• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (adolescence) menurut WHO (World Health Organization) adalah periode usia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (adolescence) menurut WHO (World Health Organization) adalah periode usia"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja

1. Pengertian Remaja

Secara etimiologi, remaja berarti tumbuh menjadi dewasa. Definisi remaja (adolescence) menurut WHO (World Health Organization) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun, sedangkan menurut Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebut kaum muda untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Sedangkan menurut The Health Resources and Services Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi menjadi tiga tahapan yaitu remaja awal (11-14 tahun), remaja menengah (15-17 tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun) (Kusmiran, 2011).

2. Perubahan Remaja Secara Umum 2.1. Perubahan Fisik

2.1.1.Perubahan Ukuran Tubuh

Selama masa puber ukuran tubuh semakin tinggi. Penambahan berat badan tidak hanya dalam lemak, tetapi juga pada tulang dan jaringan otot. Penambahan berat badan paling banyak terjadi pada pubertas perempuan sesaat sebelum dan sesudah haid. Bagi pria penambahan berat badan terjadi 1-2 tahun sebelum dan sesudah masa pubertas (Pieter & Lubis, 2011).

(2)

7

2.1.2. Perubahan Proporsi Tubuh

Badan kelihatan kurus dan panjang, bagian daerah pinggul dan bahu akan melebar. Lebar pinggul dan bahu dipengaruhi oleh kematangan organ seksual. Bagi pubertas pria cepat matang akan mempunyai pinggul yang lebih besar. Sementara ukuran pinggang tampak tinggi dikarenakan kaki menjadi lebih panjang dari badan (Pieter & Lubis, 2011).

2.1.3. Perkembangan Seks

Pada pria, gonad atau testis terletak di scrotum (sac) dan matang pada usia 14 tahun. Sedangkan bagi wanita perubahan seks primer terlihat dengan bertambahnya berat uterus (Pieter & Lubis, 2011). Pada anak perempuan, perubahan yang pertama kali terjadi pada masa pubertas biasanya adalah penonjolan payudara, yang segera diikuti dengan tumbuhnya rambut kemaluan dan rambut ketiak. Jarak antara penonjolan payudara dengan siklus menstruasi yang pertama biasanya sekitar 2 tahun. Selain itu dari vagina keluar cairan yang jernih atau keputihan dan terjadi penambahan lebar tulang panggul. Pertumbuhan badan relatif cepat pada awal masa pubertas (sebelum siklus menstruasi dimulai). Pada anak laki-laki adalah sebaliknya, pertumbuhan badan yang paling pesat terjadi pada usia 13-17 tahun dan terus berkembang sampai awal 20 tahun (Dewi, 2012).

(3)

8

2.2.Perubahan Psikologis

Akibat dari perubahan fisik yang menyebabkan perubahan psikologis pada masa remaja adalah perubahan sikap dan perilaku yaitu ingin menyendiri, kebosanan, inkoordinasi, perubahan emosi, antagonis social, hilangnya kepercayaan diri dan pola sikap sederhana (Pieter & Lubis, 2011).

3. Perubahan Remaja Perempuan

Perubahan fisik berhubungan dengan aspek anatomi dan fisiologis, dimana mulai dari masa pubertas wanita telah memiliki kelenjar hipofisis yang masak dan mengeluarkan hormon. Dampak perkembangan hormonal adalah ukuran anatomi tubuh yang membesar, produksi sel telur sebagai tanda kemasakan, dan tanda-tanda seks sekunder seperti payudara. Pada awal masa pubertas, kadar hormon LH (Luteinizing Hormone) dan FSH (Follicle Stimulating Hormone) akan terus meningkat sehingga merangsang pembentukan hormon seksual. Peningkatan kadar hormon menyebabkan pematangan payudara, ovarium, rahim dan vagina serta dimulainya menstruasi (Pieter & Lubis, 2011). Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Siklus menstruasi rata-rata terjadi sekitar 28 hari, kadang-kadang siklus terjadi setiap 21 hari hingga 30 hari. Biasanya, menstruasi rata-rata terjadi 5 hari, kadang-kadang menstruasi juga dapat terjadi sekitar 2 hari sampai 7 hari. Pada setiap siklus haid FSH dikeluarkan oleh lobus anterior hipofise yang menyebabkan satu atau dua folikel primer berkembang menjadi folikel de Graff yang akan menghasilkan estrogen.

