• Tidak ada hasil yang ditemukan

Low Mass X-ray Binary

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Low Mass X-ray Binary"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Bab II

Low Mass X-ray Binary

Sco X-1 merupakan obyek yang pertama kali ditemukan sebagai sumber sinar-X di luar Matahari (Giacconi et al., 1962). Berbagai pengamatan dilakukan

untuk mencari sumber sinar-X yang lain dan menghasilkan pemetaan distribusi sumber sinar-X di galaksi kita. Selama bertahun-tahun, Sco X-1 sebagai

pro-totype X-ray Binaries terus dipelajari, untuk memecahkan pertanyaan dasar, yakni bagaimana sinar-x itu diproduksi dan dipancarkan. Sebuah ide muncul

untuk memodelkan Sco X-1 sebagai sistem bintang ganda yang memiliki 3 properti yakni bintang normal, bintang kompak dan piringan akresi (lihat

gambar 2.1).

Gambar II.1: Properti LMXB dengan berbagai sudut inklinasi (Charles and Seward 1995)

Sumber sinar-X yang berasal dari bintang ganda, dikenal dengan X-ray

Binaries. Pengklasifikasian X-ray Binaries berdasarkan massa bintang nor-malnya, membuat Sco X-1 termasuk ke dalam kelompok Low Mass X-ray

(2)

bintang primer berupa Black Hole atau Bintang Neutron yang berpasangan

dengan bintang normal bermassa kecil dan mengakresi massa dari bintang pasangannya. Proses transfer massa terjadi, karena Roche Lobe Overflow.

Gambar II.2: Geometri Roche, L1 = titik Lagrange 1

Untuk menghitung potensial Roche awalnya dengan mengasumsikan bahwa kedua bintang yang masing-masing bermassa M1 dan M2 dianggap sebagai

point mass yang memiliki orbit lingkaran (sirkular). Sehingga potensial efektif dapat dihitung dengan menjumlahkan potensial gravitasi dan gaya sentrifugal,

maka dapat dituliskan secara matematika sebagai berikut:

φ(r) = − GM1 |r − r1| − GM2 |r − r2| −1 2(ω × r) 2 (II.1)

Potensial efektif itulah yang dikenal dengan potensial Roche. Seandainya

massa kedua bintang berbeda, maka bintang yang bermassa lebih besar disebut sebagai bintang primer, dan bintang pasangannya disebut bintang sekunder.

Bintang primer yang telah lebih dulu berevolusi menjadi bintang kompak, me-miliki gravitasi yang kuat. Jika bintang sekunder mulai mengembang hingga

bintang memenuhi Roche Lobe-nya, terjadilah Roche Lobe Overflow. Bintang tidak akan melewati batas Roche Lobe, dan massa akan dialirkan melewati titik

(3)

Lagrange 1 (L1 pada gambar II.2)dan ditangkap oleh gravitasi bintang primer.

Dengan begitu, terjadilah proses transfer massa.

Gambar II.3: Proses terjadinya transfer massa dari bintang sekunder ke bintang primer akibat Roche Lobe Overflow (Charles dan Seward, 1995)

Saat kehilangan massanya, momentum sudut bintang sekunder pun hilang

sehingga massa yang ditransfer tidak langsung jatuh ke dalam bintang primer, melainkan mengalami perputaran yang mirip dengan cakram yang disebut

sebagai piringan akresi. Temperatur piringan akresi cukup tinggi dan diperki-rakan sebagai tempat dihasilkannya sinar-X. Properti pada LMXB, akan

diu-raikan lebih rinci berikut ini.

