hambatan

yang dialami dalam rangka pengelolaan pariwisata

 Data sekunder dari Dinas Pariwisata  Data sekunder di

tempat objek wisata  Pendapat pakar

(survei wawancara)  Kajian kebijakan

yang ada (studi literatur)  ISM  Mengetahui kondisi kelembagaan dan faktor kunci keberhasilan pengelolaan pariwisata 4. Menghasilkan analisis tingkat keberlan jutan kegiatan pariwisata di Kawasan Puncak  Pendapat pakar terhadap kondisi sosial, ekonomi, lingkungan, kelembagaan, inftrastruktur di kawasan puncak.  BPS dan Bappeda (survei data sekunder)  Kajian kebijakan

yang ada (studi literatur)  Pendapat pakar (survei wawancara)  Analisis RAP-Tourism (MDS)  Merumuskan Pengelolaan pariwisata Berkelanjutan di kawasan pariwisata Puncak 5. Menghasilkan rancangan skenario pengelolaan pariwisata di kawasan Puncak  Data-data sekunder dan primer serta wawancara para pakar.

 Pendapat Pakar  Studi Literatur  Sistem Dinamik (Powersim)  Merumuskan model pengelolaan pariwisata dari berbagai skenario

(6)

3.3.1 Metode Biaya Perjalanan/TCM

Metode biaya perjalanan (MBP)/TCM (Travel Cost Method) adalah metode populer untuk menggambarkan permintaan jasa sumberdaya yang alami dan atribut lingkungan dan lokasi rekreasi (MPP-EAS 1999). Selanjutnya O’Connor dan Spash (1998) dalam Anggraeni (2009) menyebutkan bahwa salah satu metode yang paling umum digunakan untuk mengukur manfaat lingkungan adalah metode biaya perjalanan, dimana metode ini digunakan untuk memperkirakan jumlah orang yang memperoleh akses ke tempat pemandangan yang indah dan barang lingkungan bebas.

Dilakukan dengan menggunakan informasi tentang jumlah uang yang dikeluarkan dan waktu yang digunakan orang untuk mencapai tempat rekreasi untuk mengestimasi besarnya nilai benefit terhadap upaya perubahan kualitas lingkungan dari tempat rekreasi yang dikunjungi. Metode biaya perjalanan wisata digunakan pula untuk mengetahui nilai ekonomi suatu wilayah, yang meliputi biaya transportasi pulang pergi dari tempat tinggalnya ke kawasan puncak dan pengeluaran lain selama di perjalanan dan di dalam kawasan puncak (mencakup dokumentasi, konsumsi, parkir, karcis masuk dan lain-lain). Pendekatan ini juga berguna untuk: (1) Mengetahui permintaan jasa lingkungan pariwisata; (2) Mengukur manfaat/nilai ekonomi lingkungan; (3) Mengetahui biaya perjalanan individu; (4) Mengetahui proporsi pengeluaran biaya perjalanan.

Guna menilai ekonomi dengan pendekatan biaya perjalanan MPP-EAS (1999), membagi menjadi tiga kelompok yaitu :

1. Pendekatan sederhana melalui zonasi; 2. Pendekatan individual;

3. Pendekatan berdasarkan perjalanan pilihan/khusus.

Melalui metode biaya perjalanan dengan pendekatan zonasi, pengunjung dibagi dalam beberapa zona kunjungan berdasarkan tempat tinggal atau asal pengunjung dan jumlah kunjungan tiap minggu dalam penduduk di setiap zona dibagi dengan jumlah pengunjung pertahun untuk memperoleh data jumlah kunjungan per seribu penduduk dan penelitiannya dengan menggunakan data sekunder. Guna mengetahui kurva permintaan, dibuat model permintaan yang merupakan hubungan antara jumlah kunjungan per seribu penduduk daerah asal (zona) pengunjung dengan biaya perjalanan.

(7)

Metode biaya perjalanan dengan pendekatan individual menggunakan data primer yang diperoleh melalui survey. Berdasarkan kuesioner, peneliti dapat memperkirakan jumlah aktual perjalanan dan biaya yang dikeluarkan per individu. Data tersebut dapat digunakan untuk mengestimasi kurva rata-rata kebutuhan individu pada setiap kunjungan. Tahapan analisisnya adalah sebagai berikut: (1) menentukan lokasi; (2) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan (substitusi, faktor demografi dan sebagainya); (3) menggunakan metode untuk mengestimasi biaya waktu; (4) merancang survey untuk mengumpulkan biaya perjalanan dan informasi lainya di lokasi yang dituju wisatawan; (5) melakukan survey untuk mendapatkan data yang mewakili (random) di lokasi yang dikunjungi; (6) mengestimasi kebutuhan pembiayaan; (7) mengestimasi total jumlah pengunjung di suatu tempat per musim; dan (8) menghitung consumer surplus per individu disemua lokasi. Guna menghitung biaya perjalanan dapat ditulis dalam persamaan matematis sebagai berikut :

BPTi = BTi + Bak+BKi + BDi + Bpi + Bli ... (1)

BPTi = Biaya perjalanan dari daerah i BTi = Biaya transportasi pulang pergi Bak = Biaya akomodasi

BKi = Biaya konsumsi BDi = Biaya dokumentasi BPi = Biaya parkir Bli = Biaya lain-lain.

Fungsi permintaan dari suatu kegiatan rekreasi dengan metode biaya perjalanan melalui pendekatan individual dapat diformulasikan sebagai berikut: Vij = f (Cij, Tij, Qij, Sij, Fij, Mi ), dimana Vij adalah jumlah kunjungan oleh individu I ketempat j, Cij adalah biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu I untuk mengunjungi lokasi j, Tij adalah biaya waktu yang dikeluarkan oleh individu I untuk mengunjungi lokasi j, Qij adalah persepsi responden terhadap kualitas lingkungan dari tempat yang dikunjungi, Sij adalah karakteristik substitusi yang mungkin ada di daerah lain, Fij adalah faktor fasilitas-fasilitas di daerah j, Mi adalah pendapatan dari individu i. Sedangkan model biaya perjalanan pilihan/khusus digunakan untuk melihat perilaku perjalanan apakah dilaksanakan secara tidak kontinyu atau berapa kali kunjungan pada setiap musim.

(8)

3.3.2 Analisis Daya Saing Kawasan Pariwisata

Guna memperoleh nilai daya saing kawasan pariwisata puncak digunakan 8 (delapan) indikator-indikator pembentuk daya saing yaitu human tourism indicator, price competitiveness indicator, infrastructure development indicator, environment indicator, technology advancement indicator, human resources indicator, openess indicator dan social development indicator.

Metodologi penghitungan dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama dengan melakukan normalisasi indikator dengan tahapan analisis yang dilakukan adalah: Menghitung indeks pariwisata dari kedelapan indikator-indikator pembentuk Indeks daya saing yang telah dikemukakan di atas dengan formula:

Normalisasi = nilai aktual – nilai minimum nilai maksimum – nilai minimum

Xci = X c i _ min c (X c i) ... (2) Maxc (X c i) – Minc (X c i) Xc

i adalah koefisien normalisasi suatu lokasi (c) dan variabel (i).

Melakukan penghitungan index composite dari kedelapan indikator yang menentukan daya saing pariwisata.

Yc

k = 1/n Σ X

c

i ... (3)

Yc

k adalah indeks komposit k (k = 1 sampai 8), nk adalah jumlah dari variabel

dalam k, dan ∞k adalah subset dari asosiasi indikator dalam k.