(4)

9

Estrogen ini menekan FSH sehingga hipofise mengeluarkan hormon berikutnya yaitu LH. Pengeluaran FSH dan LH dipengaruhi oleh RH (Realising Hormone) yang disalurkan dari hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH ini dipengaruhi oleh umpan balik negatif estrogen terhadap hipotalamus. Bila penyaluran RH berjalan dengan baik sehingga folikel de Graff makin lama makin matang dan makin banyak berisi liquor Folikuli yang mengandung estrogen yang akan mempengaruhi endometrium untuk tumbuh dan berproliferasi. Waktu proses proliferasi ini dinamakan fase proliferasi (Dewi, 2012).

Karena pengaruh LH folikel de Graff menjadi matang, mendekati permukaan ovarium dan kemudian terjadi ovulasi (ovum dilepas oleh ovarium). Setelah ovulasi terbentuklah korpus rubrum (berwarna merah) dan akan berubah menjadi korpus luteum karena pengaruh LH dan LTH (Luteotrophic Hormone). Korpus luteum menghasilkan hormon progesteron yang akan mempengaruhi endometrium yang telah berproliferasi menjadi bersekresi dan kelenjarnya berlekuk-lekuk. Bila tidak ada pembuahan maka produksi estrogen dan progesteron juga akan turun, dan menimbulkan efek pada arteri yang berlekuk-lekuk di endometrium tampak dilatasi dan hiperemis yang diikuti oleh spasme dan iskemik. Kemudian terjadi degenerasi serta perdarahan dan pelepasan endometrium yang nekrotik disebut menstruasi (Dewi, 2012).

(5)

10

B. Dismenore

1. Pengertian Dismenore

Istilah dismenore (dysmenorrhoea) berasal dari bahasa Greek yaitu dys (gangguan atau nyeri hebat/abnormalitas), meno (bulan) dan rrhea yang artinya flow atau aliran (Proverawati & Misaroh, 2009). Dismenore adalah nyeri kram perut atau ketidaknyamanan yang berhubungan dengan menstruasi (Lewis, Dirksen, Heitkemper & Bucher, 2014). Dismenore didefinisikan sebagai keadaan nyeri yang hebat dan dapat menganggu aktivitas sehari-hari. Dismenore merupakan suatu fenomena simptomatik meliputi nyeri abdomen, kram, dan sakit punggung (Kusmiran, 2011). Dismenore adalah nyeri sewaktu haid , terdiri dari gejala yang kompleks berupa kram perut bagian bawah yang menjalar ke punggung atau kaki dan biasanya disertai gejala gastrointestinal dan gejala neurologis seperti kelemahan umum (Dewi, 2012).

2. Klasifikasi Dismenore

2.1. Dismenore Primer (idiopatik)

Dismenore primer adalah dismenore yang mulai terasa sejak menarche (haid pertama) dan tidak ditemukan kelainan dari alat kandungan atau organ lainnya. Sekitar 10% penderita dismenore primer tidak dapat mengikuti kegiatan sehari-hari. Gejalanya mulai terasa pada 1 atau 2 hari sebelum haid dan berakhir setelah haid dimulai. Biasanya nyeri berakhir setelah diberi kompres panas atau diberi analgesik (Dewi, 2012).

(6)

11

2.2. Dismenore Sekunder

Dismenore sekunder biasanya muncul kemudian, yaitu jika ada penyakit atau kelainan yang menetap (Kusmiran, 2011).

3. Pembagian Klinis

3.1. Ringan yaitu berlangsung beberapa saat dan dapat melanjutkan kerja sehari-hari

3.2. Sedang yaitu diperlukan obat penghilang rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan kerjanya

3.3. Berat yaitu perlu beristirahat beberapa hari dan dapat disertai sakit kepala, pinggang, diare, dan rasa tertekan (Manuaba, 2001)

4. Etiologi Dismenore

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab dismenore primer yaitu hiperaktivitas uterus, prostaglandin, dan vasopresin. Hiperaktivitas uterus berhubungan dengan aliran darah uterus. Uterus yang berkontraksi menyebabkan konstriksi sehingga terjadilah nyeri. Pada beberapa wanita, prostaglandin dapat mengakibatkan otot polos dalam sistem gastrointestinal berkontraksi sehingga menyebabkan mual, muntah dan diare. Vasopresin merupakan vasokonstriktor yang menstimulasi miometrium (dinding otot uterus yang tebal) berkontraksi.

Pada hari pertama menstruasi, kadar vasopresin meningkat pada wanita dengan dismenore (Dewi, 2012). Menurut Subagja (2014) rasa sakit karna kram disebabkan oleh kontraksi pada rahim yang terlalu intens. Kondisi ini dapat mendorong pembuluh darah sehingga pasokan oksigen ke jaringan otot rahim terganggu.

(7)

12

Dismenore sekunder disebabkan oleh penyakit atau kelainan yang menetap seperti infeksi rahim, kista atau polip, tumor sekitar kandungan, serta kelainan kedudukan rahim yang mengganggu organ dan jaringan di sekitarnya (Kusmiran, 2011). Menurut Morgan dan Hamilton (2009) dismenore sekunder mungkin disebabkan karena endometriosis, polip atau fibroid uterus, penyakit radang panggul (PRP), perdarahan uterus disfungsional, prolaps uterus, maladaptasi pemakaian AKDR, produk kontrasepsi yang tertinggal setelah abortus spontan, abortus terapeutik, atau melahirkan, dan kanker ovarium atau uterus.

5. Gejala Klinis

Dismenore primer mulai 12 sampai 24 jam sebelum menstruasi. Rasa sakit yang paling parah hari pertama menstruasi dan jarang berlangsung lebih dari 2 hari. Karakteristik gejala meliputi nyeri perut bagian bawah, sering menjalar ke punggung bawah dan paha atas. Nyeri perut sering disertai dengan mual, diare, kelelahan, dan sakit kepala. Dismenore sekunder biasanya terjadi setelah wanita itu telah mengalami masalah bebas periode menstruasi untuk beberapa waktu. Rasa sakit, yang mungkin unilateral, umumnya lebih konstan dan terus lebih lama dari dismenore primer.

Tergantung pada penyebabnya, gejala seperti dispareunia (hubungan seksual yang menyakitkan), buang air besar yang menyakitkan, atau perdarahan yang tidak teratur dapat terjadi pada waktu selain menstruasi (Lewis, Dirksen, Heitkemper & Bucher, 2014). Umumnya ketidaknyamanan dimulai 1-2 hari sebelum menstruasi, namun nyeri yang paling berat selama 24 jam pertama menstruasi dan mereda pada hari kedua (Morgan & Hamilton, 2009).

(8)

13

6. Karakteristik Dismenore

Dismenore primer terjadi pada 90% wanita setalah mereka menarche (haid pertama) dan berlanjut hingga usia pertengahan 20-an atau hingga memiliki anak. Dismenore sekunder dapat terjadi pada wanita usia tua maupun muda (Dewi, 2012). Dismenore umumnya diamati pada wanita muda, dengan perkiraan mulai dari 67% sampai 90% bagi mereka yang berusia 17-24 tahun (Ju, Jones & Mishra, 2013). Dismenore primer umumnya dimulai 1-3 tahun setelah menstruasi (Morgan & Hamilton, 2009).

7. Faktor Yang Mempengaruhi Dismenore 7.1.Umur

Salah satu faktor yang mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah umur. Umur yang berbeda akan mempengaruhi respon seseorang terhadap nyeri (Potter & Perry, 2005)

7.2.Usia Menarche

Salah satu faktor resiko dismenore primer adalah menstruasi pertama (menarche) pada usia amat dini (Harlow, 1996)

7.3.Suku

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai, dan kebiasaan individu. Budaya mempengaruhi cara melaksanakan kesehatan pribadi. Setiap orang mempunyai respon yang berbeda terhadap nyeri yang dialaminya, sesuai dengan suku dan kultur dimana ia berasal, karena kultur akan mengajarkan orang tersebut merespon nyeri (Potter & Perry, 2005).

