• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DENGAN METODE SELF ASSESSMENT (Studi Pada Kantor Pos Surabaya 60000)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DENGAN METODE SELF ASSESSMENT (Studi Pada Kantor Pos Surabaya 60000)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DENGAN METODE SELF ASSESSMENT

(Studi Pada Kantor Pos Surabaya 60000) Erni Kumalasari

cute_angel@ymail.com Ikhsan Budi Riharjo

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya ABSTRACT

This research is meant to find out and to analyze company management at PT. Pos Indonesia (Persero) Surabaya area which is located on Jalan Kebon Rojo no. 10, by using self assessment method. Based on the result of analysis and discussion related to the proper company management which is performed by using self assessment method, it can be concluded that a proper company management at PT. Pos Indonesia (Persero) Surabaya Area 60000 has been realized in accordance with clean moral, transparency and professionalism (BTP) which are implemented in each job description and in the regulations as well as in the policies which are determined by the head office. This independent result which is stated in the key performance indicator (KPI) reflects a good individual performance. The relation among employees in carrying out their tasks is to give additional value to the company. This independent assessment is, of course, cannot be separated from the important role of auditing and quality control department who perform monitoring as well as to give suggestion recommendation for the importance of company welfare. The validity of independent assessment also involves the roles of the employees from different working units and customers in the assessment.

Keywords: Good Corporate Governance, Clean, Transparency and Professionalism (BTP), Independent Assessment.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tata kelola perusahaan pada PT. Pos Indonesia (Persero) kantor wilayah Surabaya yang beralamat di jalan Kebon Rojo no. 10 dengan menggunakan metode penilaian mandiri (self assesment). Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang terkait dengan penerapan tata kelola perusahaan yang baik dengan menggunakan metode penilaian mandiri, dapat disimpulkan bahwa tata kelola perusahaan yang baik pada PT. Pos Indonesia (Persero) wilayah Surabaya 60000 diwujudkan dalam moral Bersih, Transparan dan Profesional (BTP) yang di terapkan pada masing-masing job description serta peraturan maupun kebijakan yang ditentukan oleh kantor pusat. Hasil penilaian mandiri yang dituangkan pada key performance indicator (KPI) mencerminkan kinerja individu yang baik. Adanya keterkaitan antara karyawan satu dan lainnya dalam menjalankan tugas untuk memberikan nilai tambah pada perusahaan. Penilaian mandiri ini tentu saja tidak lepas dari peran penting bagian audit dan mutu yang melakukan pengawasan serta pemberian rekomendasi saran untuk kepentingan kesejahteraan perusahaan. Kebenaran penilaian mandiri juga melibatkan peran karyawan berbeda unit kerja dan konsumen dalam penilaian.

Kata kunci: Tata kelola perusahaan yang baik, moral bersih, transparan dan profesional (BTP), penilaian mandiri.

(2)

PENDAHULUAN

Kinerja yang kurang baik dan rendahnya daya saing perusahaan-perusahaan milik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diidentifikasi merupakan akar dari krisis keuangan yang melanda negara kita. Sebenarnya Indonesia di dukung oleh sumber daya alam yang melimpah, populasi penduduk yang banyak, serta tenaga kerja yang kompeten. Tetapi, pencapaian prestasi itu tidak didukung oleh tata kelola perusahaan yang baik sehingga disinyalir sebagai penyebab terjadinya krisis ekonomi. Sebagaimana dikemukakan oleh Baird (dalam Maksum, 2005) bahwa:

“salah satu akar penyebab timbulnya krisis ekonomi di Indonesia dan juga di berbagai negara Asia lainnya adalah buruknya pelaksanaan corporate governance (tata kelola perusahaan) dihampir semua perusahaan yang ada, baik perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah (BUMN) maupun yang milik swasta. Dengan buruknya pelaksanaan corporate governance, maka tingkat kepercayaan para pemilik modal menjadi turun karena investasi yang mereka lakukan menjadi tidak aman. Hal ini tentu akan diikuti dengan tindakan penarikan atas investasi yang sudah ditanamkan, sementara investor baru juga enggan untuk melakukan investasi.”

Surat keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang penerapan praktek Good Corporate Governance (GCG) pada Badan Usaha Milik Negara dan telah disempurnakan dengan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance). Pada Badan Usaha Milik Negara menekankan kewajiban bagi BUMN untuk menerapkan GCG secara konsisten dan menjadikan prinsip-prinsip GCG sebagai landasan operasionalnya, yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, dan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki tanggungjawab untuk menerapkan standar GCG yang telah diterapkan di tingkat Internasional. Kebanyakan perusahaan menyadari pentingnya GCG, namun mereka menerapkan GCG hanya karena dorongan regulasi dan menghindari sanksi yang ada dibandingkan dengan menganggap bahwa prinsip-prinsip GCG merupakan bagian terpenting dari pembentukan kultur perusahaan.

