• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI PENGEMBANGAN KOMODITAS GARUT DALAM MENDUKUNG PROGRAM KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SLEMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI PENGEMBANGAN KOMODITAS GARUT DALAM MENDUKUNG PROGRAM KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SLEMAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI PENGEMBANGAN KOMODITAS GARUT

DALAM MENDUKUNG PROGRAM KETAHANAN PANGAN

DI KABUPATEN SLEMAN

Tri Joko Siswanto

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

Jl. Stadion Maguwoharjo No. 22 Sleman Yogyakarta. Telp. (0274) 884662 E-mail: bptpyogya@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi lahan yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya dan pendapatan petani melalui budidaya garut. Penelitian dilakukan di Desa Sum-berharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive, karena desa ini merupakan salah satu sentra pengembangan tanaman garut di Kabupaten Sleman. Metodologi yang digunakan adalah on-farm research. Parameter yang diamati meliputi potensi garut, teknologi budidaya, dan teknologi pengolahan garut. Data dan informasi yang terkumpul dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui luasan lahan yang dapat dimanfaatkan. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa potensi lahan yang tersedia di Desa Sumberharjo untuk tanaman garut mencapai 57 ha, yang terletak di Dusun Bendungan, Pereng, Sengir, dan Dayakan, dan usahatani tanaman garut pada luasan 1000 m2, dapat

mem-berikan keuntungan bagi petani sebesar Rp1.882.000. Dari potensi lahan seluas 250 ha di Ka-bupaten Sleman, diperkirakan diperoleh penghasilan sebesar Rp2. 884.000.000 per tahunnya.

Kata kunci: garut, potensi, ketahanan pangan, keuntungan

ABSTRACT

Potential development of commodities garut at food security program support in Sleman. This study aims to determine the potential of land that can be utilized for the cul-tivation of arrowroot and farmers' income through culcul-tivation of arrowroot . The study was conducted in the village of Sleman Regency Sumberharjo Prambanan sub-district. The location chosen purposively research, because in this village one of the centers marupakan arrowroot plant development in the district of Sleman. The methodology used in this study is on-farm research. Potential parameters observed arrowroot, technology arrowroot cultivation, and pro-cessing technology. Data and information were analyzed descriptively to determine the land area that can be utilized as well. The results showed, that the potential of land available in the village Sumberharjo for arrowroot plant reaches 57 ha, located in the hamlet of Dams, Pereng, Sengir, and Dayakan, and arrowroot crop farming on an area of 1000 square meters, can provide benefits to farmers amounting to Rp1.882.000. Of the total land area of 250 ha of potential in Sleman, estimated earned income of Rp2. 884 million annually.

Keywords: arrowroot, potential, food security, profit

PENDAHULUAN

Pembangunan pertanian masih menjadi tulang punggung pembangunan perekonomi-an di Indonesia. Pertperekonomi-aniperekonomi-an dperekonomi-an pembperekonomi-angunperekonomi-an pedesaperekonomi-an merupakperekonomi-an tumpuperekonomi-an dperekonomi-an hara-pan bagi penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini mengingat lebih dari 50%

(2)

penduduk mengandalkan kehidupannya dari hasil pertanian, terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan (Hadisoemarto 2002).

Pangan menjadi salah satu kebutuhan paling mendasar bagi pembentukan sumber-daya manusia yang berkualitas. Pembangunan pangan merupakan bagian dari upaya meningkatkan kualitas manusia yang diwujudkan melalui pengembangan sistem keta-hanan pangan (Bappeda DIYogyakarta 2002).

Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Permasalahan utama dalam mewujudkan ketahanan pangan adalah laju permintaan yang lebih cepat daripada pertumbuhan produksi. Peningkatan permintaan sejalan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, daya beli dan perubahan selera masyarakat. Permasalahan penting lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah rendahnya daya beli masyarakat. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 masih dirasakan hingga sekarang, hal ini menurunkan daya beli masyarakat di beberapa wilayah rawan pangan dan gizi (Bappeda Provinsi Yogyakarta 2002).

Ketergantungan yang tinggi pada beras sebagai makanan pokok menjadi riskan meng-ingat makin beratnya masalah yang dihadapi petani dalam berproduksi. Salah satu yang dapat dilakukan bagi ketahanan pangan, adalah pengembangan bahan pangan alternatif, salah satunya adalah tanaman garut.

