• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Substansial PNMHII XXV Tema Kegiatan Dengan melandaskan diri pada bahasan asas nasionalisme dalam kebijakan luar negeri, Diskusi Ilmiah dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pedoman Substansial PNMHII XXV Tema Kegiatan Dengan melandaskan diri pada bahasan asas nasionalisme dalam kebijakan luar negeri, Diskusi Ilmiah dan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Pedoman Substansial PNMHII XXV Tema Kegiatan

Dengan melandaskan diri pada bahasan asas nasionalisme dalam kebijakan luar negeri, Diskusi Ilmiah dan Joint Statement Forum PNMHII XXV akan mengangkat tiga tema besar, yaitu:

v National Integrity (Integritas Nasional)

Pada bagian pilar politik-keamanan (national integrity), topik yang di angkat adalah permasalahan Papua, permasalahan keamanan maritim, dan industri pertahanan nasional. Dalam konteks situasi terkini, ketiga bahasan tersebut merupakan bahasan utama dalam kajian keamanan nasional yang mendasarkan diri pada refleksi terhadap keadaan domestik yang menjadi key mark dalam pengambilan kebijakan politik-keamanan Indonesia.

Tinjauan geopolitik dan implikasi politik bagi pengambilan sikap di Papua menjadi salah satu isu kunci yang bukan hanya akan menjadi prekursor bagi penanganan kasus-kasus serupa di Indonesia, melainkan juga bagi potensi masuknya kontestasi kekuatan asing di Indonesia.

Di sisi lain, permasalahan keamanan maritim juga menjadi perdebatan panjang atas tinjauan signifikansinya bagi formulasi sistem pertahanan Indonesia yang secara alamiah merupakan negara kepulauan yang didukung dan dibatasi oleh berbagai sifat negara kelautan. Identifikasi terhadap permasalahan tersebut akan menjadi suatu rumusan signifikan bagi perkembangan pertahanan dan keamanan Indonesia berdasarkan potensi alamiahnya tersebut. Semangat nasionalisme diharapkan memberi masukan bagi terwujudnya sistem hankam yang nasionalis – yang mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan yang rasional bagi negara.

Selain kedua permasalahan di atas, bahasan mengenai industri pertahanan nasional turut mewarnai perdebatan pertahanan dan keamanan dalam negeri melihat potensi signifikansinya yang demikian besar. Memasukkan bahasan atas industri pertahanan nasional akan memberikan masukan atas pengelolaan sistem hankam yang berlandaskan nasionalisme sebagai bagian dari strategi defense economy.

(2)

v National Prosperity (Kesejahteraan Nasional)

Dalam bahasan atas pilar ekonomi, keterlibatan Indonesia dalam forum ekonomi internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam pengembangan ekonomi kreatif sebagai upaya bagi katalisasi proses pertumbuhan ekonomi nasional.

G20 telah tumbuh sebagai kekuatan baru ekonomi negara-negara berkembang dan diproyeksikan menjadi forum konsolidasi negara-negara berkembang dalam membangun pasar dan segmentasi ekonominya. Keterlibatan Indonesia dalam G20 merupakan suatu domain tersendiri sebagai bahasan atas bagaimana signifikansi G20 bagi Indonesia dan evaluasi keterlibatan Indonesia dalam G20, mengingat keterlibatan tersebut tidak lepas dari anasir politik yang berkisar dalam lingkungan internasional.

APEC menjadi sorotan tersendiri dalam bahasan pilar ekonomi sebagai institusi ekonomi (trans)regional yang memegang peranan signifikan di Asia Pasifik. Perkembangan rezim perdagangan internasional, telah menempatkan forum-forum regional sebagai fron terdepan bagi perhelatan persaingan antar negara, dan lebih jauh antar region dalam aliran ekonomi global. Dengan terpilihnya Indonesia sebagai penyelenggara konferensi APEC melalui konsepsi atas “regional resilience”, hal ini mengindikasikan adanya gestur penataan arsitektur ekonomi regional yang hendak dicapai berdasarkan rumusan tersebut. Evaluasi atas peran Indonesia dan APEC diharapkan memberikan kontribusi garis besar gambaran tatanan arsitektur ekonomi politik internasional Indonesia.

Selain dalam forum internasional, usaha pengembangan pertumbuhan ekonomi juga berusaha dicapai pada front domestik dengan mengoptimalkan potensi ekonomi kreatif sebagai faktor pendorong perekonomian. Dengan adanya penyerapan kerja sebesar 90% pada sektor non-formal bagi perekonomian Indonesia, ekonomi kreatif menjadi suatu nafas baru bagi usaha pemberian “added value” bagi produksi komoditas-komoditas nasional yang dapat meningkatkan daya saing komparatif di tingkat global. Identifikasi dan evaluasi terhadap sektor ekonomi kreatif diharapkan memberikan cara pandang baru melihat nasionalisme ekonomi Indonesia.

(3)

v National Identity (Identitas Nasional)

Pada bahasan atas pilar sosial-budaya, permasalahan multikulturalisme beserta dengan peran diaspora dan industri kebudayaan (cultural industry) menjadi sorotan utama. Pendekatan-pendekatan sentral yang digunakan dalam melihat bahasan-bahasan ini adalah melalui peninjauan kembali makna dan semangat multikulturalisme serta analisis atas identitas.

Multikulturalisme telah menjadi ciri fundamental bagi bangsa Indonesia yang tegak di atas keyakinan atas bhinneka tunggal ika. Keberagaman yang merupakan suatu potensi dalam konteks ini seringkali menjadi tantangan bagi kehidupan berbangsa akibat adanya konflik berdasarkan atas pertentangan identitas. Melihat hal ini, mengelola multikulturalitas menjadi sebuah urgensi tersendiri untuk dapat mencapai ketahanan sosial.

Bahasan lain dalam pilar sosial-budaya adalah mengenai peran diaspora Indonesia dalam menjadi “citizen diplomat” yang turut berperan serta dalam upaya konsolidasi sosial. Bahasan ini menjadi penting untuk dapat mengevaluasi diskursus yang sedang berkembang dan turut serta memberikan pandangan atas signifikansinya bagi perkembangan nasionalisme.

Bahasan terakhir adalah mengenai cultural industry yang tidak saja menjadi sebuah keunggulan komparatif suatu produk budaya sebuah negara dalam konteks ekonomi, melainkan juga menjadi refleksi atas pengelolaan kebudayaan sebuah negara. Dengan berbagai potensi industri kebudayaan, bahasan atas hal ini akan memberikan pandangan atas bagaimana konsepsi kebudayaan nasional dan pengelolaan produk-produk kebudayaan nasional dilakukan.