Menghitung index daya saing pariwisata

Zc = Σ W

k Y c

k ………...………. (4)

W

k adalah bobot asosiasi pada setiap indikator.

Nilai indek “0” menunjukan kemampuan daya saing yang rendah, sedangkan nilai “1” menunjukan kemampuan daya saing yang tinggi/baik (Craigwell 2007). Pada penelitian ini dilakukan perbandingan antara Puncak dengan Lembang. Pemilihan obyek wisata Lembang sebagai pembanding Puncak didasarkan

(9)

karena kemiripan karakteristik lokasi dan dianggap sebagai competitor Puncak terutama setelah ada akses jalan tol Cipularang.

Tabel 8. Parameter, sumber data dan kegunaan

No Parameter Sumber Data Kegunaan

1. Human Tourism

Indicator (HTI)

1. Rasio jumlah wisatawan 2. Kontribusi sektor pariwisata

terhadap PDRB • Menunjukkan pencapaian perkembangan ekonomi daerah akibat kedatangan turis 2. Price Competitiveness Indicator (PCI) 1. Pengenaan retribusi 2. Tarif hotel 3. Pendapatan perkapita

• Harga komoditi yang dikonsumsi oleh turis selama berwisata

3. Infastructure

Development Indicator (IDI)

1. Volume/kapasitas jalan 2. Cakupan pelayanan air

bersih • Menunjukkan perkembangan infrastruktur. 4. Environment Indicator (EI)

1. Kepadatan penduduk • Menunjukkan kualitas lingkungan dan kesadaran penduduk 5. Technology Advancement Indicator (TAI) 1. Penggunaan telepon, internet • Perkembangan infrastruktur dan teknologi tinggi 6. Human Resources Indicator (HRI) 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) • Kualitas SDM di daerah destinasi 7. Openess Indicator (OI) 1. Jumlah wisatawan mancanegara • Tingkat keterbukaan destinasi terhadap turis internasional 8. Social Development

Indicator (SDI) 1. Rata-rata lama tinggal

2. Kamtibmas

• Menunjukkan kenyamanan dan keamanan turis berwisata

Sumber data yang digunakan berasal dari data sekunder dari berbagai instansi di kedua lokasi dengan tahun perbandingan yang sama, yaitu tahun 1996 sampai dengan tahun 1999.

3.3.3 Analisis Daya Dukung Wisata

Pengembangan suatu daerah tujuan wisata akan dibatasi oleh daya dukung suatu lokasi obyek wisata. Pada penelitian ini daya dukung yang diukur adalah daya dukung di 7 obyek wisata yang diamati yaitu Taman Safari

(10)

Indonesia,Telaga Warna,Wisata Agro Gunung Mas, Curug Cilember, Taman Melrimba, Curug Panjang dan Taman Wisata Matahari. Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung fisik kawasan wisata terhadap jumlah maksimal ditentukan dengan menggunakan penghitungan daya dukung fisik (PCC), daya dukung sebenarnya (RCC) dan daya dukung efektif (ECC) menurut Maldonado dan Montagnini (2001) dalam Khair Uzunu (2006). Penghitungan kapasitas daya dukung kawasan meliputi:

• Daya dukung fisik/Physical Carrying Capacity (PCC), yaitu jumlah maksimal pengunjung yang dapat secara fisik memenuhi suatu ruang yang telah ditentukan pada waktu tertentu;

• Daya dukung sebenarnya/Real Carrying Capacity (RCC), yaitu jumlah kunjungan maksimal yang diperbolehkan untuk sebuah lokasi segera sesudah faktor-faktor koreksi diturunkan dari ciri khusus suatu tempat yang telah diberlakukan PCC;

• Daya dukung efektif/Effective Carrying Capacity (ECC), yaitu jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung oleh suatu tempat dengan adanya ketersediaan pengelolaan kapasitas (management capacity/MC).

(1) Penghitungan PCC

Perhitungan daya dukung fisik dalam bentuk formula sebagai berikut :

PCC = A x V/a x Wt/Wp ……...…………. (5)

Keterangan:

PCC = Daya dukung fisik (orang)

A = Luas areal yang tersedia untuk pemanfaatan umum V/a = Area yang dimanfaatkan oleh 1 pengguna per m2

Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari (jam/hari)

Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu (jam/hari).

Kriteria dan asumsi dasar yang diperhitungkan dalam menetapkan PCC adalah bahwa seseorang pada umumnya membutuhkan ruang horizontal seluas 15 m2 untuk dapat bergerak bebas (Wong 1991 dalam Rahmawati 2009).

(11)

(2) Penghitungan RCC

Daya dukung sebenarnya dihitung dengan menggunakan formula : RCC = PCC – Cf1 – Cf2 – Cfn …………...……….. (6) Asumsi yang digunakan untuk mengukur RCC adalah :

a. Faktor koreksi (Cf), diperoleh dengan mempertimbangkan variabel biofisik lingkungan dan manajemen.

b. Faktor koreksi (Cf) berkaitan erat dengan kondisi spesifik dan karakteristik tiap tempat dan kegiatan.

c. Faktor koreksi (Cf) diutarakan dalam bentuk persentase dengan rumus :

Cf = M1 x 100 % Mt

Keterangan :

M1 = pembatas ukuran variabel Mt = Jumlah ukuran variabel

Maka untuk mengukur daya dukung sebenarnya (RCC), digunakan rumus sebagai berikut:

RCC = PCC x 100 – Cf1 x 100 – Cf2 x 100 – Cfn ...……....(7) 100 100 100

(3) Penghitungan ECC

Setelah diketahui RCC, selanjutnya dihitung daya dukung efektif atau yang diizinkan (ECC), dengan rumus:

ECC = [ Kapasitas Infrastruktur x MC] x 100% ...………..(8) RCC

Keterangan:

ECC = Daya dukung efektif atau yang diizinkan

MC = Kapasitas manajemen yang berdasarkan jumlah staf dan anggaran

RCC = Daya dukung yang sebenarnya

Asumsi yang digunakan untuk menentukan ECC adalah sebagai berikut :

- MC didefinisikan sebagai penjumlahan kondisi yang dibutuhkan dalam pengelolaan SDA jika fungsi dan tujuan pengelolaannya dijalankan.

- Ketika kapasitas untuk mengelola sumberdaya kawasan meningkat, maka ECC akan meningkat, namun tidak pernah lebih besar dari RCC meskipun dalam kondisi mendukung.

(12)

- MC dikemukakan dengan persentase sebagai berikut :

MC = Kapasitas staf yang ada x 100% ... (9) Kapasitas staf yang diperlukan

Kapasitas infrastruktur (IC) dilakukan berdasarkan data lokasi. Kapasitas infrastruktur di kawasan dirumuskan dengan :

IC = [waktu buka lokasi per hari/waktu tempuh jalur dalam kawasan (menit)] x jumlah jalur + pemilik resmi + pemegang izin

Berdasarkan rumus PCC, RCC dan ECC di atas dinyatakan bahwa setiap tingkat urutan merupakan tingkat kapasitas yang telah diperbaiki (dikurangi ) dari tingkat sebelumnya, sehingga PCC selalu lebih besar dari jumlahnya dari RCC dan RCC lebih besar atau sama dengan ECC yang dapat dinotasikan dengan :

PCC > RCC dan RCC ≥ ECC

Persamaan diatas menjadi standar dalam menentukan kapasitas daya dukung fisik suatu kawasan. Jika ECC lebih besar dari RCC dan RCC lebih besar dari PCC, berarti jumlah pengunjung yang memasuki kawasan wisata telah melewati daya dukung fisik kawasan.