Dalam melakukan penilaian terhadap suatu unit kerja, komite pemantauan dan evaluasi penerapan GCG dapat melakukan interview terhadap responden yang terdiri dari pejabat/pimpinan unit kerja dan/atau rekan setingkat, karyawan serta atasan dari pejabat/pimpinan unit kerja yang berkaitan. Kuesioner dibuat sebagai alat penilaian mandiri (self assesment) untuk mengetahui sejauh mana penerapan prinsip-prinsip GCG di lingkungan perusahaan. Dalam kasus ini, assesment terhadap penilaian GCG yang dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selama ini merupakan data perusahaan yang bersifat rahasia dan tidak dapat dipublikasikan. Assesment dilaksanakan berdasarkan metode, prosedur dan tolak ukur assesment yang dikembangkan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bersama dengan Kementrian BUMN sesuai kesepakatan tanggal 19 oktober 2006 yang mencakup: hak dan tanggungjawab pemegang saham/RUPS, kebijakan GCG, internal audit, sekretaris perusahaan, pengungkapan informasi (disclousure), dan komitmen.

(3)

Hasil assesment dituangkan pada laporan hasil evaluasi/penilaian penerapan GCG yang memberikan gambaran mengenai kondisi penerapan GCG pada Kantor Pos Surabaya dan termasuk memberikan langkah perbaikan yang direkomendasikan. Ukuran penilaian yang dimaksud dalam hal ini adalah pencapaian ukuran Best Practice, untuk mengetahui bagaimanakah praktik penerapan prinsip GCG dinilai dengan menggunakan metode self assesment dengan menggunakan pedoman GCG menurut KNKG dan surat keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 sebagai indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat maupun kualitas GCG perusahaan yang setelah itu diperbarui pada surat keputusan Menteri BUMN Nomor: 19/S.MBU/Tim GCG/2006 tanggal 31 oktober 2006 tentang assesment GCG BUMN. Dari hasil analisis penelitian tersebut diperoleh rekomendasi perbaikan atas kelemahan dalam pelaksanaan prinsip GCG yang perlu ditindaklanjuti secara optimal sesuai dengan kondisi spesifik kegiatan perusahaan. Tindak lanjut atas rekomendasi tersebut didasari dengan komitmen yang kuat dari semua pihak yang terkait yang diyakini akan meningkatkan praktik penerapan GCG pada Kantor Pos Surabaya menuju kondisi yang ideal.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan yang akan di angkat dalam penelitian sehingga dapat mengarahkan, membatasi dan memperjelas permasalahan yang ada. Maka perumusan masalah yang dapat diangkat adalah : (1) Bagaimanakah penilaian Good Corporate Governance pada PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Pos Surabaya 60000 dengan menggunakan metode self assesment?; (2) Apakah kendala yang dihadapi PT. Pos Indonesia (Persero) dalam menjalankan prinsip-prinsip Good Corporate Governance?.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penilaian Good Corporate Governance pada PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Pos Surabaya 60000 dengan menggunakan metode self assesment serta untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dialami perusahaan dalam menerapkan prinsip-prinsip GCG yang sesuai dengan peraturan yang ada.

TINJAUAN TEORETIS

Definisi Good Corporate Governance

Berikut beberapa definisi GCG baik menurut institusi maupun individu: (1) Forum of Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (dalam Lukman, 2010:14) mendefinisikan corporate governance yang disadur dari Cadbury Commite of United Kingdom sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder); (2) Bank Dunia (dalam Effendi, 2009:1) memberikan definisi GCG sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan; (3) Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No.117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN menyatakan bahwa corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organisasi BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan

(4)

tetap memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika; (4) Sesuai surat Nomor : S-359/MK.05/2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang pengkajian sistem manajemen BUMN dengan prinsip-prinsip good corporate governance, Menteri Keuangan meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan kajian dan pengembangan sistem manajemen BUMN yang mengacu pada GCG, dimana GCG memiliki definisi sebagai berikut GCG merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari nilai-nilai yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition); (5) Tim GCG BPKP mendefinisikan GCG dari segi soft definition yang mudah dicerna, sekalipun oleh orang awam, yaitu komitmen, aturan main, serta praktik penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika; (6) Akhmad Syakhroza (dalam emirzon, 2006:4) mendefinisikan Corporate Governance adalah suatu sistem yang dipakai “Board” untuk mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis, dan produktif.

Berdasarkan definisi-definisi yang dipaparkan di atas penulis menyimpulkan bahwa GCG merupakan suatu sistem, komitmen, aturan main, serta praktik penyelengaraan suatu bisnis yang mengelola dan mengawasi secara sehat dan beretika untuk meningkatkan kemakmuran perusahaan dengan cara meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan, serta merupakan bentuk pertanggungjawaban terhadap shareholders (pemegang saham) maupun stakeholders seperti pemerintah, masyarakat, karyawan. Berbagai macam definisi yang timbul disebabkan karena pada awalnya corporate governance lahir sebagai prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang harus dikembangkan oleh perusahaan agar tetap survive. Karena menyangkut prinsip dan nilai tersebut maka dalam praktiknya corporate governance muncul di tiap negara dengan isu yang berbeda-beda disesuaikan dengan sistem ekonomi yang ada disetiap negara. Selain itu dalam praktiknya, agar dapat dilaksanakan prinsip dan nilai corporate governance harus disesuaikan dengan kondisi yang ada pada suatu perusahaan dan sangat tergantung dengan bentuk perusahaan, jenis usaha dan komposisi kepemilikan modal perusahaan. Prinsip-Prinsip GCG

Prinsip-prinsip GCG sesuai dengan pasal 3 surat keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN sebagai berikut: Pertama, Transparansi (transparency), Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan pengungkapan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan; Kedua, Pengungkapan (disclousure), Penyajian informasi kepada para pemangku kepentingan, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan dan resiko usaha perusahaan; Ketiga, Kemandirian (independence), Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa konflik kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak maupun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; Keempat, Akuntabilitas (accountability), Kejelasan fungsi, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis; Kelima, Pertanggungjawaban (responsibility), Kesesuaian pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; Keenam, Kewajaran (fairness), Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan

(5)

yang timbul sebagai akibat dari perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan dalam pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada tahun 2006 menyebutkan 5 asas GCG antara lain: Pertama, Keterbukaan (Transparency), Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.