(4)

Topic Overview

Integritas Nasional

1. Permasalahan Papua

Bagi warga negara Indonesia di Indonesia Barat, NKRI merupakan sesuatu dengan sifat taken for granted. Namun, bagi warga negara di Indonesia Timur, termasuk Papua, keberadaan mereka di dalam NKRI tetap merupakan pertanyaan yang relevan. Bertahun-tahun kesenjangan ekonomi, kesenjangan sosial, tindak diskriminasi, dan tindak represif oleh pemerintah pusat telah menimbulkan permasalahan dengan penduduk Papua. Kini pemerintah tidak hanya menghadapi permasalahan ekonomi dan sosial-budaya, lebih dari itu, pemerintah menghadapi permasalahan separatisme dengan lepasnya Papua dari NKRI sebagai posibilitas terburuk.

Berawal dari persoalan ekonomi dan sosial-budaya, permasalahan Papua telah mengalami militerisasi sejak pemerintahan Orde Baru. Diterjunkannya militer dengan tujuan menekan separatisme justru menciptakan sebuah vicious cycle di Papua – dimana kebencian warga Papua terhadap pemerintah pusat direspons dengan pengiriman militer yang bertindak koersif, tetapi tindak koersif tersebut pada kenyataannya gagal menekan kebencian yang ada dan malah meningkatkannya. Secara singkat, penggunaan militer untuk menekan separatisme, pada praktiknya justru meningkatkan separatisme yang mana selanjutnya memicu lebih banyak penggunaan militer dan ini akan terus bergulir seperti ini.

Salah satu penyebab utama kegagalan penggunaan TNI di Papua adalah karena TNI (dan pemerintah pusat) gagal dalam pertempuran untuk merebut hati dan rakyat Papua. Selain itu, kesulitan Indonesia di Papua juga disinyalir sebagai akibat keterlibatan pihak asing di sisi pihak separatis. Namun, masih ada cukup waktu bagi pemerintah Indonesia untuk merebut hati dan pikiran rakyat Papua; dan untuk mengamankan kekuasaan NKRI di Papua.

(5)

2. Keamanan Maritim

Dalam konteks keamanan maritim, permasalahan Indonesia secara sederhana adalah bahwa kita tidak memiliki cukup kapabilitas – baik material maupun nonmaterial – untuk menghadapi berbagai ancaman maritim. Menghadapi permasalahan ini, Indonesia terus melakukan penguatan secara internal maupun peningkatkan kerja sama dengan negara lain meskipun hal tersebut juga tidak terlepas dari sejumlah kendala.

Saat ini, terdapat tiga ancaman utama terhadap keamanan maritim Indonesia. Pertama, tindak kriminal di lautan atau secara sederhana adalah permasalahan bajak laut di perairan Indonesia. Berdasar perspektif dunia internasional, permasalahan ini – terutama yang terjadi di selat Malaka – merupakan yang terpenting untuk segera diatasi oleh Indonesia. Namun, data hingga tahun 2010 memperlihatkan bahwa ancaman ini mendapat prioritas penanganan yang relatif rendah. Kedua, permasalahan manajemen sumber daya di perairan Indonesia. Kurangnya kontrol pemerintah terhadap sumber daya yang ada menyebabkan kerugian hingga triliunan rupiah pertahun bagi Indonesia. Ketiga, permasalahan perbatasan maritim dengan sejumlah negara. Konflik perbatasan maritim ini terjadi dengan sejumlah negara tetangga ASEAN. Namun, Indonesia cukup beruntung – berbeda dengan sejumlah negara ASEAN lain – untuk mendapat jaminan dari RRC bahwa tidak terdapat konflik perbatasan maritim antara RRC dengan Indonesia.

Menghadapi ancaman maritim tersebut, Indonesia terus berupaya meningkatkan kapabilitasnya dan juga terus meningkatkan kerja sama dengan negara lain – meskipun kedua upaya tersebut turut tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Untuk meningkatkan kapabilitas Indonesia, pemerintah melalui MEF menargetkan tercapainya TNI-AL dengan kekuatan 274 kapal dan dengan postur green water navy pada tahun 2024. Namun, keberhasilan pembangunan TNI-AL tersebut akan bergantung pada pertumbuhan perekonomian Indonesia. Selain itu, Indonesia dalam menghadapi ancaman maritim juga berupaya menggalang koordinasi dan kooperasi berbagai institusi negara bersangkutan melalui penciptaan Badan Koordinasi Keamanan Laut Republik Indonesia. Namun, koordinasi antarinstitusi tetap bermasalah terutama karena bertabrakannya sejumlah tugas dan wewenang yang ada.

Selain kedua upaya yang sifatnya internal di atas, Indonesia juga berupaya menggalang kerja sama dengan berbagai negara untuk mengatasi ancaman maritim Indonesia – terutama di perairan yang penting bagi kepentingan dunia internasional. Sebagai contoh keberhasilan upaya

(6)

tersebut adalah terciptanya koordinasi di antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura dalam mengontrol selat Malaka melalui program kerja sama Malacca Straits Patrols (MSP). Namun, dalam membangun kerja sama dengan negara lain, Indonesia tetap menolak kehadiran angkatan laut asing di perairannya dan terutama menghendaki kerja sama melalui mekanisme capacity-building, termasuk dengan pelatihan sumber daya manusia dan transfer material terhadap Indonesia.

(7)

3. Mengembangkan Industri Pertahanan Nasional

Tanpa keberadaan industri pertahanan nasional yang mumpuni, negara dengan beban geostrategis berat, seperti Indonesia, akan menemukan kesulitan dalam upaya menjamin keamanannya. Pertanyaan terbesar disini adalah bagaimana cara terbaik bagi pemerintah Indonesia untuk mengembangkan industri pertahanan Indonesia. Bertahun-tahun pengabaian oleh pemerintah, kompetisi berat dengan industri pertahanan asing, dan pasar domestik yang terbatas berkontribusi terhadap stagnasi bagi industr pertahanan nasional di Indonesia.

