• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN LINGKUNGAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN LINGKUNGAN (Studi tentang Ketertiban Pedagang Kaki Lima di Kelurahan Tanjungpinang Kota)

NASKAH PUBLIKASI

Oleh : EMA MARDONA NIM : 110565201042

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA HAJI TANJUNGPINANG

(2)

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN

LINGKUNGAN

(Studi tentang Ketertiban Pedagang Kaki Lima di Kelurahan Tanjungpinang Kota)

EMA MARDONA

Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP UMRAH A B S T R A K

Salah satu peraturan Pemerintah Daerah yang merupakan kebijakan publik yaitu tentang ketertiban umum adalah Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan lingkungan. Kondisi yang dilihat dilapangan bahwa penyelenggaraan ketertiban umum perlu untuk dilakukan dengan tegas oleh implementor. Kemudian dilihat dari keadaan tempat-tempat umum banyak pedagang kaki lima masih berjualan di sekitar trotoar jalan, badan jalan, persimpangan jalan maupun di taman kota pada lingkungan Kelurahan Tanjungpinang Kota.

Tujuan dalam penelitian ini pertama, untuk mengetahui bagaimana implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan lingkungan (studi tentang ketertiban pedagang kaki lima di Kelurahan Tanjungpinang Kota). Kedua untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam mengimplementasikan Peraturan Daerah pada pedagang kaki lima agar menjaga ketertiban lingkungan. Operasionalisasi konsep yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada konsep Edward III. Informan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 7 orang. Analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan Lingkungan tentang Ketertiban Pedagang Kaki Lima di Kelurahan Tanjungpinang Kota sampai saat ini belum berjalan dengan baik. Masih terdapat beberapa hambatan yaitu masih kurangnya sarana prasarana dalam menertibkan pedagang kaki lima. Belum ada dana khusus yang disiapkan untuk menertibkan pedagang kaki lima tersebut. Tidak hanya itu kurangnya kerjasama pihak satpol PP dan Kelurahan sehingga pelaksanaan dilapangan lebih banyak dilakukan oleh satpol PP, bukan dari pihak kelurahan.

(3)

THE IMPLEMENTATION OF LOCAL REGULATIONS NUMBER 8 OF 2005 ABOUT THE ORDER, CLEANLINESS AND BEAUTY OF THE ENVIRONMENT

(A study of Order Sellers in Tanjungpinang Kota Village) EMA MARDONA

University Student of Science Of Government, FISIP, UMRAH A B S T R A C T

One of which is the local government regulation, namely public policy on public order is Regional Regulation Number 8 of 2005 on the order, cleanliness and beauty of the surroundings. The condition is seen in the field that the implementation of public order needs to be done explicitly by the implementor. Then seen from the state of public places many vendors are still selling around pavements, road, intersection or the garden city in Tanjungpinang Kota Village neighborhood.

The goal in this study, first to find out how the implementation of Regional Regulation Number 8 of 2005 on the order, cleanliness and beauty of the environment (the study of the order of street vendors in the Village of Tanjungpinang Kota). Second to know the obstacles encountered in implementing the Regional Regulation on vendors in order to maintain order environment. Operationalization concepts used in this study refers to the concept of Edward III. Informants in this study as many as 7 people. The data analysis used in this study is qualitative data analysis.

Based on the results of the study it can be concluded that the implementation of the Regional Regulation Number 8 of 2005 Concerning Order, Hygiene and Environmental Beauty On Street Vendors Order in Tanjungpinang Kota Village until now has not run well. There are still some obstacles is still a lack of infrastructure in the discipline of street vendors. There is no special fund set up to curb the street vendors. Not only is it the lack of civil service police unit and village so that the implementation of the field is mostly done by civil service police unit, not from the village.

(4)

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN

LINGKUNGAN

(Studi tentang Ketertiban Pedagang Kaki Lima di Kelurahan Tanjungpinang Kota)

A. Latar Belakang

Pemerintah merupakan lembaga yang mengatur tentang aturan-aturan yang ada di masyarakat dan peraturan tersebut bertujuan untuk menertibkan masyarakat. Kebijakan salah satu wewenang Pemerintah untuk membuat suatu aturan yang berpihak kepada masyarakat dengan tujuan untuk terciptanya pemerintahan yang baik (good governance). Terlaksananya suatu perubahan dalam masyarakat tentunya harus dibuat suatu kebijakan yang mengatur ketertiban dan ketentraman masyarakat. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan tentunya harus memberikan suatu perubahan dalam peningkatan ketentraman di masyarakat.

Hal ini dilihat dari sisi ketertiban dan kenyamanan lingkungan suatu daerah sangat penting untuk dibuat aturan yang tegas. Dengan berkembang pesatnya pembangunan dan pertambahan penduduk di suatu daerah menyebabkan aturan-aturan di dalam masyarakat harus dapat ditangani oleh Pemerintah. Adapun peraturan Pemerintah Daerah merupakan suatu kebijakan yang harus diimplementasikan yaitu agar berjalannya aturan tersebut sesuai harapan Pemerintah. Salah satu peraturan Pemerintah Daerah yang merupakan kebijakan publik yaitu tentang ketertiban umum. Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 Pasal 63 tentang Jalan menyebutkan bahwa “setiap

(5)

orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan atau dengan paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Peraturan tersebut merupakan fungsi Pemerintah sebagai pelaksana peraturan perundang-undangan.

Mengenai permasalahan tentang ketertiban umum, Pemerintah Daerah Kota Tanjungpinang membuat suatu kebijakan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan Lingkungan. Dengan adanya aturan ini bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban umum serta untuk melindungi keamanan masyarakat agar tidak terganggu dengan masalah yang terjadi dalam lingkungan masyarakat. Pada penelitian ini permasalahan Peraturan Daerah tentang ketertiban umum harusnya dapat diimplementasikan ditengah masyarakat sehingga aturan tersebut dapat berjalan dengan baik.

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 tentang ketertiban, kebersihan dan keindahan lingkungan dengan tegas telah mengatur permasalahan ketertiban umum dalam Pasal 4 menyebutkan “setiap orang atau badan dilarang menggunakan jalan, trotoar tidak sesuai dengan fungsinya termasuk berusaha dan atau berdagang di trotoar, jalur hijau, persimpangan jalan dan tempat-tempat lain yang bukan diperuntukkan untuk itu.”

Pemerintah dalam membuat suatu kebijakan harus dapat diimplementasikan pada masyarakat sehingga ketertiban umum dapat terlaksana dengan baik. Bila dilihat tentang masalah ketertiban umum masih belum tertata

(6)

dengan baik sebab masih banyak ditemukan masyarakat tidak mentaati aturan tersebut. Hal ini dapat dilihat Kelurahan Tanjungpinang Kota merupakan daerah yang padat dan termasuk tempat pusat perbelanjaan yang ramai dikunjungi oleh masyarakat Kota Tanjungpinang.

Berdasarkan data Kantor Kelurahan Tanjungpinang Kota tentang jumlah pedagang kaki lima di Kelurahan Tanjungpinang Kota dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel I.1

Data Pedagang Kaki Lima Kelurahan Tanjungpinang Kota Tahun 2014

No Daerah Jumlah pedagang

1 Anjung Cahaya 61 pedagang

2 Melayu Square 27 pedagang

3 PKL bagian Himpunan 75 pedagang

4 Ocean Corner 4 pedagang

5 Jl. Teuku Umar 20 Pedagang

6 Jl. Gambir 40 pedagang

7 Jl. Pasar Baru 20 pedagang

JUMLAH 247 pedagang

Sumber data Sekunder : Kelurahan Tanjungpinang Kota Tahun 2014

Kondisi yang dilihat dilapangan bahwa penyelenggaraan ketertiban umum perlu untuk dilakukan dengan tegas oleh pihak kelurahan. Kemudian dilihat dari keadaan tempat-tempat umum banyak pedagang kaki lima masih berjualan di sekitar trotoar jalan, badan jalan, persimpangan jalan maupun ditaman kota pada lingkungan Kelurahan Tanjungpinang Kota. Hal ini perlu ditangani dengan serius agar tidak terganggunya kenyamanan masyarakat termasuk menjaga ketertiban dan keindahan lingkungan Kelurahan Tanjungpinang Kota. Kemudian Peraturan Daerah juga menjadi salah satu aturan yang harus dilaksanakan untuk masalah ketertiban umum, masyarakat harus dapat mengikuti aturan yang berlaku. Oleh

(7)

sebab itu pihak Kelurahan Tanjungpinang Kota dapat memberikan pemahaman pada masyarakat tentang peraturan agar terselenggaranya ketertiban dan kenyamanan di lingkungan masyarakat.

Diperoleh data bahwa sebelumnya permasalahan Peraturan Daerah tersebut sudah ada dilakukan penelitian yaitu kajian Muhammad Ali Siregar (2014) dengan membahas Implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan Lingkungan (Studi Kasus di Jalan Gambir Kota Tanjungpinang Tahun 2012-2013) dengan hasil kesimpulan dari penelitiannya bahwa implementasi tentang Peraturan Daerah tersebut bahwa terutama dalam penertiban terhadap pedagang kaki lima di lokasi Jalan Gambir oleh Satpol PP Kota Tanjungpinang sebagai implementornya sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang signifikan, sebab pedagang kaki lima di Jalan Gambir sampai saat ini tetap ada keberadaannya bahkan dalam observasi di lapangan menunjukkan adanya peningkatan. Keberadaan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 tersebut sangatlah penting dalam mewujudkan Kota Tanjungpinang sebagai Kota yang tertib, bersih dan indah.

Perbedaan penelitian sebelumnya dengan yang akan peneliti bahas yaitu tentang implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 tentang ketertiban, kebersihan, dan keindahan Lingkungan (studi tentang ketertiban pedagang kaki lima di Kelurahan Tanjungpinang Kota) dengan memfokuskan pada ketertiban berdagang atau berjualan di lingkungan Kelurahan Tanjungpinang Kota yang saat ini belum tertib. Dimana masih banyak terlihat pedagang berjualan di tempat-tempat yang dilarang sehingga mengganggu kenyamanan masyarakat.

(8)

Implementor yang akan peneliti bahas yaitu Staf Kelurahan Tanjungpinang Kota Seksi Pemerintahan Umum serta Trantib dan Satpol PP Kota Tanjungpinang. Saat ini fenomena yang terjadi adalah kurangnya koordinasi Satpol PP dengan pihak kelurahan dalam pelaksanaan penertiban pedagang kaki lima. Seperti dalam hal razia, razia selama ini banyak dilakukan oleh pihak Satpol PP bukan dari pihak Kelurahan, bahkan di setiap razia jarang sekali pihak kelurahan turun ke lapangan. Hal ini dikarenakan kurangnya komunikasi antar pihak terkait. membangun komunikasi, bertujuan agar pelanggaran-pelanggaran yang berpotensi mengganggu ketentraman dan ketertiban umum dapat segera tertangani. Bagi pihak Kelurahan tugas menertibkan pedagang kaki lima menjadi tanggungjawab Satpol PP, padahal pedagang kaki lima ini berada di sekitar wilayah Kelurahan Tanjungpinang Kota.

Adanya koordinasi yang belum baik dapat menjadi permasalahan, mengingat wilayah Kelurahan Tanjungpinang Kota yang cukup luas tidak mungkin seluruh daerah dapat di pantau sebelah pihak. Menurut pengamatan penulis, yang menjadi gejala dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Terlihat disekitar trotoar, taman dan persimpangan jalan ditemui pedagang kaki lima berjualan atau berdagang disekitar tempat yang dilarang tersebut.

2. Pedagang kaki lima yang tidak tertib berjualan dapat mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar lingkungan Kelurahan Tanjungpinang Kota.

(9)

3. Perda ini sudah berjalan selama 10 tahun dan sebagian besar pedagang kaki lima mengetahui adanya perda dan larangan tersebut, namun itu tidak membuat mereka mentaati peraturan yang ada. Mereka memilih untuk berjualan bahkan hingga saat ini perda tersebut diabaikan.

Berdasarkan dari permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :“Implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan Lingkungan (Studi tentang Ketertiban Pedagang Kaki Lima di Kelurahan Tanjungpinang Kota).”

B. Landasan Teoritis

1. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan termasuk dalam kebijakan publik, dan dilihat dari kegiatan Pemerintah merupakan proses birokrasi sehingga dapat dirumuskan sebagai suatu kebijakan yang memiliki aturan pada kepentingan masyarakat. Implementasi kebijakan menurut Awang (2010 :25) adalah “satu aktivitas dari kegiatan administrasi sebagai suatu institusi dimaksudkan sebagai salah satu proses kegiatan yang dilakukan oleh unit administratif atau unit birokratik.”

Suatu kebijakan Pemerintah pada dasarnya harus memiliki tujuan yang jelas sehingga tindakan pemerintah dalam mengatasi masalah pedagang kaki lima yang timbul di tengah masyarakat dapat teratasi dengan baik hal ini diungkapkan oleh Wahab (Awang, 2010 : 28) bahwa “implementasi kebijakan publik terjadi interaksi antara lingkungan yang satu dengan lainnya melalui

(10)

komunikasi dan saling pengertian dari para pelaku yang terlibat.” Dengan kata lain kegagalan komunikasi biasanya terjadi karena pesan yang disampaikan tidak jelas, sehingga membingungkan penerima pesan, kesalahan interperetasi menyebabkan perbedaan persepsi bahkan mempengaruhi pengertian masyarakat yang terkena kebijakan.

Ditambahkan Awang (2010 : 25) bahwa “implementasi kebijakan merupakan bagian dari kebijakan publik dapat dipahami sebagai salah satu aktivitas dari kegiatan administrasi di suatu institusi dan dapat pula sebagai lapangan studi administrasi sebagai ilmu.” Berkaitan dengan penertiban pedagang kaki lima di Kelurahan Tanjungpinang Kota merupakan suatu kebijakan Pemerintah yang harus diimplementasikan. Sebagaimana yang disebutkan Wahab (2002 : 112) bahwa tahap implementasi itu mencakup urutan-urutan sebagai berikut :

a. Merancang bangun (mendisain) program beserta rincian tugas dan perumusan tujuan yang jelas, penentuan ukuran prestasi kerja, biaya dan waktu.

b. Melaksanakan program, dengan mendayagunakan struktur-struktur dan personalia, dana dan sumber-sumber, prosedur-prosedur dan metode-metode yang tepat.

c. Membangun sistem penjadwalan, monitoring, dan sarana-sarana pengawasan yang tepat guna menjamin bahwa tindakan-tindakan yang tepat dan benar dapat segera dilaksanakan.

(11)

Permasalahan pedagang kaki lima harus dapat diatasi dengan melakukan penertiban di sekitar lingkungan Kelurahan Tanjungpinang Kota sehingga tidak mengganggu ketenangan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Edwards III (Winarno, 2002 : 174) menuliskan bahwa implementasi kebijakan ada empat faktor yaitu :

a. Komunikasi, yaitu implementasi kebijakan yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan tahu apa yang dikerjakan. Pengetahuan atas yang akan dijalankan itu akan dapat terlaksana bila komunikasi berjalan dengan baik.

b. Sumber daya, yaitu sebagus apapun kebijakan, tetapi jika tidak didukung oleh sumber daya yang memadai, maka kebijakan itu tidak akan berhasil dilapangan.

c. Sikap pelaksana kebijakan, yaitu jika pelaksanaan kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. d. Struktur birokrasi, yaitu kebijakan yang komplek yang menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebabkan sumber daya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan.

Pendapat Edward tersebut menunjukkan bahwa setiap suatu kebijakan yang dibuat Pemerintah tentunya harus melihat keadaan yang terjadi di tengah masyarakat termasuk penertiban pedagang kaki lima yang tidak mentaaati peraturan Pemerintah tersebut. Pada penelitian ini untuk menggali

(12)

permasalahan tentang pelaksanaan penertiban pedagang kaki lima, maka peneliti merujuk pendapat Edwards III (Winarno, 2002 : 174) sebagai grand teori untuk mengkaji permasalahan yang terjadi dilapangan.

2. Pedagang Kaki Lima

Keberadaan pedagang kaki lima kerap dianggap illegal karena menempati ruang publik dan tidak sesuai dengan visi kota yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapian kota. Oleh karena itu, pedagang kaki lima seringkali menjadi target utama kebijakan-kebijakan Pemerintah Kota, seperti penggusuran dan relokasi.

Kartini Kartono, dkk dalam Maria Madalina, (Waluyo, 2008 : 77) mengatakan bahwa, “pedagang kaki lima adalah mereka yang pada umumnya menjual barang dagangannya pada gelaran tikar di pinggir jalan atau di muka pertokoan yang dianggap strategis”. Mereka mencari tempat-tempat yang mereka anggap strategis sehingga barang dagangan mereka laku terjual. Pedagang kaki lima juga menjual barang dagangan mereka dengan berbagai cara dan barang jualan mereka pun terdiri dari bermacam-macam jenis seperti barang untuk kebutuhan sehari-hari, makanan atau bahkan jasa dengan modal yang relatif kecil, modal sendiri maupun modal orang lain dan ada yang berjualan di tempat terlarang maupun tidak.

Kartini Kartono, dkk dalam Maria Madalina, (Waluyo, 2008 : 77) menambahkan bahwa, “ pedagang kaki lima adalah seseorang yang berjualan pada tempat-tempat umum dengan berjualan atau memasukkan untuk menjual beberapa barang dagangan atau jasa, dengan memamerkan contoh-contoh atau

(13)

pola-pola barang dan jasa untuk kemudian mengantarnya kepada para pemesannya, dan dengan menyewa keterampilannya, kerajinannya atau memberikan peayanan-pelayanan pribadi”.

Keadaan pedagang kaki lima di kota-kota pada umumnya menggangu ketertiban kota, keberadaan mereka juga merusak keindahan kota. Ditambahkan Yatmo ( Retno Widjayanti, 2003 : 2014) menyebutkan bahwa, “ PKL adalah elemen sebagai pembentuk ruang kota, yang keberadaannya di ruang kota merupakan elemen out of place sehingga menimbulkan permasalahan ruang dan visual kawasan”.

Ditambahkan Danisworo (Ginting,2004 : 203) bahwa “ pedagang yang dalam menjual barang dagangannya dimana mengharuskan pedagang informal ini membuat jarak sejauh 5 kaki atau sekitar1,2 meter dari bangunan formal di pusat kota”. Peraturan ini diberlakukan dimaksudkan untuk melancarkan jalur pejalan kaki sambil tetap memberikan kesempatan kepada pedagang informal untuk berjualan. Tempat pedagang informal yang berada 5 kaki dari bangunan formal inilah yang disebut dengan kaki lima dan pedagang yang berjualan tersebut dikenal dengan sebutan pedagang kaki lima.

C. Hasil Penelitian 1. Komunikasi

Dalam dimensi Komunikasi diketahui bahwa sosialisasi sudah dilakukan kepada implementor. Sosialisasi, dimaksudkan agar para implementor mengerti dan memahami peraturan daerah tentang penertiban pedagang kaki lima.

(14)

Komunikasi dilakukan dengan memberikan sosialisasi dan pelatihan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan saat dilapangan

2. Sumber daya

Dimensi Sumber daya diketahui bahwa dalam menjalankan kebijakan tersebut belum ada aturan yang jelas yang mengatur ketersediaan dana, hal ini dikarenakan peraturan daerah yang dijalankan menekankan kepada fungsi pengawasan yang dijalankan Pemerintah dalam mentertibkan pedagang kaki lima. Berdasarkan hasil observasi dilapangan dapat diketahui bahwa memang tidak ada penjelasan adanya ketersediaan dana dalam pelaksanaan kebijakan. Hal ini mengakibatkan kekurangan sarana untuk relokasi pedagang kaki lima

3. Sikap pelaksana

Dimensi Sikap Pelaksana Kebijakan dapat diambil kesimpulan bahwa para Aparat Pemerintah sudah dapat menjalankan tugasnya dengan baik, khususnya untuk penertiban pedagang kaki lima dimana para pegawai dapat menghimbau untuk tidak berdagang pada area yang sudah ditentukan

4. Struktur birokrasi

Dimensi struktur birokrasi diketahui bahwa pengawasan sudah sering dilakukan, pengawasan dilakukan oleh Satpol PP dalam bentuk razia. Dampak negatifnya adalah sangat sulit untuk melakukan penataan sampai benar-benar rapi. Tidak hanya sekali dilakukan penataan, namun tetap saja pedagang-pedagang tersebut tidak berkurang jumlahnya, tetapi semakin menjamur.

(15)

D. Penutup 1. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah maka dapat diambil kesimpulan bahwa Implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan Lingkungan tentang Ketertiban Pedagang Kaki Lima di Kelurahan Tanjungpinang Kota sampai saat ini belum berjalan dengan baik. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan Lingkungan tentang Ketertiban Pedagang Kaki Lima di Kelurahan Tanjungpinang Kota masih mengalami beberapa hambatan yaitu masih kurangnya sarana prasarana dalam menertibkan pedagang kaki lima. Belum ada dana khusus yang disiapkan untuk menertibkan pedagang kaki lima tersebut. Tidak hanya itu kurangnya kerjasama Pihak Satpol PP dan Kelurahan sehingga pelaksanaan dilapangan lebih banyak dilakukan oleh Satpol PP, bukan dari Pihak Kelurahan.

2. Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :

1. Diharapkan Pemerintah menyediakan dana yang khusus untuk dialokasikan untuk Peraturan Daerah ini seperti untuk membuat tempat relokasi baru bagi pedagang kaki lima

2. Diharapkan kepada Pihak Kelurahan dapat memberikan solusi terhadap permasalahan pedagang kaki lima di lingkungan Kelurahan Tanjungpinang Kota

(16)

3. Diharapkan kepada Satpol PP agar lebih sering melakukan pengawasan dengan menetapkan waktu yang lebih terjadwal.

4. Diharapkan Pedagang Kaki Lima di Kelurahan Tanjungpinang Kota menjaga ketertiban lingkungan.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2002. Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pancur Siwah. Agustino, Leo. 2012. Dasar Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Awang, Azam. 2010. Implementasi Pemberdayaan Pemerintahan Desa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Dunn, William N. 2000. Analisis Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara.

2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Edisi Kedua). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Keban, Yeremias T. 2008. Enam Dimensi Strategi Administrasi Publik Konsep, Teori dan Isu. Yogyakarta: Gavamedia.

Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) Jilid 2. Jakarta: Rineka Cipta.

Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo.

2004. Kebijakan Formulasi Implementasi “Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan”. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.

Santosa, Pandji. 2008. Administrasi Publik (Teori dan Aplikasi Good Governance). Bandung: Refika Aditama.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Yogyakarta : Graha Ilmu.

Siagian, Sondang P. 2007. Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Gunung Agung.

(18)

Syafarudin. 2008. Efektivitas Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: Truen RTH Bandung. Wahab, Solihin Abdul. 2002. Analisis Kebijaksanaan (dari Faktor Formulasi ke

Implementasi Kebijaksanaan Negara, Edisi Kedua). Jakarta: Bumi Aksara.

Widodo, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik (Konsep dan Aplikasi, Analisis Proses Kebijakan Publik). Malang: Bayumedia.

Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Presindo.

2012. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Presindo. DOKUMEN

Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan

Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Ketertiban Kebersihan dan Keindahan Lingkungan

JURNAL

Eka Evita, dkk, 2010. Implementasi Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima (Studi pada Batu Tourism Center di Kota Batu) Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 943-952 | 943

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=190344&val=6469 &title=Implementasi%20Kebijakan%20Penataan%20Pedagang%20Kaki %20Lima%20(Studi%20pada%20Batu%20Tourism%20Center%20di%2 0Kota%20Batu) Diakses Senin, 11 Mei 2015 ( Jam 23 :20 WIB)

Retno Widjajanti. 2014. Permasalahan Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam Ruang Perkotaan

.

Volume 16 Nomor 1, Februari 2014, 18-28. Jurnal

Online Diakses pada Rabu, 17 juni 2015 (jam 22:15 WIB)

Salmina, W Ginting. Studi Kasus : Pengaruh Keberadaan Pedagang Kaki Lima Terhadap Jumlah Pengungjung Taman Kota di Medan Jurnal Teknik Simetrika Vol. 3 No. 3-Desember 2004 : 203-210

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15826/1/sim-des2004-%20(1).pdf Diakses Senin, 11 Mei 2015 (Jam 23:00 WIB)

(19)

Waluyo. 2008. Kebijakan Daerah dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) Guna Mewujudkan Pengelolaan PKL yang Partisipatif dan Berkeadilan di Kota Surakarta. Vol 73, No 19 (2008) Yustisia (Jurnal Hukum Univ. Sebelas Maret). Jurnal Online Diakses Rabu, 17 Juni 2015 (Jam 22:10 WIB)

Referensi

Dokumen terkait

Tinggi rendahnya nilai tambah dipengaruhi oleh penggunaan biaya produksi, harga jual dan volume produksi (Baihaqi dkk., 2014). Nilai tambah sampah anorganik dari TPST

Apabila wajib pajak telah menggunakan sistem e- Filing dengan tidak prima dalam melaporkan pajaknya dengan secara tidak mudah, tidak peraktis, lambat dan tidak akurat

Lencana Bin tang Mela ti, atas Ketua Kwarnas Pramuka 2007 jasa/ sumbangan yang cukup besar. artinya bagi perkembangan gerakan Pramuka dan Kepramukaan di

kurang sesuai dengan standar, maka diolah untuk menu yang lain. ➤Menu utama untuk gyuniku moyashi: karena tidak ada order pada hari itu maka untuk keesokan harinya harus

Koefisien regresi variabel Kepuasan (X1) terhadap loyalitas konsumen produk lampu hemat energi pada masyarakat Bengkulu diperoleh sebesar 0,093 dengan

Dasar Rekrutmen calon karyawan harus terlebih dahulu ditetapkan agar para pelamar yang memasukkan lamarannya sesuai dengan pekerjaan atau.. spesifikasi pekerjaan yang telah

menentukan tingkat profitabilitas perusahaan. 303) menyatakan bahwa, “Laba kotor artinya laba yang diperoleh sebelum dikurangi biaya-biaya yang menjadi beban

Pada purnawirawan yang tidak mempersiapkan diri dengan baik dalam menghadapi pensiun, khususnya dalam hal keuangan, maka individu tersebut kerap kali merasakan