(9)

14

7.4.Faktor Konstitusi

Faktor ini erat hubungannya dengan faktor kejiwaan yang dapat juga menurunkan ketahan terhadap nyeri yaitu anemia, penyakit menahun dan sebagainya (Kusmiran, 2011). Remaja putri sering melewatkan dua kali waktu makan dan lebih memilih kudapan. Makanan sampah (junk food) kini semakin digemari oleh remaja. Disebut makan sampah karena sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali mengandung kalsium, besi, asam folat, vitamin A dan C sementara kandungan lemak jenuh, kolesterol dan natriumnya tinggi (Arisman, 2009). Prostaglandin adalah semua kelompok yang diturunkan dari asam lemak 20-karbon tak jenuh (Dorland, 2005).

7.5.Faktor Kejiwaan

Remaja perempuan secara emosional tidak stabil, ditambah jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses menstruasi, maka mudah untuk merasakan dismenore (Kusmiran, 2011).

8. Penatalaksanaan Dismenore 8.1.Penatalaksanaan Farmakologis

Terapi obat utama adalah obat antiinflamasi nonsteroid yaitu Non Steroidal Anti-Inflamation Drug (NSAID) seperti naproxen yang memiliki aktivitas anti prostaglandin. NSAID harus dimulai pada tanda pertama menstruasi dan dilanjutkan setiap 4-8 jam untuk mempertahankan efek yang cukup untuk menghambat sintesis prostaglandin (Lewis, Dirksen, Heitkemper & Bucher, 2014).

(10)

15

Obat-obat yang lazim digunakan untuk meredakan nyeri menstruasi, diantaranya: pereda nyeri (analgesik) golongan NSAID misalnya parasetamol atau asetamonofen (Sumagesic, Panadol, dll), asam mefenamat (Ponstelax, Nichostan, dll), ibuprofen (Ribunal, Ostarin, dll), metamizol atau metampiron (Pyronal, Novalgin, dll), dan obat-obat pereda nyeri lainnya (Proverawati & Misaroh, 2009).

8.2.Penatalaksanaan Nonfarmakologis Dismenore

Penatalaksanaan nonfarmakologis terdiri dari berbagai tindakan penanganan nyeri berdasarkan stimulasi fisik maupun perilaku kognitif (Tamsuri, 2007). Kompres panas dapat mengurangi nyeri (Dewi, 2012). Penggunaan panas selain memberi efek mengilangkan nyeri juga memberikan reaksi fisiologis yaitu meningkatkan aliran darah dalam jaringan (Tamsuri, 2007). Selanjutnya, relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri. Tindakan relaksasi dapat dipandang sebagai upaya pembebasan mental dan fisik dari tekanan dan stress. Relaksasi memberikan efek secara langsung terhadap fungsi tubuh yaitu penurunan ketegangan otot (Tamsuri, 2007). Ambil posisi menungging sehingga rahim tergantung ke bawah, ini bisa membantu relaksasi (Proverawati & Misaroh, 2009)

(11)

16

Penelitian Suciani, Utami dan Dewi (2014) dengan judul “Efektivitas Pemberian Rebusan Kunyit Asam terhadap Penurunan Dismenore” yang dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 9 Pekan Baru, didapatkan hasil dari responden yang mengkonsumsi rebusan kunyit asam intensitas nyerinya berkurang. Hal ini menunjukkan terdapat efektivitas pemberian rebusan kunyit asam terhadap penurunan dismenore di SMA Negeri 9 Pekan Baru. Menurut Gendrowati (2014) beberapa kegunaan temulawak adalah untuk meredakan nyeri, sakit perut, nyeri sewaktu haid, dan menghilangkan bau amis ketika haid.

9. Temulawak

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) juga dikenal dengan nama koneng gede (Sunda), dan temu lobak (Madura). Tanaman ini berasal dari Jawa kemudian menyebar ke beberapa tempat di kawasan Indo-Malaya (Rukmana, 2004). Temulawak merupakan tumbuhan tahunan yang hidup berumpun dan berbatang semu dan berupa gabungan beberapa pangkal daun yang terpadu (Agoes, 2011). Sebagai ramuan obat tradisional, temulawak dapat digunakan sebagai bahan obat utama (remedium cardinale), bahan obat penunjang (remedium adjuvans), pemberi warna (corrigentia coloris) maupun sebagai penambah aroma (corrigentia odoris).