Namun, memasuki abad ke-21, prospek perkembangan industri pertahanan nasional terlihat cukup cerah. Parlemen Indonesia dalam konteks ini telah meresmikan sejumlah – dan mendiskusikan beberapa lainnya – undang-undang untuk mendukung industri pertahanan nasional. Pemerintah juga telah menekankan komitmen dan preferensi untuk menggunakan produk industri domestik untuk memenuhi kebutuhan keamanannya kapanpun memungkinkan. Selain itu, untuk pertama kalinya sejak krisis finansial 1998, angkatan bersenjata Indonesia juga mendapat cukup anggaran sehingga peningkatan permintaan domestik terlihat cukup menjanjikan bagi industri pertahanan untuk dapat berkembang.

Namun, sejumlah permasalahan tetap ada terkait pengembangan industri pertahanan nasional. Dalam level strategis, pemerintah perlu menentukan model pengembangan mana yang akan dipilih oleh Indonesia – apakah untuk menggabungkan industri pertahanan Indonesia dalam global chain of defense industries seperti apa yang dilakukan oleh Singapura, melakukan spesialisasi industri (seperti UK yang berfokus dalam industri perkapalan) atau untuk membangun military-industrial complex seperti yang dibangun oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet dimana Indonesia dalam model terakhir akan berarti memproduksi hamper semua jenis persenjataan yang diperlukan – sehingga pengembangan industri pertahanan nasional tidak akan berjalan sporadis.

Jika Indonesia gagal menentukan pilihan terkait model industri pertahanan mana untuk dijalankan, industri pertahanan nasional Indonesia tidak akan dapat menjadi cukup kompetitif dan akan kembali rentan terhadap tekanan dan kompetisi asing seperti di masa lalu. Lantas, bagaimanakah solusi alternatif pengelolaan industri pertahanan kita ditengah berbagai keterbatasannya?

(8)

National Prosperity

Menghubungkan Ekonomi Indonesia untuk APEC

Pada tahun 1989, anggota pendiri APEC menguraikan tiga tujuan, yakni mengembangkan dan memperkuat sistem perdagangan multilateral, meningkatkan saling ketergantungan ekonomi dan kesejahteraan anggota, dan mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pada tahun 1994, tujuan ini kemudian akan dipercepat oleh 'Bogor Goals' bertujuan untuk mengurangi hambatan di daerah dan mempromosikan aliran bebas barang, jasa, dan modal antara negara APEC .

Pengaruh ekonomi APEC, tanpa diragukan lagi, sangat penting bagi perekonomian Indonesia sebagai account blok untuk sekitar 55 persen dari produk bruto dunia dometik, 44 persen dari perdagangan global, dan 40 persen dari populasi dunia . Namun, tahun ini KTT APEC datang pada saat banyak negara berkembang, termasuk tuan rumah, yang menemukan diri mereka ditantang oleh volatilitas mata uang dan pasar saham. Hal ini diyakini maka sekarang adalah waktu untuk tidak hanya mengintegrasikan tetapi menghubungkan ekonomi Asia - Pasifik melalui APEC .

Sesuai dengan prioritas pada KTT APEC Bali - konektivitas mempromosikan - Indonesia diperkirakan akan memainkan peran penting di dalamnya. Memiliki US $ 878,2 miliar dari PDB total dan 246,9 juta dari total penduduk menjadikan Indonesia tidak punya pilihan selain untuk memainkan peran lebih besar dalam kerja sama lebih lanjut dengan negara-negara APEC lainnya dalam mempromosikan connetivity. Menghubungkan perekonomian Indonesia ke APEC dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti membuat kerangka APEC pada konektivitas, mendukung pembangunan infrastruktur dan investasi, menimbang rencana kerja pada respon fasilitasi perjalanan darurat, mempromosikan kerjasama pendidikan lintas - perbatasan dan inisiatif fasilitasi perjalanan. Namun sudahkah Indonesia menghubungkan perekonomiannya pada APEC? Sudah tepatkah APEC difungsikan secara strategis sesuai dengan agenda ekonomi Indonesia?

(9)

Prospek G20

G20 diciptakan di tengah krisis keuangan 1997-1999 Asia karena menjadi jelas bahwa masalah keuangan global tidak bisa lagi dikelola oleh kekuatan ekonomi tradisional seperti G7 yang hanya terdiri dari negara-negara kaya. Skala negara berkembang dan pertumbuhan mereka tidak lagi hanya dibentuk oleh perkembangan ekonomi global, akan tetapi perlu peran yang kuat dalam membentuknya. Sehingga akhirnya, G20 bertemu untuk pertama kalinya di tingkat para pemimpin di Washington, pada bulan November 2008, dan kemudian berkomitmen untuk bertemu kembali di London pada bulan April 2009. Negara anggota G20 mewakili 90 persen dari produk domestik bruto global.

Sejak 2009 London G20 Summit, perekonomian global telah diangkat ke tingkat yang penting. Selama 2008-2009, empat hasil utama muncul, yaitu komitmen untuk menghindari proteksionisme dan memelihara integrasi internasional, peningkatan besar dalam dukungan untuk lembaga keuangan internasional, komitmen untuk kebijakan ekonomi makro dan komitmen bersama untuk serius upgrade pendekatan global untuk pengaturan keuangan. Pertumbuhan didirikan hampir di mana-mana di dunia dengan pengecualian Eropa. Masalah Eropa, saat menunjukkan adanya risiko global, dipahami memiliki akar dalam kegagalan kebijakan lokal.

Sayangnya setelah London Summit, G20 telah menjadi kurang efektif dalam mendorong kebijakan global. Pertemuan baru-baru ini menekankan bahwa kebijakan nasional harus merespon kondisi nasional. Sementara disangkal, prinsip ini juga menunjuk pada kepuasan bersama dengan langkah-langkah terkoordinasi. Akibatnya, negara maju telah beralih ke negosiasi lintas wilayah pengaturan perdagangan bebas, terutama trans-Atlantik dan Samudera pembicaraan. Jika berhasil, perjanjian ini, yang didorong oleh G - 7, dapat menyebabkan perdagangan intrabloc substansial dan keuntungan investasi. Ditengah dinamika G20 yang demikian, lantas bagaimana Indonesia dapat berperan dan bagaimana arti strategis G20 bagi Indonesia? Evaluasi terhadap hal tersebut menjadi penting untuk menentukan skla prioritas agenda kerjasama ekonomi Indonesia.

(10)

Mengembangkan Ekonomi Kreatif

Ekonomi kreatif merupakan suatu usaha penciptaan nilai melalui ide. Pada tataran yang lebih praktis, ekonomi kreatif dapat didefinisikan sebagai perusahaan dan orang-orang yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang dan jasa di mana estetika, intelektual, dan emosional keterlibatan konsumen memberikan nilai produk di pasar.

