• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak — Pada sistem tenaga listrik, analisis kestabilan transien mempunyai peranan penting dalam menjaga keamanan operasinya. Saat terjadi gangguan, sistem akan mengalami kondisi transien. Dalam kondisi tersebut, rele pengaman akan bekerja untuk membuka circuit breakers dalam kurun waktu tertentu. Akan tetapi hal ini tidak menjamin sistem akan kembali pada kondisi steady-state. Hal ini disebabkan adanya waktu pemutus kritis / critical clearing time (CCT) pada saat kondisi transien. CCT adalah perhitungan waktu kritis setelah terjadi gangguan. Sistem akan stabil jika gangguan diputus kurang dari CCT, sebaliknya sistem akan tidak stabil jika gangguan diputus melebihi CCT. Untuk menghitung CCT yang akurat dapat menggunakan metode time domain simulation, tetapi metode ini tidak dapat menghitung CCT dan secara langsung. Selain itu memerlukan waktu yang lama dalam proses perhitungannya. Dalam tugas akhir ini akan diusulkan sebuah metode yang dapat menghitung CCT secara langsung, cepat, dan akurat berdasarkan metode critical trajectory menggunakan hilangnya sinkronisasi. Critical trajectory didefinisikan sebagai lintasan yang berawal dari titik gangguan dan berakhir pada kondisi hilangnya sinkronisasi. Metode ini digunakan untuk menghitung CCT pada sistem multimesin yang terhubung pada infinite bus di sistem 3 generator 9 bus.

Kata Kunci — Analisis Kestabilan Transien, Critical clearing Time (CCT), Trajectory kritis

I. PENDAHULUAN

Stabilitas sistem tenaga listrik telah dianggap sebagai masalah penting untuk memenuhi kebutuhan listrik sudah menjadi kebutuhan primer bagi manusia. Banyak kejadian listrik mati total disebabkan oleh ketidakstabilan sistem tenaga. Tidak terkecuali yang menjadi sorotan adalah kestabilan transien. Stabilitas transien berhubungan dengan gangguan besar secara tiba-tiba seperti gangguan hubung singkat, pemutusan saluran secara tiba-tiba melalui circuit

breaker(CB), serta pemindahan beban secara tiba-tiba. Pada

saat terjadi gangguan, rele pengaman akan bekerja untuk membuka breakers dalam waktu kurang dari 200-300 ms. Akan tetapi hal ini tidak menjamin sistem akan kembali pada kondisi steady-state. Hal ini disebabkan adanya waktu

pemutus kritis / critical clearing time (cct) pada sistem tenaga listrik. Jika gangguan diputus kurang dari waktu kritisnya/

critical clearing time (cct), maka generator akan kembali

stabil. Namun, jika gangguan diputus lebih dari waktu kritisnya/ critical clearing time (cct), maka generator akan berada pada kondisi tidak stabil.

Hingga saat ini, analisis kestabilan transien masih banyak menggunakan integrasi numerikal dari persamaan diferensial nonlinear. Metode ini cukup akurat dalam perhitungan critical clearing time(cct) suatu sistem tenaga multimesin dan mampu memberikan gambaran tentang kestabilan sistem tenaga akibat gejala transien yang dialami. Namun, integrasi numerikal yang begitu panjang dalam proses perhitungan critical clearing time (cct) menyebabkan metode ini memerlukan waktu yang tidak sedikit dalam proses iterasinya. Hal ini sangat tidak efektif jika diterapkan pada analisis kestabilan transien. Sebab, pola perubahan yang terjadi akibat gangguan-gangguan yang terjadi pada sistem sangat cepat pada sistem. Oleh karena itu, diperlukan sebuah metode yang dapat menghitung critical clearing time (cct) dengan iterasi yang lebih cepat dan akurat, sehingga dapat diaplikasikan secara nyata pada sistem.