Tanaman garut dapat dijumpai hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Tanaman ini merupakan jenis herba, tegak, berumpun dan merupakan tanaman tahunan. Tinggi tana-man mencapai 0,5–1,5 m, dengan batang berdaun dan mempunyai percabangan meng-garpu. Tanaman garut dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dan ketinggian tempat serta di bawah naungan (Arimbi 1998, Villamayor dan Jukema 1995). Akar garut atau yang dikenal dengan rimpang garut berwarna putih, panjangnya 10–30 cm, diameter 2–5 cm dan dibungkus oleh daun-daun sisik yang berwarna kecokelatan. Sebagai sumber karbohidrat, komposisi rimpang garut didominasi oleh karbohidrat, terutama pati. Umbi segar yang baru mengandung pati 16–18%, dengan kandungan air yang tinggi (Villama-yor dan Jukema 1995).

Tanaman garut sudah dikenal sejak tahun 1936. Heyne (1987) menyatakan bahwa garut di berbagai daerah di Indonesia mempunyai nama yang berbeda, antara lain sagu

banban (Batak Karo), sagu rare (Minangkabau), sagu andrawa (Nias), sagu (Palembang), larut/patat (Jawa Barat), arus/jelarut/ irut/larut/garut (Jawa Timur), labia walanta

(Goron-talo), huda sula (Ternate).

Selain sebagai sumber karbohidrat, rimpang garut juga memiliki manfaat kesehatan terutama bagi penderita diabetes atau penyakit kencing manis. Rimpang garut memiliki indeks glisemik yang lebih rendah (14) dibanding rimpang-rimpangan lainnya, seperti gembili (90), kimpul (95), ganyong (105), dan ubijalar (179) (Marsono 2002). Indeks glise-mik merupakan ukuran kadar gula darah seseorang setelah mengkonsumsi suatu maka-nan. Semakin tinggi indeks glisemik semakin tidak baik makanan tersebut untuk dikon-sumsi oleh penderita diabetes (Truswell 1992).

Rimpang garut berpotensi sebagai pangan lokal dan dapat diolah menjadi pati dan emping. Pati garut dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti terigu dalam pengolahan pangan seperti kue, cake, roti (Djaafar et al. 2002) dan pasta ikan (Riyadi dan Darmanto 2003). Emping garut dapat digunakan sebagai pengganti emping melinjo yang saat ini

(3)

sudah mulai dihindari oleh para manula. Emping garut tidak mengandung kolesterol (Djaafar dan Rahayu 2003).

Pemanfaatan lahan terutama lahan kritis dan pekarangan untuk usahatani tanaman garut sebagai pendukung ketahanan pangan perlu dioptimalkan, agar lebih produktif. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui potensi pengembangan usahatani tana-man garut di Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sletana-man, DIY.

METODOLOGI

Penelitian dilakukan pada Juli tahun 2010, di Desa Sumberharjo Kecamatan Pram-banan, Kabupaten Sleman, DIY. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive, karena desa ini merupakan salah satu sentra produksi garut, dan memiliki agroekosistem yang beragam, dari dataran rendah hingga dataran tinggi dengan kemiringan lahan lebih dari 30%, sehingga dapat mewakili wilayah Kecamatan Prambanan. Metodologi yang digu-nakan adalah on-farm research. Parameter yang diamati meliputi karakteristik lahan dan penggunaannya, input-output budidaya tanaman garut, serta keuntungan petani dari hasil panen garut dan olahannya. Data dan informasi karakteristik lahan dan penggunaannya dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sumberdaya Lahan dan Potensi Komoditas Pangan

Penggunaan lahan di Desa Sumberharjo untuk pertanian yaitu lahan sawah, lahan hutan kering, lahan basah, lahan perkebunan, dan lahan kritis. Luas lahan sawah adalah 346,8 ha, luas lahan sawah berpengairan yang diusahakan 323,3 ha, luas lahan sawah yang tidak berpengairan yang diusahakan 23,5 ha, luas lahan bukan sawah 570,4 ha, luas lahan bukan sawah/lahan pertanian 160,7 ha, luas lahan non pertanian 409,7 ha (Lestari,

et al. 2009). Oleh karena itu, masyarakat Desa Sumberharjo memanfaatkan lahan

peka-rangan dan lahan kritis untuk budidaya garut.