Sejarah telah membuktikan berapa banyak ekonomi kreatif telah memberikan kontribusi terhadap ekonomi Amerika tahun 1990-an. Ekspor kekayaan intelektual melampaui setiap komoditas ekspor Amerika lainnya pada tahun 1996. Di banyak negara, terutama negara berkembang, ekonomi kreatif bisa menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi dari. Hal ini karena ekonomi kreatif adalah sesuatu yang semua orang dapat berhubungan dengan dan tidak terbatas hanya pada sektor tertentu.

Di Indonesia, ekonomi kreatif mulai mendapatkan perhatian ketika pemerintah sedang mencoba untuk menemukan cara untuk meningkatkan daya saing industri lokal di pasar global. Melalui Departemen Perdagangan dan Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, pemerintah Indonesia menciptakan tim " Indonesia Design Power 2006-2010" yang tugasnya adalah menemukan cara yang paling cocok untuk meningkatkan daya saing industri lokal di pasar internasional. Namun, ekonomi kreatif bukan tanpa masalah. Kesulitan pembiayaan dan pinjaman beberapa kendala yang harus ditangani oleh pemerintah. Sudahkan ekonomi kreatif dievaluasi dan dirdorong untuk menjadi potensi pengembangan pasar bagi Indonesia? Alternatif seperti apakah yang dapat mengakomodasi keselarasan agenda ekonomi tersebut?

(11)

National Identity

Celebrating Diversity: Multiculturalism

Indonesia yang multikultur merupakan sebuah kenyataan sosial. Akan tetapi, spektrum keberagaman tersebut kerap menjadi distorsi yang mengganggu integrasi kita sebagai bangsa Indonesia. Masih segar dalam ingatan kita tentang kasus penolakan pendirian gereja HKBP di Bekasi oleh sekelompok umat Muslim. Sementara itu, di Medan komunitas Parmalim menghadapi tentangan dari HKBP untuk mendirikan papunguan / rumah ibadah1. Problematika multikultur tidak hanya berlangsung dalam ranah umat beragama, tapi juga ranah kesukuan dan etnisitas.

Persoalan multikultur di Indonesia seringkali terkait dengan masalah mayoritas-minoritas yang menimbulkan dominasi dan subordinasi kelompok tertentu. Peran dan posisi negara juga menjadi masalah, terkait apakah negara harus netral atau melayani nilai-nilai kelompok mayoritas. Masalah keberagaman juga terkait dengan masalah integrasi yang mengandung unsur inklusi dan eksklusi, utamanya dalam proses menuju kemapanan demokrasi2. Ditambah lagi sejak adanya otonomi daerah, identitas kedaerahan disinyalir semakin menguat. Dikhawatirkan hal ini akan menimbulkan etnosentrisme yang berujung pada etnonasionalisme3. Kelompok-kelompok yang tidak puas bisa jadi melakukan gerakan separatisme yang merupakan ancaman bagi kesatuan NKRI.

Menurut Magnis-Suseno, Indonesia hanya bisa bersatu bila pluralitas sebagai kenyataan sosial dihormati. Persatuan Indonesia menjadi isu yang penting karena kita adalah negara ‘raksasa’ dalam kawasan Asia Teggara. Dalam dunia internasional yang semakin kuat interkoneksinya, kondisi domestik suatu negara bisa berpengaruh pada negara lain. Bilamana Indonesia terpecah-belah, maka bisa jadi akan terjadi ketidakstabilan regional karena ‘raksasa’ yang selama ini menjaga pasifisme di kawasannya sedang terguncang. Karena itu, integrasi Indonesia yang multikultur adalah isu yang sangat penting, tidak hanya bagi Warga Negara Indonesia namun juga bagi hubungan internasional.

                                                                                                                         

1  http://interseksi.org/publications/essays/articles/minoritas_multikulturalisme_demokrasi.html   2  Ibid  

(12)

Cultural Industry

Seiring dengan perkembangan zaman, industri kini tidak hanya menghasilkan produk barang dan jasa yang konvensional. Saat ini, industri juga dapat memproduksi produk kultur atau budaya yang dikemas sedemikian rupa hingga laku untuk dijual. Menurut definisi yang dianut UNESCO dalam Convention on the Protection and Promotion of the Diversity of Cultural Expressions 2005, “cultural industries produce and distribute cultural goods or services ‘which, at the time they are considered as a specific attribute, use or purpose, embody or convey cultural expressions, irrespective of the commercial value they may have’”4.

Fenomena ini dapat kita lihat pada negara Korea Selatan yang akhir-akhir ini sangat gencar dalam menggarap industri budayanya. Fenomena hallyu atau Korean wave dengan deras memasuki negara-negara Asia, bahkan tengah berkespansi ke Eropa dan Amerika Utara. Produk-produk hallyu yang dijual umumnya berupa pop culture yang meliputi musik, tari, drama, program televisi, fashion, dan lain sebagainya. Bank of Korea mencatat, pada 2011 sektor industri budaya menyumbang keuntungan 800 juta dolar AS bagi Korea Selatan5. Tidak hanya itu, fenomena hallyu meningkatkan sektor pariwisata serta meningkatkan penjualan produk-produk asal Korea Selatan. Hallyu telah menjadi instrumen diplomasi yang efektif bagi Korea Selatan.

Bagaimana dengan Indonesia? Industri budaya Indonesia sejatinya memiliki potensi untuk mendukung pembangunan negara dalam rangka menguatkan posisinya di dunia internasional. Apalagi Indonesia memiliki keanekaragaman budaya, baik pop maupun high culture yang kaya. Produk budaya kita seperti musik dan film sudah banyak mendapatkan penghargaan di tingkat internasional. Akan tetapi, dalam konteks budaya, pemerintah Indonesia masih sangat menitikberatkan pada sektor pariwisata. Sektor itu pun masih kalah prioritas dibandingkan dengan sektor ekstraktif dan agraria6. Padahal bila digarap dengan baik, industri budaya dapat menyumbang pendapatan negara serta menjadi instrumen diplomasi yang strategis bagi Indonesia.                                                                                                                           4  http://www.unesco.org/bpi/pdf/memobpi25_culturalindustries_en.pdf   5  http://www.hancinema.net/korea-­‐s-­‐culture-­‐industry-­‐rakes-­‐in-­‐800-­‐mil-­‐in-­‐2011-­‐38387.html   6  http://jakartabeat.net/humaniora/kanal-­‐humaniora/analisis/item/1708-­‐menyoal-­‐industri-­‐budaya-­‐ kita.html#.UkUYMHZfy_U  

(13)

Diaspora

The Economist mencatat, sebanyak 3% dari populasi dunia merupakan kaum migran generasi pertama yang tinggal di luar negaranya. Diaspora dapat memberi keuntungan bagi negara yang ditinggalkan, antara lain kemudahan untuk melebarkan bisnis ke negara lain lewat jaringan yang bersifat kinship (misalnya, sepupu jauh membantu sepupu jauh yang lain), diaspora yang dididik di negara maju dapat menggunakan pengetahuannya untuk membangun negaranya, serta adanya kiriman uang remitansi pada keluarga di negara asal7. Namun, diaspora juga dapat menimbulkan kerugian bagi negara yang mereka tinggalkan. Hal ini berkaitan dengan fenomena brain drain, yaitu berpindahnya Sumber Daya Manusia berkualitas tinggi ke negara lain yang dianggap lebih bisa menjamin keamanan dan kehidupan ekonomi mereka. India merupakan salah satu negara yang menghadapi masalah brain drain. Banyak diasporanya yang enggan untuk pulang, padahal kapasitas mereka sangat dibutuhkan untuk membangun negara.

Indonesia memiliki sekitar 8 (delapan) juta diaspora yang tersebar di berbagai negara. Banyak dari mereka yang sangat sukses di perantauan. Pada Agustus 2013, mereka berhasil mengadakan Kongres Diaspora Indonesia II di Jakarta yang merupakan kelanjutan dari kongres yang pertama di Los Angeles. Dikutip dari Setkab, diaspora Indonesia meliputi WNI yang bekerja di luar negeri, orang Indonesia keturunan atau yang bukan lagi warga negara Indonesia dan orang-orang yang mencintai Indonesia walaupun bukan WNI dan tidak punya keturunan Indonesia yang berasal dari berbagai macam profesi. Mereka tergabung dalam Indonesia Diaspora Network yang memiliki 56 cabang di 26 negara8. Oleh karena signifikansi ekonomi dan intelektual mereka, diharapkan diaspora Indonesia bukan menjadi brain drain seperti yang dialami India, tetapi didorong untuk tidak melupakan kampung halaman dan ikut berkontribusi dalam pembangunan Indonesia. Lantas, sudahkah evaluasi ini direfleksikan dalam kebijakan Indonesia? Bagaimana melihat merumuskan kebijakan pengelolaan diaspora Indonesia?

                                                                                                                         

7  http://www.economist.com/node/21538742/print  

(14)

Peraturan Kegiatan Diskusi Ilmiah PNMHIII XXV

I. PERATURAN KEGIATAN

1. Topik makalah akan ditentukan oleh panitia

2. Peserta diwajibkan datang tepat waktu selama acara berlangsung

3. Peserta akan dikelompokkan ke dalam skema Group Discussion (GD) yang ditentukan oleh panitia (dapat dilihat skema tersebut sebagaimana diatur dalam peraturan Joint Statement Forum)

4. Peserta wajib mematuhi segala arahan yang diberikan oleh dosen fasilitator diskusi 5. Peserta akan menyampaikan paparan presentasi selama 10 menit dengan 15 menit waktu

tanya jawab

6. Peserta diwajibkan mengikuti alokasi waktu presentasi dan tanya jawab yang telah diberikan. Ketidaktepatan waktu penyampaian materi akan berakibat pada pengurangan nilai

7. Pembobotan penilaian dapat dilihat sebagaimana terlampir dalam borang penilaian 8. Makalah terbaik akan mendapatkan penghargaan “Best Papers” pada tiap-tiap GD

9. Best Papers tiap GD berhak mempresentasikan makalahnya dalam sidang pleno bersama. 10. Waktu penyampaian presentasi makalah dalam sidang pleno adalah 10 menit. Dalam

sidang pleno tidak terdapat sesi tanya jawab

11. Hal-hal teknis yang tidak diatur dalam peraturan ini menjadi wewenang dari dosen fasilitator untuk memutuskan pertimbangan

(15)

PANDUAN JOINT STATEMENT FORUM PNMHII XXV

II. INFORMASI UMUM dan DESKRIPSI KEGIATAN

Joint Statement Forum (selanjutnya disebut sebagai JSF) merupakan salah satu mata acara dalam rangkaian kegiatan PNMHII. Keberadaan JSF sebagai salah satu mata acara dalam PNMHII secara jelas disebutkan dalam Garis Besar Haluan FKMHII. JSF menjadi suatu forum khusus untuk merumuskan pernyataan sikap bersama peserta PNMHII, yang nantinya akan dirilis sebagai hasil pelaksanan rangkaian kegiatan PNMHII. Sebagaimana tema besar PNMHII XXV pada tahun ini yaitu “Upholding the Pledge: Nationalism in Indonesian Foreign Policy”, alur perumusan(pembahasan) penyataan sikap bersama dalam forum JSF PNMHII XXV akan menekankan pada konsepsi nasionalisme dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia.

Pada pelaksanaan JSF PNMHII tahun ini, peserta akan dibagi kedalam tiga tema besar yang selama ini menjadi pilar nasionalisme kebijakan Luar Negeri Indonesia, yakni: national integrity, national prosperity, dan national identity. Peserta diwajibkan untuk membawa draft komunike yang sebelumnya telah disusun untuk kemudian didiskusikan dalam masing-masing “group discussion” yang akan difasilitasi oleh dosen pemandu dalam masing-masing-masing-masing bidang. Delegasi JSF pada akhirnya diharapkan dapat menyusun komunike yang berkesesuaian dengan diskusi pada saat group discussion. Interaksi ideasional konstruktif antar peserta PNMHII pada saat group discussion inilah yang kemudian akan dijadikan sebagai rumusan komunike pernyataan sikap bersama PNMHII, sehingga komunike yang nantinya dirilis merupakan komunike yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Perwakilan peserta JSF pada tiap group discussion akan mempresentasikan komunike yang telah disusunnya pada sidang pleno bersama yang akan disaksikan seluruh peserta PNMHII, untuk kemudian dilakukan proses kompilasi dan finalisasi hingga dirilis sebagai hasil akhir dari rangkaian kegiatan PNMHII. Hasil akhir yang akan diajukan pula sebagai bahan rekomendasi alternatif kepada stakeholder pemangku kebijakan luar negeri Republik Indonesia, baik itu unsur pemerintah, legislatif, maupun lembaga-lembaga terkait lainnya.

(16)

I. KETENTUAN DAN PANDUAN PEMBUATAN KOMUNIKE

• Panitia akan menetapkan dan membagi peserta JSF kedalam sembilan medium diskusi. Sembilan medium ini ditentukan berdasarkan tiga tema besar, National Integrity (Integritas Nasional), National Prosperity (Kesejahteraan Nasional), dan National Identity (Identitas Nasional).

• Sembilan Medium dalam pembahasan forum JSF: 1. Permasalahan Papua,

2. Permasalahan keamanan maritim 3. Industri pertahanan nasional. 4. Keterlibatan Indonesia dalam G 20 5. Keterlibatan Indonesia dalam APEC 6. Pengembangan perekonomian kreatif 7. Permasalahan multikulturalisme 8. Peran Diaspora

9. Industri Kebudayaan

• Poin pertama, tujuan dari JSF adalah menghasilkan rekomendasi konstruktif bagi pemerintah (GBHFKMHII, BAB IV, Poin 4.2.1). Poin kedua, satu-satunya hasil riil dari rangkaian proses pelaksanaan PNMHII(Opening Ceremony, Diskusi Ilmiah, Short Diplomatic Course, City Tour, Closing Ceremony dsb) adalah komunike Joint Statement Forum(Pernyataan Sikap Bersama) yang dirilis pada akhir pelaksanaan PNMHII. Dengan menimbang pada kedua hal tersebut, hasil dari pelaksanaan JSF berupa komunike harus diatur secara komprehensif, sistematis, mendetail dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

• Mekanisme Penulisan Komunike:

Komunike adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh suatu institusi/forum dalam pembahasan suatu isu/masalah tertentu. Komunike berisi opini mengenai suatu situasi tertentu dan rekomendasi sikap dan/atau tindakan yang harus diambil dalam menyikapi isu/masalah tertentu. Komunike disusun melalui kompilasi draft komunike delegasi(peserta JSF), serta dengan mempertimbangkan hasil pembahasan dari group discussion masing-masing. Peserta JSF berhak untuk mengubah subtansi beserta

(17)

redaksional kata dalam draft komunike pasca pelaksanaan group discussion sampai dengan pelaksanaan sidang forum. Draft final komunike akan diajukan pada sidang forum untuk direvisi dan pada akhirnya disetujui oleh peserta PNMHII sebagai komunike JSF.

a. Komunike disusun secara sistematis dengan melalui pertimbangan seluruh anggota FKMHII yang terdaftar mengikuti proses berjalannya perumusan resolusi JSF PNMHII XXV.

b. Komunike JSF PNMHII XXV akan disusun menggunakan poin sebagai ayat utama, serta sub poin sebagai pasal-pasal penjelas.

c. Komunike JSF PNMHII XXV berisi klausa yang menjadi fondasi struktur penulisan komunike. Klausa akan dituliskan dalam bentuk poin sebagai argumen utama, serta sub poin sebagai penjelasan.

Tata bahasa dalam draft komunike yang diajukan oleh peserta harus jelas dan padat menjelaskan aspek substansi. Gagasan yang jelas melalui tata bahasa yang baik akan mendorong kemungkinan ketercapaian konsensus peserta PNMHII.

Mengingat posisi penting dari komunike. Terdapat beberapa aspek yang perlu dipahami secara komprehensif oleh peserta dalam menyusun draft komunike PNMHII XXV:

1. Gagasan substansi dalam draft komunike disusun berdasarkan pertimbangan atas penafsiran situasi riil yang terjadi dalam kebijakan luar negeri Indonesia.

2. Draft Komunike disusun berdasarkan pertimbangan atas dokumen legal yang berlaku di Indonesia. Contoh: UUD, UU, Peraturan Pemerintah, dsb.

3. Draft Komunike disusun berdasarkan pertimbangan atas yurisdiksi legal perjanjian internasional yang mengikat Indonesia.

4. Draft Komunike harus mampu merumuskan secara jelas langkah operasional atas pilihan sikap yang diajukan.

5. Draft Komunike mampu menjelaskan secara jelas rumusan teknis, gambaran yang lebih detail atas suatu sikap/ide/solusi yang diajukan. Poin ini memiliki relasi yang kuat dengan poin 2 dan 3 diatas. Apakah rumusan teknis-gamabaran detail tersebut bertentangan dengan instrumen legal nasional maupun internasional yang sedang berlaku.

(18)

Contoh: Delegasi mengajukan gagasan pembentukan organisasi X sebagai solusi menyelesaikan permasalahan People Smuggling ke Australia. Akan tetapi, ternyata asas pendirian organisasi X ini bertentangan dengan UU no.12 thn. 2012 dan kovenan HAM PBB yang diratifikasi Indonesia. (Tidak diperbolehkan diajukan sebagai draft komunike)

6. Sikap dan gagasan yang diajukan dalam draft komunike harus memberikan penjelasan secara komprehensif mengenai alasan pertimbangan, mengapa mendorong suatu kebijakan tertentu, mengapa kebijakan yang diajukan tersebut urgent untuk dilaksanakan dsb.

• AMANDEMEN

Mengenai perubahan substansi maupun tata bahasa draf komunike yang disebut dengan amandemen. Terdapat dua jenis amandemen yang juga telah disebutkan dalam aturan prosedural:

1) Amandemen Non Substansial; Koreksi atas tata bahasa, ejaan, atau kesalahan format penulisan akan diadopsi tanpa voting oleh majelis, dengan persetujuan dari pimpinan.

2) Amandemen Substansial; perubahan sehubungan dengan substansi/definisi dari komunike harus disetujui secara keseluruhan oleh anggota sidang.

Pada saat hari H pelaksanaan PNMHII, draf Komunike dapat diamandemen sesuai dengan masukan-masukan yang diterima, terutama dari hasil diskusi yang terjadi pada masing-masing group discussion. Ataupun hasil masukan konstruktif dari delegasi(peserta) lainnya. Pasca pelaksanaan group discussion. Masing-masing perwakilan group discussion akan mempresentasikan draft final komunike. Untuk kemudian sekali lagi mengalami proses kompilasi dan amandemen terakhir pada sidang pleno bersama(sidang forum). Hasil kompilasi draft komunike pasca sidang pleno bersama akan dirilis oleh anggota FKMHII peserta PNMHII XXV sebagai komunike JSF mahasiswa HI se-Indonesia.