Salah satu metode untuk menentukan critical clearing

time (CCT) pada permasalahan stabilitas sistem tenaga listrik

adalah dengan menentukan critical trajectory (lintasan kritis) pada suatu sistem multi-machine yang diakibatkan oleh hilangnya sinkronisasi. Critical trajectory diperoleh dari lintasan mulai dari lintasan pada gangguan dan mencapai titik kritis yang disebut dengan Controlloing Unstable Equilibrium

Point (UEP). Sehingga critical trajectory dan CCT dapat

dihitung secara bersamaan.

II. KESTABILAN TRANSIEN

A. Definisi Kestabilan Transien

Kestabilan sistem tenaga listrik berdasar referensi [5] dapat dibagi menjadi menjadi tiga kategori, yaitu :

1. Kestabilan sudut rotor 2. Kestabilan tegangan 3. Kestabilan frekuensi

Kestabilan transien merupakan bagian dari kestabilan sudut rotor yang mempelajari mengenai kemampuan dari mesin-mesin sinkron yang saling terinterkoneksi pada sistem tenaga listrik untuk menjaga kesinkronan setelah mengalami gangguan besar seperti gangguan hubung singkat pada saluran transmisi pada sistem tenaga. Kestabilan tersebut tergantung

Perhitungan CCT (Critical Clearing Time) Berdasarkan

Trajectory Kritis Menggunakan Hilangnya Sinkronisasi

pada Sistem 3 Generator 9 Bus yang Terhubung pada

Infinite Bus

Brilyan Muhammad, Dimas Anton Asfani, dan Ardyono Priyadi

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

(2)

pada kemampuan untuk menjaga atau mengembalikan keseimbangan antara torsi elektromekanik dan torsi mekanik dari masing-masing mesin sinkron. Periode waktu yang digunakan untuk studi kestabilan transien berkisar antaea 3-5 detik setelah gangguan. Untuk sistem yang sangat besar ditambahkan 10-20 detik.

B. Critcal Clearing Time (CCT)

Pengisolasian area akibat suatu gangguan yang besar menyebabkan perubahan struktural pada sistem tenaga listrik. Pengisolasian ini dapat dilakukan dengan pemutusan saluran melalui circuit breaker(CB) saluran maupun pelepasan generator dari sistem melalui circuit breaker(CB) generator. Pemutusan saluran maupun pelepasan generator melalui

circuit breaker(CB) harus kurang dari waktu pemutus

kritisnya atau sering disebut critical clearing time (cct). Jika gangguan diputus kurang dari waktu kritisnya/ critical

clearing time (cct), maka sistem akan kembali stabil. Namun,

jika gangguan diputus lebih dari waktu kritisnya/ critical

clearing time (cct), maka generator akan berada pada kondisi

tidak stabil. Dengan menggunakan energy function, critical

clearing time (cct) dapat dicari dengan menghitung perbedaan

waktu antara SEP (Stable Equilibrium Point) dan exit point. C. Critical Trajectory

Critical Trajectory didefinisikan sebagai lintasan yang

dimulai dari titik Fault-on Trajectory pada CCT dan mencapai titik kritis dimana sistem kehilangan sinkronisasi[7]. Hal ini digunakan Untuk meminimalisasi masalah yang terjadi pada perhitungan nilai UEP (Unstable Equlibrium Point) shingga didapatkan nilai CCT untuk mencapai kestabilan pada sistem tenaga listrik. 1 2 3 4 UEP (rad) (rad)/s ω δ SEP

Gambar 1. Lintasan dalam setiap tahap pada sistem tenaga listrik satu generator terhubung ke bus infinite dengan peredam (Damping)[7].

Dalam paper ini akan diusulkan sebuah metode yang manggunakan critical trajectory dan gambar 2 merupakan contoh kasus pada sistem tenaga listrik satu generator yeng terhubung dengan infinite bus dengan peredam. Tiga jenis lintasan ditunjukkan dalam gambar 2. Trajectory 1 adalah lintasan saat terjadi gangguan (fault-on trajectory) dimulai dari Stabil Equilibrium Point (SEP) hingga ganguan diputus.

Trajectory 2 adalah lintasan saat dimana sistem sudah

mencapai kestabilannnya karena gangguan dihilangkan sebelum waktu pemutus kritisnya (CCT). Trajectory 4 adalah lintasan saat tidak stabil, dimana waktu pemutusan gangguan terlalu lama. Trajectory 3 merupakan lintasan kritis untuk

kestabilan sistem, dimana lintasan kritis ini akan dicari pada paper ini.

III. PERHITUNGANCRITICALCLEARINGTIME BERDASARKANHILANGNYASINKRONISASI

A. Kondisi Awal

Perhitungan kestabilan transient dihitung dengan nilai awal (initial point) ketika dalam kondisi stabil didefinisikan sebagai

xpre, ketika gangguan terjadi pada saat t=0. Kemudian sistem

diatur oleh persamaan dinamis ketika gangguan seperti berikut,

(1) Dimana

Hasil dari persamaan 1 adalah critical trajectory pada saat terjadi gangguan. Persamaan ini juga dapat ditulis sebagai,

(2) Dimana

Gangguan dapat dihilangkan pada saat t=τ dan sistem diatur oleh persamaan dinamis seperti berikut,

(3) Hasil dari persamaan (3) adalah critical trajectory pada saat setelah terjadi gangguan. Persamaan ini juga dapat ditulis sebagai,

(4) Sebagai catatan x0 adalah titik pada lintasan kritis saat gangguan (fault on trajectory) saat t=τ.

(5)

B. Modifikasi Persamaan Trapezoidal

Perhitungan trapezoidal digunakan untuk persamaan (3) pada saat tk dinotasikan dengan xk, sehingga persamaan trapesoidal yang konvensional menjadi,

(6) Dimana,

Modifikasi persamaan trapezoidal menitikberatkan pada kondisi ketika gangguan dihilangkan pada saat CCT dan variabel yang konvergen ke titik kritis seperti yang dinyatakan sebelumnya. Dalam beberapa kasus tertentu, titik kritis sama dengan UEP (unstable equilibrium point) dan lintasan mencapai UEP dengan waktu tak terbatas. Gambar 3 menunjukkan lintasan kritis, dimana dua titik batas, x0 dan xu, merupakan titik awal di CCT dan titik kritis. Memperoleh lintasan kritis menjadi sangat sulit ketika dibutuhkan waktu tak terbatas untuk dapat mencapai UEP. Untuk menghindari masalah tersebut, metode baru untuk integrasi numerik telah dikembangkan sebagai berikut.

Pertama, jarak antara dua titik dalam persamaan (6) didefinisikan sebagai:

(3)

Dimana,

(8)

Sehingga persamaan (6) menjadi,

(9) Dengan menggunakan persamaan (9), integrasi numerik terhadap waktu berubah menjadi integrasi terhadap jarak, seperti yang terlihat pada gambar berikut.

CP x0 xu xm x1 xk x0~ xu: critical trajectory Masing-masing titik tehubung menggunakan metode trapezoidal ε ε ε

Gambar 2. Konsep dari modifikasi metode trapezoidal

C. Kondisi Kritis saat Hilangnya Sinkronisasi

Untuk kasus single machine kekuatan sinkronisasi akan hilang ketika atau . Dimana dan masing-masing adalah torsi dan daya sinkronisasi, sedangkan adalah sudut rotor. Dalam kasus multi mesin dapat ditulis berdasarkan kondisi hilangnya kekuatan sinkronisasi dapat dirumuskan dengan matriks koefisien sebagai berikut :

dengan (10)

Dimana adalah eigenvector berhubungan dengan matrik zero eigenvalue , dan adalah jumlah dari generator. Dengan kondisi

eigenvector harus menyesuaikan dengan perubahan arah dari

. Hal tersebut dapat ditulis dengan persamaan berikut dengan :

(11) Kondisi (10) dan (11) dapat diasumsikan sebagai titik akhir dalam menentukan lintasan kritis nantinya. Meskipun hal tersebut bukan bukti secara utuh dari kondisi stabilitas

dynamic system, persamaan berikut merepresentasikan

kondisi stasioner pada torsi atau daya sinkronisasi.

(12) Ketika adalah dasar fungsi dari sudut rotor generator, maka persamaan berikut berlaku :

(13) Persamaan di atas menyiratkan bahwa persamaan (11) dan (12) ekuivalen satu sama lain dalam kondisi (10). Dengan demikian, kondisi baru yang diusulkan adalah untuk

menentukan kondisi stasioner untuk atau yang menyebabkan matriks torsi / daya sinkronisasi menjadi matrik singular.

D. Perumusan Masalah

Dalam penentuan keadaan kritis untuk kondisi Kestabilan transien dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:

0 1 1 1 1 , ,..., , , , , 0 min ( ) ' ( ) ( ) ' ( ) m S m k k m m x x x k v k W ε τ µ µ µ µ + + + =  +    

(14) Dimana (15) (16) Dengan kondisi batasan

(17)

(18)

Dimana W adalah matriks pembobot dengan diagonal matriks bernilai positif. Karena pemilihan W tidak mempengaruhi konvergensi atau akurasi metode yang diusulkan, matriks identitas akan digunakan untuk W pada semua simulasi. Setelah melakukan minimisasi pada persamaan (14), akan menjadi nol. Dengan persamaan trapezoidal akan menghubungkan ke semua titik , k=0 sampai . Dalam metode ini , kesalahan numerik adalah hasil akumulasi peningkatan sehingga titik akhir pada umumnya memiliki kesalahan yang cukup besar. Di sisi lain, metode ini dalam menentukan titik akhir tambahan seperti dalam persamaan (18). kemudian menyelesaikan persamaan minimisasi sehingga error benar-benar didistribusikan.

E. Pemodelan Sistem Tenaga Listrik

Pada model sistem tenaga listrik yange terhubung dengan infinite bus didefinisikan menggunakan Xd’ model generator

dimana masing-masing generator diwakili oleh dua persamaan diferensial. Center of angle (COA) dari persamaan ayunan digunakan untuk kedua simulasi numerical simulation

method dan metode yang diusulkan sebagai berikut :

( )

( ) i i i mi ei COA i i T M M P P P D M ω = − θ − − ω (19) i i θ =ω (20) Dimana, 0 0 1 1 1 1 1 ; ; ; n n n T i i i i i i T i T i M M M M M M ω ω δ δ = = = =

=

=

( )

(

)

0 0 1 ; ; ; n i i i i COA mi ei i P P P θ δ δ ω ω ω θ = = −  = − =

(4)

( )

sin

(

)

i n e ij i j i j ij j i P θ Y E E θ θ α = =

− +

Pada sistem multimesin yang terhubung pada infinite

bus , infinite bus digunakan sebagai referensi pada sistem.

Pada kasus ini generator swing atau slack yang dipilih sebagai

infinite bus. Dimana variable vector ѵ ω δ disetting dengan

nilai 0, sedangkan untuk jacobian matrix sama seperti dengan sisstem multi mesin yang tidak terhubung dengan infinite bus.

IV. SIMULASI DAN ANALISIS

Simulasi dilakukan dengan menggunakan sistem tenaga listrik P. M. Anderson and A. A. Fouad 3 generator- 9 bus[8] seperti pada single line diagram dibawah ini.

8 2 7 F J H 3 A B G2 G G3 E 9 I 5 6 C D 4 1 Bus Infinite

Gambar 3. Sistem 3 Generator 9-Bus yang terhubung infinite bus

Dari sistem tersebut telah ditentukan titik-titik terjadinya gangguan. Diasumsikan terdapat 10 titik gangguan yang dianggap mewakili gangguan yang terjadi pada sistem yang berpengaruh pada kestabilan sistem. Setelah titik gangguan ditentukan, maka akan dicari aliran daya dari sistem. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan parameter awal yang diperlukan pada proses iterasi selanjutnya dalam perhitungan critical

clearing time (CCT). Parameter tersebut antara lain: daya

mekanis generator (Pm), tegangan bus generator (V), daya generator (S), dan tegangan generator (Ea).

Tabel 1

Hasil iterasi dari aliran daya. Ge

n Pm

(p.u) V (p.u) S (p.u) Ea (p.u) 2 1.63 1.0116 + 0.1653i 1.6300 +

0.0665i 0.9885 + 0.3546i

3 0.85 1.0216 + 0.0834i 0.8500 -

0.1086i 0.9902 + 0.2316i

A. Perhitungan Critical Clearing Time (CCT) pada Sistem 3 Generator 9 Bus tanpa Damping

Dengan mengabaikan damping pada setiap generator, critical clearing time (CCT) yang dihasilkan metode ini cukup akurat. Jika nilai CCT yang dihasilkan oleh metode yang diusulkan ini dibandingkan dengan besaran nilai CCT yang dihasilkan dengan numerical simulation method, maka perhitungan CCT pada setiap titik gangguan yang dihasilkan akan mendekati nilai CCT yang sesungguhnya.

Tabel 2.

Perbandingan nilai CCT yang dihasilkan metode yang diusulkan dengan

numerical simulation method pada sistem 3 generator 9 bus tanpa damping.

CCT (s) Iterasi Lama Iterasi (s) CCT(s) Lama Iterasi dengan 10 Percobaan (s)

A

0.1862

14

31.9224 0.18-0.19

319.224

0%

B

0.2341

14

31.8944 0.23-0.24

318.944

0%

C

0.2526

13

31.8577 0.25-0.26

318.577

0%

D

0.2530

13

31.6776 0.25-0.26

316.776

0%

E

0.1969

13

31.4225 0.19-0.20

314.225

0%

F

0.2086

13

31.8600 0.20-0.21

318.600

0%

G

0.2353

14

31.8795 0.23-0.24

318.795

0%

H

0.2345

14

30.6806 0.23-0.24

306.806

0%

I

0.3826

15

32.0077 0.41-0.42

320.077 -6.68%

J

0.2805

13

31.5154 0.28-0.29

315.154

0%

31.67158

316.7158

Fault Point

Metode yang Diusulkan Numerical Simulation Method

RATA-RATA

Error

Metode yang diusulkan termasuk direct method, karena CCT yang dihasilkan dapat lagsung ditemukan, sedangkan numerical simulation method merupakan indirect

method dimana CCT yang ditemukan masih dalam jarak

waktu antara stabil dan tidak stabil dari sistem setelah mendapatkan gangguan. Sebagai contoh pada titik gangguan A didapatkan CCT sebesar 0.18-0.19 detik. Sistem masih dalam keadaan stabil ketika waktu pemutusan dari gangguan setelah 0.18 detik dan sistem tidak dalam keadaan stabil ketika waktu pemutusan 0.19 detik. Hal ini berarti bahwa waktu antara 0.18-0.19 merupakan critical clearing time (CCT). Untuk besarnya error didapatkan 0% untuk semua titik gangguan dikarenakan besar CCT yang didapat ada diantara kondisi tcs (keadaan dimana sistem stabil) dan tcu (keadaan dimana sistem tidak stabil). Haya pada titik gangguan I nilai

CCT terletak diluar tcu dan tcs. Oleh karena itu, didapatkan

nilai eror seperti yang tertera di tabel 4.6. Nilai eror didapat

dengan perhitungan .

(5)

Gambar 4. Grafik karakteristik kecepatan sudut rotor (ω) terhadap waktu di titik gangguan A pada sistem 3 generator 9 bus tanpa damping.

Hasil simulasi dengan menggunakan trajectory kritis sebagai contoh pada titik gangguan A dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5 merupakan grafik karakteristik sudut rotor (δ) dan kecepatan sudut (ω) terhadap waktu yang menunjukkan bahwa CCT yang diperoleh adalah 0.1862 detik yang ditunjukkan pada grafik warna cyan. Serta hasil dari trajectory kritis dengan waktu pemutusan gangguan pada saat 0.18 dan 0.19 detik pada garis yang berwarna biru dan merah.

Gambar 5. Grafik karakteristik kecepatan sudut (δ) terhadap waktu di titik gangguan C pada sistem 3 generator 9 bus tanpa damping.

Dari gambar 4 dan 5 menunjukkan bahwa sudut rotor (δ) dan omega (ω) pada generator kritis. Dalam keadaan tidak stabil maka trajectory pada simulasi akan semakin ke atas sehingga keluar dari batasan kestabilan. Pada keadaan stabil terlihat bahwa sudut rotor akan terus berosilasi. Hal ini dikarenakan sistem yang digunakan tanpa menggunakan

damping sehingga tidak ada redaman ketika gangguan sudah

terjadi.

B. Perhitungan Critical Clearing Time (CCT) pada Sistem 3 Generator 9 Bus dengan Damping

Dengan menggunakan konstanta damping sebesar 5% pada setiap generator, maka didapatkan nilai CCT yang dihasilkan oleh metode yang diusulkan ini dibandingkan dengan besaran nilai CCT yang dihasilkan dengan numerical simulation

method, maka perhitungan CCT pada setiap titik gangguan

dihasilkan seperti berikut.

Tabel 3.

Perbandingan nilai CCT yang dihasilkan metode yang diusulkan dengan

numerical simulation method pada sistem 3 generator 9 bus dengan damping.

CCT (s) Iterasi Lama Iterasi (s) CCT(s) Lama Iterasi dengan 10 Percobaan (s) A 0.2266 39 31.8486 0.22-0.23 318.486 0% B 0.3165 22 31.4228 0.31-0.32 314.228 0% C 0.3151 17 31.3855 0.31-0.32 313.855 0% D 0.3167 13 31.3039 0.32-0.33 313.039 -1.03% E 0.2387 16 31.5843 0.23-0.24 31.5843 0% F 0.2463 14 31.2553 0.24-0.25 312.553 0% G 0.3236 33 31.7089 0.31-0.32 317.089 1.13% H 0.3128 23 31.4684 0.31-0.32 314.684 0% I 0.6204 18 31.3360 0.61-0.62 313.360 0.06% J 0.3460 24 31.5125 0.35-0.36 315.125 -1.14% 31.48262 314.8262 Fault Point

Metode yang Diusulkan Numerical Simulation Method

RATA-RATA

Error

Critical clearing time (CCT) yang dihasilkan lebih

besar daripada tanpa menggunakan damping. Tabel 4.7 merupakan perbandingan CCT yang dihasilkan oleh metode yang diusulkan dibandingkan dengan besaran nilai CCT yang dihasilkan dengan numerical simulation method. Dari CCT yang diperoleh pada setiap titik gangguan terlihat bahwa nilai

CCT yang di hasilkan tidak berbeda jauh dari hasil nilai CCT

yang didapat dari numerical simulation method seperti yang ditampilkan pada tabel 4.7. Haya pada titik gangguan D, G, H, dan J nilai CCT terletak diluar tcu dan tcs. Oleh karena itu, didapatkan nilai eror seperti yang tertera di tabel 4.7. Nilai eror didapat dengan perhitungan . Iterasi yang terjadi pada proses untuk memperoleh CCT pada sistem 3 generator 9 bus dengan damping memang lebih banyak dibandingkan tanpa menggunakan damping. CCT yang dihasilkan jauh lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan numerical simulation method.

.

Gambar 6. Grafik karakteristik sudut rotor (δ) terhadap waktu di titik gangguan G pada sistem 3 generator 9 bus dengan damping.

(6)

Hasil simulasi dengan menggunakan trajectory kritis menggunakan damping sebagai contoh pada titik gangguan A dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7 merupakan grafik karakteristik sudut rotor (δ) dan kecepatan sudut (ω) terhadap waktu yang menunjukkan bahwa CCT yang diperoleh adalah 0.2266 detik yang ditunjukkan pada grafik warna cyan. Serta hasil dari trajectory kritis dengan waktu pemutusan gangguan pada saat 0.22 dan 0.23 detik pada garis yang berwarna biru dan merah.

Gambar 7. Grafik karakteristik kecepatan sudut (ω) terhadap waktu di titik gangguan G pada sistem 3 generator 9 bus dengan damping.

Dari gambar grafik karakteristik yang disajikan pada gambar 6 dan 7, telah nampak perbedaan antara kondisi yang stabil dan yang tidak stabil. Dengan kurva warna “hijau” menunjukkan kurva tidak stabil dimana pemutusan gangguan melebihi CCT yang telah didapatkan dengan waktu pemutusan pada batas atas CCT yang diperoleh pada

numerical simulation method dan kurva dengan warna “biru”

menunjukkan kurva stabil dimana pemutusan gangguan kurang dari CCT yang telah didapatkan dengan waktu pemutusan pada batas bawah CCT yang diperoleh pada

numerical simulation method seperti pada tabel 3. Sedangkan

kurva warna “cyan” merupakan hasil dari metode yang diusulkan sehingga didiapatkan CCT yang diharapkan. Dari hasil simulasi untuk keadaan tidak stabil maka trajectory pada simulasi akan semakin ke atas sehingga keluar dari batasan sudut kestabilan. Dengan menggunakan damping maka pada keadaan stabil terlihat bahwa sudut rotor akan berosilasi dan kembali pada keadaan setimbang.

. .

V. KESIMPULAN

Metode perhitungan critical clearing time (CCT) berdasar

trajectory kritis menggunakan hilangnya sinkronisasi pada

sistem 3 generator 9 bus yang terhubung dengan infinite bus sudah mampu memberikan penilaian sebuah kestabilan transien dengan mempresentasikan hasil CCT pada sebuah sistem multi mesin dengan hasil CCT diperoleh secara langsung tanpa ada batasan dari CCT yang ditemukan seperti pada numerical simulation method. Hasil CCT sudah terbukti tepat jika dibandingkan dengan numerical simulation method dengan perbedaan hasil tidak kurang dari 1 detik serta tidak memerlukan waktu yang cukup lama seperti pada numerical

simulation method yang telah ada dengan selisih waktu

300detik detik lebih cepat untuk sistem 3 generator 9-bus yang terhubung infinite bus baik itu menggunakan damping atau tanpa damping

V. DAFTAR PUSTAKA

[1] Priyadi Ardyono, N. Yorino, dan Mauridhi H. P. "Critical trajectory for

Transient Stbility Analysis". Institut Teknologi Sepuluh Nopember,

Surabaya. 2012

[2] Yorino, Naoto, Ardyono Priyadi, Hironori Kakui, dan Mitsuhiro Takeshita. A New Method for Obtaining Critical Clearing Time for

Transient Stability. IEEE Transactions on Power Systems, Vol. 25, No.

3, August 2010.

[3] A. Priyadi, N. Yorino, M. Tanaka, T. Fujiwara, Y. Zoka, H. Kakui, and M. Takeshita, “A Direct Method for Obtaining Critical Clearing Time for Transient Stability Using Critical Generator Conditions,” European Transactions on Electrical Power, Vol. 22, no. 5, pp. 674-687, June 2012.

[4] A. Priyadi, N. Yorino, Y. Sasaki, M. Tanaka, T. Fujiwara, Y. Zoka, H.

Kakui, and M. Takeshita, “Comparison of Critical Trajectory Methods for Direct Method for Transient Stability,” IEEJ Transactions on Power and Energy, vol. 130, no. 10, pp. 870-876, October 2010. [5] IEEE/CIGRE Joint Task Force on Stability Terms and Definitions,

“Definition and Classification of Power System Stability,” IEEE

Transaction on Power System, Vol.19, No.2, May. 2004.

[6] Grainger, Jhon. J dan William D. Stevenson, JR, Power System Analysis. New York: McGraw-Hill, Inc,

[7] N. Yorino, A. Priyadi, Y. Zoka. "A Method for Transient Stability

Assessment Based on Critical Trajectory". Proc. on The International

Symposium on Sustainable Energy (ISSE), Tokyo, Japan. 2007. [8] Anderson, P. M. dan A. A. Fouad, Power System Control and Stability.

United States: A John Wlley &Sons, Inc, 2003.

[9] Kundur, P, Power System Stability and Control. New York: McGraw-Hill, Inc, 1994.

[10] Saadat, Hadi, Power System Analysis, New York: McGraw-Hill, Inc, 1999

RIWAYAT HIDUP

Brilyan Muhammad adalah nama lengkap penulis. Penulis lahir di Situbondo pada tanggal 18 Nopember 1990 yang merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Prijo Utomo dan jamilah. Penulis memulai pendidikannya dari TK. Dharma Wanita Situbondo, kemudian melanjutkan studi di SDN Patokan 3 Situbondo, SLTP Negeri 3 Malang, dan SMA Negeri 4 Malang. Setelah lulus dari SMA pada tahun 2009, penulis yang memiliki kegemaran dalam travelling dan dunia transportasi ini melanjutkan studi di Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nompeber Surabaya pada tahun yang sama. Konsentrasi penulis adalah pada bidang studi Teknik Sistem Tenaga dan selama masa perkuliahan, penulis aktif menjadi asisten laboratorium Instrumentasi, Pengukuran, dan Identifikasi Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Penulis dapat dihubungi melalui email : brilyanmuhammad053@gmail.com

Gambar

Gambar 1.  Lintasan dalam setiap tahap pada sistem tenaga listrik satu  generator terhubung ke bus infinite dengan peredam (Damping)[7]
Gambar 2. Konsep dari modifikasi metode trapezoidal
Gambar 3. Sistem 3 Generator 9-Bus  yang terhubung infinite bus  Dari sistem tersebut telah ditentukan titik-titik terjadinya  gangguan
Gambar  4.  Grafik karakteristik  kecepatan  sudut rotor (ω) terhadap waktu di  titik gangguan A pada sistem 3 generator 9 bus tanpa damping
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dalam membahas bentuk negara Thomas Aquinas, lebih sejalan dengan Aristoteles, hal itu tampak dari dua kriteria yang dimunculkan yakni menyangku t jumlah

Faktor-faktor yang akan digunakan untuk peramalan jumlah penumpang pesawat terbang dari Bandar Udara Abdulrachman Saleh adalah: pertumbuhan Jumlah Penduduk

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan nikmat-Nya, rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga terselesainya Skripsi ini dengan judul: Pengaruh

Konsentrasi aerosol tinggi dengan indeks aerosol adalah dalam kisaran 7-9 dan 5-7 terjadi di Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Timur terus Bali dan Lombok, Nusa Tenggara Barat

Pola hidup sehat berarti kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan teratur menjadi kebiasaan dalam gaya hidup dengan memperhatikan hal-hal yang

Namun, karena tahapan dan kondisi pengujian untuk media kontrol dan perlakuan dibuat sama, kolesterol yang terbuang pada keduanya diasumsikan sama, sehingga

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Wulandari (2009), benih pe- paya Varietas Sukma termasuk ke dalam sifat benih ortodoks karena benih pepaya Varietas Sukma memiliki

 Salinitas : Salinitas (kadar garam) adalah berat semua garam yang terlarut dalam 1000 gram air laut, Organisme biofouling dapat hidup dari perairan estuaria sampai laut terbuka