Pedoman pokok pelaksanaan

Transparency menurut KNKG meliputi: (a) Perusahaan harus menyediakan

informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat

diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai

dengan haknya; (b) Informasi yang harus diungkapkan meliputi : visi, misi,

sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan

kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh

anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya

dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen resiko, sistem

pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta

tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi

perusahaan; (c) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak

mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak

pribadi; (d) Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional

dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.

Kedua, Akuntabilitas (Accountability), Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Pedoman pokok pelaksanaan Accountability menurut KNKG meliputi: (a) Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggungjawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan; (b) Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggungjawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG; (c) Perusahaan harus memastikan adannya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan; (d) Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten denga sasaran perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system); (e) Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.

Ketiga, Tanggungjawab (Responsibility), Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggungjawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. Pedoman pokok pelaksanaan

(6)

Responsibility menurut KNKG meliputi: (a) Organ perusahaan harus berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws); (b) Perusahaan harus melaksanakan tanggungjawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama disekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.

Keempat, Independen (Independency), Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Pedoman pokok pelaksanaan Independency menurut KNKG meliputi: (a) Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif; (b) Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggungjawab antara satu dengan yang lain.

Kelima, Kewajaran (Fairness), Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Pedoman pokok pelaksanaan: (a) Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing; (b) Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan; (c) Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir, dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik. Manfaat Good Corporate Governance

Menurut (Effendi, 2009:65) manfaat yang bisa diperoleh dari penerapan prinsip-prinsip GCG di BUMN adalah: (a) Peningkatan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik; (b) Peningkatan efisiensi operasional perusahaan; (c) Peningkatan pelayanan kepada pemangku kepentingan; (d) Kemudahan untuk memperoleh dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak kaku, yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan; (e) Peningkatan minat investor untuk membeli saham BUMN tersebut telah go public.

Latar Belakang Self Assessment

Sesuai ketentuan Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, yang mengatur bahwa setiap BUMN wajib untuk melakukan pengukuran terhadap penerapan GCG, melalui penilaian (assessment) yang dilaksanakan secara berkala oleh penilai independen dan tindak lanjut atas rekomendasi perbaikan yang disampaikan dari hasil akhir penilaian.

Perlu disadari bahwa metode penilaian mandiri (self assessment) mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari metode ini adalah sederhana. Suatu perusahaan dapat dengan mudah menilai sendiri bagaimana nilai pelaksanaan Corporate Governance-nya dengan memberi angka kepada setiap bidang kuisioner dan

(7)

menjumlahkannnya. Sedangkan kekurangannya adalah assessment yang dilakukan tidak independen karena dilakukan sendiri dan dapat menimbulkan pertanyaan apakah assessment telah dilakukan secara obyektif. Akibatnya mungkin timbul keraguan bagi pihak di luar perusahaan (bahkan mungkin di dalam perusahaan sendiri) apakah penilaian mandiri tersebut telah dilaksanakan secara obyektif dan apakah hasil penelitian mandiri tersebut telah benar-benar mencerminkan kondisi Corporate Governance yang sesungguhnya terdapat diperusahaan. Namun demikian bukan berarti metode penelitian mandiri ini tidak ada manfaatnya. Metode penelitian mandiri tetap besar potensi manfaatnya sepanjang assessment tersebut dikerjakan secara jujur dan obyektif. Sedangkan kegunaan dari penilaian mandiri ini, terutama adalah untuk membantu perusahaan memahami kondisi Corporate Governance-nya, mengidentifikasi bidang-bidang Corporate Governance yang masih lemah dan memperbaiki bidang yang masih lemah tersebut. Penilaian mandiri tidak dimaksudkan untuk memberi keyakinan kepada masyarakat mengenai kondisi Corporate Governance-nya suatu perusahaan. Bila tujuan perusahaan adalah untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat mengenai corporate governance-nya, perusahaan dapat menerima bantuan pihak yang independen untuk melakukan independent assessment. Pihak yang independen tersebut dapat berupa lembaga pemerintah, akuntan publik, maupun pihak-pihak lainnya yang mempunyai kompetensi dibidang Corporate Governance dan dapat melakukan assessment secara obyektif.