Komoditas pangan potensial di Desa Sumberharjo antara lain padi, jagung, kedelai, dan kacang tanah. Pada tahun-tahun terakhir, komoditas garut dikembangkan, karena masyarakat sudah mengetahui manfaat dan nilai jualnya yang cukup tinggi. Tabel 1 me-nyajikan tanaman pangan yang dikembangkan di Desa Sumberharjo. Desa Sumberharjo, merupakan daerah subur yang mempunyai potensi cukup baik, wilayahnya didominasi oleh persawahan. Hal ini terbukti dengan adanya pertanaman padi yang cukup luas, yaitu 425 ha. Tanaman padi terdapat hampir di semua dusun (18 dusun). Area terluas untuk tanaman padi terdapat di Dusun Daleman (75 ha). Selain padi, juga terdapat tanaman ja-gung, kedelai, dan kacang tanah. Pertanaman kedelai ada di Dusun Berjo, Kenaran, Di-nginan, Bendungan, Ngeburan, Pereng, Sengir, Gamparan, Dayakan, Umbulsari B, Klero, dan Dusun Melikan. Potensi hasil kedelai di Sumberharjo cukup tinggi (2,4 t/ha). Hal ini berpotensi untuk mendukung perwujudan ketahanan pangan daerah, minimal di wilayah Desa Sumberharjo. Hasil kacang tanah relatif rendah yaitu sekitar 1,57 t/ha. Rendahnya hasil kacang tanah disebabkan karena petani masih menggunakan varietas lokal dan tidak menggunakan benih unggul baru. Wilayah yang biasa menanam kacang tanah adalah Dusun Kenaran, Sawo, Dinginan, Bendungan, Jurugan, Ngeburan, Pereng, Gunung Ge-bang, Polangan, Sengir, Daleman, Gamparan, Dayakan, Umbulsari B, Klero, dan Melikan.

(4)

Tabel 1. Jenis dan luas tanam komoditas pangan di Desa Sumberharjo Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, 2010.

No Dusun Padi (ha) Jagung (ha) Kedelai (ha) Kc. Tanah (ha) Garut (ha) 1 Berjo 28,0 0,0 4,0 0,0 0,0 2 Kenaran 11,0 0,0 9,0 2,0 0,0 3 Sawo 32,0 0,0 0,0 4,0 0,0 4 Dinginan 33,0 10,0 15,0 20,0 0,0 5 Bendungan 25,0 1,0 25,0 2,0 6,0 6 Jurugan 21,0 4,0 0,0 4,0 0,0 7 Ngeburan 16,0 16,0 0,0 16,0 0,0 8 Pereng 35,0 12,0 10,0 3,0 25,0 9 Umbulsari A 3,0 10,0 0,0 0,0 0,0 10 Gn. Gebang 25,0 12,0 0,0 12,0 0,0 11 Polangan 25,0 5,0 0,0 8,0 0,0 12 Sengir 6,5 5.5 15,0 5,5 15,0 13 Daleman 75,0 12,0 0,0 16,0 0,0 14 Gamparan 16,0 16,0 16,0 2,0 0,0 15 Dayakan 25,0 3,5 16,0 2,0 11,0 16 Umbulsari B 8,0 8,0 12,0 2,0 0,0 17 Klero 20,0 1,0 15,0 5,0 0,0 18 Melikan 27,0 7,0 7,0 7,0 0,0 Jumlah 425,0 117,5 144,0 110,5 57,0

Sumber: Monografi Desa Sumberharjo 2010.

Hasil jagung juga rendah, rata-rata dari 15 dusun sekitar 5,55 t/ha, sedangkan produksi nasional rata-rata 8,72 t/ha dengan produktivitas 3,34 t/ha, hal ini disebabkan petani belum berupaya secara maksimal untuk meningkatkan produksinya baik penggunaan VUB maupun inovasi teknologi yang ada. Umumnya petani lebih tertarik menanam jagung secara rapat untuk dijual berupa tebon sebagai pakan ternak, jadi tidak dipanen sebagai biji. Luas areal produksi jagung di 15 dusun yang ada di Desa Sumberharjo sekitar 117,5 ha dengan rata-rata produksi 5,55 t/ha.

Selain jagung, terdapat komoditas yang relatif baru dibudidayakan petani yaitu tana-man garut, komoditas ini cukup adaptif ditanam pada lahan-lahan marginal dan mampu hidup di bawah naungan tanaman keras. Hingga saat ini luas areal tanam garut mencapai 57 ha. Tanaman garut potensial dikembangkan di Desa Sumberharjo, karena selain pro-duksinya tinggi, komoditas ini diolah menjadi emping garut untuk keperluan oleh-oleh berupa camilan bebas kolesterol. Areal tanaman banyak terdapat di Dusun Bendungan, Pereng, Sengir, dan Dayakan. Informasi harga jual emping garut kering curah (belum paking) Rp20.000 dan sudah paking Rp25.000/kg.

Analisisis Usahatani

Pendapatan yang diperoleh usahatani garut cukup tinggi, yaitu sebesar Rp1.882.000 pada luasan 1.000 m2 (Tabel 2). Apabila dikonversi menjadi 1 ha luas tanam, pendapatan

yang diperoleh mencapai Rp18.820.000/ha. Budidaya garut di Sumberharjo mencapai 57 ha; sehingga total pendapatan yang diperoleh masyarakat adalah Rp1.072.740.000. Hasil

(5)

ini cukup menjanjikan bagi masyarakat desa, apalagi ditunjang dengan tersedianya lahan yang potensial untuk pengembangan seluas 250 ha di Kabupaten Sleman (Dinas Perta-nian Kabupaten Sleman 2009).

Separuh dari produksi umbi garut yakni bagian pangkal, ujung serta kulit umbi, dipro-ses menjadi pati. Dari 250 ha potensi lahan pengembangan di Kabupaten Sleman, diperki-rakan memperoleh 711 ton yang dapat diproses menjadi pati. Hasil analisis menunjukkan bahwa setiap 20 kg bahan baku diperoleh pati sebanyak 4 ons setara dengan 0,4/kg, atau Rp8.000. Dengan demikian, pati yang dihasilkan dari proses produksi sebanyak 711 t, adalah sebanyak 14.220 kg, atau senilai Rp2.844.000.000/tahun; atau sebesar Rp237.000.000/bulannya. Dari hasil analisis usahatani pengolahan menjadi emping dan pati, mampu memperoleh pendapatan yang tinggi. Oleh karena itu, adanya pendampi-ngan teknologi pengolahan hasil terus diupayakan agar hasil yang diperoleh dapat meme-nuhi standar good agriculture processing (GAP), sehingga mampu bersaing di pasar bebas.

Tabel 2. Analisis usahatani tanaman Garut seluas 1000 m² di Desa Sumberharjo pada tahun 2010. No Uraian Kegiatan Volume Satuan harga

(Rp/kg) Dibayar-kan (Rp) Tidak di-bayarkan (Rp) Jumlah (Rp) I Sarana Produksi 1 Benih 80 kg 20.000 200.000 - 200.000 2 Pupuk Kompos 3 t 500 - 1.500.000 1.500.000 Jumlah 200.000 1.500.000 1.700.000 II Tenaga Kerja 1 Pengolahan tanah (luku dan garu)

13 HOK 20.000 180.000 80.000 260.000 2 Tanam dan pemupukan

dasar 10 HOK 20.000 100.000 100.000 200.000 3 Penyiangan, pembumbunan dan pemupukan 1 10 HOK 20.000 100.000 100.000 200.000 4 Penyiangan, pembumbunan dan pemupukan 2 10 HOK 20.000 100.000 100.000 200.000 5 Panen 10 HOK 20.000 - 200.000 200.000 Jumlah 480.000 580.000 1.060.000 III Sewa Tanah

Satu Kali musim tanam 350.000 350.000 IV Total input I+II+III 680.000 2.430.000 3.110.000 V Produksi

(ubinan 15,6 kg)

2.496 kg @ 2.000 4.992.000 VI Hasil Usahatani 1.882.000

1 HOK olah tanah = 4 jam ; 1 HOK tanam dan pemupukan dasar = 5 jam ; 1 HOK penyiangan 5 jam; 1 HOK panen = 5 jam.

(6)

KESIMPULAN

1. Desa Sumberharjo, mempunyai potensi yang baik untuk pengembangan usahatani garut dalam mendukung ketahanan pangan, melalui optimalisasi lahan yang ada seluas 57 ha yang ada di dusun Bendungan, Pereng, Sengir, dan Dayakan, dengan keuntung-an Rp18.820.000/ha.

2. Potensi pengembangan tanaman garut di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman cukup besar. Dari 250 ha lahan yang tersedia diperkirakan diperoleh pendapatan sebe-sar Rp2.844.000.000.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1998a. Garut, ciri dan teknik budidaya. Koran Sinar Tani, 9 September 1998. Anonim, 1998b. Mengembangkan industri pengolahan garut. Sinar Tani 21 Oktober 1998. AOAC, 1990. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists.

Vol I, Published by AOAC International, Arlington, USA.

Arimbi, N.W., 1998. Pengembangan Tanaman Garut (Marantha arundinacea L.) dan Industri Kecil Olahannya Bertumpu pada Prakarsa Petani. Fakultas Pertanian Univ. Wangsa Manggala Yogyakarta.

Hadisoemarto, S. 2002. Dewan Ketahanan Pangan Propinsi D.I.Yogyakarta. Penjelasan Singkat. Dinas Pertanian. Bulletin. Nomor 0101. Edisi 1.

Lestari, S.B. et. al. 2009. Kajian Perencanaan Pengembangan Komoditas Potensial Sleman Timur. Laporan. Un-published.

Bappeda Provinsi DIYogyakarta. 2002. Kebijaksanaan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Mendukung Ketahanan Pangan. Bulletin. Nomor 0101. Edisi 1.

Djaafar, T.F., S. Rahayu, Wiryatmi dan Al Amin SEP., 2002. Penelitian Adaptasi Teknologi Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian Lahan Kering Dataran Rendah dalam Menun-jang Agroindustri di DIY. Laporan Kegiatan Proyek ARMP-II, BPTP Yogyakarta.

Djaafar, T.F. dan S. Rahayu, 2003. Karakteristik Rimpang Garut ( Marantha Arundinacea) Pada Berbagai Umur Panen Dan Produk Olahannya. Prosiding Seminas Nasional Iptek Solusi Kemandirian Bangsa. Yogyakarta 2006.

Pemerintah Desa Sumberharjo. 2009. Potensi Desa Sumberharjo Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman. Unpublished.

DISKUSI Pertanyaan: Prof. Dr. Sudaryono (Balitkabi)

Jawaban: Di Sleman banyak lahan untuk mengambangkan garut. Sudah melakukan pengka-jian terhadap olahan, banyak home industri.

Gambar

Tabel 1.  Jenis  dan luas tanam komoditas  pangan di Desa Sumberharjo Kecamatan  Prambanan,  Kabupaten Sleman, 2010
Tabel 2. Analisis usahatani tanaman Garut seluas 1000 m² di Desa Sumberharjo pada tahun 2010

Referensi

Dokumen terkait

1) Duty (tugas) artinya apa yang telah diberikan kepada kita sebagai tugas kita harus melaksanakannya. 2) Laws (hukum dan undang-undang) kesepakatan tertulis yang

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari hasil tes peserta didik pada pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V Sekolah Dasar Negeri 09 Sungai Raya, maka dapat diambil

Berdasarkan pengolahan data, diperoleh bahwa Bi Rate memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat inflasi, sedangkan kurs dan jumlah uang beredar (M1) tidak

Agar provider kesehatan mampu memberikan konseling laktasi secara optimal, maka institusi pendidikan harus dapat membekali maha- siswa dengan kompetensi tesebut sehingga dapat mem-

Sedangkan rerata hasil analisis unsur Al antara metoda SSA dan AAN pada tingkat perbedaan dengan signifikansi 5% terdapat perbedaan rerata karena nilai t unsur Al yang

Masa modern sekarang ini, selain anak dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan zaman juga diharapkan di kemudian hari anak-anak mengetahui akan

Berdasarkan hipotesis di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada pengaruh kompetensi profesional pendidik dan motivasi belajar peserta didik secara bersamaan

i Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Karunia dan Rahmat-Nya Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia 2016, yang