• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Ekspresi IL-1α dan TNF-α pada Ovarium Tikus (Rattus norvegicus) Model Ca Mammae Hasil Induksi Multiple Low Dose DMBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Ekspresi IL-1α dan TNF-α pada Ovarium Tikus (Rattus norvegicus) Model Ca Mammae Hasil Induksi Multiple Low Dose DMBA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

Studi Ekspresi IL-1α dan TNF-α pada Ovarium Tikus (Rattus norvegicus) Model Ca Mammae Hasil Induksi Multiple Low Dose DMBA

Study Expression of ovary IL-1α and TNF-α on Mammary Cancer Rat (Rattus norvegicus) Models Induced by Multiple Low Dose of DMBA

Reny Purnama Hadi, Dyah Ayu Oktavianie A.P, Anna Roosdiana Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Program Kedokteran Hewan,

Universitas Brawijaya

[email protected]

ABSTRAK

Kanker mammae merupakan kanker yang paling sering menyerang hewan betina usia produktif. Senyawa 7,12 Dimetylbenz [a] Antracene (DMBA) merupakan salah satu zat karsinogenik yang dapat menginisiasi terjadinya kanker mammae (Ca Mammae) melalui kerusakan DNA dan inflamasi. Interleukin-1 Alpha (IL-Interleukin-1α) dan Tumor Nuclear Factor Alpha (TNF-α) merupakan jenis sitokin proinflamatori yang turut berperan dalam terjadinya inflamasi pada kanker. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh induksi DMBA terhadap ekspresi IL-1α dan TNF-α pada ovarium tikus. Tikus putih (Rattus norvegicus) strain Sprague-dawley betina berusia 10-12 minggu, terbagi dalam dua kelompok, kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Induksi DMBA diberikan Multiple Low Dose (MLD) sebesar 10 mg/kg BB secara subkutan pada daerah mammae sebanyak 10x induksi yang diberikan setiap dua hari sekali. Induksi estrogen diberikan secara intramuskular dengan dosis 20.000 IU/kg BB sebanyak dua kali dalam seminggu. Ekspresi IL-1α dan TNF-α pada ovarium tikus diamati dengan menggunakan metode imunohistokimia (IHK). Analisa data dilakukan secara kuantitatif menggunakan uji T parametrik tidak berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi DMBA mampu meningkatkan ekspresi IL-1α sebesar 25x (20.01±0.40) dan peningkatan ekpresi TNF-α sebesar 7,9x (15.09±0.23) dengan α=0,05.

Kata kunci: DMBA, IL-1α, Kanker mammae, Ovarium, TNF-α,

ABSTRACT

Mammary cancer is a cancer that occurred in mammary tissue and it is one of the most commonly cancer that affects productive females animal. 7,12 Dimetylbenz [a] Antracene (DMBA) is one of the carcinogenic substances that can initiate the occurrence of mammary cancer through DNA damage and inflammation. Interleukin-1 Alpha (IL-1α) and Tumor Nuclear Factor Alpha (TNF-α) are proinflammatory cytokine that play the main role of inflammation in cancer. This study was conducted to determine the effect of DMBA induction to the expression of IL-1α and TNF-α on rat ovary. Female Sprague-dawley rats (Rattus norvegicus) of 10-12 weeks old have been separated into two groups, the control group and the treatment group. DMBA induction was done through subcutaneous injection on the mammary using Multiple Low Dose (MLD) of 10 mg/kg BW every two days for 10 times. Estrogen induction was administrated intramuscularly at dose 20.000 IU/kg BW two times a week. The expression of IL-1α and TNF-α on the rat ovary were observed by immunohistochemistry (IHC) method. Analysis was perfomed quantitatively by parametric independent T test. The results showed that DMBA induction significantly increase the IL-1α expression at 25x (20.01±0.40) and TNF-α expression at 7,9x (15.09±0.23) with α= 0,05.

(2)

2 PENDAHULUAN

Carcinoma (Ca) mammae atau kanker

mammae merupakan salah satu kejadian kanker yang paling sering terjadi pada hewan betina. Kasus kanker mammae dapat terjadi pada anjing, kucing, dan juga kuda. Akan tetapi, kebanyakan kasus lebih sering terjadi pada anjing. (Amstrong, 2009).