3.3.4 Analisis Multi Dimensional Scaling (MDS)

Analisis keberlanjutan pengembangan kawasan pariwisata dilakukan dengan pendekatan multidimensional scaling (MDS) yang merupakan pengembangan dari model rapfish. Model RAPFISH (rapid appraisal for fisheries) telah digunakan oleh University of British Columbia, Canada, tahun 1998 untuk menilai status keberlanjutan sistem usaha perikanan yang multi disiplin (Budiharsono 2005). Melalui RAPFISH maka status keberlanjutan sistem usaha perikanan yang kompleks dapat dinilai secara cepat, namun hasilnya cukup dapat memberikan gambaran yang jelas dan komprehensif. Penilaian dilakukan melalui pengkuantifikasian atribut-atribut berpengaruh terhadap keberlanjutan dengan skoring (Marhayudi 2006).

Analisis keberlanjutan ini, dinyatakan dalam indeks keberlanjutan pengembangan kawasan pariwisata, merupakan modifikasi dari RAPFISH yang menempatkan sesuatu pada urutan yang terukur dengan metode multi dimensional scaling. MDS merupakan salah satu metode multi variate yang

(13)

dapat menangani data metrik (skala ordinal atau nominal). Metode ini juga dikenal sebagai salah satu metode ordinasi dalam ruang (dimensi) yang diperkecil (ordination in reduce space) (Thamrin 2009). Ordinasi sendiri merupakan proses ploting titik obyek di sepanjang sumbu-sumbu yang disusun menurut hubungan tertentu (ordered relationship) atau dalam sebuah sistem grafik yang terdiri dari dua atau lebih sumbu (Legendre dan Legendre dalam Thamrin 2009). Melalui metode ordinasi, keragaman (dispersion) multidimensi dapat diproyeksikan di dalam bidang yang lebih sederhana. Metode ordinasi juga memungkinkan peneliti memperoleh banyak informasi kuantitatif dari nilai proyeksi yang dihasilkan. MDS juga merupakan teknik statistik yang mencoba melakukan transformasi multi dimensi ke dalam dimensi yang lebih rendah (Thamrin 2009).

Dalam Rap-tourism (rapfish modified) ini, obyek yang diamati dipetakan ke dalam ruang dua atau tiga dimensi, sehingga obyek atau titik tersebut diupayakan ada sedekat mungkin dengan titik asal. Konfigurasi atau ordinasi dari suatu obyek atau titik di dalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak euclidian (dij) dari titik i ke titik j dengan titik asal (δij) dengan

persamaan :

dij = α + βδij + ε ...(10)

Teknik yang digunakan untuk meregresikan persamaan di atas adalah dengan metoda least square yang didasarkan pada akar dari euclidian distance (squared distance) atau disebut dengan ALSCAL. Metoda ALSCAL ini mengoptimasi jarak kuadrat (squared distance) terhadap data kuadrat (titik asal = oijk), yang dalam tiga dimensi (i, j, k), formula nilai S-Stress dihitung sebagai

berikut : S=

∑∑

∑∑

=          − m k i j ijk i j ijk ijk o o d m 1 4 2 2 2 ) ( 1 ... (11)

dimana jarak kuadrat merupakan jarak euclidian yang diberi pembobotan atau ditulis dengan : d 2 1 2 ) ( ia ja ka r a ijk=

w xx = ... (12)

(14)

Pengukuran tingkat kesesuaian atau kondisi fit (goodness of fit), jarak titik pendugaan dengan titik asal menjadi sangat penting. Goodness of fit dalam MDS merupakan ukuran ketepatan (how well) dari suatu titik yang dapat mencerminkan data aslinya. Goodness of fit dalam MDS ditentukan oleh nilai S-Stress yang dihasilkan dari perhitungan nilai S tersebut. Nilai stress rendah menunjukkan good of fit, sementara nilai S tinggi menunjukkan sebaliknya. Dalam Rap-Tourism, model yang baik ditunjukkan dengan nilai stress yang lebih kecil dari 0,25 (S<0,25).

Analisis ini dapat memungkinkan untuk menganalsis leverage (sensitivitas dari pengurangan atribut terhadap skor keberlanjutan). Leverage dihitung berdasarkan standard error perbedaan antara skor dengan atribut dan skor yang diperoleh tanpa atribut. Rapfish modified ini juga memperhitungkan aspek ketidakpastian dan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis monte carlo. Ketidakpastian ini disebabkan oleh (Fauzi et al. 2005):

1. Dampak kesalahan dalam skoring akibat minimnya informasi; 2. Dampak dari keragaman dalam skoring akibat perbedaan penilaian; 3. Kesalahan dalam entry data;

4. Tingginya nilai stress yang diperoleh dari algoritma ALSCAL.

Analisis monte carlo merupakan metoda simulasi untuk mengevaluasi dampak kesalahan acak / galat (random error) dalam analisis statistik (Kavanagh dan Pitcher 2004) yang dilakukan terhadap seluruh dimensi. Dalam hal ini analisis monte carlo dilakukan dengan metoda “scatter plot” yang menunjukkan ordinasi dari setiap dimensi.

Tahapan analisis meliputi langkah-langkah sebagai berikut (Thamrin 2009 dan Suwarno 2011):

a. Mengevaluasi dan menetapkan atribut dari kelima dimensi (review atribut)

Atribut merupakan parameter dari dimensi yang mewakili kondisi pariwisata Kawasan Puncak. Atribut yang telah disusun kemudian dilakukan evaluasi untuk dilihat hubungan antar atribut, apakah memiliki hubungan linier atau tidak. Jika terdapat hubungan linier maka disatukan menjadi satu atribut. Evaluasi dan penetapan atribut dilakukan dengan pendekatan scientific judgement berdasarkan pendekatan keilmuan yang sesuai baik berdasarkan hasil kajian maupun penelitian maupun sumber pustaka lainnya serta

(15)

berdasarkan masukan-masukan pada saat pelaksanaan focus group discussion. Penetapan atribut juga dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan data dari atribut tersebut;

b. Memberikan penilaian terhadap setiap atribut yang telah disusun dari masing-masing dimensi dalam skala ordinal 0 - 2

Masing-masing atribut dari setiap dimensi dilakukan penilaian berdasarkan scientific judgement oleh para pakar sesuai dengan kondisi atribut terkini dibandingkan dengan standar yang berlaku maupun pada kondisi normal. Pemberian skor ordinal pada rentang 0-2, atau sesuai dengan karakter atribut yang menggambarkan strata penilaian dari terendah (0) sampai yang tertinggi (2). Skor 0 adalah buruk (bad) dan skor 2 adalah baik (good). Penilaian atribut dilakukan dengan membandingkan kondisi atribut dengan memberikan penilaian buruk (0), sedang (1), dan baik (2);

c. Menghitung nilai indeks dan menilai status keberlanjutan

Penilaian terhadap keseluruhan atribut dari masing-masing dimensi keberlanjutan dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak dikategorikan kedalam baik, cukup baik, kurang baik dan buruk. Asumsi bahwa kinerja pengelolaan terletak antara 0 sampai 100 atau buruk sampai ke baik. Hasil penilaian kinerja atribut dari masing-masing dimensi dipetakan kedalam dua titik acuan yang merupakan titik buruk (bad) dan titik baik (good).

