1
Pengaruh Induksi DMBA (7,12-dimethylbenz (α) anthracene) Multiple Low Dose (MLD) Terhadap Kadar Estrogen pada Serum Darah Tikus (Rattus norvegicus)
The Effect of Multiple Low Dose (MLD) DMBA (7,12- dimethylbenz (α) anthracene) Induction Toward Estrogen Levels in Rat (Rattus norvegicus) Blood Serum
Syarofina Pratiniyata, Anna Roosdiana, dan Dyah Ayu Oktavianie A.P Program Studi Kedokteran Hewan, Program Kedokteran Hewan,
Universitas Brawijaya [email protected]
ABSTRAK
Kanker mammae merupakan penyakit akibat abnormalitas gen yang mengatur proliferasi sel pada jaringan mammae yang dapat dipicu zat karsinogenik 7,12-dimethylbenz (α)
anthracene atau DMBA serta dipengaruhi oleh hormon estrogen yang berfungsi dalam
perkembangan sel mammae. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh induksi DMBA terhadap peningkatan kadar estrogen pada serum darah tikus (Rattus norvegicus). Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik menggunakan tikus betina strain Sprague
dawley usia 10-12 minggu dan berat badan 150-200 gram sebagai hewan coba yang dibagi
dalam dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan perlakuan. Pembuatan kanker mammae dilakukan dengan induksi DMBA pada kelompok perlakuan dengan dosis 10 mg/kg BB secara subkutan pada mammae sebanyak 10 kali serta induksi estrogen sintetik Ethinyl Estradiol (EE) dengan dosis 20.000 IU/kg BB secara intramuskular. Peningkatan kadar estrogen diukur menggunakan metode ELISA. Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis secara kuantitatif menggunakan uji T tidak berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi DMBA dengan dosis 10 mg/kg BB dan estrogen dengan dosis 20.000 IU/kg BB dapat meningkatkan kadar estrogen pada serum darah tikus sebanyak 0,7x (51,28 ng/L ± 13,47) pada kelompok perlakuan pada hari ke 29 pasca induksi DMBA. Kesimpulannya induksi DMBA secara subkutan pada mammae dapat meningkatkan kadar estrogen pada serum darah tikus (Rattus
norvegicus).
Kata kunci : Kanker Mammae, DMBA, Estrogen, Rattus norvegicus ABSTRACT
Breast cancer is a disease caused by abnormalities in genes that regulate cell proliferation in mammary tissue, which can triggered by carcinogenic dimethylbenz 7,12- (α) anthracene or DMBA and affected by estrogen in mammary cell development. This research was aimed to determine the effect of DMBA induction toward increasing estrogen levels in rat (Rattus
norvegicus) blood serum. The method of this research was experimental laboratory that used
female Sprague Dawley rats aged 10-12 weeks and weight 150-200 grams as experimental animals and divided into two groups: control and treatment group. Mammary cancer were made by induction of DMBA in the treatment groups at a dose of 10 mg /kg BW subcutaneously on the mammary for 10 times and induction of synthetic estrogen Ethinyl Estradiol (EE) at a dose of 20.000 IU/kg intramuscularly. Estrogen levels was measured by ELISA. Data were analyzed by using independent T-test. Research showed that induction of DMBA at a dose of 10 mg/kg BW and EE at a dose 20.000 IU / kg BW could increasing 0,7x the levels of estrogen in the blood serum of rats (51.28 ng/L ± 13.47) in the treatment group for 29 days post induction of DMBA. The conclusion is the induction of DMBA subcutaneously could increasing estrogen levels in rat (Rattus norvegicus) blood serum.