Penelitian mengenai Ca mammae telah banyak dilakukan untuk mempelajari lebih lanjut mengenai patomekanisme penyakit tersebut. Zat karsinogen DMBA merupakan zat yang paling sering digunakan dalam pembuatan hewan model Ca mammae. Zat DMBA diketahui memiliki sifat karsinogenik yang lebih stabil dibandingkan zat karsinogenik yang lain (Currier, 2005).

Induksi DMBA akan dimetabolisme di dalam tubuh membentuk suatu metabolit aktif berupa senyawa epoxide dihidrodriol.

Senyawa aktif tersebut akan berikatan dengan DNA dan menimbukan kerusakan pada DNA yang disebut dengan DNA adduct. Hasil metabolisme aktif DMBA, yang merupakan senyawa karsinogen juga dapat meningkatkan jumlah ROS (reactive oxygen species) dalam sel premaligna. Peningkatan jumlah ROS akan mengakibatkan kerusakan jaringan secara sistemik yang ditandai dengan adanya peningkatan sitokin-sitokin proinflamatori termasuk Interleukin-1 alpha (IL-1α) dan

Tumor Nuclear Factor Alpha (TNF-α)

(Anggarwal et al., 2006).

Pemberian DMBA dapat memberikan efek samping berupa inflamasi pada organ-organ di sekitar mammae, yang terpapar oleh zat metabolit aktif dari DMBA (Ranita dan Widyarini, 2010). Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh induksi DMBA pada mammae terhadap kerusakan ovarium tikus dengan melihat ekspresi IL-1α dan TNF-α.

MATERI DAN METODE

Alat dan bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: mikroskop Olympus, mikrotom, obyek glass, cover glass, timbangan analitik, seperangkat alat gelas, entellan.

Bahan yang digunakan adalah: tikus putih (Rattus norvegicus) usia 10-12 minggu, 7,12 dimetylbenz (α) antrasene (DMBA), minyak biji bunga matahari, normal saline (NS), NaCl fisiologis, antibodi primer IL-1α (Anti-Rabbit IL-1 alpha), antibodi primer TNF-α (Anti-Rabbit TNFα), antibodi sekunder (Goat Anti Rabbit IgG biotin

labeled), Xylol absolut, Etanol absolut,

Aquades, paraformaldehyde (PFA) 4%,

Phosphate Buffer Saline (PBS) pH 7.4,

PBS-tween, buffer sitrat pH 6, EDTA pH 8,

Hydrogen Perokssida (H2O2), methanol, susu skim 1%, SA-HRP (Strep Avidin Horse

Radish Peroxidase), DAB (Diamano

(3)

3

Perlakuan Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus

norvegicus) strain Sprague-dawley betina

yang berusia kurang lebih 10-12 minggu dengan aklimatisasi selama 1 minggu. Hewan coba dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok kontrol (A) dan kelompok perlakuan (B).

Perhitungan Dosis DMBA dan Estrogen

DMBA ditimbang dengan dosis 10 mg/kg BB. DMBA dilarutkan dalam pelarut sesuai dengan metode dari Pugalendhi et al (2011). Estrogen diberikan dengan dosis 20.000 IU/kg BB .

Pembuatan Hewan Model Ca. Mammae

Pembuatan hewan model dilakukan dengan induksi DMBA secara subkutan (SC) pada mammae tikus setiap 2 hari sekali. Induksi estrogen diberikan secara intramuskular (IM) sebanyak dua kali dalam seminggu dengan interval waktu pemberian setiap 4 hari sekali, bergantian dengan pemberian induksi DMBA.

Pemeriksaan Terbentuknya Ca. Mammae.

Pemeriksaan dilakukan dengan penimbangan berat badan dan palpasi pada bagian mammae. Palpasi ini bertujuan untuk mengamati apakah telah terbentuk nodul pada

mammae tikus. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali.