(19)

ALUR TEKNIS JOINT STATEMENT FORUM

Joint Statement Forum PNMHII XXV memiliki alur teknis penyelenggaraan sebagai berikut, JSF memiliki total waktu kesluruhan tiga hari. Dalam satu hari akan diadakan tiga focus group discussion, dengan perincian sebagai berikut:

• Hari pertama : Permasalahan Papua, Permasalahan Keamanan Maritim, Industri Pertahanan Nasional

• Hari Kedua : Keterlibatan Indonesia dalam G 20, Keterlibatan Indonesia dalam APEC, Pengembangan Perekenomian Kreatif

• Hari Ketiga : Isu Multikulturalisme, Peran Diaspora, Industri Kebudayaan Seluruh delegasi Joint Statement Forum akan dibagi kedalam tiga focus group discussion yang telah diagendakan. Sampai dengan akhir acara, total seluruh delegasi akan menjalani tiga FGD yang berbeda.

Masing-masing FGD berkewajiban untuk menyusun draft akhir joint communique yang nantinya akan disahkan di sidang pleno penetapan joint communique.

KETENTUAN KHUSUS AGENDA ACARA

Peserta Joint Statement Forum PNMHII XXV merupakan delegasi perwakilan universitas yang secara resmi terdaftar sebagai peserta seluruh rangkaian PNMHII XXV.

1. Elemen FGD Joint Statement Forum masing-masing adalah:

a. Peserta tier 1, peserta ini merupakan delegasi JSF perwakilan universitas yang mendapat tugas dari panitia untuk menyusun/presentasi draft joint communique sesuai dengan tema focus group discussion yang dilaksanakan pada hari itu.

b. Peserta tier 2, peserta ini merupakan delegasi JSF perwakilan universitas yang pada saat suatu focus group discussion dilaksanakan tidak memiliki tugas penyusunan/ jatah presentasi draft joint communique di hari tersebut.

(20)

c. Peserta tier 3, peserta ini merupakan delegasi Diskusi Ilmiah yang diharapkan mampu memberikan ide dan saran konstruktif untuk penyusunan draft joint communique selama FGD JSF berlangsung.

d. Moderator

2. Elemen lainnya yang tidak termasuk kedalam empat poin diatas tidak diperbolehkan mengikuti Focus Group Discussion.

3. Elemen lainnya yang tidak termasuk kedalam empat poin diatas diperkenankan menyaksikan Focus Group Discussion JSF namun tidak mempunyai hak bicara dan hak suara.

4. Skema Visual Tata Letak Peserta FGD Joint Statement Forum Terlampir HAK SERTA KEWAJIBAN

1. Hak Peserta

1) Peserta Tier 1

a. Peserta tier 1 memiliki hak bicara dan hak suara.

b. Peserta dapat mengajukan pertanyaan, usul, dan saran pendapat baik lisan maupun tulisan.

c. Peserta berhak mendapatkan materi sidang dan forum.

d. Pertanyaan dan pendapat disampaikan dengan singkat dan jelas kepada pimpinan sidang.

2) Peserta Tier 2

a. Peserta tier 1 memiliki hak bicara.

b. Peserta dapat mengajukan pertanyaan, usul, dan saran pendapat baik lisan maupun tulisan.

c. Peserta berhak mendapatkan materi sidang dan forum.

d. Pertanyaan dan pendapat disampaikan dengan singkat dan jelas kepada pimpinan sidang.

(21)

3) Peserta Tier 3

a. Peserta tier 1 memiliki hak bicara

b. Peserta dapat mengajukan pertanyaan, usul, dan saran pendapat baik lisan maupun tulisan.

c. Peserta berhak mendapatkan materi sidang dan forum.

d. Pertanyaan dan pendapat disampaikan dengan singkat dan jelas kepada pimpinan sidang.

Ket.

Hak untuk mengajukan pendapat dibedakan berdasarkan prioritas tier. Tier 1 memiliki prioritas hak berbicara lebih besar dari tier 2. Sementara tier 2 juga mendapat prioritas berbicara lebih dari tier 3.

Hak Bicara = Hak yang dimiliki peserta untuk menyatakan pendapat

Hak Suara = Hak untuk menentukan keputusan hasil FGD(Apabila terjadi voting, maka peserta dengan hak suara inilah yang boleh mengikuti voting).

2. Kewajiban Peserta

a. Mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh moderator. b. melaksanakan registrasi administrasi.

c. menyerahkan draft joint communique(sesuai dengan jadwal presentasi) kepada panitia.

TATA TERTIB UMUM

1.Tidak diperbolehkan menggunakan ponsel dan alat komunikasi yang penggunaannya dapat mengganggu selama diskusi FGD JSF berlangsung;

2.Tidak diperbolehkan untuk menggunakan kamera selama FGD JSF berlangsung;

3.Tidak diperbolehkan untuk menyinggung isu SARA selama diskusi FGD JSF berlangsung; 4.Tidak diperkenankan untuk makan di dalam ruangan diskusi;

5.Peserta diskusi FGD JSF diharapkan dapat menggunakan pakaian yang sopan dan pantas; 6.Peserta diskusi FGD JSF diharapkan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar; 7.Penggunaan bahasa asing, seperi bahasa Inggris, dapat digunakan selama diskusi,

(22)

khususnya untuk mengacu pada istilah;

8.Peserta diskusi tidak diperkenankan untuk keluar-masuk ruangan dengan frekuensi yang dapat mengganggu lancarnya diskusi FGD JSF;

9.Peserta diskusi FGD JSF diperkenankan untuk mencatat selama diskusi berlangsung;

10.Peserta diskusi FGD JSF diperkenankan untuk mengajukan pendapat, saran, pertanyaan setelah diberikan kesempatan oleh pimpinan sidang/moderator

TATA CARA BICARA

1. Demi ketertiban dan kelancaran persidangan, tiap keputusan berbicara melalui dan seizin pimpinan sidang/moderator.

2. Ketentuan mengenai waktu dan lamanya pembicaraan dapat diatur oleh pimpinan sidang/moderator.

3. Bila pembicara berbicara melampaui batas waktu yang ditetapkan, pimpinan sidang/moderator mengingatkan pembicara agar mengakhiri pembicaraannya, dan pembicara harus menaati peraturan itu.