Kendala dalam Implementasi GCG

Menurut (Effendi, 2009:143) penerapan prinsip-prinsip GCG perlu dibuktikan dengan tindakan nyata dari seluruh pihak yang terkait. Tanpa komitmen yang tinggi dan konsistensi sikap, maka dikhawatirkan niat baik implementasi GCG hanya akan berakhir dalam tataran konsep saja, sehingga tidak memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Sayang, dalam praktiknya upaya untuk mengimplementasikan prinsip GCG di Indonesia menghadapi berbagai kendala atau tantangan yang sulit diatasi dengan tepat dan cepat. Salah satu kendala yang dihadapi adalah masih kentalnya budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sangat bertentangan dengan prinsip GCG. Beberapa kalangan terutama para pengamat, budayawan, dan rohaniawan menganggap bahwa korupsi di Indonesia telah menjadi suatu yang endemic, systemmic, and widwspread artinya korupsi telah merambah secara sistematis diberbagai lapisan masyarakat dari kalangan bawah sampai lapisan atas serta telah menjadi “penyakit” yang akut sehingga sulit untuk diberantas sampai ke akar-akarnya.

METODE PENELITIAN Jenis dan Obyek Penelitian

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah positivistik dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk dapat memberikan pemahaman tentang penerapan Good Corporate Governance dengan menggunakan metode self assessment berdasarkan pedoman umum Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dalam rangka meningkatkan nilai tambah PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Pos Surabaya 60000. Sehingga dari pedoman tersebut dapat diketahui penerapan prinsip GCG sudah sesuai. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pendekatan kualitatif positivistic.

(8)

Pendekatan kualitatif merupakan suatu pendekatan yang menggunakan data berupa kalimat tertulis atau lisan, fenomena, perilaku, peristiwa-peristiwa, pengetahuan dan obyek studi yang dapat diamati oleh peneliti. Analisis deskriptif adalah suatu jenis penyajian data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan memberikan gambaran sesuai dengan kenyataan maupun fakta-fakta yang ada pada saat diadakan penelitian. Tata fikir logik yang dominan dalam metodologi penelitian positivistik adalah sebab akibat (kausalitas), tidak ada akibat tanpa sebab. Pendekatan positivistik merupakan pendekatan dimana setiap orang yang melakukan penelitian mencoba menganalisa fakta-fakta dan data-data empiris untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi/menyebabkan terjadinya sesuatu hal.

Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan juga data primer. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah: Pertama, Wawancara, merupakan penggunaan teknik pengumpulan data dalam metode survey dengan menggunakan teknik tanya jawab secara lisan dan bertatap muka secara langsung dengan obyek penelitian, yaitu pihak yang terkait seperti sekretaris, customer servis, bagian SDM dan kepala bagian PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Pos Surabaya 60000; Kedua, Observasi, merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survey dengan menggunakan teknik langsung terjun ke lapangan melakukan pengamatan secara langsung; Ketiga, Dokumentasi, merupakan penggunaan teknik pengumpulan data dengan cara memeriksa atau melihat langsung dokumen, catatan langsung tertulis, arsip-arsip, dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, seperti mengumpulkan data-data objek penelitian dari tempat objek penelitian berupa gambaran umum objek penelitian, sejarah singkat perusahaan, lokasi dan bentuk perusahaan, struktur organisasi, visi dan misi perusahaan, sistem pengendalian intern, penerapan GCG secara independen.

Satuan Kajian

Penelitian deskriptif kualitatif perlu menjelaskan satuan kajian yang merupakan satuan terkecil objek penelitian yang di inginkan peneliti sebagai klasifikasi pengumpulan data. Serta memberikan gambaran sesuai dengan kenyataan ataupun fakta-fakta yang ada pada saat diadakan penelitian objek penelitian yang dibutuhkan :

Pertama, Penerapan GCG, salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja suatu perusahaan/organisasi yaitu dengan cara menerapkan GCG. Penerapan GCG merupakan pedoman bagi Komisaris dan Direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dengan dilandasi moral yang tinggi, kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adannya tanggungjawab sosial perseroan terhadap pihak yang berkepentingan (stakeholders) secara konsisten. Ada lima prinsip utama GCG, yaitu: (a) Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi meteril dan relevan mengenai perusahaan; (b) Kemandirian, yaitu suatu keadaan dimana Perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undanagan yang berlaku; (c) Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi pelaksanaan dan pertanggungjawaban Manajemen Perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana dengan efektif; (d) Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku; (e) Kewajaran, yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam

(9)

memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kedua, Penilaian Mandiri (Self Assessment), untuk mengetahui apakah perusahaan melalui unit-unit kerja telah menerapkan prinsip-prinsip GCG, perlu dilakukan penilaian (assesment) yang sistematis dan terukur untuk mengetahui bahwa perusahaan atau unit-unit kerja telah melaksanakan GCG secara sungguh-sungguh. Dari beberapa instrumen penilaian yang ada, bentuk kuesioner dipilih sebagai salah satu alat ukur (measurement) untuk dapat diterapkan dilingkungan PT. Pos Indonesia (Persero). Dengan penerapan GCG secara baik di masing-masing unit kerja akan memberikan gambaran tentang penerapan GCG di PT. Pos Indonesia (Persero) dalam lingkup korporat. Kuesioner ini dapat di isi sendiri oleh unit kerja dan selanjutnya unit kerja memberikan penilaian atau skor secara obyektif terhadap jawabannya.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah kualitatif positivistik, yaitu dengan cara mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data yang diperoleh sehingga dapat memberikan keterangan yang lengkap dan benar. Agar pihak lain mudah memperoleh gambaran mengenai karakteristik objek dari data tersebut. Langkah-langkah untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Mengumpulkan dan mengidentifikasi data penelitian pada PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Pos Surabaya 60000 mengenai kegiatan operasional perusahaan; (2) Mendeskripsikan data penelitian yang terkait dengan satuan kajian analisis; (3) Analisis dan pembahasan evaluasi penerapan GCG menggunakan metode self assessment dan juga kendala yang dihadapi oleh perusahaan dalam menerapkan GCG; (4) Memberikan simpulan berdasarkan hasil analisis dan pembahasan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Evaluasi Penerapan GCG