Pengambilan Organ dan pembuatan preparat Ovarium Tikus

Pengambilan organ pada hewan coba dilakukan pada hari ke-28. Hewan coba dieuthanasi dan diposisikan rebah terlentang, kemudian disayat pada bagian abdomen untuk dilakukan pengambilan organ ovarium. Organ yang telah diambil, dicuci dengan NaCl fisiologis untuk selanjutnya disimpan dan direndam dalam pot berisi PFA 4%. Pembuatan preparat dari organ ovarium dilakukan dengan metode dari Muntiha (2001).

Pengamatan Ekspresi IL-1α dan TNF-α

Pemeriksaan ekspresi IL-1α dan TNF-α dilakukan menggunakan uji IHK atau Imunohistokimia dengan metode yang dijelaskan oleh Hayat (2005). Hasil selanjutnya diamati dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x. Pengamatan ekspresi IL-1α dan TNF-α dengan mengukur presentase area menggunakan software Axio Vision melalui pengamatan 5 bidang pandang.

Analisa Data

Data perhitungan persentase area ekspresi IL-1α dan TNF-α dianalisa secara statistika kuantitatif menggunakan Uji T (T

(4)

4

test) parametrik tidak berpasangan dengan

α=0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan Nodul Kanker

Pengamatan pada hari ke-14 menunjukkan bahwa telah terdapat bentukan nodul atau benjolan pada bagian abdomen tikus kelompok perlakuan. Menurut McCarthy et al (2003), kanker pada kelenjar mammae dapat didiagnosis melalui adanya benjolan pada daerah sekitar mammae yang ditandai dengan adanya massa padat, keras dan unmobile atau tidak bergerak. Pada penelitian ini, pada proses palpasi menunjukkan adanya benjolan massa padat yang keras dan tidak beraturan pada bagian mammae tikus yang tidak dapat digerakkan atau unmobile. Bentukan massa padat (nodul) semakin membesar dan mengeras pada hari ke-28 atau satu minggu setelah 10x induksi diberikan. Hal ini menunjukkan massa kanker telah terbentuk pada mammae tikus.

Pemberian induksi DMBA secara subkutan menyebabkan paparan DMBA langsung menuju ke organ target yaitu mammae. Kerusakan DNA oleh metabolit aktif DMBA akan menyebabkan mutasi DNA dan menginaktivasi Tumor Suppressor Gen (p53). Gen p53 merupakan penghambat pertumbuhan sel. Inaktivasi dari gen tersebut menyebabkan proliferasi sel terjadi secara terus-menerus (Aman, dkk., 2010).

Berdasarkan pernyataan diatas, metabolit aktif DMBA akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel, sehingga muncul massa sel pada mammae yang disebut dengan nodul.

Pemberian estradiol bertujuan untuk mempercepat terjadinya kanker mammae. Kwi et al (2013) menyatakan bahwa estradiol mampu meregulasi peningkatan ekspresi P450 melalui ikatannya dengan estrogen

receptor (ER). Dengan demikian dalam

penelitian ini, pemberian estradiol mampu meregulasi sitokrom P450 yang kemudian berfungsi untuk memetabolisme DMBA. Semakin banyaknya DMBA yang termetabolisme, maka kanker yang terbentuk akan semakin cepat.

Pengaruh DMBA terhadap ekspresi IL-1α dan TNF-α pada Ovarium TIkus Ca.Mammae

Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi DMBA dan estrogen mampu meningkatkan eskspresi IL-1α dan TNF-α pada ovarium tikus. Hasil pada Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan ekspresi warna coklat pada gambar B memiliki intensitas yang lebih tinggi dibandingkan gambar A. Hal ini menunjukkan bahwa ekspresi pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan ekspresi pada kelompok kontrol.

(5)

5 Gambar 1 Ekspresi IL-1α dan Pada Ovarium Tikus

(perbesaran 400x). A= ovarium tikus kelompok kontrol; B= ovarium tikus kelompok perlakuan induksi DMBA 10mg/kg BB; ( ) = ekspresi IL-1α pada nukleus sel epitel ovarium.