Posisi titik keberlanjutan dapat divisualisasikan melalui sumbu horizontal dan sumbu vertikal. Dengan proses rotasi, maka posisi titik dapat divisualisasikan pada sumbu horizontal dengan nilai indeks keberlanjutan diberi nilai skor 0 (buruk) dan 100 (baik). Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks keberlanjutan lebih besar atau sama dengan 50 (> 50), maka sistem dikatakan berkelanjutan (sustainable) dan tidak berkelanjutan jika nilai indeks kurang dari 50 (<50). Ilustrasi hasil ordinasi nilai indeks keberlanjutan dapat dilihat pada gambar 6.

Buruk Baik

0 50 100

Gambar 6. Ilustrasi penentuan indeks keberlanjutan pengembangan kawasan pariwisata dalam skala ordinasi.

(16)

Nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang (kite diagram) seperti pada gambar 7.

Gambar 7. Ilustrasi indeks keberlanjutan setiap dimensi.

d. Menentukan faktor pengungkit (leverage factor)

Faktor pengungkit adalah atribut yang keberadaannya berpengaruh sensitif terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan. Semakin besar nilai RMS maka semakin besar peranan atribut tersebut terhadap sensitivitas status keberlanjutan (Kavanagh dan Pitcher 2004). Analisis Rap-Tourism memungkinkan untuk menganalisis leverage (sensitivitas atribut terhadap nilai indeks keberlanjutan). Leverage dihitung berdasarkan standard error perbedaan antara skor dengan atribut dan skor yang diperoleh tanpa atribut. Faktor pengungkit dapat dilihat dari hasil olahan Rap-Tourism dengan nilai root means square (RMS) tertinggi (maksimum) sampai dengan nilai setengahnya dari tiap-tiap dimensi keberlanjutan;

e. Analisis Monte Carlo

Analisis monte carlo dilakukan pada selang kepercayaan 95%. Hasil analisis monte carlo kemudian dibandingan dengan hasil analisis MDS. Berdasarkan hasil perbandingan ini jika perbedaannya kecil maka menunjukkan bahwa dampak dari kesalahan pemberian skor relatif kecil, dampak dari variasi beberapa pemberian skor terhadap atribut relatif kecil, penilaian dengan MDS yang berulang-ulang menjadi stabil, kesalahan data atau kehilangan data menjadi relatif kecil. Membandingkan hasil analisis monte carlo (MC) dan analisis MDS pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat kesalahan 5% sehingga diperoleh bahwa selisih nilai kedua analisis tersebut lebih besar (MC-MDS>5%) atau lebih kecil (MC-MDS<5%). Jika nilai selisih kedua analisis ini

0 20 40 60 80 100 Dimensi Ekologi Dimensi Ekonomi Dimensi Sosial-Budaya Dimensi Sarana Prasarana Dimensi Hukum-Kelembagaan

(17)

>5% maka hasil analisis MDS tidak memadai sebagai penduga nilai indeks keberlanjutan dan jika nilai selisih kedua analisis tersebut <5% maka hasil analisis MDS memadai untuk menduga nilai indeks keberlanjutan;

f. Penilaian ketepatan (goodness of fit)

Ketepatan analisis MDS (goodness of fit) ditentukan oleh nilai S-Stress yang dihasilkan dari perhitungan nilai S tersebut. Nilai stress rendah menunjukkan ketepatan yang tinggi (good of fit), sementara nilai S tinggi menunjukkan sebaliknya. Rap-Tourism yang dimodifikasi ini, model yang baik ditunjukkan dengan nilai stress yang lebih kecil dari 0,25 dan sebaliknya jika nilai stress lebih tinggi dari 0,25 maka hasil MDS memiliki ketepatan yang rendah.

3.3.5 Analisis Kelembagaan dengan Interpretive Structural Modelling (ISM) Interpretive structural modeling pertama kali digunakan oleh J. Warfield 1973 untuk menganalisis sistem sosial dan ekonomi yang kompleks (Salimifard 2010). ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, dipakai untuk menangani kebiasaan yang sulit dirubah dari perencana jangka panjang yang sering menerapkan secara langsung teknik penelitian operasional dan atau aplikasi statistik deskriptif (Marimin 2008). Pada penelitian ini akan dibuat teknik permodelan interpretasi struktural (interpretive structural modelling) dalam rangka merumuskan alternatif kebijakan kelembagaan dimasa yang akan datang.

Tahapan ISM akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi subelemen (Eriyatno 2007). Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari struktur didalam suatu sistem yang memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Tahapan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan Hierarki

a) Program yang sedang ditelaah penjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen dan setiap elemen akan diuraikan menjadi sejumlah sub elemen;

b) Menetapkan hubungan kontekstual antara subelemen yang terkandung adanya suatu pengarahan (direction) dalam terminologi subordinat yang menuju pada perbandingan berpasangan (oleh pakar). Jika jumlah pakar lebih

(18)

dari satu maka dilakukan perataan. Penilaian hubungan kontekstual pada matriks perbandingan berpasangan menggunakan simbol:

 V jika eij = 1 dan eji = 0; V = subelemen ke-i harus lebih dulu ditangani

dibandingkan subelemen ke-j;

 A jika eij = 0 dan eji = 1; A = subelemen ke-j harus lebih dulu ditangani

dibandingkan subelemen ke-i;

 X jika eij = 1 dan eji = 1; X = kedua subelemen harus ditangani bersama;

 O jika eij = 0 dan eji = 0; O = kedua subelemen bukan prioritas yang

ditangani;

Pengertian nilai eij = 1 adalah ada hubungan kontekstual antara subelemen

ke-i dan ke-j, sedangkan nilai eji = 0 adalah tidak ada hubungan kontekstual

antara subelemen ke-i dan ke-j;

c) Hasil olahan tersebut tersusun dalam structural self interaction matrix (SSIM). SSIM dibuat dalam bentuk tabel reachability matrix (RM) dengan mengganti V, A, X dan O menjadi bilangan 1 dan 0;

(19)

Tabel 9. Structural self interaction matrix (SSIM) awal elemen 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Setelah Structural Self Interaction Matrix (SSIM) terisi sesuai pendapat responden, maka simbol (V, A, X, O) dapat digantikan dengan simbol (1 dan 0) sesuai dengan ketentuan sehingga dari situ akan dapat diketahui nilai dari hasil reachability matrix (RM) final elemen. Bentuk pengisian hasil Reachability Matrix (RM) final elemen disajikan pada tabel 10.

Tabel 10. Hasil reachability matrix (RM) final elemen

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 DP R 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 D L Keterangan : DP = driver power R = ranking D = dependence L = level/hierarki

(20)

Berdasarkan tabel 10 dapat diketahui nilai driver power, dengan menjumlahkan nilai sub elemen secara horizontal; untuk nilai ranking ditentukan berdasarkan nilai dari driver power yang diurutkan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil; nilai dependence diperoleh dari penjumlahan nilai subelemen secara vertikal; untuk nilai level ditentukan berdasarkan nilai dari dependence yang diurutkan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil.

2. Klasifikasi Sub Elemen

Secara garis besar klasifikasi subelemen digolongkan dalam empat sektor, yaitu:

a) Sektor 1; weak driver-weak dependent variabels (autonomous). Subelemen yang masuk dalam sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem dan mungkin mempunyai hubungan sedikit, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat. Subelemen yang masuk pada sektor 1 jika: Nilai DP ≤ 0,5 X dan nilai D ≤ 0,5 X, X adalah jumlah sub elemen;

b) Sektor 2; weak driver-strongly dependent variabels (dependent). Umumnya subelemen yang masuk dalam sektor ini adalah sub elemen yang tidak bebas. Subelemen yang masuk pada sektor 2 jika: Nilai DP ≤ 0,5 X dan nilai D > 0,5 X, X adalah jumlah subelemen;

c) Sektor 3; strong driver- strongly dependent variabels (linkage). Subelemen yang masuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antara elemen tidak stabil. Setiap tindakan pada sub elemen akan memberikan dampak terhadap subelemen lainnya dan pengaruh umpan baliknya dapat memperbesar dampak. Subelemen yang masuk pada sektor 3 jika: Nilai DP > 0,5 X dan nilai D > 0,5 X, X adalah jumlah subelemen;

d) Sektor 4; strong driver-weak dependent variabels (independent). Subelemen yang masuk dalam sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Subelemen yang masuk pada sektor 4 jika Nilai DP> 0,5 X dan nilai D ≤ 0,5 X, X adalah jumlah subelemen. Analisis matrik dari klasifikasi subelemen disajikan pada gambar 8.

(21)

Gambar 8. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor.

Berdasarkan faktor dominan yang berpengaruh terhadap sistem maka dibangun keadaan yang mungkin terjadi di masa depan dari faktor-faktor tersebut sebagai alternatif penyusunan skenario pengembangan pariwisata di Kawasan Puncak. Pengumpulan data primer untuk menggali pendapat pakar tentang kelembagaan pengelolaan pariwisata dilakukan dengan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Pemilihan elemen dan subelemen, diperoleh berdasarkan hasil focus group discussion dengan berbagai instansi pemerintah LSM, Tokoh Masyarakat, perguruan tinggi dan asosiasi. Selain itu digunakan pula data-data sekunder berupa laporan dan hasil penelitian sebelumnya. Elemen dan sub elemen yang digunakan dalam kajian ini adalah sebagai berikut:

(22)

Tabel 11. Elemen dan subelemen dalam kajian pengelolaan pariwisata Kawasan Puncak

No Elemen Sub Elemen

1 Lembaga yang terkait dalam pengelolaan pariwisata di kawasan Puncak

1. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 11. Satpol PP

2. Kepolisian 12. PHRI

3. Dinas Tata Ruang dan Pertanahan 13. LSM

4. DLLAJ 14. Perum Perhutani

5. Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman 15. ASITA

6. Bappeda 16. BPD

7. Badan Perizinan Terpadu 17. Badan Lingkungan Hidup 8. Pemerintah Kecamatan 18. Kelompok Budayawan 9. Pemerintah Provinsi Jawa Barat 19. Pemerintah Pusat

10. Pemerintah Desa 20. Perbankan

2 Kendala dalam Pengelolaan Pariwisata di Kawasan Puncak

1. Tumpang tindih kewenangan antar instansi vertikal maupun horisontal 2. Keterbatasan pendanaan

3. Lemahnya sistem pendataan dan pelaporan 4. Rendahnya kualitas SDM

5. Lemahnya penerapan sangsi dan penghargaan 6. Rendahnya keterlibatan kelembagaan diluar pemerintah 7. Lemahnya standar operasional prosedur lembaga

8. Tidak adanya manajemen terintegrasi dalam pengelolaan pariwisata 9. Rendahnya dukungan sarana dan prasarana

10. Belum adanya target kinerja yang disepakati di setiap lembaga 11. Penyusunan program dan rencana kerja yang tidak tepat sasaran 12. Lemahnya aktivitas evaluasi dan pengendalian

3 Tujuan yang diinginkan terhadap kelembagaan pengelola pariwisata di kawasan Puncak

1. Terwujudnya pengelolaan pariwisata Puncak yang terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan

2. Meningkatnya partisipasi masyarakat dan pengusaha dalam aktivitas wisata

3. Tersusunnya perencanaan program pariwisata yang komprehensif/holistik dan berkelanjutan

4. Penyelesaian kendala dan permasalahan dapat dilaksanakan lebih cepat dan tepat

5. Meningkatnya pelayanan kepada masyarakat

6. Terlaksananya pengelolaan pariwisata di kawasan puncak yang efisien dan efektif

7. Terwujudnya kegiatan penelitian dan pengembangan (research and

development) pariwisata di kawasan puncak

8. Terlaksananya penegakan hukum secara tegas dan jelas

9. Terkoordinirnya pendataan dan pelaporan sebagai bahan kebijakan lebih lanjut

10. Terkoordinirnya pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pengendalian pengelolaan pariwisata di kawasan Puncak

11. Terwujudnya satu peraturan yang komprehensif yang memadukan berbagai peraturan yang ada

4 Aktivitas/ program yang diperlukan dalam mendukung pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak

1. Peningkatan kualitas SDM kelembagaan pengelola pariwisata 2. Peningkatan sarana dan prasarana pengelola pariwisata

3. Membentuk institusi khusus yang menangani pengelolaan kawasan puncak secara terpadu

4. Menyusun pola perencanaan pengelolaan pariwisata terpadu di Kawasan Puncak

5. Inventarisasi/pendataan seluruh kondisi dan potensi kawasan Puncak 6. Kerjasama pendanaan lintas sektoral/lembaga

7. Evaluasi kebijakan/peraturan yang diberlakukan di kawasan Puncak 8. Sinkronisasi visi, misi, program dan target

9. Meningkatkan peran serta masyarakat dan lembaga lokal dalam pengelolaan pariwisata

10. Pengembangan fungsi monitoring dan evaluasi

11. Menyusun dan mengintegrasikan berbagai regulasi dan juklak/juknis pengelolaan pariwisata di kawasan Puncak

(23)

3.3.6 Analisis Isi (Content Analysis)

Analisis Isi (content analysis) secara sederhana diartikan sebagai metode untuk mengumpulkan dan menganalisis muatan dari sebuah “teks”. Teks dapat berupa kata-kata, makna gambar, simbol, gagasan, tema dan bermacam bentuk pesan yang dapat dikomunikasikan. Analisis isi berusaha memahami data bukan sebagai kumpulan peristiwa fisik, tetapi sebagai gejala simbolik untuk mengungkap makna yang terkadang dalam sebuah teks dan memperoleh pemahaman terhadap pesan yang direpresentasikan. Sesuai tujuannya, maka metode Analisis Isi menjadi pilihan untuk diterapkan pada penelitian yang terkait dengan isi komunikasi dalam sebuah teks. Beberapa pertanyaan tipikal yang dapat dijawab dengan menggunakan metode Analisis Isi, yaitu: (1) Pertanyaan tentang prioritas/hal penting dari isi teks, seperti frekuensi, dimensi, aturan dan jenis-jenis citra atau cerita dari peristiwa yang direpresentasikan; (2) Pertanyaan tentang “bias” informasi dalam teks, seperti komparasi relatif tentang durasi, frekuensi, prioritas, atau hal yang ditonjolkan dalam berbagai representasi; (3) Perubahan historis dalam modus representasi.

Penelitian Analisis Isi kuantitatif adalah jenis penelitian teks media kuantitatif, yang digunakan untuk menganalisa kata (word), Gerak (action) dan gambar (picture). Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis; satu kata tunggal, kalimat, adegan, gagasan, tema, bahkan keseluruhan isi pesan. Content analysis is a tool for objective, systematic study of message content (analisis isi adalah teknik penelitian untuk mendeskripsikan secara obyektif, sistematik dan kuantitatif isi komunikasi yang tampak (Creswell dan John , 2007)

Menurut Krippendorff (1991) Analisis Isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi (cara data dikaitkan dengan konteksnya) yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Sedangkan menurut Stemler (2001) content analysis merupakan teknik kualitatif yang menganalisis frekuensi kata, frasa atau kalimat yang terkandung dalam dokumen tertulis dan mengasumsikan bahwa frekuensi yang tinggi dapat diartikan sebagai refleksi suatu perhatian yang besar terhadap variabel tersebut.

3.3.7 Analisis Sistem Dinamik

Metode pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari

(24)

sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu: (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah; dan (2) dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan rasional. Pengkajian dalam pendekatan sistem seyogyanya memenuhi tiga karakteristik, yaitu: (1) kompleks, dimana interaksi antar elemen cukup rumit; (2) dinamis, dalam arti faktor yang terlibat ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan; dan (3) probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi (Eriyatno 1999).

Melalui berfikir kesisteman dan pendekatan sistem ini kita akan dapat melihat permasalahan dengan perspektif yang lebih menyeluruh yang mencakup struktur, pola serta keterkaitan antara komponen-komponen atau kejadian-kejadian yang ada padanya, jadi tidak hanya kepada kejadian-kejadian yang tunggal dan langsung dihadapi. Berdasarkan perspektif yang luas ini kita akan dapat mengidentifikasi seluruh rangkaian sebab-akibat yang ada dalam permasalahan tersebut dan menentukan dimana sebaiknya kita harus memulai tindakan pemecahannya (Tunas 2007).

Analisis model dinamik dilakukan melalui dua tahap, yaitu pembuatan diagram simpal kausal dan diagram alir. Diagram simpal kausal menunjukkan hubungan antar variabel dalam proses sistem yang dikaji. Prinsip dasar pembuatannya adalah suatu proses sebagai sebab yang akan menghasilkan keadaan, atau sebaliknya suatu keadaan sebagai sebab akan menghasilkan proses. Sedangkan diagram alir dibuat berdasarkan persamaan model dinamik yang mencakup variabel keadaan (level), aliran (rate), auxiliary dan konstanta (constant). Variabel tersebut berupa lambang-lambang yang digunakan dalam pembuatan model dengan menggunakan piranti lunak Powersim. Model yang dikembangkan selanjutnya digunakan sebagai alat simulasi. Simulasi ini dilakukan setelah uji validitas dan hasil pengujian menunjukkan adanya kesesuaian atau keabsahan antara hasil simulasi dengan data empiris (Muhammadi et al. 2001). Analisis dan simulasi sistem dinamik dilakukan dengan bantuan program Powersim Constructor.

Pada pelaksanaan metode pendekatan sistem diperlukan tahapan kerja yang sistematis. Prosedur analisis sistem meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem,

(25)

pemodelan sistem, verifikasi model dan implementasi (Eriyatno 1999). Secara diagramatik, tahapan analisis sistem disajikan pada gambar 9.

Gambar 9. Tahapan analisis sistem (Eriyatno 1999 ).

3.3.7.1 Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan yang merupakan permulaan pengkajian suatu sistem. Pada tahap ini dicari kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing aktor dalam kaitannya dengan tujuan sistem. Analisis kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang pengambil keputusan (decision maker) terhadap jalannya sistem. Analisis ini dapat meliputi hasil suatu survey, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapangan dan sebagainya (Eriyatno 1999). Tujuan analisis kebutuhan ini adalah untuk mendefinisikan kebutuhan setiap pelaku yang terlibat dalam pengembangan pariwisata Puncak sebagai berikut:

a. Wisatawan, kebutuhan wisatawan adalah: (a) merasakan kenyamanan dalam berwisata; (b) kebersihan lingkungan di tempat wisata; (c) tidak menemui kemacetan lalu lintas ke daerah destinasi; (d) dapat memanfaatkan sarana dan prasarana wisata yang lengkap; (e) mendapatkan pelayanan yang baik; (f) tidak mendapatkan gangguan keamanan dan ketertiban selama berwisata;

(26)

b. Masyarakat, kebutuhan masyarakat adalah: (a) meningkatnya pendapatan; (b) mendapatkan kesempatan bekerja dan berusaha di daerah wisata; (c) kegiatan wisata tidak menimbulkan dampak negatif terhadap budaya lokal; (d) lingkungan tetap terjaga walaupun banyak kunjungan wisata; (e) kesehatan masyarakat terjaga; (f) tingginya jumlah wisatawan tidak mengakibatkan kemacetan lalu lintas;

c. Pengusaha Wisata, kebutuhannya adalah: (a) keuntungan yang meningkat; (b) tingginya jumlah kunjungan wisata; (c) lancarnya sarana transportasi menuju tempat wisata; (d) tersedianya jaringan infrastruktur seperti listrik, telepon, air bersih; (e) mudahnya perizinan wisata; (f) kepuasan para wisatawan; (g) terjaganya keamanan dan ketertiban lingkungan; (h) Mudahnya mendapatkan tenaga kerja setempat yang terampil;

d. Pemerintah, kebutuhannya adalah: (a) meningkatnya pendapatan daerah; (b) berkurangnya pengangguran dan kemiskinan; (c) meningkatnya citra kawasan pariwisata puncak; (d) kebersihan lingkungan; (e) kenyamanan berwisata; (f) meningkatnya jumlah kunjungan wisata; (g) tidak adanya konflik sosial budaya antara wisatawan dan masyarakat lokal; (h) berkurangnya bangunan liar dan PKL; dan (i) tidak terjadinya pencemaran lingkungan. Bentuk tabulasinya adalah sebagai berikut:

(27)

Tabel 12. Analisis kebutuhan stakeholder

No Komponen info Stakeholder

Pemerintah wisatawan masyarakat Pengusaha

1 Pendapatan Daerah VV - - -

2 Berkurangnya pengangguran

VV - V

3 Citra kawasan puncak VV - V V

4 Berkurangnya kemiskinan VV - - V 5 Kebersihan lingkungan V V V V 6 Kenyamanan berwisata V VV V V 7 Jumlah kunjungan wisata V V VV

8 Tidak ada konflik sosbud

VV V V VV

9 Berkurangnya bangunan liar dan PKL VV V V V 10 Tidak terjadi pencemaran VV V V V 11 Keuntungan meningkat V VV 12 Tidak terjadi kemacetan V VV VV V 13 Jaringan infrastruktur V VV V VV 14 Mudahnya perizinan wisata V VV 15 Layanan Informasi iklim dan cuaca

V VV V VV 16 Stabilitas, ketertiban dan keamanan V VV V VV 17 Kepuasan wisatawan V VV V 18 Kualitas SDM tenaga kerja V VV 19 Pengaturan ruang VV V 20 Pelayanan wisata VV V 21 Pendapatan masyarakat V VV 22 Penyediaan lapangan kerja V VV 3.3.7.2 Formulasi Permasalahan

Formulasi permasalahan merupakan rincian dari kebutuhan aktor yang saling bertentangan yang memerlukan solusi pemecahan. Munculnya pertentangan dapat disebabkan oleh adanya konflik kepentingan dari para stakeholder dan keterbatasan sumberdaya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan yang menimbulkan masalah dalam sistem.

(28)

3.3.7.3 Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan masalah yang harus dipecahkan dalam rangka memenuhi kebutuhan. Identifikasi sistem ini bertujuan untuk mencari pemecahan terbaik dari permasalahan yang dihadapi

Guna memahami struktur dan perilaku sistem digunakan diagram lingkar sebab akibat (causal loops) dan diagram alir (flow chart). Diagram lingkar sebab akibat dibuat dengan cara menentukan peubah penyebab yang signifikan dalam sistem dan menghubungkannya dengan menggunakan garis panah ke peubah akibat, dan garis panah tersebut dapat berlaku dua arah jika kedua peubah saling mempengaruhi. Pada sistem dinamis, diagram lingkar sebab akibat ini akan digunakan sebagai dasar untuk membuat diagram alir yang akan disimulasikan dengan menggunakan program model sistem dinamis.

Pembuatan diagram lingkar sebab-akibat adalah proses perumusan mekanisme peubah-peubah yang bekerja dalam suatu sistem ke dalam bahasa gambar, sekaligus merupakan langkah awal dari identifikasi sistem yang digunakan untuk menyederhanakan kerumitan dalam rangka menciptakan sebuah konsep model. Dua terminologi penting dalam pembuatan diagram lingkar sebab-akibat adalah keadaan (level) dan proses (rate). Prinsip dasar pembuatan diagram lingkar sebab-akibat dalam penerapan berfikir sistem adalah dengan logika: proses sebagai sebab yang menghasilkan keadaan (proses  keadaan), atau sebaliknya keadaan sebagai sebab yang menghasilkan proses (keadaan  proses). Informasi tentang hal ini menghasilkan pengaruh sebab-akibat yang dapat secara searah ( ) maupun berlawanan arah ( ).

1. Level

Level merupakan hasil akumulasi dari aliran-aliran dalam diagram alir dan menyatakan kondisi sistem setiap saat. Dalam konsep sistem, level dikenal sebagai state variable. Level dapat dibayangkan sebagai suatu tangki air yang mengakumulasikan perbedaan air masuk dengan air keluar. Dalam diagram alir system dynamics, level dilukiskan dengan simbol persegi panjang (Hartrisari 2007);

Persamaan powersim untuk aliran level adalah: Init LEV = Kondisi awal

(29)

Keterangan : LEV = level (unit)

RM = rate (laju) masukan RK = rate (laju) keluaran

dt = interval waktu simulasi (suatu waktu) Init = initial = nilai awal

Flow = Flow (aliran) untuk variabel level; 2. Rate

Rate merupakan suatu aliran yang menyebabkan bertambah atau berkurangnya suatu level. Oleh sebab itu rate terdiri dari dua jenis, yaitu rate masuk dan rate keluar. Rate masuk akan menambah akumulasi di dalam suatu level dan dilambangkan dengan simbol katup dan panah yang menuju level. Sedangkan rate keluar ditunjukkan dengan katup yang dihubungkan dengan panah yang menunjuk pada sink;

3. Source dan Sink

Simbol awam menunjukkan source dan sink suatu material yang mengalir ke dalam dan ke luar suatu level;

4. Information Link

Aliran informasi dalam powersim dengan tanda panah yang tegas. Aliran ini merupakan penghubung antar sejumlah variabel di dalam suatu sistem, jika suatu aliran informasi keluar dari level, aliran tersebut tidak akan mengurangi akumulasi yang terdapat di dalam level;

5. Variable Auxiliary

Variable auxiliary adalah suatu penambahan informasi yang dibutuhkan dalam merumuskan persamaan atau variabel rate. Atau dapat pula dikatakan bahwa

variable auxiliary adalah suatu variabel yang membantu untuk

memformulasikan variabel rate. Variable auxiliary digambarkan dengan suatu lingkaran penuh;

6. Parameter (konstanta)

Konstanta adalah suatu besaran yang nilainya tetap selama proses simulasi. Konstanta dalam powersim digambarkan dengan simbol belah ketupat;

7. Delay

Dalam menggambarkan delay dibutuhkan penghubung panah bergaris yang menunjukkan delay dan panah sebagai aliran informasi, jika nilai awal delay

(30)

sama dengan variabel input. Jika nilai awalnya ditetapkan terlepas dari variabel input maka hanya dibutuhkan satu panah delay sebagai penghubung.

Hubungan antar faktor digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop), kemudian dilanjutkan dengan interpretasi diagram lingkar ke dalam konsep kotak gelap (black box). Pada langkah identifikasi sistem, terdapat konsep black box (kotak gelap), yang tidak diketahui apa yang terjadi didalamnya, tetapi hanya diketahui dari input yang masuk dan output yang keluar dari kotak gelap tersebut. Dalam menyusun kotak gelap harus diketahui tiga informasi yaitu, peubah input, peubah output, dan paremeter yang membatasi sistem (Eriyatno 1999). Diagram kotak gelap terdiri dari input lingkungan, input terkendali dan tidak terkendali, output dikehendaki dan tidak dikehendaki, parameter dan manajemen pengendalian (Eriyatno 2003). Uraian komponen sistem dari kotak gelap tersebut adalah sebagai berikut:

(31)

Tabel 13. Uraian komponen sistem kotak gelap (black box)

NO KOMPONEN SISTEM URAIAN

A. Input Sistem

1 Input Lingkungan (Eksogenous) 1. Mempengaruhi sistem, akan tetapi tidak dipengaruhi sistem

2. Tergantung pada jenis sistem yang ditelaah

2 Input yang endogen (yang terkendali dan tidak terkendali )

1. Merupakan peubah yang sangat perlu bagi sistem untuk melaksanakan fungsinya yang dikehendaki 2. Sebagai peubah untuk mengubah kinerja sistem

dalam pengoperasiannya

a. Input yang terkendali 1. Dapat bervariasi selama pengoperasian sistem untuk mencapai kinerja yang dikehendaki atau untuk menghasilkan output yang dikehendaki 2. Perannya sangat penting untuk mengubah kinerja

sistem selama pengoperasian

3. Dapat meliputi aspek manusia, bahan, energi, modal dan informasi

b. Input yang tidak terkendali 1. Tidak cukup penting perannya dalam mengubah kinerja sistem

2. Tidak diperlukan agar sistem dapat berfungsi 3. Bukan merupakan input lingkungan (eksogenous)

karena disiapkan oleh perancang B Output Sistem

1 Output yang dikehendaki 1. Merupakan respon sistem terhadap kebutuhan yang telah ditetapkan (dalam analisis kebutuhan) 2. Merupakan peubah yang harus dihasilkan oleh

sistem untuk memuaskan kebutuhan yang telah diidentifikasi

2 Output yang tidak dikehendaki 1. Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindarkan dari sistem yang berfungsi dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki

2. Selalu diidentifikasikan dalam tahap identifikasi sistem, terutama semua pengaruh negatif yang potensial dapat dihasilkan oleh sistem yang diuji 3. Sering merupakan kebalikan dari keluaran yang

dikehendaki.

C Parameter 1. Digunakan untuk menetapkan struktur sistem 2. Merupakan peubah keputusan penting bagi

kemampuan sistem menghasilkan keluaran yang dikehendaki secara efisien dalam memenuhi kepuasan bagi kebutuhan yang ditetapkan

3. Dalam beberapa kasus kadang-kadang perlu merubah peubah ini selama pengoperasian sistem untuk membuat kemampuan sistem bekerja lebih baik dalam keadaan lingkungan berubah-ubah 4. Tiap sistem memiliki paremeter rancangan khas

tersendiri untuk identifikasi

D. Manajemen Pengendali Merupakan faktor pengendalian (kontrol) terhadap pengoperasian sistem dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki

(32)

3.3.7.4 Pemodelan Sistem

Pemodelan sistem merupakan simplifikasi dari sistem yang dihadapi. Model dapat juga didefinisikan sebagai suatu penggambaran abstrak dari sistem dunia nyata (riil) yang akan bertindak seperti dunia nyata terhadap aspek-aspek tertentu. Pendekatan kesisteman merupakan penerapan sistem ilmiah dalam manajemen yang dapat memberikan dasar untuk memahami adanya penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem. Melalui pendekatan kesisteman dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan keberhasilan suatu organisasi (Marimin 2004).

Perilaku sistem dikelompokan menjadi empat (Muhammadi et al. 2001), yaitu :

a. Pembelajaran: perilaku hasil penyederhanaan dari kompleksitas kemampuan sistem untuk menciptakan keluaran berdasarkan proses sebelumnya;

b. Emerjensi: perilaku hasil penyederhanaan dari kompleksitas pemunculan realitas baru yang tidak terduga dalam sistem;

c. Ko-evolusi: perilaku hasil penyederhanaan dari kompleksitas perilaku mikro mempengaruhi perilaku makro;

d. Non Linearitas: proses perubahan tidak berbanding lurus, non linearitas merupakan perilaku hasil dari terjadinya kombinasi antara simpul positif dan simpul negatif, dimana simpul negatif mengalami waktu tunda. Bentuk lain dari non linearitas adalah random.

3.3.7.5 Perangkat Lunak Simulasi

Untuk melakukan simulasi dari sebuah model, diperlukan perangkat lunak (software) yang secara cepat dapat melihat perilaku dari model yang telah dibuat. Ada berbagai macam perangkat lunak yang dapat digunakan untuk keperluan ini, seperti Vensim, Dynamo, Ithink, Stella dan Power Simulation (Kholil dan Dwiharyadi 2008). Tetapi dalam penelitian ini, software yang digunakan adalah power simulation (powersim). Powersim digunakan untuk membangun dan melakukan simulasi suatu model dinamik. Suatu model dinamik adalah kumpulan dari variabel-variabel yang saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya dalam suatu kurun waktu. Setiap variabel berkorespondensi dengan suatu besaran yang nyata atau besaran yang dibuat sendiri. Semua variabel tersebut memiliki nilai numerik dan sudah merupakan bagian dari dirinya. Pada waktu mensimulasikan model, variabel-variabel akan saling

(33)

dihubungkan membentuk suatu sistem yang dapat menirukan kondisi sebenarnya. Pada perangkat lunak powersim, suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara variabel-variabel itu dinamakan stock flow diagram. Model yang dibangun dengan menggunakan perangkat lunak powersim berbentuk simbol-simbol dan simulasinya mengikuti suatu metode yang dinamakan dinamika sistem yang telah dikembangkan pada sekitar awal 1960-an. Simbol yang digunakan ditampilkan pada tabel 14.

Tabel 14. Simbol-simbol diagram alir (Muhammadi et al. 2001)

3.3.7.6 Simulasi Model

Simulasi model adalah peniruan perilaku suatu gejala atau proses. Simulasi bertujuan untuk memahami gejala atau proses tersebut, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses dimasa depan. Guna membuat simulasi diperlukan tahapan berikut: (a) penyusunan konsep; (b) pembuatan model; (c) simulasi dan validasi hasil simulasi.

3.3.7.7 Validasi Model

Validasi model merupakan salah satu kriteria penilaian keobjektifan dari suatu pekerjaan ilmiah, kegiatan yang dilakukan untuk menilai kesesuaian antara keluaran dari model matematik dengan keluaran dari sistem nyata atau untuk memeriksa kesesuaian antara perilaku model matematik dengan perilaku sistem yang diwakili (Eriyatno dan Sofyar 2006). Validasi bertujuan untuk proses yang ditirukan. Dalam validasi model dapat dilakukan dua pengujian yaitu uji validasi struktur dan uji validasi kinerja. Uji validasi struktur lebih menekankan pada keyakinan pada pemeriksaan kebenaran logika pemikiran, sedangkan uji validasi

(34)

kinerja lebih menekankan pemeriksaan kebenaraan yang taat data empiris. Model dapat dikatakan baik jika mudah dikomunikasikan, dapat memberikan pemahaman terhadap perilaku model, dan masih terbuka untuk perbaikan sistem. Adapun rumus untuk menghitung nilai AME dan AVE (Barlas 1996) seperti di bawah ini.

a) AME

b) AVE

S, A dan N berturut-turut adalah nilai simulasi, nilai aktual dan interval waktu pengamatan. Ss dan SA adalah nilai standar deviasi simulasi dan nilai standar deviasi aktual.

(35)

3.4 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BLACK BOX Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Analisis Wisatawan Analisis Biaya Perjalanan Analisis Daya Saing Analisis Daya Dukung Analisis Kelembagaan Analisis Kebijakan Analisis Keberlanjutan I N P U T

OUTPUT

Tidak dikehend aki Dikehen daki INPUT LINGKUNGAN SKENARIO KEBIJAKAN PROGRAM KEGIATAN

Gambar

Gambar 5 Peta wilayah penelitian.
Tabel  6. Jumlah pengunjung di DTW Kawasan Puncak Tahun 2009  No  Daerah Tujuan Wisata (DTW)  Jumlah Pengunjung
Tabel  7.    Tujuan, jenis data, sumber, metode analisis dan output
Tabel  8.  Parameter, sumber data dan kegunaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Pengalaman mengajar guru SMPN di kabupaten Bangli tergolong sedang, beban kerja tergolong tinggi, kesejahteraan tergolong sedang, sedngkan kualitas pengelolaan

Standar Kompetensi : Mahasiswa mampu memahami konsep, teknik, proses dan penerapan prinsip-prinsip konseling keluarga muslim dengan berbagai pendekatan dan jenis-jenisnya,

Namun saat ini tidak banyak orang yang mengetahui cara melakukan teknik akupuntur ini, karena butuh keahlian khusus untuk bisa melakukan pengobatan ini dan teknik

Karena yang menjawab “Tidak” lebih besar dari 43.66% maka dapat disimpulkan bahwa ketersediaan armada operasional tidak sesuai dengan kebutuhan (Bermasalah).. Item

Bagi Pemegang Saham yang merupakan Wajib Pajak Luar Negeri yang akan menggunakan tarif berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) wajib memenuhi

Identitas nasional pada hakikatnya merupakan “manifestasikan nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu nation (budaya) dengan ciri- ciri khas tadi

Di sini muncul daerah warna warna Ungu dikarenakan bahwa pada campuran ini menggunakan Oksigen murni sehingga reaksinya menjadi sangat reaktif ssehingga daerah

Maslaha Ramalan Kemunculan Golongan Ghuluw (Ekstrem) di dalam masyarakat Islam. Tidak keterlaluan jika dikatakan kemunculan golongan ekstrem ini memang telah diramalkan