Berdasarkan Keputusan Direksi PT. Pos Indonesia (Persero) Nomor: KD 55/DIRUT/1202, penerapan Good Corporate Governance diwujudkan dalam gerakan moral Bersih, Transparan dan Profesional (BTP). Seperti yang diungkapkan dalam pernyataan (Manajer Sumber Daya Manusia Kantor Pos Surabaya 60000).

“. . . PT. Pos Indonesia (Persero) Surabaya 60000 merupakan perusahaan yang patuh terhadap prosedur dan kebijakan manajemen pusat. Apa yang menjadi keputusan direksi kantor pos pusat Bandung akan diterapkan dalam kebijakan dan job description, kalaupun ada perbedaan itu sebenarnya hanya cara untuk mendeskripsikan dan merinci ke dalam job description. Tapi tetap saja tidak akan menyimpang dari apa yang sudah ditetapkan kantor pusat. Keputusan direksi yang ditentukan atau dibuat oleh bagian pusat kantor pos akan menghasilkan surat edaran yang akan dikirim kepada semua unit pelayanan kantor pos. Dari surat edaran tersebut akan di aplikasikan dalam job description.”

Dengan demikian segala keputusan perusahaan yang mempengaruhi kebijakan atau regulasi ditentukan secara langsung oleh pihak kantor pos pusat. Dan kantor pos cabang wajib mematuhi serta menerapkan pada sistem kinerja yang tertuang dalam job description masing-masing karyawan. Penerapan GCG dalam Kantor Pos diwujudkan dalam penerapan moral bersih, profesional dan transparan (BTP).

(10)

Berdasarkan pengamatan dan hasil melakukan wawancara dengan bapak Sigit Adriyanto (Manajer bagian SDM), perwujudan BTP dijelaskan sebagai berikut: Pertama, Bersih, dalam istilah Bersih, terkandung nilai integritas (integrity), kredibilitas (credibility), jujur (honest), anti Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). (a) Perusahaan menerapkan standar tarif. Seperti perangko dan materai yang dijual dengan harga yang sama sesuai dengan tarif yang tertera. Pihak konsumen juga dapat memeriksa daftar tarif melalui bagian informasi atau customer service bisa juga melalui telepon untuk lebih meyakinkan kesesuaian daftar tarif; (b) Pertanggungjawaban. Pihak manajer bertanggung jawab mengawasi anak buahnya. Sedangkan manajer dan staf struktural berada di bawah pengawasan bagian audit dan mutu. Setiap akhir periode akan dipertanggungjawabkan pekerjaan yang telah dilakukan kepada Kepala Kantor; (c) Tidak mengizinkan melakukan transaksi pengiriman uang dalam sampul. Untuk menghindari adanya tindak penipuan yang dilakukan karyawan ataupun pihak konsumen.

Kedua, Transparan, dalam istilah Transparan, terkandung nilai akuntabilitas (accountability), bertanggungjawab (responsibility), keterbukaan serta auditable. (a) Asuransi barang pos. Kantor pos bersedia memberikan asuransi barang pos sesuai dengan kesepakatan antara konsumen dan pihak kantor pos dengan dikenakan biaya tertentu. Biasanya asuransi untuk barang yang mudah rusak. Pihak kantor pos akan mengganti barang yang rusak sesuai dengan klaim kerusakan barang; (b) Jaminan tepat waktu. Kantor pos menjanjikan barang kiriman pos akan sampai tepat waktu. Jika terjadi keterlambatan, kantor pos bersedia memberikan ganti rugi sebagai konsekuensinya.

Ketiga, Profesional, dalam istilah Profesional terkandung nilai kepatuhan (compliance), kapabilitas (capability) serta kemampuan (competency). (a) Sistem pelayanan yang baik. Karyawan yang ramah, selalu siap menjawab pertanyaan pelanggan. Jumlah loket yang banyak, untuk mengurangi antrian panjang. Adanya penilaian karyawan loket yang dapat melayani pelanggan dengan cepat dan baik tanpa adanya komplain, yang juga dituangkan ke dalam penilaian mandiri; (b) Tanggung jawab aset perusahaan. Seperti kendaraan operasional, diparkir di kantor dan tidak boleh dibawa pulang. Kecuali mobil operasional kepala kantor diperbolehkan dibawa pulang untuk efisiensi kalau sewaktu-waktu dibutuhkan bisa segera datang. Tanggung jawab kendaraan operasional bagian marketing, harus menggunakan surat tugas saat akan dibawa ke luar kota. Bagian kendaraan mengestimasi kebutuhan bahan bakar, memeriksa kilometer awal dan akhir pemakaian kendaraan; (b) Tanggung jawab inventaris perusahaan. Masing-masing bagian bertanggung jawab atas daftar inventaris yang sudah ditetapkan perusahaan. Seperti bagian customer service bertanggung jawab atas inventaris komputer, meja, telepon, data konsumen dan lainnya. Jika terjadi kehilangan atau kerusakan harus segera dibuat laporan untuk ditindaklanjuti.

Kendala dalam menerapkan BTP (Bersih, Transparan dan Profesional)

Penjelasan kendala penerapan BTP berdasarkan hasil wawancara dengan manajer SDM sebagai berikut: (1) Kondisi di lapangan yang lepas pengawasan. Seperti dilarangnya pengiriman barang cair oleh pihak kantor pos, yang akhirnya gagal kirim dikarenakan gagal lolos uji X-Ray. Hal ini dikarenakan terbatasnya kemampuan manajer mengawasi anak buahnya; (2) Pembuatan kebijakan kantor pos pusat yang kadang kala tidak sesuai dengan realita yang ada di lapangan. Seperti adanya kebijakan yang menetapkan target nominal pengiriman korporat. Dianggap tidak sesuai karena kondisi lapangan cabang satu dan lainnya berbeda. Ada yang menonjol di pendapatan

(11)

dari konsumen umum, ada juga yang menonjol dari pendapatan korporat; (3) Proses pengajuan revisi regulasi perusahaan yang relatif lama. Sedangkan aktivitas perusahaan terus berjalan, sehingga perusahaan untuk sementara mengabaikan regulasi yang sudah ditetapkan kantor pos pusat.

Dari pernyataan yang telah dijelaskan oleh Manajer SDM diatas dapat disimpulkan yaitu munculnya kendala dikarenakan kebijakan maupun peraturan yang ditentukan kantor pusat kurang adanya sosialisasi sehingga seluruh karyawan kurang memahami peraturan yang ada. Untuk menentukan tingkat kualitas setiap kantor cabang tidak bisa diukur dengan target pendapatan, karena pendapatan berasal dari berbagai sumber. Dibutuhkan adanya solusi yang lebih cepat dalam mengatasi permasalahan kantor cabang, sehingga kantor cabang dapat melakukan aktivitas sesuai peraturan yang ada. Sistem Manajemen Kinerja Individu

Penilaian mandiri (Self Assessment) yang dikenal di kalangan pihak kantor pos adalah Sistem Manajemen Kinerja Individu. Fungsi SMKI ini sendiri digunakan sebagai metode mengevaluasi kinerja. Penilaian untuk individu non struktural berdasarkan 3 kriteria yaitu kuantitas, kualitas dan tingkat kehadiran. Sedangkan kriteria penilaian untuk individu struktural berdasarkan pada job description masing-masing jabatan yang sudah ditentukan perusahaan. Seperti yang tertuang pada Lampiran Log Book 1, 2, dan 3. Log Book adalah lembar isian kuesioner untuk mencatat pekerjaan yang dilakukan selama 3 bulan. Pertama, Log Book 1 (Kuantitas Kerja), Kuantitas pekerjaan yang dimaksud adalah tugas utama individu (kegiatan rutin) sesuai dengan job description, penugasan dari atasan, program kerja yang harus diselesaikan. Pada Log Book ini, customer care mencatat jumlah pekerjaan yang diselesaikan tepat waktu selama 3 bulan. Pekerjaan customer care diantaranya yaitu menjawab keluhan konsumen, memeriksa status pengiriman, mencatat data konsumen, menjawab pertanyaan konsumen seputar pos seperti tarif pengiriman, kode pos dan lainnya. Dari sini akan diperoleh prosentase pencapaian kinerja terhadap standard.

Kedua, Log Book 2 (Kualitas Kerja), Pada Log Book ini terbagi terbagi menjadi 3 golongan. Log Book 2A mencatat kesalahan selama 3 bulan. Seperti tidak melakukan input data, pemberian informasi tarif yang salah dan lainnya. Pada Log Book 2B mencatat laporan yang tidak tepat waktu, seperti pelaporan data SMKI. Pada Log Book 2C mencatat pertanyaan dan keluhan konsumen yang tidak terselesaikan tepat waktu. Kesalahan pekerjaan karyawan yang ditemukan karena adanya pengaduan karyawan lain atau atasan yang mengawasi.

Ketiga, Log Book 3 (Tingkat Kehadiran), Pada Log Book 3, customer care mencatat jumlah ketidak hadiran karyawan selama 3 bulan. Ketidakhadiran karena cuti tahunan, cuti karena alasan penting, cuti sakit tanpa maupun dengan surat dokter, cuti bersalin, cuti besar. Dari Log Book ini dapat diketahui prosentase tingkat kehadiran.

Key Performance Indicator (KPI)

Berikut ini adalah tabel gambar mengenai KPI non struktural dan KPI struktural yang menjelaskan indikator penilaian KPI. KPI diperlukan sebagai tolak ukur kinerja individu dalam setiap uni kerja. KPI individu diturunkan berdasarkan tugas pokok dan fungsi individu dalam unit kerja. 3 indikator penilaian kinerja individu pada log book yaitu berdasarkan kuantitas, kualitas dan tingkat kehadiran tersebut yang kemudian dituangkan dalam KPI. Dari KPI ini dapat diketahui bobot standart dan nilai pada masing-masing indikator.

(12)

Tabel 1

Key Performance Indicator Struktural

Sumber: Kantor Pos Surabaya 60000

Tabel 2

Key Performance Indicator Non Struktural

KPI DESKRIPSI INDIKATOR/RUMUS

2. Kualitas Kerja Jumlah kesalahan dalam

menyelesaikan pekerjaan.

a. [1-(jumlah hari kejadian ditemukannya

kesalahant/60)]x100

b. [1-(jumlah laporan tidak tepat waktut/jumlah

laporant)]x100

c. [1-(jumlah pertanyaan dan keluhan pelanggan

yang tidak terselesaikan tepat waktut/jumlah

pertanyaan dan keluhan pelanggant)]x100

3. Tingkat Kehadiran (Jumlah hari kerja karyawant/jumlah hari kerja

karyawan menurut jadwalt)x100

1. Kuantitas Kerja Jumlah pekerjaan yang

diselesaikan dengan benar.

(Jumlah pekerjaan yang diselesaikan pada

waktunyat/jumlah pekerjaant)x100

Sumber: Kantor Pos Surabaya 60000

Penilaian mandiri ini tentu saja melibatkan atasan seperti manajer dan bagian audit dan mutu untuk mengawasi kebenaran data yang disajikan. Melibatkan pula laporan pengaduan karyawan lain dan konsumen untuk menilai kebenaran data KPI. Hasil penilaian KPI ini nantinya digunakan untuk menunjang penilaian kinerja tahunan. Hasil kinerja tahunan akan digunakan untuk menunjang penilaian karyawan dalam promosi jabatan yang lebih tinggi dan dalam hal pemberian bonus dan lain-lain.

KPI Standard Penyelesaian Pekerjaan Realisasi Bobot Nilai

Pekerjaan sesuai dengan jabatan masing-masing karyawan.

Standard Pekerjaan masing-masing karyawan sesuai dengan jabatan. Pekerjaan yang telah diselesaikan dengan benar. Ditetapkan oleh Pihak Perusahaan. Realisasi dikalikan dengan bobot.

(13)

Simpulan dan Saran Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai evaluasi penerapan GCG dengan menggunakan metode self assesment pada Kantor Pos Kebon Rojo Surabaya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis penerapan GCG berdasarkan metode penilaian mandiri pada Kantor Pos Kebonrojo Surabaya. Untuk menilai apakah metode penilaian mandiri berfungsi dengan baik dalam penerapannya serta menganalisis kendala yang dihadapi perusahaan dalam menerapkan GCG.

Kedua, PT. Pos Indonesia (Persero) secara umum telah melakukan penerapan Good Corporate Governance berdasarkan Pedoman umum GCG Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada tahun 2005, Keputusan Menteri Negara BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 Tentang Penerapan Praktek GCG pada Badan Usaha Milik Negara, Surat Edaran Menteri PM-PBUMN No. S-106/M-PM.PBUMN/2000 tanggal 17 April 2000 perihal Kebijakan Penerapan Corporate Governance yang baik di semua BUMN, Surat Edaran Direksi PT. Pos Indonesia (Persero) Tanggal 7 Juli 2006 Nomor: SE. 57/DIRUT/0706 tentang Pelaksanaan GCG di PT Pos Indonesia (Persero), Keputusan Bersama Komisaris dan Direksi Tanggal 30 Desember 2009 Nomor KD 74 /DIRUT/1209 dan 649/Dekom/1209 tentang Panduan Penerapan Good Corporate Governance di PT Pos Indonesia (Persero).

Ketiga, PT. Pos Indonesia (Persero) memiliki sistem penentuan kebijakan yang terpusat, sehingga semua kebijakan maupun peraturan dibuat dan ditentukan oleh Kantor Pos Pusat. Dalam hal penilaian rutin indikator GCG, PT. Pos Indonesia (Persero) bekerjasama dengan pihak Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Keempat, PT. Pos Indonesia (Persero) Kebonrojo Surabaya mewujudkan penerapan GCG dalam moral Bersih, Transparan dan Profesional (BTP). Dari hasil pengamatan, wawancara dan data penilaian mandiri dapat disimpulkan bahwa Kantor Pos Kebonrojo patuh terhadap segala peraturan dan kebijakan yang ditetapkan Kantor Pos pusat. Adanya kesinambungan antara karyawan dalam menjalankan tugas masing-masing menjadikan perusahaan semakin berkembang. Masing-masing-masing bagian memiliki tanggung jawab yang nantinya akan dievaluasi oleh bagian yang lebih tinggi. Adanya komite audit dan mutu yang senantiasa mengawasi dan melaporkan kegiatan perusahaan kepada kepala kantor. Jika terdapat penyimpangan yang menyebabkan perusahaan mengalami kerugian, komite audit dan mutu bertanggung jawab melaporkan dan merekomendasikan solusi kepada yang berwenang.

Kelima, Penilaian mandiri (self assesment) dilakukan dengan membagi kriteria penilaian yaitu: (a) Individu non struktural dilakukan penilaian terhadap 3 kriteria yaitu kuantitas, kualitas dan tingkat kehadiran; (b) Individu struktural dilakukan penilaian terhadap job description masing-masing bagian yang sudah ditentukan.

Keenam, Penilaian mandiri dilakukan dengan mencatat pekerjaan yang dilakukan, kesalahan yang diperbuat sengaja ataupun tidak disengaja serta tingkat kehadiran selama 3 bulan. Dari hasil mencatat penilaian mandiri akan dituangkan dalam tabel Key Performance Indicator (KPI) untuk mendapatkan hasil prosentase penilaian kinerja individu. Dalam menerapkan penilaian mandiri inilah moral BTP berperan penting. Pihak struktural bertanggung jawab atas kegiatan yang dilakukan anak buahnya. Seperti bagian SDM yang memeriksa pekerjaan customer service apakah sudah menyelesaikan tugas dengan baik. Bagian SDM juga bertanggung jawab atas

(14)

presensi, jika ada anak buahnya yang tidak hadir segera mengkonfirmasi alasan ketidakhadiran untuk mengkroscek dengan data presensi.

Ketujuh, Kendala yang dihadapi perusahaan dalam menerapkan GCG atau moral BTP adalah kurangnya sosialisasi peraturan perusahaan yang menyebabkan karyawan kurang faham atas peraturan yang ada. Adanya kurang kordinasi antara kantor pusat dengan kantor cabang dalam menetapkan suatu kebijakan, sehingga kadangkala kantor cabang keberatan dalam menjalankan kebijakan yang sudah ditentukan.

Saran

Pertama, dalam mengevaluasi GCG PT. Pos Indonesia (Persero) bersifat terpusat, sehingga kurang efektif karena dilakukan secara umum. Seharusnya juga dilakukan evaluasi oleh pihak BPKP pada kantor pos tiap divisi wilayah kerja. Karena wilayah kerja kantor pos yang meluas se Indonesia. Sehingga antara wilayah kerja divisi satu dan lainnya yang memiliki perbedaaan penilaian dapat dengan jelas disimpulkan hasil penilaian GCG secara rutin.

Kedua, kurang adanya sosialisasi menyeluruh pada karyawan yang menyebabkan karyawan kurang faham makna atau maksud dari moral BTP dan dilakukannya penilaian mandiri. Sehingga sebagian karyawan menganggap penilaian mandiri kurang efektif.

Ketiga, untuk menghindari adanya penyimpangan dalam melakukan pekerjaan perlu adanya tim pengawas khusus selain adanya bagian audit dan mutu. Yang bertugas secara independen mengawasi pekerjaan masing-masing karyawan yang nantinya dilaporkan pada Kepala Kantor Pos.

DAFTAR PUSTAKA

Agnesia, N. 2012. Evaluasi Pelaporan Kinerja pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lamongan. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA). Surabaya.

Effendi, M. A. 2009. Evaluasi Penerapan GCG Melalui Self Assessment Audit. Majalah Krakatau Steel Group: 29.

. 2009. The Power of Good Corporate Governance: Teori dan Implementasi, Salemba Empat. Jakarta.

Husnan, S. 1998. Asian Development Bank. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Iskander, M. et al. 2000. Corporate Restructuring and Governance. Journal Finance and Development. 36(1): 42-45.

Keputusan Direksi PT. Pos Indonesia (Persero) Nomor : KD 55/DIRUT/1202 Pedoman Penerapan Good Corporate Governance di Lingkungan PT. Pos Indonesia (Persero). 19 Desember 2002. Bandung.

KNKG. 2006. Pedoman Umum Good Governance Indonesia.

Kurniawan, D. M. dan N. Indriantoro. 2000. Corporate Governance in Indonesia. Prosiding Simposium The Role of Disclosure in Strenghtening Corporate Governance and Accountability Hongkong.

La Porta. 2000. Investor Protection and Corporate Governance. Journal of Financial Economics. 58: 3-27.

Lukman, M, 2010. Penilaian GCG pada PT. Semen Gresik (Persero), Tbk menggunakan Metode Self Assessment. Skripsi. Universitas Airlangga. Surabaya.

(15)

Maksum, A. 2005. Tinjauan Atas Good Corporate Governance. Makalah Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatra Utara. 17 Desember. Sumatera Utara. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER – 01/ MBU/ 2011 Tentang

Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN.

Moleong, L. J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Analisa yang dilakukan adalah membandingkan bekisting metode konvensional, semi sistem, dan sistem (PERI) pada kolom pekerjaan Proyek Pembangunan World Trade Center

[r]

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh man suatu alat pengukuran dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukuran dipakai beberapa kali untuk mengukur gejala

Jawaban atas pertanyaan berikut ini dapat digunakan untuk menjelaskan gaya kepemimpinan atasan anda bersifat konsiderasi yang dapat terjadi pada organisasi tempat anda bekerja

Hal ini sesuai dengan hasil post test, bahwa dari 30 orang yang diteliti ternyata ada 20 orang atau 66,67 % responden mengalami peningkatan motivasi belajar dalam

Gizi buruk adalah badan atau tubuh yang mengalami kekurangan gizi dalam waktu yang cukup lama dan umumnya terjadi pada anak-anak, gizi buruk pada anak disebabkan oleh

Berdasarkan data hasil belajar yang didapat, diketahui bahwa tingkat ketuntasan hasil belajar siswa kelas VIIA SMP Negeri 4 Pupuan dalam mata pelajaran penjasorkes khususnya pada

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Apakah ada perbedaan hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Two Stay Two