Gambar 2 Ekspresi TNF-α Pada Ovarium Tikus (perbesaran

400x). A= ovarium tikus kelompok kontrol negatif (p1); B= ovarium tikus kelompok perlakuan (p2) induksi DMBA 10mg/kg BB; ( ) = ekspresi TNF-α pada sitoplasma sel epitel ovarium.

Tabel 1 Rata-Rata Persentase Area Ekspresi IL-1α dan TNF-α pada Ovarium Tikus Kelompok Rata-rata Ekspresi

IL-1α ± SD (%) Rata-rata Ekspresi TNF-α ± SD (%) Peningkatan ekspresi IL-1α dibandingkan kontrol Peningkatan ekspresi TNF-α dibandingkan kontrol Kontrol (A) Perlakuan (B) 0.78 ± 0.03 20.01 ± 0.40 1.7 ± 0.05 15.09 ± 0.23 - 25 x - 7,9 x

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata persentase area pada kelompok perlakuan menunjukkan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil uji T parametrik tidak berpasangan yang telah dilakukan, juga menunjukkan bahwa ekspresi pada kelompok perlakuan memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan ekspresi pada kelompok kontrol.

Secara normal, sitokin IL-1α dan TNF-α berperan dalam proses ovulasi dan mekanisme ovuratori pada ovarium. IL-1α memiliki peranan dalam aksi perbaikan luka pada permukaan epitelium ovari dalam proses

post-ovulasi (Papacleovoulou et al., 2011), sedangkan TNF-α berfungsi dalam merangsang terjadinya aksi apoptosis dalam proses ruptur folikel (Murdoch et al., 2014).

Berdasarkan hasil yang diperoleh, peningkatan jumlah ekspresi IL-1α dan TNF-α pada organ ovarium dalam kelompok perlakuan disebabkan karena pemberian DMBA. Menurut Gunawan et al (2005), zat asing yang diinduksikan secara subkutan akan didistribusi melalui jaringan kulit menuju pembuluh kapiler. Dengan demikian, zat DMBA yang masuk melalui kapiler akan menuju ke peredaran darah sistemik untuk

(6)

6 selanjutnya dimetabolisme di hepar oleh sitokrom p-450. Devasagayam et al (2004) menyebutkan bahwa proses metabolisme suatu senyawa, mampu menghasilkan produk berupa Reactive Oxygen Species (ROS). Sesuai dengan penjelasan tersebut, proses metabolisme dari zat DMBA tersebut menghasilkan produk senyawa radikal bebas yaitu ROS yang mudah untuk diikat oleh darah dan masuk ke dalam aliran darah sistemik dan menuju ke ovarium.

Sel-sel kanker yang terbentuk akibat paparan DMBA, mampu menginisiasi terjadinya inflamasi melalui respon tubuh terhadap peningkatan ROS. Menurut Baratawidjaja dan Rengganis (2010), sel-sel kanker yang abnormal memicu terjadi respon imun tubuh, dimana menyebabkan terjadinya proses fagositosis sel kanker. Peningkatan jumlah ROS oleh kanker dapat diakibatkan karena ROS merupakan byproduct atau senyawa yang dihasilkan dari adanya proses fagositosis. Baratawidjaja, (2006) menyebutkan, senyawa ROS yang terdistribusi melalui aliran darah menyebabkan kondisi stres oksidatif secara sistemik. Sehingga, pada penelitian ini stres oksidatif tidak hanya terjadi pada mammae, melainkan juga pada organ lain disekitar mammae yaitu ovarium.

Kanker mammae dapat menyebabkan terganggunya siklus hormonal dalam tubuh. Pada kanker mammae terjadi gangguan secara

hormonal dimana estrogen pada jaringan meningkat. Estrogen dibutuhkan sel kanker sebagai faktor untuk proliferasi sel, sehingga sel-sel kanker akan terus berkembang. Tingginya kebutuhan estrogen oleh sel kanker memicu ovarium untuk menghasilkan estrogen lebih banyak. Peningkatan jumlah estrogen yang dihasilkan oleh ovarium ini tidak hanya berpengaruh dalam petumbuhan sel kanker, tetapi juga mampu memicu terbentuknya ROS di ovarium akibat adanya proses metabolisme oksidatif dari estrogen. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang ditulis oleh Yager and Davidson (2006).

Peningkatan ROS pada ovarium kelompok perlakuan menyebabkan ketidak seimbangan oksidan dan antioksidan (kondisi stres oksidatif). Stres oksidatif memicu neutrofil dan makrofag untuk menghasilkan sitokin proinflamasi pada ovarium sehingga terjadi peningkatan ekspresi sitokin proinflamasi, yaitu IL-1α dan TNF-α (Devine

et al., 2012).

Kondisi stres oksidatif yang terjadi pada ovarium, memungkinkan sel-sel epitel pada ovarium untuk menghasilkan IL-1α dalam jumlah yang tinggi. Rider et al (2011) menyatakan bahwa IL-1α merupakan sitokin promoter yang banyak diekspresikan dalam kondisi hypoxia atau stres fisiologis. IL-1α banyak ditemukan dalam sel pada kondisi tubuh yang abnormal, dan aktif dalam lingkungan intraseluler terutama nukleus serta

(7)

7 berfungsi sebagai regulator transkripsi yang berpengaruh dalam proses inflamasi serta imunitas di lur sel. Berdasarkan pernyataan tersebut, peningkatan IL-1α terjadi sebagai bentuk respon tubuh dengan adanya kondisi stres oksidatif pada ovarium yang diakibatkan oleh akumulasi dari ROS yang tinggi. Aktivasi Nuclear factor kappa beta (NF-kB) oleh ROS akan distranslokasikan ke nukleus untuk mengikat DNA target dan menginduksi aktivasi sitokin IL-1α pada nukleus. Sitokin IL-1α yang terdapat pada nukleus akan berikatan dengan IL1 reseptor (IL1R1) dan teraktivasi. Sitokin IL1 α yang telah aktif, selanjutnya akan ditransportasikan ke wilayah extraseluler sebagai bentuk pertahanan sistem imun diluar sel serta mengaktivasi respon imun yang lainnya untuk meregulasi sistem imun dengan cara mempromosikan reaksi inflamasi (Rider et al, 2011). Berdasarkan pernyataan tersebut, sitokin IL-1α pada ovarium dapat memicu aktivasi sel T untuk menghasilkan IFN γ yang berfungsi untuk merangsang sintesis TNF-α dan menimbulkan reaksi inflamasi. Interleukin 1 Alpha (IL-1α) berperan dalam aktivasi sel T untuk meningkatkan ekspresi reseptor terhadap

Interleukin 2 (IL-2) dan Interferon gamma

(IFNγ) dari sel T yang berfungsi dalam proliferasi sel serta mengaktivasi makrofag untuk menghasilkan TNF-α, dan bekerja secara sinergis untuk mempromosikan

inflamasi pada ovarium. hal ini sesuai dengan pernyataan dari Germano et al (2008).

Menurut Baratwidjaja (2006), TNF-α merupakan sitokin utama dalam proses inflamasi akut, namun pada kasus infeksi yang berat dapat memicu produksi TNF-α dalam jumlah yang berlebih dan menimbulkan reaksi inflamasi sistemik. Oleh sebab itu, pada penelitian ini, akumulasi senyawa ROS pada ovarium memicu aktivasi makrofag pada sel-sel epitel ovarium untuk menghasilkan sitokin proinflamatori TNF-α sebagai bentuk respon sel terhadap kondisi stres oksidatif. Makrofag yang teraktivasi akan mengekspresikan protein Mayor Histocompatibility Complex (MHC) kelas II

pada permukaan sel dan berikatan dengan reseptor sel T (Tcr) dari sel T helper (Th). Aktivasi dari makrofag tersebut selanjutnya akan memicu makrofag untuk mensekresikan TNF-α. Sitokin TNF-α selanjutnya akan diaktivasi oleh TNF reseptor (TNFR) pada bagian sitoplasma untuk menghasilkan reaksi inflamasi. Dengan demikian, aktivasi TNF-α yang terjadi pada ovarium, akan menyebabkan terjadinya inflamasi pada ovarium.