II.1 Bintang Kompak Dalam LMXB

Komponen bintang primer dalam LMXB berupa Black Hole, biasanya

dike-nal dengan Low Mass Black Hole Binary (LMBHB), sementara untuk kom-ponen primer berupa Bintang Neutron, dikenal dengan Low Mass Neutron

Star Binary (LMNSB). Kedua istilah tersebut cukup sering digunakan untuk membedakan jenis bintang primer LMXB. Dalam X-ray Binaries, selain

(4)

klasi-fikasi berdasarkan massa bintang donornya, ada juga klasiklasi-fikasi berdasarkan

pancaran sinar-X. Tipe pemancar sinar-X yang dapat diamati secara terus menerus disebut tipe persistent. Sementara untuk tipe pemancar sinar-X yang

hanya dapat diamati pada waktu tertentu saja disebut tipe transient. Jika ditinjau berdasarkan komponen primer berupa Bintang Neutron, X-ray

Bina-ries dapat dikelompokkan kembali menjadi 2, yaitu X- ray Pulsar dan X-ray Burster tipe I dan II. Pulsar memiliki periode pulsasi yang stabil, medan

mag-netik yang tinggi dan mengakresi materi dengan menyusuri medan magnetnya ke arah kutub-kutub, sehingga terdapat dua hot spot pada permukaannya.

Jika sumbu magnetik pulsar tidak sejajar dengan sumbu rotasinya, maka kita dapat mengamati X-ray pulse dari pulsar. Sementara untuk X-ray Burster,

kita dapat mengamati perubahan kecerlangan karena adanya peristiwa burst. Burst yang terjadi mirip dengan nova, yaitu adanya reaksi termonuklir di

permukaan Bintang Neutron, mengubah hidrogen yang diakresi menjadi he-lium. Pada X-ray Burster, medan magnetiknya lemah, sehingga akan dicapai

keadaan pada limit akresi massa kritis, tekanan magnetik tidak mampu mena-han tekanan radiasinya. Peristiwa tersebut dapat kita amati sebagai Burst.

Gambar II.4: Kurva cahaya dari EXO 2030 + 375 pada saat terjadinya burst. Ledakan ter-monuklir dari permukaan Bintang Neutron diinterpretasikan sebagai penyebab terjadinya burst. (Charles dan Seward, 1995).

Penemuan baru mengenai periode burst yang sering terjadi pada X-ray Burster (dalam orde detik), membuat adanya klasifikasi baru, yang dinamakan

(5)

Rapid Burster (X-ray Burster tipe II).

Gambar II.5: Peristiwa burst pada Rapid Burster memiliki mekanisme yang berbeda dengan X-ray Burster tipe I. (Charles dan Seward, 1995).

Untuk X-ray Burster tipe II, Bintang Neutron sebagai pengakresi massa,

memiliki medan magnet yang lebih kuat dibanding tipe I, sehingga medan mag-net tersebut dapat menghalangi proses terjadinya akresi dari piringan bagian

dalam. Jika tekanan gas melebihi tekanan magnetik dan terjadilah burst.

II.2 Bintang Pasangan

Komponen Bintang sekunder dalam LMXB berupa bintang normal yang ber-massa M ≤ 1.2M , dengan tipe kelas spektrum A, F, G, K, atau M untuk

(6)

bintang normal pada tahap deret utama atau sub-raksasa. Sementara itu,

beberapa pengamatan menemukan bahwa komponen bintang sekunder pada LMXB dapat berupa White Dwarf atau bintang tahap terdegenerasi. Hal ini

dapat dilihat pada data pengamatan (tabel II.1).

II.3 Piringan Akresi

Piringan Akresi merupakan properti yang cukup menarik untuk dipelajari, karena komponen ini berupa materi (gas) yang berotasi mengelilingi bintang

kompak. Hilangnya momentum sudut saat laju kehilangan massa bintang sekunder menjadi penyebab terbentuknya piringan akresi. Piringan akresi

berotasi mengelilingi bintang kompaknya diasumsikan mengikuti gerak Keple-rian. Kecepatan sudut piringan akan berbeda di setiap radius yang berbeda

pula. Kecepatan sudut bagian dalam piringan lebih besar daripada bagian luarnya berdasarkan persamaan:

Ω = r

GM

r3 (II.2)

Massa di piringan dari luar, akan jatuh ke dalam hingga ke permukaan Bin-tang Neutron. Peristiwa jatuhnya massa ke permukaan BinBin-tang Neutron

dise-but akresi. Energi yang dihasilkan dari akresi massa dapat dituliskan dengan persamaan:

∆Eacc=

GM m R∗

(II.3)

dimana G konstanta gravitasi, M massa Bintang Neutron, m massa yang

di-akresi, dan jari-jari Bintang Neutron. ∆Eaccmerupakan energi yang dihasilkan

sekitar 1020 erg per gram akresi.

Syarat yang diperlukan agar piringan akresi dapat terbentuk yaitu:

(7)

tentang magnetosfer, lihat Bab V poin d) harus lebih kecil dari radius

terdekat aliran materi yang diukur dari bintang kompak.

2. Jika Rm > Rmin, akan ada dua kemungkinan:

• Rm > Rr, artinya piringan tidak akan terbentuk karena radius mag-netosfer lebih besar dari radius sirkularisasi (radius minimun agar

terbentuknya piringan).

• Rmin < Rm < Rr, artinya piringan dapat terbentuk.

Menurut Shakura dan Sunyaev (1973), teori piringan akresi standar di-asumsikan bahwa piringan akresi dikatakan tipis secara geometri, dan tebal

secara optis. Gerak partikel di piringan akresi bersifat Keplerian dan materi bersifat viskos. Adanya gesekan antar materi dalam piringan mengakibatkan

disipasi energi, dan hal ini berkaitan dengan distribusi momentum sudut serta proses spiral-in materi ke pusat. Secara umum, bagian pada piringan akresi

dibagi menjadi dua, yakni outer disc dan inner disc. Pembagian dua wilayah ini berdasarkan perbedaan temperatur antara keduanya. Pada bagian outer

disc, temperatur piringan lebih dingin sehingga kadang disebut sebagai cold disc. Untuk bagian inner disc, karena wilayah ini lebih dekat dengan Bintang

Neutron yang temperaturnya sangat panas, inner disc pun memiliki tempera-tur yang lebih panas dibanding outer disc.

Luminositas pancaran sinar-X dari X-ray Binaries antara 1034-1038erg/s.

Luminositas akresi dibatasi oleh limit Eddington. Oleh karena itu, luminositas yang dipancarkan tidak dapat melebihi limit Eddington. Untuk luminositas

akresi, diasumsikan bahwa seandainya energi kinetik materi yang jatuh diubah menjadi radiasi dari permukaan bintang yang memiliki jari-jari , maka dari

persamaan (II.3), kita dapatkan luminositas akresi:

Lacc=

GM ˙M R∗

(8)

dan luminositas Eddington memenuhi:

LEdd =

4πGM mpc

σT

(II.5)

LEdd ∼= 1.3 × 1038(M/M )ergs−1 (II.6)

Selama terjadi akresi, massa yang kaya akan hidrogen akan terkumpul di

inner disc, hingga massa yang terkumpul itu mencapai limit massa Eddington, terjadilah pelepasan energi yang besar dan kita amati sebagai burst. Massa

akresi dapat dihitung dengan persamaan:

˙

M = 4πR∗mpc σT

(II.7)

Massa kritis yang dapat diakumulasi dari proses akresi, yaitu:

˙

M = R6× 1.5 × 10−8M /tahun (II.8)

R6 merupakan radius dengan satuan puluhan kilometer, dan MEdd adalah

limit akresi massa. Jika akresi massa berlangsung lama dan melebihi limit Eddington, materi akan menutupi bintang kompak sehingga menghalangi

pan-caran sinar-X. Sebagian sinar-X akan diserap dan dihamburkan sehingga keluar sebagai gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang lebih panjang.

Pembangkitan energi berasal dari pelepasan energi potensial menjadi kalor

dari akresi massa. Sebelum terjadinya burst, laju reaksi nuklir di permukaan Bintang Neutron sangat rendah (hampir tidak ada). Jika laju akresi massa

semakin membesar, maka energi pun akan meningkat diikuti oleh naiknya temperatur (lihat V.3 tentang teori laju akresi massa). Saat temperaturnya

tinggi, memicu kecepatan reaksi nuklir untuk meningkat. Reaksi termonuklir ini mengubah Hidrogen dari akresi massa menjadi Helium. Permukaan Bintang

(9)

sana terdegenerasi. Tekanan yang berperan pun tekanan terdegenerasi yang

tidak dipengaruhi oleh temperatur. Hingga saat temperatur Fermi dicapai, persamaan keadaan yang berlaku bukan lagi persamaan keadaan terdegenerasi,

namun persamaan gas ideal. Tekanan yang tiba-tiba mendapat kontribusi dari temperatur yang tinggi, membuatnya harus menyesuaikan diri dan terjadilah

(10)

Tabel II.1: Data pengamatan Low Mass X-ray Binaries dengan Propertinya (Charles dan Seward, 1995, Tab. 8.1)

Source Period(hr) type Mv Comp. Star

4U1820-30 0.19 Burster - WD

4U1626-27 0.7 Burster 19

A1916-05 0.83 Burster 21

X1323-619 2.9 Burster,

-MXB1636-536 3.8 Burster 17

EXO0748-676 3.8 Burster, dipper 17

4U1254-69 3.9 Burster, dipper 19

4U1728-16 4.2 ADC 17 X1755-338 4.4 Dipper 18.5 MXB1735-444 4.6 Burster 17 Cyg X-3 4.8 (IR) 4U2129+47 5.2 ADC 16 2A1822-371 5.6 ADC 16 MXB1659-29 7.2 Burster, dipper 19 A0620-00 7.3 12-19 K LMC X-2 8.3 19 4U2127+11 8.5 ADC 16 4U1956+11 9.3 18 CAL 87 10.2 ADC 19 GX339-4 14.8 Multi-state 15-21 Sco X-1 19.2 Prototype LMXB 12-14 4U1624-49 21 Dipper -CAL 83 25 ADC 17 Her X-1 40.8 Dipper 15 F GS2023+338 155 Transient 12-19 K0 2S0921-630 216 ADC 16

Gambar

Gambar II.1: Properti LMXB dengan berbagai sudut inklinasi (Charles and Seward 1995)
Gambar II.2: Geometri Roche, L 1 = titik Lagrange 1
Gambar II.3: Proses terjadinya transfer massa dari bintang sekunder ke bintang primer akibat Roche Lobe Overflow (Charles dan Seward, 1995)
Gambar II.4: Kurva cahaya dari EXO 2030 + 375 pada saat terjadinya burst. Ledakan ter- ter-monuklir dari permukaan Bintang Neutron diinterpretasikan sebagai penyebab terjadinya burst
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jika kamu tidak membentuk dirimu dengan baik, yakni hidup benar dan jujur serta melakukan kehendak Allah sejak dini, maka dapat saja di masa yang akan datang kamu menjadi orang

tidak diatur dengan baik, maka akan terjadi kericuhan dan banyak korban berjatuhan seperti permainan tadi, dan sebaliknya kalau diatur dengan baik penduduknya penuh kesadaran maka

4. Mubah, seperti meminjamkan baju kepada orang kaya yang tidak membutuhkan. Jika dilihat dari alasan peminjam yang sangat membutuhkan barang tersebut untuk keperluan sehari-hari

Metode yang dilakukan dalam studi adalah kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan : studi referensi, geologi, geohidrologi, pengukuran geofisika dengan metode geolistrik

In conclusion, the habit of eating sweet foods and marital status are affecting the risk of obese II development on obese civil pilots in

In conclusion, in this study, we found that children born in a low birth weight and born from younger mothers had higher risk of neonatal mortality.. Specifically, for mothers

KASI PEMBANGUNAN DINAS PU KOTA SUKABUMI KASI PEMBANGUNAN DINAS TARLINGKIM KOTA SUKABUMI PLH.KASI PERUMAHAN DINAS CIPTA KARYA KOTA SUKABUMI. 12

Sve veći i veći broj organizacija shvaća važnost društvenih mreža pri upravljanju imidžom destinacije kroz društvene mreže, a sami pokazatelj toga jest činjenica da