2 PENDAHULUAN
Kanker merupakan penyakit akibat abnormalitas gen yang mengatur proliferasi sel sehingga terjadi pertumbuhan yang tidak terkendali. Kasus kanker mammae banyak terjadi pada anjing, baik anjing ras besar maupun ras kecil dan dapat menimbulkan kematian sekitar 27% anjing purebred di Inggris (Adams et al., 2010). Kejadian kanker mammae lebih banyak pada anjing berusia tua yaitu 10-13 tahun. Tindakan ovariohisterectomi pada anjing sebelum estrus pertama akan menurunkan resiko kejadian kanker mammae hingga 0% daripada operasi yang dilakukan setelah estrus yang meningkatkan resiko kejadian hingga 26% (Zatloukal et al., 2005).
Kanker dapat dipicu oleh berbagai hal antara lain oleh bahan kimia. Senyawa kimia yang dapat memicu terjadinya kanker adalah senyawa 7,12-dimetilbenz (α)
antrasen (DMBA) yaitu zat kimia yang
termasuk dalam Polycyclic Aromatic
Hydrocarbon (PAH) yang dikenal bersifat
mutagenik, teratogenik, karsinogenik, sitotoksik, dan immunosupresif (Lee et al., 2002). Penggunaan senyawa DMBA dalam penelitian untuk induksi kanker pada hewan coba sering digunakan termasuk kanker mammae. Berdasarkan penelitian Meiyanto et al (2007) senyawa DMBA yang diinduksikan pada hewan model tikus betina melalui per oral menunjukkan
insidensi kanker mammae yang mencapai 100% pada minggu ke-12.
Kanker mammae dapat dipengaruhi oleh sistem hormonal, salah satunya adalah hormon estrogen. Hormon estrogen dalam jumlah besar digunakan sebagai ligand dan substrat enzim Cytochrome P-450 pada proses inisiasi kanker mammae sehingga kemungkinan terjadi peningkatan estrogen dalam darah. Hormon estrogen akan dimetabolisme secara oksidatif oleh tubuh akibat pengaruh DMBA dan menghasilkan metabolit kimia berupa ROS (Reactive
Oxygen Species) yang menimbulkan kerusakan DNA secara oksidatif (Crooke et
al., 2006).
Penelitian mengenai kanker mammae selama ini menggunakan metode induksi secara per oral dan belum banyak menjelaskan pengaruh induksi DMBA pada sistem hormonal tubuh saat terjadi kanker mammae, sehingga dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode induksi DMBA secara subkutan pada mammae dan pengaruhya terhadap kadar estrogen dalam darah.
MATERI DAN METODE
Persiapan Hewan Coba
Hewan coba yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) betina strain
Sprague Dawley usia 10-12 minggu dan
3 diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Tikus dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan perlakuan dan diadaptasikan dengan lingkungan laboratorium selama satu minggu. Penggunaan hewan coba telah mendapatkan persetujuan laik etik oleh Komisi Etik Penelitian Universitas Brawijaya No. 189-KEP UB.
Induksi DMBA dan Estrogen Sintetik
Persiapan DMBA yaitu ditimbang sesuai dosis 10 mg/kg BB yang merupakan dosis optimasi hasil modifikasi penelitian Cordeiro et al (2011), kemudian dilarutkan dalam sunflower oil dan NaCl fisiologis dengan perbandingan 3:1 (Pugalendhi et
al., 2011). Dosis estrogen sintetik Ethynil Estradiol yang diberikan adalah 20.000
IU/kgBB yaitu dosis modifikasi penelitian Naciff et al (2002). Induksi DMBA dilakukan secara subkutan pada mammae sebanyak sepuluh kali setiap dua hari sekali hingga hari ke-21. Induksi estrogen sintetik
Ethynil Estradiol secara intramuscular
dengan dosis 20.000 IU/ kg BB dilakukan sebanyak lima kali setiap empat hari sekali bergantian diantara induksi DMBA.
Pemeriksaan Pasca Induksi
Selama induksi DMBA dan estrogen sintetik dilakukan penimbangan berat badan setiap empat hari sekali dan palpasi daerah mammae tiap satu minggu
sekali hingga minggu ke-3 untuk melihat perkembangan kanker mammae yang ditandai oleh terbentuknya nodul di daerah mammae tikus.
Koleksi Serum
Serum darah tikus digunakan sebagai bahan pengukuran kadar estrogen. Koleksi serum dilakukan dua kali yaitu sebelum induksi DMBA dan pasca koleksi mammae. Koleksi serum sebelum induksi DMBA melalui pemotongan vena coccygea tikus sekitar 2 mm kemudian darah yang keluar ditampung sebanyak 1-2 ml (Ganong, 2008). Koleksi serum pasca induksi DMBA dengan membuka rongga thorax tikus hingga terlihat jantungnya. Kemudian dilakukan pengambilan darah mengunakan spuit 3 ml. Darah yang telah diambil ditampung pada mikrotube dan diposisikan miring 450 selama 3 jam. Setelah terlihat pemisahan bagian serum dan darah, dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit agar darah semakin mengendap dan berbatas jelas dengan serum. Kemudian dilakukan isolasi serum menggunakan mikropipet. Serum yang telah dikoleksi ditampung pada mikrotube lainnya dan disimpan pada lemari pendingin suhu -200C.
Pengukuran Kadar Estrogen
Pengukuran kadar estrogen menggunakan teknik Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA). Pengukuran kadar estrogen
4 dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada hari ke-1 dan hari ke-29. Pengukuran kadar estrogen membutuhkan sampel berupa serum darah tikus. Prinsipnya dengan menggabungkan serum sebagai antigen, antibodi estrogen tikus, dan enzim
HRP-conjugate berlabel. Reaksi tersebut akan
menjadi kompleks antibodi – antigen – enzim antibodi. Setelah itu ditambahkan substrat TMB (Tetramethylbenzidine) berupa Chromogen A dan B yang akan merubah warna cairan dalam well menjadi biru, sebagai tanda bahwa enzim
HRP-conjugate sudah terkatalis. Reaksi dihentikan dengan penambahan stop solution berupa asam sulfat. Perubahan
warna diukur dengan ELISA reader pada panjang gelombang 450 nm. Konsentrasi estrogen tikus pada sampel dibandingkan dengan kurva baku estrogen.
Analisis Data
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yaitu peningkatan kadar estrogen pasca induksi DMBA ditabulasi dengan software Microsoft Office Excel 2013 dan dianalisis secara kuantitatif menggunakan uji T tidak berpasangan pada α = 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh induksi DMBA terhadap kadar estrogen tikus (Rattus norvegicus) diamati menggunakan metode ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay).
Hasil pengukuran kadar estrogen pada sampel serum darah tikus pada kelompok kontrol negatif dan perlakuan dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1. Perubahan konsentrasi estrogen pada serum darah tikus
Kelompok Rata-rata kadar estrogen dalam darah
(ng/L darah) ± SD Peningkatan (x) Sebelum Induksi Setelah Induksi Kontrol 6,03 ± 2,31 29,07 ± 9,93 Perlakuan 6,03 ± 2,31 51,28 ± 13,47 0.7x Rata-rata kadar estrogen pada kelompok kontrol dan perlakuan sebelum induksi sebesar 6,03 ng/L meningkat pada hari ke-28 yaitu sebanyak 29,07 ng/L pada kelompok kontrol dan 51,28 ng/L pada kelompok perlakuan. Induksi DMBA menyebabkan peningkatan kadar estrogen tikus kelompok perlakuan sebanyak 0,7x kadar estrogen kelompok kontrol. Hasil analisa data menggunakan uji T tidak berpasangan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yaitu P<0,05 yang menunjukkan bahwa induksi DMBA berpengaruh terhadap peningkatan kadar estrogen dalam darah.
Peningkatan kadar estrogen kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol pasca induksi DMBA menunjukkan bahwa estrogen ikut berperan dalam metabolisme DMBA dan diproduksi
5 lebih banyak selama proses karsinogenesis pada kanker mammae. Tinggi rendahnya hormon estrogen tubuh dipengaruhi proses aklimatisasi, usia, dan siklus estrus. Proses aklimatisasi dapat menimbulkan stress yang berpengaruh pada ketidakseimbangan hormon tubuh. Usia tikus 10-12 minggu sudah terlalu tua dibandingkan awal pubertas tikus pada usia 7-8 minggu. Keadaan hormonal tikus berbeda-beda pada setiap siklus estrus, puncak hormon estrogen pada fase estrus, sedangkan hormon estrogen rendah pada fase diestrus. Siklus estrus tidak diketahui karena tidak dilakukan swab vagina saat pengambilan sampel serum.
Induksi DMBA secara subkutan pada mammae akan menghasilkan ikatan antara DMBA dengan Ahr (Aryl
Hydrocarbon Receptor) yang berfungsi
sebagai reseptor DMBA di sitosol. Ikatan DMBA dengan Ahr akan menuju ke nucleus dan berikatan dengan ARNT (Aryl
Hydrocarbon Nuclear Translocator).
Ikatan DMBA, Ahr, dan ARNT tersebut akan mengaktivasi enzim oksidasi
Cytochrome 450. Enzim Cytochrome
P-450 yang aktif akan mengoksidasi DMBA menjadi bentuk 3,4-epoxides, kemudian terjadi hidrolisis epoxides oleh Microsomal
epoxide hydrolase (MEH) yang
menghasilkan metabolit proximate carcinogenic dan DMBA-3,4-diol.
Metabolit ini akan dioksidasi oleh fase pertama enzim Cytochrome P-450 yaitu CYP1A1 atau CYP1B1 menjadi metabolit
ultimate carcinogenic (DMBA-3,4- diol-1,2-epoxide) (Smith, 2000).
Metabolit ultimate carcinogenic akan mengikat DNA dari nukleus dan menimbulkan reaksi oksidatif yang menimbulkan kerusakan DNA secara oksidatif yang dimediasi oleh ketidakseimbangan ROS (Reactive Oxygen
Species). Dalam keadaan sel normal,
ketidakseimbangan tersebut dapat dinetralisir oleh glutathione yang merupakan enzim antioksidan untuk detoksifikasi ROS. Pada kondisi sel abnormal enzim glutathione tidak berfungsi sehingga terjadi ketidakseimbangan ROS. Ketidakseimbangan antara produksi dan eliminasi ROS akan menghasilkan radikal bebas yang memicu terjadinya stress oksidatif pada jaringan (Held, 2012). Stress oksidatif akan menyebabkan kerusakan DNA dari nukleus sehingga terjadi kerusakan sel yang berkembang karsinogenesis (Park et al., 2009).
Pengaruh induksi DMBA yang menimbulkan kerusakan DNA didukung oleh hormon estrogen dalam tubuh. Bagian estrogen yaitu estradiol (E2) berfungsi sebagai ligand untuk estrogen receptor (ER), serta menjadi substrat CYP1A1 dan CYP1B1. Rendahnya rata-rata kadar
6 estrogen tikus sebelum induksi DMBA yaitu 6,03 ng/L dbandingkan dengan kadar normal estrogen sebesar 43-50 ng/L maka dilakukan induksi estrogen sintetik Ethynil
estradiol (EE). Induksi EE diharapkan
dapat membantu memenuhi kekurangan kebutuhan estrogen. Ethinyl estradiol atau 17-α estradiol merupakan hormon estrogen eksogen yang struktur dan fungsinya mirip dengan estradiol (E2). Ethinyl estradiol yang diinduksikan dalam tubuh hewan coba akan berikatan dengan ERα (Estrogen
receptor α) yang dapat memicu proliferasi
sel mammae (Mueller et al., 2002).
Kadar estrogen yang meningkat dalam darah pasca induksi DMBA menunjukkan adanya aktivitas dari estrogen endogen terutama estradiol yang dihasilkan di sel theca ovarium. Estradiol maupun EE akan menjadi ligand ER di mammae, uterus dan ovarium. Estradiol juga berfungsi sebagai substrat enzim
Cytochrome P-450 (CYP) dan berperan
dalam aktivitas aromatase. Aktivitas aromatase melibatkan jaringan adipose mammae dan sel theca ovarium yang akan memproduksi hormon androstenedion dan
testosteron yang berfungsi sebagai substrat
CYP kemudian akan terjadi proses
aromatisasi in situ yang masing-masing
akan membentuk estron dan estradiol (Gruber et al., 2002). Fase pertama aromatisasi dilakukan oleh derivat CYP
yaitu CYP1A1 dan CYP1B1 yang meningkatkan jumlah metabolit estrogen. Sedangkan fase kedua adalah mereduksi enzim detoksifikasi yaitu catechol
O-methyltransfrase (COMT) dan glutathione
S- transferase (GST). Enzim COMT dan GST berfungsi sebagai penghambat reaksi yang dilakukan oleh metabolit oksidatif estrogen namun karena tereduksi oleh CYP maka aktivitasnya rendah dan meningkatkan resiko karsinogenesis pada mammae. Proses ini menimbulkan estrogen dalam jaringan mammae dapat terukur lebih tinggi 10-50 kali daripada estrogen dalam darah (Yager and Nancy, 2006). Proses sirkulasi juga mempengaruhi tinggi rendahnya kadar estrogen yang terukur melalui serum atau plasma darah. Hormon estrogen tidak terukur signifikan karena sirkulasi hormon estrogen melalui darah ke seluruh tubuh.
Kadar estrogen yang tinggi dalam tubuh mengakibatkan tidak seluruh estrogen berikatan dengan ER dalam fungsinya untuk memicu proliferasi sel mammae. Sebagian estrogen yang bebas digunakan sebagai substrat Cytochrome P-450 dan menyebabkan kerusakan DNA melalui oksidasi reaksi cincin aromatik A yang menghasilkan metabolit oksidasi berupa catechol estrogen. Catechol estrogen akan teroksidasi lagi menjadi
7 reaktif dan tidak stabil. Proses oksidasi tersebut diperantarai oleh enzim cathecol O-methyltransferase (COMT) yang akan mengikat ER. Dalam bentuk semiquinon dan quinon, estrogen dapat membentuk ikatan tidak stabil dengan basa nitrogen
adenine dan guanine di DNA melalui siklus redox (reduksi-oksidasi). Dalam siklus redox terjadi reduksi estrogen dari bentuk semiquinon dan quinon kembali menjadi
bentuk catechol estrogen yang memicu ROS (Reactive Oxygen Species) (Yager and Nancy, 2006).
Metabolit estrogen bersifat berpotensi genotoksik dan karsinogenik. Sedangkan ketidakseimbangan ROS yang dihasilkan dari metabolisme estrogen juga dapat merusak DNA secara oksidatif (Crooke et al., 2006). Kerusakan DNA secara oksidatif akibat ikatan estrogen dan reseptornya dapat menyebabkan mutasi
tumor suppressor gen yaitu p53 pada
mammae. Pada kondisi normal, p53 berfungsi untuk mengendalikan pertumbuhan sel mammae, tetapi dalam kondisi kanker mammae gen p53 tidak mampu mengendalikan proliferasi sel mammae.
KESIMPULAN
Induksi DMBA dengan dosis 10 mg/kgBB secara subkutan pada mammae dapat meningkatkan kadar estrogen pada serum darah tikus sebanyak 0,7 kali.
SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan estrogen dengan kejadian kanker mammae yang dibuktikan dengan analisa ekspresi estrogen menggunakan metode immunohistokimia di jaringan mammae pasca induksi DMBA
2. Perlu dilakukan perbaikan metode pengambilan sampel serum untuk uji ELISA dengan melakukan swab vagina agar mengetahui siklus estrus yang sedang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, V.J., K.M. Evans, J. Sampson, and J. L. N. Wood. 2010. Methods and Mortality Result of A Health Survey of Purebred Dogs in the UK. Journal of Small Animal Practice (2010) 51;
512-524.
Cordeiro, M.C., and Kaliwal B.B. 2011. Antioxidant Activity of Bark Extract of Bridelia Retusa Spreng on Dmba Induced Mammary Carcinogenesis in Female Sprague Dawley Rats.
Journal of Pharmacognosy Vol. 2, Issue 1, 2011; 14-20.
Crooke, P.S., Marylyn D.R., David L.H., Sheila D., Nady R., Fritz F.P. 2006. Estrogens, Enzyme Variants, and Breast Cancer : A Risk Model.
Cancer Epidemiol Biomarkers Prev 2006; 15; 1620-1629.
Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 20. Jakarta. EGC.
Terjemahan dari Review of Medical Physiology : 486-507.
Gruber CJ, Tschugguei W, Schneebeger C, Huber JC. 2002. Production and action of estrogens. N Engl J Med
2002; 346: 340-50.
Held, Paul. 2012. An Introduction to
8
Measurement of ROS in Cell. Biotek
Instrument Inc. USA.
Lee LL, Lee JSC, Waldman SD, Casper RF, Grynpas MD. 2002. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons Present in Cigarette Smoke Cause Bone Loss in an Ovariectomized Rat Model. 2002;
30: 917–923.
Meiyanto, E., Sri T., Sri S., Retno M., Sugiyanto. 2007. Penghambatan karsinogenesis kanker payudara tikus terinduksi DMBA pada fase post inisiasi oleh ekstrak etanolik daun Gynura procumbens (Lour), Merr.
Majalah Farmasi Indonesia, 18(4), 169 – 175, 200.
Mueller, S.O., James A.C., Page H.M., and Kenneth S.K. 2002. Mammary Gland Development in Adult Mice Requires Epithelial and Stromal Estrogen Receptor α. Endocrinology 143(6):2357–2365
Naciff, J.M., M. Lynn J., Suzanne M. T., Gregory J. C., Jay P. T., Gary J. O., and George P. D. 2002. Gene Expression Profile Induced by 17 a -Ethynyl Estradiol, Bisphenol A, and Genistein in the Developing Female Reproductive System of the Rat.
Toxicological Sciences 2002,68 :184–199
Park, J.H., Dipti M., Alexander J.F., Ronald G.H., Ian A.B., Trevor M.P. 2009. Aryl Hydrocarbon Receptor Facilitates DNA Strand Breaks and 8-Oxo-2-deoxyguanosine Formation by the Aldo-Keto Reductase Product Benzo[a]pyrene-7,8-dione. J. Biol.
Chem. 2009, 284 : 29725-29734.
Pugalendhi, P., Shanmugam M., Kathiresan S., Nagarethinam B. 2011. Genistein and daidzein, in combination, protect cellular integrity during 7,12-dimethylbenz[a]anthracene (DMBA) induced mammary carcinogenesis in sprague-dawley rats. Afr J Tradit
Complement Altern Med 8(2):91-9.
Smith, AD. 2000. Oxford Dictionary of
Biochemistry and Molecular Biology.
Revised Ed. London : Oxford
University Pr. pp. 345.
Yager, J.D., Nancy, E.D. 2006. Estrogen Carcinogenesis in Breast Cancer.
New England Journal of Medicine 2006, 354 ; 270-282.
Zatloukal, J., J. Lorenzova, F. Tichy, A. Nechas, H. Kecova, P. Kohout. 2005. Breed and Age as Risk Factors for Canine Mammary Tumours. ACTA