Peningkatan ekspresi IL-1α dan TNF-α pada ovarium ini menunjukkan bahwa induksi DMBA pada mammae mampu menyebabkan kerusakan pada ovarium yang ditandai dengan adanya inflamasi pada ovarium. Tingginya ekspresi IL-1α dan

(8)

TNF-8 α pada ovarium ini menunjukkan bahwa proses inflamasi yang terjadi pada ovarium telah mencapai ke tingkat kronis. Hal ini disebabkan karena IL-1α dan TNF-α merupakan sitokin proinflamasi yang diketahui memegang peranan dalam reaksi inflamasi kronis. IL-1α bekerja dengan merangsang sekresi IFNγ oleh sel Th1 dan sel NK, yang selanjutnya akan mengaktifkan makrofag untuk meproduksi TNF-α. IFNγ dan TNF-α bekerja secara sinergis dalam inisiasi respon inflamasi kronis (Baratawidjaja, 2006).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, dapat disimpulkan bahwa induksi 7,12 dimethylbenz [a] antrachen (DMBA) dengan dosis 10 mg/kg BB pada mammae tikus (Rattus norvegicus) mampu menyebabkan terjadinya kanker mammae serta meningkatkan ekspresi IL-1α dan TNF-α pada ovarium tikus sebagai efek dari inflamasi sistemik.

SARAN

Sebagai penelitian lebih lanjut, perlu dilakukan observasi lebih dalam terkait dengan dampak induksi DMBA dalam pembuatan hewan model Ca Mammae terhadap ovarium, apakah mampu menyebabkan kanker atau hanya inflamasi.

DAFTAR PUSTAKA

Aman, R.A., S. Gondhowiardjo, A. Rachman, A.SD. Suriadiredja, E. Syahruddin, D.L. Tobing, A. Munandar, H. Kodrat. 2010. Basic Science of Oncology:

Ilmu Onkologi Dasar. Jakarta: Badan

Penerbit FK UI.

Amstrong, S. 2009. Homeopathic Approach

to Cancer in Animal. Homeopathy in

Practice. Page 56-59.

Anggarwal, B.B., S. Shishodia, S.K. Sandur, M.K. Pandey, G. Sethi. 2006. Inflammation and Cancer: How hot is the Link. J Biochemical Pharmacology 72:1605-1621.

Baratawidjaja, K. 2006. Imunologi Dasar. Ed 7. Jakarta: Penerbit FK UI.

Baratawidjaja, K. dan I. Rengganis.

Imunologi Dasar. Ed 9. Jakarta:

Penerbit FK UI.

Currier, N. 2005. Oncogenic Signaling Pathways Activated in DMBA-Induced Mouse Mammary Tumors.

Toxicol Pathol 2005 33: 726. DOI:

10.1080/01926230500352226.

Devine, P.J., S.D. Perreault, and U. Luderer. 2012. Roles of Reactive Oxygen Species and Antioxidant in Ovarian Toxicity. Biol Reprod Journal

86(2):27.

Devasagayam, T.P.A., J.C Tilak, K.K Boloor, S.S. Ketaki, S.G. Saroj, R.D. Lele. 2004. Free Radicals and Antioxidants in Human Health: Current Status and Future Prospects.Journal of Association of Physicians of India (JAPI)52: 796.

Germano, G., A. Paola, M. Alberto. 2008. Cytokines as a Key Component of Cancer-Related Inflammation.

Cytokines Journal 43:374-379.

Gunawan, S.G., R. Setiabudi, Nafrialdi, dan Elysabeth. 2005. Farmakologi dan

Terapi Ed.5. Jakarta: Balai Penerbit

FK UI.

Hayat, M.A. 2005. Handbook of Immunohistochemistry and In situ Hybridization of Human Carcinomas,

(9)

9

vol 3: Molecular Genetics, Inner

Carcinoma, and Pancreatic

Carcinoma. Department of Biological

Science. Kean University Union: New Jersey.

Kwi, H.K., S. Jurkovic, K. Yang, S. Choi, Jin W. Jung, Kwang P. Kim, W. Zhang, and H. Jeong. 2012. Estradiol Induced Cytochrome P450 2B6 Expression at High Concentrations: Implication in Estrogen-Mediated Gene Regulation in Pregnancy. Biochem Pharmacol

Journal 84(1): 93-103.

McCarthy, A., P.J. Bair, K.S. Latimer. 2003.

Canine Mammary Carcinoma.

Department of Pathology, Veterinary Medicine, University of Georgia, Athens, GA 30602-7388.

Muntiha, M. 2001. Teknik Pembuatan

Preparat Histopatologi dari Jaringan

Hewan dengan Pewarnaan

Hematoksilin Eosin (H&E). Temu

Teknis Fungsional Non Peneliti: Bogoe.

Murdoch, W.J., D.C. Colgin, and J.A. Ellis. 2014. Role of Tumor Necrosis Factor-α in the Ovulatory Mechanism of Ewes. J. Animal. Sci. 75: 1601-1605. Papacleovoulou, G., Hilary O. D. Critchley,

Hillier Stephen G., and Mason J. Ian.

2011. IL1α and IL4 Signalling in Human Ovarian Surface Epithelial Cells. Jurnal of Endocrinology 211, 273-283.

Pugalendhi, P., S. Manoharan, K. Suresh, and N. Baskaran. 2011. Genistein and Daidzen, In Combination, Protect cellular Integrity During 7,12-Dimethylbenz[A]Anthracene (DMBA) Induced Mammary Carcinogenesis In

Sprague-dawley Rats. Afr J Tradit Complement Altern Med. 8(2):91-97.

Ranita, T.B.M. dan S. Widyarini. 2010.

Dampak Induksi Karsinogenesis

Glandula Mammae dengan 7, 12

dimetilbenz(α)antrasen terhadap

Gambaran Histopatologis Lambung

Tikus Sprague Dawle. Jurnal

Veteriner Vol.11 No.1: 17-23

Rider, P., Y. Carmi, O. Guttman, A. Braiman, I. Cohen, E. Voronov, M.R. White, C.A. Dinarello, and R.N Apte. 2011. IL-1α and IL-1β Recruit Different Myeloid Cell and Promote Different

Stages of Sterile Inflammation.

J.Immunol, DOI:10.4049.2202048. Yager, J.D. and N.E. Davidson. 2006.

Estrogen Carcinogenesis in Breast Cancer. New England Journal of

Gambar

Tabel 1 Rata-Rata Persentase Area Ekspresi IL-1α dan  TNF-α pada Ovarium Tikus  Kelompok  Rata-rata Ekspresi

Referensi

Dokumen terkait

Morfologi mikrokapsul ranitidin HCl dapat dilihat pada Gambar 1-4 Hasil yang diperoleh memperlihatkan mikrokapsul berbentuk sferis, dan terdapat mikrokapsul yang tidak

Sindrome patau merupakan penyakit kelainan genetik dengan kromosom 13.trisomi 13 adalah salah satu penyakit yang melibatkan kromosom, yaitu struktur yang

Lantai satu disebut Tenda merupakan tempat tinggal dimana pada lantai ini dapat dibagi atas dua zoning, yaitu: Lutur merupakan zoning public yang digunakan

Jadi, pada dasarnya praktikum petrografi hampir sama dengan mineral optik, yang membedakan yaitu pada praktikum petrografi, mengamati keseluruhan mineral pada batuan yang

Dari ketiga hasil tersebut, dengan menggunakan metode pemilihan usaha Mutually exclusive alternative project maka usaha kerajinan Coslat Rotan Furniture yang memiliki NPV, IRR,

Dengan mengaplikasikan Single Index Model dan metode Markowitz dalam pembentukan portofolio optimal dan perhitungan risiko individual emiten dan risiko pada portofolio optimal

hidrogennya yang ditandai dengan perubahan warna ungu menjadi kuning [10]. Namun jika dibandingkan dengan pembanding yaitu kitosan 1,5%, aktivitas antioksidan

Dalam kaitannya dengan Indonesia yang merupakan negara agraris yang besar dan memiliki keanekaragaman hayati, seharusnya Indonesia memiliki sektor andalan yang dapat