9.1.Taksonomi Temulawak

Temulawak adalah tanaman obat yang tergolong dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae). Tanaman ini masih termasuk dalam famili temu-temuan lainnya, seperti kunyit (Curcuma domestica Val.), kencur (Kaempferia galanga) dan jahe (Zingiber officinale Rosc.) (Subagja, 2014).

(12)

17

9.2.Kandungan Kimia Temulawak

Temulawak telah lama diketahui mengandung senyawa kimia yang mempunyai keaktifan fisiologi, yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkuminoid terdiri atas senyawa berwarna kuning kurkumin dan turunannya (Subagja, 2014). Kukuminoid mempunyai aroma yang khas, tidak toksik (Dalimartha, 2000). Kandungan minyak atsiri pada temulawak tergolong tinggi yaitu 3,81 %. Minyak atsiri tersebut terdiri dari d-kamfer, xanthorrizol, zingiberen, zingeberol, germakron dan lain sebagainya. Selain itu temulawak juga memiliki beragam kandungan fitokimia (segala jenis zat kimia yang diturunkan dari sumber tumbuhan). Kandungan fitokimia temulawak adalah alkaloid, flovanoid, fenolik, saponin dan triterpennoid. Contoh senyawa alkaloid adalah morfin yang berfungsi sebagai analgesik (Subagja, 2014).

Penelitian Atalik, Okudan, Belviranli dan Oz (2014) dengan judul “The comparison of Preemptive Analgesic Effects of Curcumin and Diclofenac” pemberian kurkumin melalui formalin test dan pada tikus percobaan, tanggapan yang diamati dibagi menjadi 2 fase yaitu fase 1 (0-10 menit) dan fase 2 (11-60 menit). Sedangkan melalui hot plate test waktu reaksi tercatat sebesar 0, 15, 30, 60 dan 90 menit setelah pemberian kurkumin. Bagian temulawak yang digunakan adalah rimpangnya. Caranya, cuci rimpang temulawak dari kotoran yang melekat sampai bersih, lalu kupas kulitnya dan iris tipis-tipis dengan ketebalan 7-8mm (Dalimartha, 2000).

(13)

18

9.3.Efek Farmakologi Temulawak 9.3.1. Efek Analgesik

Efek analgesik adalah efek yang bisa menghilangkan rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran orang yang menggunakannya. Dalam hal ini temulawak diketahui memiliki kandungan metanol. Dalam sebuah percobaan, ditemukan bahwa ekstrak metanol temulawak yang diberikan secara oral pada tikus percobaan dinyatakan dapat menekan rasa sakit yang diakibatkan oleh pemberian asam asetat. Selain itu germakron pada temulawak juga diketahui sebagai zat aktif yang berfungsi untuk menekan rasa sakit tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa temulawak bisa dimanfaatkan sebagai penghilang nyeri (Subagja, 2014).

9.3.2. Efek Antiinflamasi

Antiinflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang tidak disebabkan oleh mikroorganisme tertentu atau bersifat non infeksi. Efek farmakologi ini juga ditemukan pada temulawak. Pada awalnya, kandungan minyak atsiri dari temulawak secara in vitro diketahui memiliki daya antiinflamasi meskipun tergolong lemah. Kemudian, dari beberapa penelitian berikutnya, diketahui bahwa ternyata efek antiinflamasi tersebut berasal dari kandungan germakron pada rimpang temulawak (Subagja, 2014).

(14)

19

9.4.Efek Samping, Kontra-indikasi, dan Interaksi Temulawak 9.4.1. Efek Samping

Tidak ada efek samping yang dilaporkan selama studi di mana 12 sukarelawan sehat mendapat 80 mg kurkumin (Rasyid et al, 2002 dalam Galen & Kroes, 2014). Dalam fase I percobaan dengan 25 subjek, yang memiliki berbagai risiko tinggi kondisi kanker, tidak ada reaksi toksik yang diamati. Subyek menerima hingga 8 gr kurkumin sehari selama 3 bulan (Cheng et al, 2001 dalam Galen & Kroes, 2014). Dalam sebuah studi klinis, 2 dari 19 pasien yang diobati dengan 2.500 mg kurkumin per hari, mengeluhkan iritasi lambung. Tidak ada efek samping lainnya dilaporkan (James, 1994 dalam calen & Kroes, 2014). Belum pernah dilaporkan resiko terhadap kesehatan dan efek samping setelah penggunaan dalam dosis yang tepat dari rimpang temulawak. Bila digunakan secara berkepanjangan atau melebihi dosis, dapat menimbulkan gangguan lambung. Bila timbul gangguan, segera hentikan penggunaan (BPOM, 2005). 9.4.2. Kontra-indikasi

Belum diketahui secara pasti adanya larangan penggunaan temulawak (BPOM, 2005)

9.4.3. Interaksi

Belum diketahui adanya interaksi temulawak dengan obat-obatan atau bahan-bahan lain (BPOM, 2005).

(15)

20

10. Konsep Nyeri

Menurut Mc. Caffery (1979, dalam Tamsuri, 2007) nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang memengaruhi seseorang, dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Menurut Kozier dan Erb (1983, dalam Tamsuri, 2007) nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan yang dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman, dan fantasi luka.

10.1. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran subjektif nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat pengukur nyeri seperti Skala Visual Analog, Skala Nyeri Numerik, Skala Nyeri Deskriptif (Tamsuri, 2004). Menurut Perry & Potter (2005) skala penilaian Skala Nyeri Numerik atau Numeric Rating Scale (NRS) digunakan mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.

Gambar 1. Skala Nyeri Numeric Rating Scale (NRS) menurut Smeltzer et al (2010)

(16)

21

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 (Nyeri ringan) : Hilang tanpa pengobatan, tidak mengganggu aktivitas sehari-hari

4-6 (Nyeri sedang) : Nyeri yang menyabar ke perut bagian bawah, mengganggu aktivitas sehari-hari, membutuhkan obat untuk mengurangi nyerinya

7-9 (Nyeri berat) : Nyeri disertai pusing, sakit kepala berat, muntah, diare, sangat mengganggu aktivitas sehari-hari

10 (Nyeri tidak tertahankan) : Menangis, meringis, gelisah, menghindari percakapan dan kontak social, sesak nafas, imobilisasi, menggigit bibir, penurunan rentan kesadaran.

Setelah membaca dan memahami berbagai literatur, dijelaskan bahwa temulawak berkhasiat dalam menurunkan nyeri saat menstruasi karena minyak atsiri temulawak mengandung germakron yang berfungsi sebagai anti analgesik yang dapat meredakan nyeri termasuk nyeri haid (dismenore) yang dirasakan remaja. Pemberian temulawak per oral diminum 2 kali sehari, 1 gelas pada pagi dan sore. Temulawak diminum saat hari pertama dan kedua sebelum menstruasi sampai hari kedua menstruasi. Hasil yang diharapkan adalah temulawak dapat meringankan dismenore.

Gambar

Gambar 1. Skala Nyeri Numeric Rating Scale (NRS) menurut Smeltzer et al  (2010)

Referensi

Dokumen terkait

Dari pertimbangan kedua alternative diatas dan pencocokan dari kebutuhan system dari kedua fungsi mall yang membutuhkan fasad yang atraktif sedangkan apartment yang

 Adalah suatu perusahaan mem-biayai kebutuhan modal kerja musiman / variabel (seasonal working capital or variable) dan sebagian dari kebutuhan tetapnya dengan dana

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan hygiene dan sanitasi makanan dengan perilaku penjamah

Sebelum suami Jamaah Tabligh berdakwah hal yang harus diperhatikan adalah nafkah untuk istri dan anak selama mereka ditinggal.. berdakwah, kalau seandainya berdakwah

Sampel ini digunakan adalah perusahaan perbankan dalam hal ini peneliti lebih mengkhususkan sampel pada jenis perusahaan homogen yaitu emiten

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan kadar klorida serum sebelum dan sesudah latihan fisik intensitas sedang pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan nilai threshold terhadap rasa manis pada orang Semarang ditinjau dari segi gender dan sosial ekonomi, nilai threshold anak –

Pendidikan inklusi merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak berkelainan yang secara formal kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada