• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Perkembangan fisik di Kota Malang dalam beberapa tahun terakhir mengalami perkembangan yang pesat. Perkembangan yang pesat ini tentunya juga membawa masalah baru. Salah satu masalah yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Malang adalah masalah permukiman. Masyarakat kota yang memiliki pendapatan yang rendah, sulit untuk mendapatkan permukiman yang layak karena mahalnya biaya yang harus dikeluarkan. Salah satu dampaknya adalah tumbuhnya kawasan kumuh. (Republika,2015)

Sesuai dengan SK Walikota Malang Nomor 188.45/86/35.73.112/2015, pada tahun 2015 luas kawasan kumuh di Kota Malang mencapai 608,6 hektar sedangkan luas Kota Malang adalah 11.606 hektar. Sehingga jika dipersentasekan, luas kawasan kumuh di Kota Malang adalah 5,53%. Kawasan kumuh di Kota Malang tersebar di 29 dari 57 kelurahan yang ada.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. 2/PRT/M/2016 terdapat sembilan belas kriteria yang membuat suatu kawasan disebut kumuh. Kriteria-kriteria tersebut dikelompokkan menjadi tujuh aspek, yaitu kondisi bangunan, jalan lingkungan, penyediaan air minum, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan dan proteksi kebakaran.

Kawasan kumuh dapat dengan mudah kita jumpai di bantaran sungai, sempadan jalur kereta api dan di bawah jalan layang. Tempat-tempat tersebut pada dasarnya bukanlah merupakan kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan hunian. Penggunaan kawasan tersebut sebagai kawasan hunian menyebabkan timbulnya berbagai masalah baik sosial maupun kesehatan.

Upaya revitalisasi permukiman kumuh sudah tertuang di salah satu program pemerintah pusat yang dikenal dengan Program 100-0-100 melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PU-PR). Kementerian PU-PR

(2)

menargetkan 100% pelayanan air minum, 0% kawasan kumuh dan 100% sanitasi layak untuk semua wilayah kota di Indonesia. Program ini ditargetkan dapat tercapai pada tahun 2019 di seluruh Indonesia.

Sebagai tahap awal, maka diperlukan pengumpulan data baseline permukiman kumuh. Data baseline merupakan data yang disusun berdasarkan pada pengumpulan data kekumuhan tingkat rumah tangga dan tingkat kawasan lingkungan di beberapa lokasi yang telah ditetapkan. Pendataan ini merupakan suatu pemetaan yang bersifat partisipatif yang dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat yaitu melalui kelompok masyarakat Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU). Sesuai dengan data awal yang dibutuhkan, KOTAKU melakukan pemetaan dengan menggunakan dua formulir khusus. Formulir tersebut yaitu formulir untuk pengumpulan data kekumuhan rumah tangga dan formulir pengumpulan data kekumuhan kawasan lingkungan. Kedua formulir tersebut dibuat berdasarkan kriteria dan indikator yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berupa isian singkat mengenai kualitas permukiman yang dicetak pada kertas.

Terkait dengan pelaksanaan proses pendataan tersebut, formulir kertas yang digunakan rentan terhadap kerusakan atau kehilangan. Selain itu, formulir tersebut tidak memiliki informasi spasial apapun. Oleh sebab itu, diperlukan suatu metode baru agar proses pendataan tetap dapat berjalan dengan baik tanpa takut formulir hilang atau rusak. Kemudian formulir dapat mengakomodasi informasi yang lebih lengkap dan isinya dapat dipantau dari waktu ke waktu. Solusi dari permasalahan ini adalah dengan sistem pendataan menggunakan Open Data Kit (ODK).

Sistem Open Data Kit (ODK) merupakan perangkat lunak yang berjalan pada Sistem Operasi Android. ODK adalah suatu sistem yang terdiri atas formulir digital berbasis ODK dan server data yang disebut ODK Aggregate. Formulir digital berbasis ODK yang berjalan pada smartphone memungkinkan pengumpulan data secara online, berisikan informasi umum berupa data tekstual. Kemudian Formulir ODK juga mampu untuk melampirkan foto, video serta lokasi pendataan dalam bentuk koordinat. Data yang tersimpan pada ODK dapat langsung dikirim ke ODK Aggregate sehingga petugas survei tidak perlu lagi merasa khawatir akan adanya data yang rusak dan hilang. Sementara itu data yang sudah terkumpul di ODK Aggregate dapat diolah sebagai lembar kerja digital dan dapat disajikan ke dalam sebuah peta interaktif secara

(3)

online. Peta interaktif tersebut akan menampilkan informasi parameter-parameter kekumuhan pada suatu wilayah. Peta tersebut dapat digunakan untuk memonitor jalannya pendataan serta dapat dijadikan landasan untuk membuat suatu kebijakan tertentu.

Saat ini, terdapat beberapa komponen perangkat lunak untuk membuat peta interaktif di web. Salah satu komponen perangkat lunak tersebut adalah Openlayers 3. Openlayers 3 merupakan perangkat lunak yang relatif mudah digunakan dan bersifat tidak berbayar sehingga memudahkan pengguna untuk melakukan personalisasi tampilan web yang diinginkan.

Melalui kegiatan aplikatif ini, penulis hanya akan membuat sebuah sistem pengumpulan data baseline pada tingkat rumah tangga menggunakan ODK dan kemudian menyajikan data baseline permukiman kumuh Kota Malang berupa peta interaktif pada sebuah halaman web menggunakan OpenLayers 3.

I.2 Cakupan Kegiatan Cakupan kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan sistem pengumpulan data baseline pada tingkat rumah tangga menggunakan Sistem Open Data Kit (ODK). Sistem dinyatakan berhasil jika formulir digital berbasis ODK mampu merekam data dan dapat mengirimkan data-data tersebut ke server ODK Aggregate.

2. Pengambilan sampel dilakukan melalui pengumpulkan data kekumuhan pada rumah tangga langsung di Kota Malang dengan menggunakan sistem pengumpulan data rumah tangga berbasis ODK.

3. Peta yang dibuat adalah peta interaktif yang ditampilkan pada halaman web menggunakan Openlayers 3. Peta tersebut menyajikan data baseline permukiman kumuh Kota Malang.

4. Peta yang ditampilkan melalui halaman web hanya untuk menyajikan data, tidak untuk menambahkan dan atau mengunduh data.

(4)

I.3 Tujuan

Tujuan kegiatan aplikatif ini adalah sebagai berikut ini :

1. Membuat sistem pengumpulan data baseline pada tingkat rumah tangga menggunakan Sistem Open Data Kit (ODK).

2. Mengumpulkan data kekumuhan rumah tangga menggunakan sistem pengumpulan data baseline pada tingkat rumah tangga berbasis ODK. 3. Menyajikan data kekumuhan Kota Malang dalam bentuk peta interaktif

berbasis web menggunakan Openlayers 3. I.4 Manfaat

Manfaat dari pembuatan peta interaktif tingkat kekumuhan di Kota Malang berbasis web adalah sebagai berikut :

1. Peta interaktif ini dapat digunakan sebagai media informasi untuk mengetahui kualitas permukiman, air, dan sanitasi di kawasan pada tingkat RT dan Kelurahan.

2. Pemanfaatan ODK menjadikan pekerjaan pengumpulan data menjadi lebih efisien daripada menggunakan formulir kertas.

I.5 Landasan Teori I.5.1 Permukiman Kumuh

Definisi permukiman kumuh dapat ditinjau dari dua kata penyusunnya, yaitu permukiman dan kumuh. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman , Permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Permukiman memiliki satuan terkecil yang kemudian disebut sebagai satuan lingkungan permukiman. Menurut Undang-Undang yang sama, satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruangan, prasarana dan sarana lingkungan yang berstruktur. Kemudian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kumuh didefinisikan

(5)

sebagai cemar yang mengarah pada pencemaran yang terjadi pada suatu wilayah atau kampung.

Terdapat beberapa pendapat mengenai definisi pemukiman kumuh. Definisi permukiman kumuh menurut Budiharjo (1997) adalah lingkungan hunian yang memiliki kualitas hunian yang tidak layak huni. Pemukiman kumuh memiliki ciri ciri melekat padanya, yaitu memiliki kepadatan bangunan yang sangat tinggi meskipun terletak dalam luasan area yang sangat terbatas, memiliki kualitas bangunan yang rendah serta rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan yang dapat membahayakan para penghuni didalamnya.

Menurut organisasi PBB yang menangani masalah tempat tinggal manusia, rumah tangga kumuh adalah “Sekelompok orang yang hidup di bawah atap yang sama di daerah perkotaan yang memiliki kekurangan satu atau lebih hal-hal berikut ini :

1. Rumah tahan lama yang bersifat permanen yang dapat melindungi penghuni rumah dari kondisi iklim yang ekstrim.

2. Ruang hidup yang cukup, yang mensyaratkan tidak lebih dari tiga orang yang menempati ruangan yang sama.

3. Akses mudah ke air yang aman dalam jumlah yang cukup dengan harga yang terjangkau

4. Akses ke fasilitas sanitasi yang memadai dalam bentuk toilet pribadi atau umum bersama oleh sejumlah orang dengan jumlah yang wajar.

5. Kepastian terhadap penguasaan lahan dan bangunan hunian untuk mencegah penggusuran paksa”. (UN-HABITAT, 2006)

Menurut Kurniasih (2007) pemetaan kumuh merupakan kegiatan pendataan, penggambaran, dan dokumentasi kondisi kawasan permukiman kumuh. Kegiatan-kegiatan tersebut bertujuan untuk melihat secara detil gambaran pemukiman kumuh yang sebenarnya termasuk perkembangan serta perubahan yang ada terhadap kependudukanya.

Melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan untuk mengentaskan seluruh permukiman kumuh yang ada di seluruh Indonesia. Kementerian Pekerjaan Umum mencetuskan program untuk mengentaskan permukiman kumuh yang disebut Program 100-0-100. Menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2014) program 100-0-100

(6)

memiliki target pencapaian akses air minum 100%, mengurangi kawasan kumuh hingga 0%, dan menyediakan akses sanitasi layak 100% untuk masyarakat Indonesia pada akhir tahun 2019. Tahap awal dari program ini adalah dengan melakukan pendataan 100-0-100 di lokasi-lokasi yang sudah ditetapkan dalam Program Peningkatan Kualitas Permukiman (P2KP). Hasil dari pendataan ini adalah data baseline yang digunakan sebagai tolak ukur untuk pencapaian target program 100-0-100 pada tahun 2019.

I.5.2 Peta Berbasis Web

Kraak dan Brown (2001) menyebutkan bahwa peta berbasis web dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis peta. Jenis peta tersebut adalah peta statis dan dinamis. Kemudian masing-masing jenis peta tersebut diklasifikasikan lagi menjadi view only dan interaktif.

Menurut Kraak dan Brown (2001), klasifikasi peta web dikelompokkan menjadi empat, yaitu sebagai berikut ini:

1. Peta Statis View Only, peta ini biasanya hanya berupa peta digital yang berasal dari pemindaian peta kertas atau peta analog. Peta ini juga dapat diperoleh dari digitasi peta. Kemudian peta digital tersebut dimasukan ke dalam web dengan bentuk raster image (*.png;*.jpg). Peta tersebut dikatakan view only, karena pengguna hanya dapat melihat peta tersebut tanpa memiliki kontrol apapun terhadap peta tersebut. (Kraak dan Brown, 2001)

Peta berbasis web

Peta Statis View Only Interaktif Peta Dinamis View Only Interaktif

(7)

2. Peta Statis Interaktif, peta ini juga berasal dari hasil pemindaian peta analog yang kemudian di masukkan ke dalam web dalam bentuk raster. Namun, pengguna peta memiliki kontrol terhadap peta. Pengguna dapat melakukan perbesasarn dan penggeseran terhadap peta tersebut. (Kraak dan Brown, 2001)

3. Peta Dinamis View Only. Berbeda dengan peta statis, peta dinamis merupakan peta yang dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman web. Pada peta dinamis view only pengguna peta dapat melakukan perbesaran dan penggeseran pada peta tersebut. (Kraak dan Brown, 2001) 4. Peta Dinamis Interaktif. Peta ini juga dibuat dengan menggunakan bahasa

pemrograman web. Namun, yang membedakannya dengan peta dinamis view only adalah peta ini memungkinkan pengguna melakukan melakukan pencarian lokasi. (Kraak dan Brown, 2001)

I.5.3 Kartografi

Menurut Asosiasi Kartografi Internasional, kartografi didefinisikan sebagai “Cartography is the discipline dealing with the art, science and technology of making and using maps. “ (ICA, 2011)

I.5.3.1. Kartografi Digital. Menurut Soendjojo dan Riqqi (2012) kartografi digital merupakan ilmu kartografi yang berkembang karena perkembangan teknologi informasi. Kartografi digital menggunakan komputer dalam proses pembuatanya, sehinggga pekerjaan pembuatan peta menjadi lebih mudah. Kegiatan kartografi seperti proyeksi peta, hitungan transformasi koordinat, pengaturan grid dan gratikul dan pemberian warna dapat dilakukan melalui komputer. Selain mempermudah dalam pembuatan peta, penggunaan komputer juga bermanfaat dalam memperhitungkan bagaimana mengatur data agar proses pemutakhiran data menjadi lebih mudah. Kartografi Digital menghasilkan dua produk baru selain fungsi dasar kartografi, yaitu: a. Basis data digital merupakan media penyimpan informasi geografis sebagai

pengganti pencetak peta;

b. Visualisasi kartografis pada sejumlah media yang berbeda merupakan fungsi pelayanan selain pencetakan peta.

(8)

I.5.3.2. Simbolisasi Kartografi. Bertin (1983) dalam Kraak dan Ormeling, (2013) menyatakan bahwa terdapat enam variable visual, yaitu ukuran, nilai, tekstur, warna, orientasi dan bentuk.

Gambar I. 2 Variabel Visual (sumber: Bertin,1983)

Menurut Kraak dan Ormeling (2011), bentuk simbol dalam kartografi dibedakan menjadi :

1. Berdasarkan bentuknya, simbol kartografi dibedakan menjadi tiga: a. Simbol titik mencerminkan data bersifat non dimensi.

b. Simbol garis biasanya digunakan untuk menggambarkan jalan

c. Simbol luasan mencerminkan data yang berbentuk area yang memiliki luasan.

2. Berdasarkan jenisnya, simbol kartografi dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a. Simbol piktorial merupakan simbol yang kenampakannya mirip dengan wujud objek yang diwakilinya,

b. Simbol geometrik merupakan simbol yang tidak memiliki kemiripan dengan objek yang diwakilinya

c. Simbol huruf atau angka merupakan simbol yang menggunakan huruf pertama dari objek yang diwakilinya.

(9)

I.5.4 Visualisasi Tematik

Manurut BIG, peta tematik adalah peta yang menyajikan tema tertentu dan untuk kepentingan tertentu (land status, penduduk, transportasi dll) dengan menggunakan peta rupabumi yang telah disederhanakan sebagai dasar untuk meletakan informasi tematiknya.

Peta tematik dalam visualisasinya menggunakan teknik-teknik tertentu yang bertujuan agar informasi disajikan pada peta dapat mudah dimengerti oleh pengguna peta. Menurut Harvested (1993) dalam Slocum (2005) terdapat empat teknik visualisasi pemetaan tematik, yaitu Choropleth, Isopleth, Proportional Symbol, Dot.

Choropleth, Menurut Soendjojo dan Riqqi (2012) peta choropleth adalah peta

yang menampilkan data kuantitatif. Peta choropleth dapat menunjukkan kepadatan, persentase dan nilai. Warna berurutan pada peta ini mewakili peningkatan atau penurunan nilai-nilai positif atau negatif data; biasanya, setiap warna juga mewakili rentang nilai. Peta choropleth menyajikan ringkasan distribusi kuantitatif dengan basis deliminasi area. Data kuantitaif yang diberikan merupakan besaran suatu data yang berkaitan dengan deliminasi area tertentu, misalnya batas administrasi. Contoh peta chorolpleth ditampilkan pada Gambar I.4.

(10)

Gambar I. 4 Contoh Peta Choropleth (sumber: Kraak dan Ormeling, 2013)

Isopleth. Menurut Kraak and Ormeling, (2013) isopleth merupakan peta yang

dibuat dengan menghubungkan titik-titik yang memiliki nilai yang sama menggunakan suatu garis. Nilai -nilai tersebut bisa terdiri atas kuantitas, densitas dan intensitas. Peta isopleth biasanya dipertegas dengan memberikan pewarnaan dan bayangan pada nilai-nilai yang sesuai. Peta tersebut dibuat dengan menggunakan interpolasi sehingga sedikit menyulitkan dalam proses pembuatan. Peta isopleth dapat digunakan untuk memetakan suhu,tekanan udara, iklim dan lainya. Contoh peta isopleth ditampilkan pada Gambar I.5.

Gambar I. 5 Contoh Peta Isopleth (sumber: Kraak dan Ormeling, 2013)

Proportional Symbol. Menurut Jenny dkk. (2009), peta simbol proporsional

merupakan peta yang digunakan untuk menggambarkan data numerik. Umumnya simbol yang digunakan adalah kotak atau lingkaran dengan luas yang sebanding

(11)

dengan nilai data yang dimiliki. Simbol ditempatkan pada setiap titik pusat pada masing-masing area pemetaan. Pembaca peta akan lebih mudah memahami isi peta dengan menggunakan gradasi simbol dengan legenda yang tepat. Peta simbol proporsional umumnya digunakan untuk menggambarkan jumlah penduduk pada suatu negara. Contoh peta simbol proporsional terdapat pada Gambar I.6

Gambar I. 6 Contoh Peta Simbol Proporsional (sumber: http://tmapsuite.artisfacta.ch/prop.php)

Dot. Menurut Kraak dan Ormeling (2013) peta dot adalah peta simbol

proporsional yang lebih spesifik. Peta dot menampilkan data titik melalui simbol-simbol yang menunjukkan jumlah yang sama. Simbol ditempatkan sedemikian rupa pada lokasi fenomena tersebut terjadi. Contoh Peta Dot ditampilkan pada Gambar I.7.

(12)

I.5.5 Halaman Web

Halaman web merupakan kumpulan dari beberapa komponen yang saling berkait satu sama lainya. Komponen-komponen tersebut yaitu World Wide Web (WWW), Hyper Text Markup Language (HTML), Javascript (Js) dan Cascading Style Sheet (CSS). Menurut Yuhefizar (2008) , World Wide Web (WWW) merupakan salah satu layanan internet yang dapat menampilkan berbagai informasi di internet. Informasi yang dimaksudkan dapat berupa gambar, text, suara dan video. WWW memungkinkan untuk menghubungkan suatu dokumen dengan dokumen lainya melalui suatu tautan. Seluruh informasi tersebut ditampilkan melalui halaman web atau dikenal sebagai web page yang dapat diakses melalui perangkat lunak peramban web.

Suatu halaman web disusun dengan menggunakan suatu bahasa markup web yang disebut Hyper Text Markup Language (HTML). Menurut Shelly dkk. (2009), HTML merupakan suatu bahasa markup yang digunakan untuk membuat suatu dokumen pada WWW. HTML menggunakan kumpulan instruksi spesial yang disebut sebagai tag. Tag berfungsi untuk membuat struktur halaman web serta mengatur tatanan dari suatu halaman web agar dapat ditampilkan pada peramban.

Penyusun halaman web selanjutnya adalah JavaScript. Menurut Sunyoto (2007), JavaScript merupakan bahasa scripting yang didesain untuk menambah interatif suatu web. Bahasa scripting yang digunakan pada JavaScript merupakan bahasa pemrograman yang ringan. JavaScript berisi baris kode yang biasanya disisipkan pada halaman HTML. JavaScript dapat digunakan untuk menampilkan data spasial pada halaman web, salah satunya adalah OpenLayers 3. OpenLayers 3 merupakan JavaScript murni yang digunakan untuk menampilkan peta pada suatu peramban web tanpa bergantung pada server. OpenLayers bersifat tidak berbayar dan dibangun oleh komunitas Open Source.

Kemudian penyusun halaman web yang terakhir adalah CSS. Menurut (Powers, 2009), CSS merupakan bahasa pemrograman yang berfungsi untuk mengatur tata letak suatu halaman web. CSS memungkinkan untuk mengatur jenis tulisan, gambar, garis dan lainya. Sebenarnya HTML dapat melakukan hal tersebut, namun CSS memberikan akurasi yang lebih sehingga lebih mudah digunakan oleh pengguna serta menghindarkan pemula dari kesalahan.

(13)

I.5.6 Pengumpulan Data dengan Perangkat Piranti Bergerak

Menurut Chaudhri dkk. (2012), pengumpulan data menggunakan perangkat bergerak merupakan suatu sistem yang memungkinkan seseorang untuk mengumpulkan dan mendistribusikan data menggunakan smartphone. Seseorang dapat memasukan data secara manual pada smartphone. Kelebihan metode ini adalah memungkinkan untuk menyertakan gambar, foto, video, serta data lokasi berupa koordinat. Dengan demikian pendataan menjadi lebih mudah dan efisien waktu, tenaga, dan biaya. Data tersebut juga dapat disajikan dalam berbagai bentuk misalnya peta, table, dan berbagai diagram. Salah satu contoh aplikasi mobile data collection yaitu Open Data Kit (ODK) dari Google.

I.5.7 Open Data Kit

Menurut Hartung dkk. (2010), ODK merupakan project yang mulai dirintis oleh Google.org pada tahun 2008 dan bersifat Open Source. ODK adalah suatu modular toolkit yang memiliki kemampuan ganda yakni melakukan akuisisi dan mengirimkan data serta informasi. ODK mendukung beberapa tipe data, yaitu teks, lokasi dalam bentuk koordinat, gambar, audio, video dan barcode.

Menurut Open Data Kit (2016), ODK mebutuhkan tiga peralatan untuk dapat berjalan yaitu formulir survey, perangkat lunak yang berjalan pada sistem Android untuk mengisi formulir dan tempat penyimpanan hasil survei.

Peralatan pertama adalah formulir survey. Menurut Open Data Kit (2016), Formulir survey yang digunakan dapat dibangun dengan menggunakan ODK Build atau XLSForm. ODK Build memungkinkan pengguna untuk membuat formulir secara langsung menggunakan aplikasi web. Sementara itu, XLSForm memungkinkan pengguna untuk membuat formulir dengan menggunakan aplikasi Ms. Excel.

Peralatan kedua adalah perangkat lunak yang dapat mengisi formulir digital. Menurut Open Data Kit (2016), aplikasi ODK Collect yang berjalan pada sistem operasi android dapat digunakan untuk menyimpan data text, numerik, lokasi,

(14)

mutimedia dan barcode. Aplikasi ODK Collet dapat berjalan tanpa menggunakan jaringan internet.

Peralatan ketiga adalah server ODK Aggregate, Menurut Open Data Kit (2016), ODK Aggregate dibangun dengan menggunakan App Engine Google. ODK Aggregate memiliki fungsi untuk menyediakan formulir kosong yang dapat diakses dengan aplikasi ODK Collect, menampilkan data yang telah diperoleh dikumpulkan dalam bentuk peta sederhana, mengekspor data dan mempublikasikan data yang telah dikumpulkan ke dalam sistem lainya seperti Google fushion Table dan Google Spreadsheets.

Gambar

Gambar I. 1 Klasifikasi peta berbasis web (sumber : Kraak dan Brown, 2001)
Gambar I. 2 Variabel Visual (sumber: Bertin,1983)
Gambar I. 3 Teknik Visualisasi Pemetaan Tematik (sumber: Harvested, 1993)
Gambar I. 4 Contoh Peta Choropleth (sumber: Kraak dan Ormeling, 2013)  Isopleth. Menurut Kraak and Ormeling, (2013) isopleth merupakan peta yang  dibuat dengan menghubungkan titik-titik yang memiliki nilai yang sama menggunakan  suatu garis
+2

Referensi

Dokumen terkait

Setelah itu teller akan memanggil dan nasabah akan memberikan sejumlah uang dan buku tabungan untuk meminta pencetakan transaksi setor tunai ke bank..

Terdapat perbedaan hasil penelitian terdahulu yang menggunakan trading volume activity sebagai variabel penelitian, yaitu hasil penelitian Munthe (2016), Asriningsih (2015),

Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang pemenuhannya setelah kebutuhan primer terpenuhi, namun tetap harus dipenuhi, agar kehidupan manusia berjalan dengan baik. Contoh: pariwisata

Perbedaan pengaturan hak kesehatan buruh yang diselenggarakan oleh Jamsostek dan BPJS Kesehatan adalah dari segi asas dan prinsip penyelenggaraan; sifat kepesertaan; subjek

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

Dari hasil penelitian dan pembahasan penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan bahwa: (a) model pembelajaran menggunakan media wayang kardus dalam pembelajaran IPS dapat

Hasil survei menunjukkan bahwa setelah dilakukan sosialisasi dan aplikasi pelepasan jantan mandul ke rumah-rumah masyarakat di lokasi penelitian, sebagian besar masyarakat

1 M.. Hal ini me nunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa yang signifikan dibandingkan dengan siklus I. Pertukaran keanggotaan kelompok belajar