4. Peserta yang ingin mengajukan pertanyaan harus menyebutkan nama dan asal universitas. 5. Peserta yang ingin mengajukan pertanyaan dilarang bertanya tentang hal hal diluar tema

yang didiskusikan.

WEWENANG KHUSUS PEMIMPIN SIDANG/ MODERATOR

Pemimpin sidang/moderator memiliki hak khusus untuk mengambil tindakan khusus dalam rangka menjaga ketertiban sidang/forum, yaitu

1. Mengambil Kesimpulan dari hasil Diskusi 2. Menolak Interupsi dari peserta sidang atau forum

3. Menerima atau menolak saran/ pendapat dari peserta sidang/ forum

4. Menjatuhkan Sanksi kepada peserta sidang/ forum yang melanggar ketentuan/tata tertib umum yang telah ditetapkan.

(23)

NOTULENSI

Untuk setiap sidang harus dibuat notulensi, yakni laporan jalannya sidang secara tertulis yang berisi:

1. Tempat, dan acara sidang

2. Hari, tanggal, dan jam dilaksanakannya sidang 3. Daftar hadir peserta sidang

4. Keputusan atau kesimpulan sidang

5. Keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu untuk dibuat PENUTUP

Hal-hal yang belum diatur dalam tata tertib ini akan ditetapkan kemudian atas kesepakatan bersama peserta dan panitia Joint Statement Forum PNMHII XXV.

LAMPIRAN

Pembagian Peserta Focus Group Discussion 1. Hari Pertama

a. Permasalahan Papua,

Tier 1 = Univ. Al Azhar Indonesia; Univ.Jember; Univ. Mulawarman; Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama)

Tier 2 = Univ. Gadjah Mada; Univ. Lampung; Univ. Pasundan; Univ Indonesia; LSPR; UPN Surabaya

Tier 3 = Delegasi Diskusi Ilmiah

b. Permasalahan keamanan maritim

Tier 1 = Univ. Andalas; Univ.Jend.Soedirman; Univ. Nasional; Univ.Riau

Tier 2 = Univ.Diponegoro; Univ.Kristen Indonesia; Univ.Paramadina; Univ Jayabaya; Univ Muh Yogyakarta; President University

(24)

c. Industri Pertahanan nasional.

Tier 1 = Univ. Brawijaya; Univ.Katolik Parahyangan; Univ. Negeri Sebelas Maret; Univ.Udayana

Tier 2 = Univ. Budi Luhur; Univ. Komputer Indonesia, Univ. Padjajaran; Univ. Wahid Hasyim; UIN Syarif Hidayatulah, Univ Muh Malang; UPN Veteran Jakarta.

Tier 3 = Delegasi Diskusi Ilmiah

2. Hari Kedua

a. Keterlibatan Indonesia dalam G 20

Tier 1 = Univ. Budi Luhur; Univ. Komputer Indonesia, Univ. Padjajaran; Univ. Wahid Hasyim;

Tier 2 = UIN Syarif Hidayatulah, Univ Muh Malang; UPN Veteran Jakarta; Univ. Brawijaya; Univ.Katolik Parahyangan; Univ. Negeri Sebelas Maret; Univ.Udayana Tier 3 = Delegasi Diskusi Ilmiah

b. Keterlibatan Indonesia dalam APEC

Tier 1 = Univ. Diponegoro; Univ.Kristen Indonesia; Univ.Paramadina;

Tier 2 = Univ. Andalas; Univ.Jend.Soedirman; Univ. Nasional; Univ.Riau; Univ Jayabaya; Univ Muh Yogyakarta; President University

Tier 3 = Delegasi Diskusi Ilmiah

c. Pengembangan perekonomian kreatif

Tier 1 = Univ. Gadjah Mada, Univ. Lampung, Univ. Pasundan;

Tier 2 = Univ. Al Azhar Indonesia; Univ.Jember; Univ. Mulawarman; Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama); Univ Indonesia; LSPR; UPN Surabaya

Tier 3 = Delegasi Diskusi Ilmiah

3. Hari Ketiga

a. Permasalahan multikulturalisme

(25)

Tier 2 = Univ. Gadjah Mada, Univ. Lampung, Univ. Pasundan; Univ. Al Azhar Indonesia; Univ.Jember; Univ. Mulawarman; Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama); Tier 3 = Delegasi Diskusi Ilmiah

b. Peran Diaspora

Tier 1 = UIN Syarif Hidayatulah, Univ Muh Malang; UPN Veteran Jakarta;

Tier 2 = Univ. Brawijaya; Univ.Katolik Parahyangan; Univ. Negeri Sebelas Maret; Univ.Udayana; Univ. Budi Luhur; Univ. Komputer Indonesia, Univ. Padjajaran; Univ. Wahid Hasyim;

Tier 3 = Delegasi Diskusi Ilmiah

c. Industri Kebudayaan

Tier 1 = Univ Jayabaya; Univ Muh Yogyakarta; President University

Tier 2 = Univ. Andalas; Univ.Jend.Soedirman; Univ. Nasional; Univ.Riau; Univ. Diponegoro; Univ.Kristen Indonesia; Univ.Paramadina;

Referensi

Dokumen terkait

1. Bentuk Upacara Otonan pada umat Hindu di Lingkungan Seksari Kelurahan Cakra Utara adalah:1) Sarana yang dibutuhkan antara lain; daun-daunan, buah-buahan,

Kekakuan dalam arti sulit dilikuidasi atau dialih-fungsikan jika dikaitkan dengan aset yang dimiliki oleh masyarakat pesisir, nelayan dan pembudidaya rumput laut

Setelah proses inputan master telah dilakukan dan telah terjadi proses presensi karyawan menggunakan alat sidik jari, maka secara otomatis program aplikasi

Menurut Beck (1965) resistensi tanaman adalah semua ciri dan sifat tanaman yang memungkinkan tanaman terhindar, mempunyai daya tahan atau daya sembuh dari serangan serangga

Dikaitkan dengan kedudukan media pembelajaran sebagai alat bantu ajar untuk memudahkan guru dalam proses pembelajaran, maka penggunanaan media pembelajaran dapat

Dalam aplikasi pengukuran motivasi peserta didik dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen baku ARCS yaitu IMMS ( Instructional Materials Motivation Survey ). IMMS

AAA is a primary concept in understanding computer and network security and access security.These concepts are used daily to protect property, data, and sys- tems from intentional

Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk