• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN PEPTIDA SIKLIS SEBAGAI INHIBITOR POTENSIAL UNTUK ENZIM NS3-NS2B PROTEASE VIRUS DENGUE SECARA IN SILICO MELALUI MOLECULAR DOCKING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN PEPTIDA SIKLIS SEBAGAI INHIBITOR POTENSIAL UNTUK ENZIM NS3-NS2B PROTEASE VIRUS DENGUE SECARA IN SILICO MELALUI MOLECULAR DOCKING"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

DENGUE SECARA IN SILICO MELALUI

MOLECULAR DOCKING

SAMIRA

0305030573

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

DEPARTEMEN KIMIA

DEPOK

2009

(2)

POTENSIAL UNTUK ENZIM NS3-NS2B PROTEASE VIRUS

DENGUE SECARA IN SILICO MELALUI

MOLECULAR DOCKING

Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

SAMIRA

0305030573

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

DEPARTEMEN KIMIA

DEPOK

2009

(3)

POTENSIAL UNTUK ENZIM NS3-NS2B PROTEASE VIRUS

DENGUE SECARA IN SILICO MELALUI MOLECULAR

DOCKING

NAMA :

SAMIRA

NPM :

0305030573

SKRIPSI INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI

DEPOK, 7 JULI 2009

PROF. DR. USMAN SUMO FRIEND TAMBUNAN, M.Sc

PEMBIMBING

Tanggal lulus ujian sarjana : ...

Penguji I

: Prof. Dr. Soleh Kosela,.M.Sc...

Penguji II

: Dra. Sri Handayani,.M.Biomed...

Penguji III

: Dr. Amarila Malik, Apt,.M.Si...

(4)
(5)

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang

senantiasa memberikan berkah dan kenikmatan dalam kehidupan penulis.

Alhamdulillah berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penulisan skripsi sebagai syarat menempuh ujian akhir Sarjana

di Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Indonesia.

Penulis mempersembahkan karya ini untuk keluarga, terutama mama

dan aba atas ketulusan, kesabaran, dan kasih sayang yang luar biasa indah

sehingga mengantarkan penulis sampai pada jenjang ini. Juga kepada

adik-adik tersayang Usama, Fatma, dan Abdu. Sungguh kalian menjadi inspirasi

utama dan pembangkit semangat penulis. Semoga apa yang telah penulis

lakukan dapat memberikan kebanggaan bagi keluarga.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Usman Sumo F.T.,

M.Sc selaku pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh

kesabaran, kebapakan, dan perhatian. Terima kasih atas kepercayaan yang

diberikan. Terima kasih telah menjadi dosen, bapak, dan partner yang

membuka lebih luas cakrawala penulis mengenai hidup.

Pada kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih

yang sebesarnya kepada:

1. Dr. Ridla Bakri selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA UI

i

(6)

3. Dra. Tresye Utari, M.Si selaku Koordinator Penelitian

4. Prof. Dr. Sumi Hudoyono, PWS selaku Kepala KBI Biokimia

5. Seluruh dosen departemen kimia yang telah mentransfer ilmunya, Bu

Widajanti Wibowo, Bu Siswati, Pak Riwandi, Bu Endang, Pak Badjri,

Pak Sholeh, Bu Yani, Pak Jar, dan semua yang tidak dapat disebutkan

satu persatu. Semoga senantiasa mendapat rahmat dan keberkahan

dariNya

6. Teman-teman seperjuangan dan seruangan, Ramdhan, Danang, dan

terutama Ronggo yang telah bersama-sama menghempas kerikil

selama penelitian

7. Teman-teman penelitian terutama Lusi, Dita, Melina, Lu’lu, Purnama,

dan Lila, juga Yusni, Farouq, Santi, Alti, Norma, Ana, Lumita, Rilian,

Mutia, Alex, Cicil, Destya, Nuhi, Ria

8. Sahabat-sahabat terbaik, Shabrina, Sepit, Gayatri, Anggi, Meta, Camel,

Syarif, Hani, Elly, Agung

9. Catherine Farmasi 2005 dan Sutarto Fisika 2003 untuk

diskusi-diskusinya serta Emil untuk software HyperChem Pro-nya

10. Teman-teman hebat Kimia 2005, 2006, 2007, 2004, 2003, 2002, Kimia

Terapan 2006, dan 2007

ii

(7)

segala kebaikannya

12. Teman-teman HMDK 2007, BEM FMIPA 2008, MICEL+2008,

Tossaka3

rd

, dan Dancesport UI atas segala kenangan indahnya

13. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam penyelesaian skripsi.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan dan masyarakat. Amin.

Penulis

2009

iii

(8)

Demam berdarah, penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue,

telah menjadi masalah kesehatan yang utama di negara tropis dan subtropis.

Hingga saat ini belum tersedia vaksin atau pengobatan yang efektif. Pada

penelitian ini dilakukan studi in silico untuk merancang ligan peptida siklis

yang dapat berperan sebagai inhibitor potensial untuk enzim NS3-NS2B

protease virus dengue sehingga diharapkan dapat menghambat replikasi virus

tersebut dalam tubuh. Struktur tiga dimensi enzim diperoleh dari Protein Data

Bank.

Analisis terhadap binding site dan sekuens asam amino substrat pada

sisi pemotongan enzim menghasilkan tujuh buah rancangan ligan

siklopentapeptida yang disiklisasi melalui ikatan disulfida sistein lalu

dimodelkan ke dalam bentuk tiga dimensi. Optimasi geometri dan minimasi

energi dilakukan untuk menghilangkan bad contact. Analisis kekuatan afinitas

ligan terhadap enzim melalui molecular docking menunjukkan bahwa ketujuh

ligan tersebut memiliki afinitas dan potensi inhibisi yang lebih baik dari ligan

standar Bz-Nle-K-R-R-H. Hasil terbaik ditunjukkan oleh ligan KRK dengan

energi ikatan -8,39 kkal/mol dan Ki 0,707 μM. Analisis interaksi kompleks

enzim-ligan menunjukkan bahwa terdapat 16 contact residu dan sembilan

residu asam amino enzim yang membentuk ikatan hidrogen dengan ligan

serta terjadi kesesuaian konformasi ligan terhadap binding site enzim.

iv

(9)

Bibliografi: 38 (1983-2009)

v

(10)

Halaman

KATA PENGANTAR... i

ABSTRAK... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar

Belakang... 1

1.2 Tujuan

... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Demam

Berdarah... 5

2.2 Virus

Dengue ... 6

2.2.1 Pemetaan Genom Virus ………. 7

2.2.2 Daur Hidup Virus Dengue... 9

2.3 Enzim... 10

2.4 Inhibitor

Enzim... 13

2.5 Protease... 14

2.5.1 NS3 Protease... 15

2.5.2 Mekanisme Proteolisis... 16

2.6 Drug

Design... 18

vi

(11)

2.7 Bioinformatika... 20

2.7.1 Definisi dan Ruang Lingkup... 20

2.7.2 Database... 21

2.7.3 Protein Data Bank... 22

2.8 Molecular

Modelling... 23

2.9 Molecular

Docking... 25

BAB III. METODE PENELITIAN... 29

3.1 Pencarian

Data PDB Struktur Tiga Dimensi Enzim NS3

Protease Virus Dengue... 29

3.2 Visualisasi Sisi Aktif dan Binding Site Enzim NS3-NS2B

Protease... 29

3.2.1 Sisi Aktif dan Kofaktor Enzim... 29

3.2.2 Binding Site Enzim... 30

3.3 Penentuan Sekuens Asam Amino Peptida sebagai Inhibitor.. 30

3.4 Perancangan Struktur Tiga Dimensi Peptida Siklis Sebagai

Ligan... 30

3.5 Optimasi Geometri dan Minimisasi Energi Struktur Tiga Dimensi

Peptida Siklis dan Enzim NS3-NS2B Protease... ... 31

3.6 Penentuan Nilai Log P dan Berat Molekul Peptida Siklis... 32

3.7 Docking... 32

3.8 Analisis

Docking... 33

vii

(12)

3.8.2 Energi Ikatan dan Konstanta Inhibisi (Ki)... 33

3.8.3 Ikatan Hidrogen... 33

3.8.4 Contact Residu... 34

3.8.5 Konformasi Ligan Terhadap Binding Site... 34

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 35

4.1 Pencarian Data PDB Struktur Tiga Dimensi Enzim NS3

Protease Virus Dengue... 35

4.2 Visualisasi Sisi Aktif dan Binding Site Enzim NS3-NS2B

Protease... 36

4.2.1 Sisi Aktif dan Kofaktor Enzim... 36

4.2.2 Binding Site Enzim... 37

4.3 Penentuan Sekuens Asam Amino Peptida sebagai Inhibitor.. 39

4.4 Perancangan Struktur Tiga Dimensi Peptida Siklis Sebagai

Ligan... 41

4.5 Optimasi Geometri dan Minimisasi Energi Struktur Tiga Dimensi

Peptida Siklis dan Enzim NS3-NS2B Protease... 42

4.6 Penentuan Nilai Log P dan Berat Molekul Peptida Siklis... 43

4.7 Docking... 45

4.8 Analisis Docking... 46

4.8.1 Penentuan Konformasi Kompleks Protein-Ligan Hasil

Docking... 46

viii

(13)

4.8.4 Contact Residu... 52

4.8.5 Konformasi Ligan Terhadap Binding Site... 55

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 59

5.1 Kesimpulan... 59

5.2 Saran... 60

DAFTAR PUSTAKA... 61

LAMPIRAN... 65

ix

(14)

Gambar 1. Daerah dengan risiko infeksi virus dengue... 2

Gambar 2.

Partikel virus dengue... 6

Gambar 3.

Pemetaan genome dari virus dengue... 8

Gambar 4.

Skema replikasi virus dengue... 10

Gambar 5.

Skema perbandingan energi bebas reaksi tanpa dan dengan

enzim... 12

Gambar 6. Skema persamaan reaksi inhibitor reversible... 14

Gambar 7. NS3 protease dengan kofaktor NS2B... 15

Gambar 8 . Mekanisme proteolisis NS3 protease... 16

Gambar 9.

Molecular docking antara ligan dan protein... 26

Gambar 10. Visualisasi permukaan enzim NS3 protease berdasarkan

spektrum potensial elektrostatiknya... 37

Gambar 11. Rancangan peptida siklis... 40

Gambar 12. Residu asam amino enzim NS3-NS2B protease yang

membentuk ikatan hidrogen dengan ligan KRK... 51

Gambar 13. Contact residu asam amino enzim NS3-NS2B protease

terhadap ligan standar dan ligan KRK... 53

Gambar 14. Konformasi ligan standar (hijau) dan ligan KRK (jingga) pada

binding site enzim NS3-NS2B protease... 55

x

(15)

xi

(16)

Tabel 1.

Kelebihan dan kekurangan peptida sebagai drug... 20

Tabel 2.

Sisi pemotongan sekuens asam amino substrat oleh NS3-NS2B

protease... 38

Tabel 3.

Nilai log P dan berat molekul peptida siklis... 43

Tabel 4.

Energi hasil docking... 47

Tabel 5.

Energi hasil docking... 47

Tabel 6.

Residu asam amino enzim NS3-NS2B protease yang

membentuk ikatan hidrogen dengan ligan standar dan KRK.. 50

Tabel 7.

Residu asam amino enzim NS3-NS2B protease yang

berinteraksi dengan ligan standar dan KRK... 52

xii

(17)

Lampiran 1. Data Fisikokimia Residu Asam Amino Sisi Aktif NS3

Protease... 63

Lampiran 2. Posisi Sisi Aktif dan kofaktor NS3 Protease... 64

Lampiran 3. Struktur Asam Amino Arginin dan Lisin... 65

Lampiran 4. Daftar Official Codes Dua Puluh Asam Amino... 66

Lampiran 5. Struktur dua dimensi ligan standar Bz-Nle-K-R-R-H... 67

Lampiran 6. Struktur tiga dimensi ligan hasil optimasi geometri dan

minimisasi energi... 68

Lampiran 7. Struktur enzim NS3-NS2B hasil optimasi geometri dan

minimisasi energi... 70

Lampiran 8. Clustering histogram hasil docking………..

71

Lampiran 9. Data energi hasil docking……….

82

Lampiran 10. Bagan kerja penelitian…... 105

Lampiran 11. Hubungan antara nilai RMSD dengan perbandingan

struktur... 106

xiii

(18)

1.1 Latar

Belakang

Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue telah menjadi

masalah kesehatan yang utama di dunia, terutama di Asia, Afrika, dan

Amerika. Infeksi ini telah menjadi endemik di lebih dari 100 negara. World

Health Organization memperkirakan terjadi 100 juta kasus tiap tahun dan

sebanyak 2,5 miliar orang atau 40% dari populasi dunia berisiko terjangkit

infeksi virus ini (Monath, et al., 1994).

Penyebaran virus dengue meningkat secara signifikan dalam

beberapa tahun terakhir karena terjadinya ekspansi vektor nyamuk Aedes

aegypti mulai dari Asia Tenggara hingga ke Pasifik Barat dan Amerika

(Melino, et al., 2007). Epidemi infeksi virus dengue juga disebabkan oleh

banyaknya arus migrasi yang terjadi ke daerah endemik, ledakan populasi

dan kurang sadarnya masyarakat akan kebersihan lingkungan (www.ivi.org, 2

Februari 2009, 17.15 WIB). Selama kurun waktu 1985-2004, jumlah kasus

infeksi virus dengue di Indonesia menempati urutan kedua terbesar di dunia

setelah Thailand (www.who.intr/, di akses 31 Januari 2009, 22.10 WIB).

Penyakit infeksi virus dengue memiliki tiga jenis tingkatan mulai dari

demam ringan yang dikenal dengan dengue fever (DF), demam disertai

trombositopenia dan pendarahan yang biasa dikenal dengan demam

1

(19)

berdarah/dengue haemorrhagic fever (DHF) hingga gejala demam yang

disertai shock atau dengue shock syndrome (DSS) yang sering berujung

pada kematian (Rico-Hesse, et al., 2003).

Gambar 1. Daerah dengan risiko infeksi virus dengue

Sumber : http://gamapserver.who.int/mapLibrary/

Virus dengue termasuk ke dalam genus Flavivirus dan famili

Flaviviridae yang merupakan virus RNA berantai tunggal dengan strand

positif (http://athena.bioc.uvic.ca, diakses 1 Juni 2009, 20.00 WIB). Virus ini

memiliki empat serotype yaitu DEN1, DEN2, DEN3, dan DEN4 sehingga

seseorang bisa terinfeksi lebih dari satu kali (Lindenbach, 2001). Menurut

teori antibody-dependent enhancement (ADE), infeksi sekunder virus dengan

serotype yang berbeda dengan infeksi primer, dapat meningkatkan

(20)

patogenesitas atau tingkat keparahan penyakit terhadap pasien

(Raekiansyah, et al., 2004).

Pengobatan yang efektif terhadap infeksi virus dengue belum tersedia

walaupun beberapa kandidat vaksin baik monovalen maupun tetravalen yang

berasal dari virus yang dilemahkan sedang dikembangkan di beberapa

institusi seperti National Institute of Health dan Universitas Mahidol (WHO,

2006). Pengobatan yang dilakukan saat ini hanya untuk mengurangi gejala

sakit dan mengurangi risiko kematian (Suroso & Umar 1999). Oleh karena itu,

dibutuhkan suatu pengobatan yang bersifat antiviral.

Dewasa ini perkembangan ilmu virulogi dan biologi molekuler telah

memberikan informasi mengenai mekanisme molekuler dari daur replikasi

virus dengue. Setiap tahapannya, mulai dari infeksi sel inang hingga

perakitan partikel virus baru, dapat menjadi target dalam pengembangan

molekul inhibitor (drug design) yang dapat menghambat aktivitas

enzim-enzim yang berperan vital dalam replikasi virus dengue seperti enzim-enzim

protease, RdRP, metiltransferase dan helikase (Kirsten, 2008).

Sebelumnya para peneliti melakukan eksperimen in vitro secara

trial-and-error melalui screening bahan-bahan alami untuk menemukan molekul

yang dapat berperan sebagai inhibitor. Namun cara seperti ini dinilai kurang

efisien karena menghabiskan banyak waktu dan tenaga. Kini dengan teknik

komputasi, pengembangan molekul inhibitor dapat dilakukan secara in silico

(computer-aided drug design) sehingga pengujian eksperimental secara in

vitro menjadi lebih rasional dan efisien (Kirsten, 2008).

(21)

Salah satu metode yang dapat digunakan adalah molecular docking

yang dapat memprediksikan orientasi ikatan antara kandidat inhibitor (drug)

dengan enzim target sehingga dapat diketahui afinitas dari rancangan

inhibitor tersebut. Untuk melakukan molecular docking, hal utama yang

dibutuhkan adalah struktur tiga dimensi dari inhibitor dan enzim target yang

dapat diperoleh dari database maupun melalui teknik molecular modelling

(Lucientes, 2004).

Akhir-akhir ini molekul peptida telah dikembangkan dalam drug design

karena walaupun memiliki kestabilan yang rendah, peptida memiliki aktivitas

dan spesifitas yang tinggi, toksisitas yang rendah serta relatif tidak

terakumulasi dalam tubuh (Sehgal, 2006).

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk merancang peptida siklis yang dapat

berperan sebagai inhibitor potensial bagi enzim NS3-NS2B protease virus

dengue melalui studi in silico dengan metode molecular docking.

(22)

2.1 Demam

Berdarah

Penyakit demam berdarah atau dengue haemorrhagic fever (DHF)

adalah penyakit infeksi akut yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis.

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus dengue yang penyebarannya

ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, A. albopictus, A.

polynesiensis dan beberapa spesies A. scuttellarisa. Di Indonesia,

penularannya adalah melalui nyamuk betina A. aegypti dan A. albopictus

(Purnami, et.al. 2005). Kedua jenis nyamuk ini hidup dalam keadaan yang

panas dan lembab dan terdapat hampir di seluruh daerah di Indonesia,

kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas

permukaan laut (Wahono et al. 2004; www.cdc.gov, diakses 2 Juni 2009,

15.10 WIB).

Demam berdarah telah berkembang sejak lama di dunia, pertama kali

dikenali pada tahun 1779 di Kairo. Wabah demam berdarah dengue di

Indonesia yang menyebabkan banyak kematian terjadi untuk pertama kalinya

pada tahun 1968 di kota Jakarta dan Surabaya, akan tetapi konfirmasi

virologisnya baru didapatkan pada tahun 1972. Sejak saat itu penyakit ini

menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 penyebarannya

5

(23)

mencakup seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur dan

menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) (Suroso 1983).

2.2 Virus

Dengue

Virus

dengue termasuk ke dalam genus Flavivirus dan famili

Flaviviridae yang merupakan virus RNA berantai tunggal dengan strand

positif. Bentuk morfologinya adalah bola dengan diameter 40-60 nm

(http://athena.bioc.uvic.ca, di akses 1 Juni 2009, 20.00 WIB).

Gambar 2. Partikel virus dengue

Sumber: http://www.rapidmicrobiology.com/news/

Virus

dengue memiliki empat serotype yang dilabeli dengan DEN1,

DEN2, DEN3, dan DEN4 yang klasifikasinya didasarkan pada jenis antibodi

yang dihasilkan di dalam tubuh manusia setelah terinfeksi. Keempat

(24)

serotype ini memiliki morfologi dan genom yang sama tetapi menunjukkan

antigen yang berbeda sehingga seseorang bisa terinfeksi virus ini lebih dari

satu kali karena tidak adanya proteksi silang yang lengkap (Lindenbach,

2001).

2.2.1 Pemetaan Genom Virus

Genom RNA virus dengue merupakan satu untaian open reading

frame (ORF) yang mengandung 10.723 nukleotida dan mengkode satu

poliprotein yang tediri dari 3.391 residu asam amino yang terbagi atas tiga

protein sruktural C, prM, dan E serta tujuh protein nonstruktural NS1, NS2A,

NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5 (Irie et al., 1989). Pada ujung-ujung

ORF terdapat kode 5’UTR dan 3’UTR yang berperan penting dalam proses

inisiasi dan regulasi pada proses translasi, transkripsi dan replikasi virus

(Chiu, et al., 2005). Tidak seperti mRNA selular, pada ujung 3’ RNA virus

dengue tidak ditemui adanya poly-adenilate (poly-A) tail.

Virion virus terdiri dari protein E (envelope) yang berperan dalam

penempelan virus ke reseptor inang, dan protein prM (premembran) yang

merupakan glikoprotein struktural. Sedangkan protein C (capsid) membentuk

struktur ikosahedral dan mengikat genom RNA virus (Melino, et al., 2007).

Ketujuh protein nonstruktural memiliki peran vital dalam siklus replikasi

virus. Glikoprotein NS1 terbentuk di permukaan sel inang saat infeksi dan

berperan dalam replikasi RNA virus, sedangkan NS2A, NS4A, dan NS4B

(25)

merupakan protein hidrofobik yang membantu proses replikasi di retikulum

endoplasma (RE). Sintesis RNA virus dibantu oleh enzim RNA-dependent

RNA polymerase yang terdapat pada protein NS5. Pemotongan unit-unit

fungsional dari untaian poliprotein hasil translasi dikatalisis oleh enzim serin

protease yang terdapat pada protein NS3 yang pada prosesnya dibantu oleh

NS2B sebagai kofaktor (www.pdb.org/moleculeofthemonth/Denguevirus/, 29

Januari 2009, 16.30 WIB).

Gambar 3. Pemetaan genome dari virus dengue

Sumber: Melino, et al., 2007

(26)

2.2.2 Daur Hidup Virus Dengue

Siklus normal infeksi virus dengue umumnya adalah

manusia-nyamuk-manusia. Virus dengue bertransmisi melalui kelenjar saliva nyamuk Aedes

aegypti betina ketika nyamuk ini menghisap darah manusia yang telah

terinfeksi virus dengue. Virus dengue kemudian menjalani replikasi dalam

tubuh nyamuk dalam masa inkubasi 8 – 10 hari. Lalu setelah bereplikasi,

dapat menginfeksikan dirinya lagi ke manusia lain melalui antikoagulan yang

terdapat dalam saliva nyamuk ketika menghisap darah manusia tersebut

(Melino, et al., 2007).

Proses infeksi virus dimulai ketika terjadi interaksi antara protein E

virus dengan reseptor permukaan sel inang. Interaksi ini menyebabkan

terjadinya perubahan konformasi struktur virus sehingga memicu masuknya

materi genetik RNA ke dalam sel inang. Karena termasuk strand positif,

maka RNA virus dapat langsung mengalami translasi dan mensintesis

polipeptida pendek. Translasi ini kemudian dilanjutkan di RE sehingga

menghasilkan satu untaian poliprotein yang akan diproses menjadi unit-unit

protein fungsional bagi virus. Pemotongan pada sisi NS1-NS2A langsung

terjadi setelah poliprotein terbentuk oleh protease yang belum teridentifikasi

yang terdapat pada RE. Selanjutnya terjadi pemotongan pada konjugasi

C-prM, prM-E, E-NS1, dan NS4A-NS4B oleh enzim peptidase RE inang, dan

pemotongan pada NS2A-NS2B, NS2B-NS3, NS3-NS4A, dan NS4B-NS5 oleh

enzim protease virus (Melino, et al., 2007).

(27)

RNA virus mengalami replikasi dan mensintesis RNA negatif yang

kemudian menjadi template untuk sintesis RNA positif virus. RNA hasil

replikasi ini lalu berasosiasi dengan protein C hasil translasi membentuk

virion immature di permukaan RE. Virion lalu bergerak menuju badan golgi

untuk maturasi sehingga membentuk virion yang fungsional dalam jumlah

banyak dan menyebabkan sel inang lisis (Melino, et al., 2007).

Gambar 4. Skema replikasi virus dengue

Sumber: Karin dan Franz, 2006

2.3 Enzim

Enzim merupakan makromolekul yang dapat mempercepat reaksi

kimia tanpa ikut bereaksi. Karena di sintesis di dalam sel makhluk hidup,

(28)

enzim disebut juga biokatalisator. Di luar molekul katalitik RNA, semua

enzim adalah protein yang sebagian besar berbentuk globular dengan berat

molekul sekitar 12.000 hingga satu juta g/mol. Dalam aktivitas katalitiknya,

beberapa enzim membutuhkan komponen tambahan yang disebut kofaktor.

Kofaktor ini dapat berupa ion anorganik seperti Mg

2+

, Fe

2+

, dan Zn

2+

atau

berupa molekul organik (Lehninger, 2004).

Enzim diklasifikasikan dalam enam kelompok, yaitu oksireduktase,

transferase, hidrolase, liase, isomerase, dan ligase. Tiap enzim memiliki sisi

aktif dan sisi ikatan yang berbeda. Pada permukaan sisi aktif terdapat residu

asam amino yang dapat berikatan dengan substrat sehingga enzim memiliki

sifat selektif dan spesifik. Emil Fischer (1894) merumuskan bahwa sisi aktif

enzim merupakan komplementer dari substratnya seperti gembok dan

kuncinya yang dikenal dengan teori lock and key.

Reaksi enzimatik secara sederhana dapat dituliskan sebagai berikut:

ES

E + S

EP

E + P

dimana E, S, dan P adalah enzim, substrat, dan produk sedangkan ES dan

EP adalah keadaan transisi kompleks enzim dengan substrat dan produk

(Lehninger, 2004).

Terdapat beberapa cara kerja enzim untuk menurunkan energi

bebasnya, antara lain:

Menurunkan energi aktivasi dengan menciptakan keadaan yang dapat

menstabilkan keadaan transisi enzim-substrat

(29)

Mengurangi energi keadaan transisi tanpa mengubah konformasi

substrat dengan cara mendistribusikan muatan

• Memberikan

mekanisme

reaksi alternatif

Mengurangi perubahan entropi yang terjadi dengan cara

menempatkan substrat pada orientasi yang tepat (Fersht, 1985)

Dengan adanya enzim, energi yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan

transisi menjadi lebih kecil sehingga reaksi berlangsung lebih cepat.

Gambar 5. Skema perbandingan energi bebas reaksi tanpa dan dengan

enzim

Sumber : Lehninger, 2004

Kerja enzim dipengaruhi antara lain oleh pH, temperatur, konsentrasi substrat,

konsentrasi enzim serta inhibitor.

(30)

Struktur dan fungsi enzim dipengaruhi oleh interaksi nonkovalen yang

terdiri atas ikatan hidrogen, ikatan ionik, interaksi van der Waals, dan

interaksi hidrofobik. Walaupun masing-masing interaksi tersebut bersifat

lemah namun akumulasi dari keempat jenis interaksi lemah ini memberikan

kontribusi yang signifikan terhadap kestabilan struktur tiga dimensi dan

aktivitas katalitik enzim (Lehninger, 2004).

2.4 Inhibitor

Enzim

Inhibitor enzim adalah molekul yang dapat menganggu sifat katalitik

enzim atau menurunkan/menghilangkan aktivitas katalitiknya. Berdasarkan

sifatnya, inhibitor enzim terbagi menjadi inhibitor reversible dan irreversible.

1. Inhibitor

reversible

Inhibitor

reversible berikatan dengan enzim melalui interaksi

nonkovalen seperti ikatan hidrogen, ikatan ionik dan interaksi hidrofobik.

Inhibitor ini membentuk kompleks EI (inhibitor-enzim) tetapi tidak mengalami

katalisis sehingga dapat menurunkan efisiensi aktivitas enzim. Ada tiga jenis

inhibitor reversible, yaitu:

¾

Inhibitor kompetitif (Gambar 6a)

¾

Inhibitor nonkompetitif (Gambar 6b)

¾

Inhibitor campuran (Gambar 6c)

(31)

(a)

(c)

(b)

Gambar 6. Skema persamaan reaksi inhibitor reversible

Sumber : Lehninger, 2004

2. Inhibitor

irreversible

Inhibitor ini dapat membentuk ikatan kovalen dengan enzim atau

merusak residu gugus fungsional yang vital bagi aktivitas enzim sehingga

enzim menjadi inaktif. Reaksi yang terjadi dapat berupa ikatan antara gugus

nukleofilik enzim, seperti hidroksil dan sulfhidril pada residu serin, sistein,

threonin atau tirosin, dengan gugus elektrofilik inhibitor (Lundblad, R. L.,

2004).

2.5 Protease

Protease merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan

kovalen peptida sehingga menghasilkan ujung N dan C yang bebas.

Protease disebut juga proteinase atau peptidase. Menurut gugus fungsional

pada sisi aktifnya, protease terbagi menjadi empat kelompok, yaitu serin

(32)

protease, sistein protease, aspartat protease, dan metallo protease

(http://www.oswego.edu/, 2 Juni 2009, 14.40 WIB).

2.5.1 NS3

Protease

NS3 protease pada virus dengue termasuk dalam famili serin protease

yang terdiri dari 184 residu asam amino pada terminal N. Studi terhadap

sekuens virus menunjukkan bahwa sisi aktif NS3 protease terdiri atas tiga

asam amino fungsional yaitu His51, Asp75, dan Ser135. Aktivitas katalitik

NS3 protease dibantu oleh kofaktor NS2B. Konjugasi NS3-NS2B berperan

dalam pemotongan prekursor poliprotein pada NS2A⁄ NS2B, NS2B⁄ NS3,

NS3⁄NS4A, dan NS4B⁄NS5, serta pada sisi pemotongan internal protein C,

NS2A, NS3, dan NS4A (Brinkworth, 1999).

NS2B

Gambar 7. NS3 protease dengan kofaktor NS2B

Sumber : Melino, et al., 2007

(33)

2.5.2 Mekanisme

Proteolisis

Mekanisme proteolisis NS3 protease menuruti mekanisme serin

protease yang menggunakan gugus serin untuk menghidrolisis ikatan peptida

substrat. Mekanisme serin protease terdiri atas dua langkah, yakni serangan

nukleofilik gugus hidroksil serin dan serangan nukleofilik molekul air. Kedua

langkah ini diaktivasi oleh basa yang berasal dari gugus imidazol histidin

(Bruce, et al., 2002).

Gambar 8 . Mekanisme proteolisis NS3 protease

Sumber : http://www.oswego.edu/

(34)

Dari

Gambar 8, pada tahap (a) pasangan elektron bebas pada atom N

gugus imidazol histidin mengabstraksi atom hidrogen pada gugus

hidroksil serin sehingga serin menjadi nukleofil kuat dan dapat

menyerang atom C karbonil substrat. Gugus imidazol histidin yang telah

terprotonasi lalu distabilkan oleh aspartat (Asp75). Pada (b) terbentuk

keadaan transisi tetrahedral serta gugus N substrat yang terprotonasi oleh

histidin sehingga ikatan dengan C karbonil terlepas dan menghasilkan

keadaan transisi asil (c). Histidin kemudian berperan lagi sebagai basa yang

membuat molekul air menjadi nukleofil dan menyebabkan gugus OH

-

dari air

bereaksi dengan residu C karbonil sehingga terbentuk suatu keadaan transisi

tetrahedral. Pada tahap (d) histidin kembali berperan sebagai asam yang

memprotonasi gugus hidroksil serin sehingga terjadi transfer elektron dan

menghasilkan produk hasil pemecahan substrat dan enzim kembali ke bentuk

bebasnya (e) (Alberts, et al., 2002).

NS3 protease mengenali substratnya pada residu yang bersifat basa

yang terletak di posisi P1 dan P2 (Jun Li, et al., 2005). Merujuk pada metode

Schecter dan Berger, huruf P digunakan untuk menandai substrat sedangkan

huruf S digunakan untuk menandai subsite pada protease yang berinteraksi

dengan substrat tersebut. Posisi P1, P2,..., Pn menunjukkan residu substrat

pada N terminal setelah sisi pemotongan enzim sedangkan P1’, P2’,...,Pn’

menunjukkan residu pada C terminal setelah sisi pemotongan enzim. Secara

berurutan keduanya bereaksi dengan subsite S1, S2,...,Sn dan S1’, S2’,...,S3’

(35)

pada protease (Sutarto, 2008). Sisi pemotongan ikatan peptida terletak

diantara P1-P1’.

Agar dapat bereaksi dan terjadi interaksi enzim-substrat, harus ada

kesesuaian antara bentuk, ukuran dan interaksi yang terjadi antara binding

pocket sisi aktif enzim dengan rantai samping substrat. Misalnya pada

chymotrypsin yang memiliki binding pocket yang hanya dapat berinteraksi

dengan gugus hidrofobik rantai samping substrat (James, et al., 1980).

Inhibisi terhadap enzim NS3 protease dapat menyebabkan

terhambatnya aktivitas enzimatiknya sehingga poliprotein yang terbentuk dari

translasi RNA menjadi tidak dapat dipotong-potong dan poliprotein tetap

berada dalam bentuk satu untai panjang yang utuh. Akibatnya

protein-protein lain yang vital bagi keberlangsungan replikasi virus dengue tidak

dapat terbentuk.

2.6

Drug Design

2.6.1 Pengertian

Drug

design

adalah suatu metode perancangan obat (drug) yang

didasarkan pada analisis biologis dan fisik dari targetnya. Targetnya

merupakan molekul-molekul atau bagian dari makromolekul yang berperan

vital dalam proses metabolik dari kondisi patologis seseorang akibat penyakit

yang disebabkan oleh mikroba patogen. Umumnya drug ini dirancang untuk

menginhibisi atau menghentikan aktivitas makromolekul tersebut dengan

(36)

cara membentuk ikatan terhadap sisi aktif dari molekul-molekul tersebut

sehingga molekul drug berperan sebagai inhibitor. Hal yang harus

dipertimbangkan dalam merancang inhibitor sebagai drug, antara lain adalah

spesifisitas dan potensi inhibisinya. Spesifitas dan potensi inhibisi yang tinggi

akan mengurangi efek samping dan tingkat toksisitasnya (Gubernator K,

1998).

Perancangan

drug dapat dilakukan secara komputasional atau in

silico. Sebelum teknologi informasi berkembang pesat, metode yang

digunakan untuk menemukan inhibitor yang tepat adalah dengan melakukan

screening berbagai komponen lalu mengujikannya ke enzim target secara

trial-and-error. Tetapi kini, dengan mengetahui sisi aktif dan struktur tiga

dimensi enzim target, secara in silico dapat diprediksikan molekul yang dapat

berperan sebagai inhibitor sehingga proses screening dan pengujian secara

eksperimental menjadi lebih rasional dan efisien. Metode yang dapat

digunakan antara lain mencakup molecular modeling, molecular mechanics,

molecular dynamics, ab initio quantum chemistry, dan density functional

theory (Scapin, 2006).

2.6.2 Peptida

Dalam Drug Design

Peptida merupakan gabungan beberapa asam amino (2 - 50 residu)

yang terbentuk secara kovalen melalui ikatan amida (ikatan peptida). Ikatan

peptida ini terjadi akibat reaksi kondensasi hilangnya molekul air yang

(37)

berasal dari gugus karboksil satu asam amino dan gugus amino asam amino

lain (Lehninger, 2004).

Akhir-akhir ini peptida telah dikembangkan dalam drug design.

Peptida dapat disintesis melalui metode rekombinan atau modifikasi senyawa

dari produk alami. Walaupun molekul peptida memiliki kestabilan yang

rendah tetapi peptida lebih disukai karena peptida memiliki aktivitas dan

spesifitas yang tinggi.

Tabel 1. Kelebihan dan kekurangan peptida sebagai drug

Kelebihan

Kekurangan

aktivitas tinggi

kurang stabil

spesifisitas tinggi

mudah terdegradasi oleh protease

cenderung tidak terakumulasi dalam

tubuh

proses sintesis membutuhkan biaya

yang tinggi

toksisitas rendah

bioavailabilitas oral rendah

efisiensi tinggi

harus disintesis dalam jumlah besar

tidak ada drug-drug interaction

Sumber : (Sehgal, 2006)

2.7 Bioinformatika

2.7.1 Definisi dan Ruang Lingkup

Bioinformatika dapat didefinisikan sebagai aplikasi dari alat komputasi

dan analisis untuk menangkap dan menginterpretasikan data-data biologi.

(38)

Ilmu ini merupakan ilmu baru yang merangkup berbagai disiplin ilmu

termasuk ilmu komputer, matematika, fisika , biologi dan ilmu kedokteran

yang kesemuanya saling menunjang dan saling bermanfaat satu sama

lainnya (Utama, 2003).

Bioinformatika menjadi penting karena perkembangan teknologi

informasi dan peningkatan ilmu komputer, khususnya pada bidang biologi

molekuler, menjadikan bioinformatika sebagai ilmu yang membuka sudut

pandang baru dalam menyelesaikan persoalan biologi molekuler (Baxevanis

dan Ouellette, 2005).

Kemajuan bioinformatika sangat berperan dalam kemajuan bidang

ilmu virulogi. Dalam hal pengklasifikasian virus misalnya, sebelumnya

peneliti harus melihat morfologi virus secara akurat dengan menggunakan

mikroskop elektron yang sangat mahal. Selain itu, peneliti juga harus

mengisolasi dan mendapatkan virus itu sendiri. Tetapi kini dengan kemajuan

bioinformatika, teknik isolasi dan sekuensing DNA/RNA, identifikasi berbagai

virus dapat dilakukan dengan cara membandingkan genom virus dengan

database seperti Genbank, EMBL (European Molecular Biology Laboratory)

dan DDBJ (DNA Data Bank of Japan) (Utama, 2003).

2.7.2 Database

Database

adalah kumpulan data yang diatur sedemikian rupa untuk

memudahkan penggunanya. Pada database bioinformatika, data yang diatur

(39)

merupakan data sekuen DNA atau protein yang didapat melalui percobaan

laboratorium yang biasanya disimpan dalam file komputer. Setiap file dari

suatu sekuen berisi informasi mengenai asal organisme, nama sekuen, dan

juga nomor akses yang digunakan untuk mengidentifikasi sekuen tersebut

(Mount, 2004).

Dalam analisis bioinformatika, keberadaan database merupakan

syarat utama. Database DNA yang utama adalah GenBank di Amerika

Serikat, sedangkan database untuk protein dapat ditemukan di SWISS-PROT,

Protein Information Resource (PIR) dan Protein Data Bank (PDB) (Baxevanis

dan Ouellette, 2005).

2.7.3 Protein Data Bank

Database struktural menyimpan data mengenai struktur protein.

Sumber primer untuk data struktur protein adalah Protein Data Bank (PDB)

yang tersedia pada URL http://www.pdb.org/ . Ini adalah arsip data

struktural tunggal tingkat dunia yang dibuat oleh Research Collaboratory for

Structural Bioinformatics (RSCB), di Universitas New Jersey di Rutgers

(Westhead, et al., 2001).

Mesin pencarian yang terspesialisasi disediakan oleh grup database

struktur makromolekul pada institut bioinformatika eropa (EBI) dengan alamat

http://msd.ebi.ac.uk dan juga oleh kolaborasi riset untuk bioinformatika

struktural (RCSB) dengan alamat http://www.rcsb.org/pdb. Kedua alat ini

(40)

dapat digunakan untuk mengambil data struktur pada format PDB (Westhead,

et al., 2001).

PDB merupakan data yang berisi koleksi struktur tiga dimensi protein,

DNA dan molekul kompleks lainnya yang telah dipublikasikan dan ditentukan

secara eksperimen dengan menggunakan X-ray crystallography atau NMR

spectroscopy. Pada X-ray crystallography, sinar-X dipancarkan kepada

kristal yang mengandung jutaan salinan suatu molekul. Sinar-X kemudian

akan didifraksikan oleh kristal dan membentuk suatu pola yang bila dianalisis

secara matematis akan menunjukkan posisi tiap atom dalam molekul. NMR

spectroscopy menggunakan molekul dalam larutan dan akan memperlihatkan

orientasi atom dalam medan magnetik (Baxevanis dan Ouellette, 2005).

Format PDB merupakan format yang dapat dimengerti baik oleh

komputer maupun manusia (machine-human-readable), dimana di dalam

format ini ditampilkan informasi tentang sumber, sekuens, struktur sekunder

dan juga koordinat tiga dimensi protein (Baxevanis dan Ouellette, 2005).

2.8 Molecular

Modelling

Molecular modelling merupakan suatu metode untuk merancang dan

menganalisis struktur dan sifat-sifat molekul tertentu dengan mengunakan

teknik kimia komputasional dan teknik visualisasi grafis yang bertujuan untuk

menyediakan struktur geometri tiga dimensi yang sesuai dengan parameter

kondisi yang telah ditentukan. Molecular modelling merupakan gabungan

(41)

dari data empiris dan teknik komputasional untuk menirukan dan

memodelkan perilaku molekul sehingga dapat digunakan untuk mempelajari

sistem molekular tertentu (Leach, 2001).

Salah satu aspek penting dalam molecular modelling adalah mekanika

molekular yang menggunakan prinsip mekanika Newtonian untuk

menjelaskan karakter fisika dari suatu model. Mekanika molekular

mengabaikan gerak elektron sehingga sistem yang sebelumnya merupakan

sistem kuantum menjadi sistem klasik sehingga sistem menjadi lebih

sederhana. Sistem ini memodelkan atom-atom sebagai bola yang terhubung

satu sama lain oleh pegas. Dengan demikian energi total (disebut force field)

molekul dapat ditentukan oleh hukum Hooke yang secara umum dinyatakan

sebagai:

ET = Estr + Ebend + Etor + Eoop + Evdw + Eelec

dimana E

T

adalah energi total molekul, E

str

adalah energi bond streching,

E

bend

energi angle bending, E

tor

energi torsional, E

oop

energi out-of-plane, E

vdw

energi van der Waals dan E

elec

adalah energi elektrostatik (Sutarto, 2008).

Energi total molekul berhubungan dengan energi internal sistem atau

energi potensial. Molekul berada dalam keadaan atau konformasi paling

stabil ketika energi potensialnya mencapai nilai paling minimum. Keadaan ini

mempengaruhi karakter molekul dalam peranannya pada proses kimia dan

(42)

biologi. Dalam molecular modelling, energi potensial molekul dapat di

minimisasi dengan menggunakan teknik minimisasi energi seperti steepest

descent dan conjugate gradient (Leach, 2001).

Parameter-parameter yang berhubungan dengan energi total molekul

disebut juga sebagai force field. Terdapat beberapa macam force field yang

penggunaannya disesuaikan dengan molekulnya, seperti MM+ untuk

molekul organik dan AMBER untuk peptida, protein dan DNA (Hypercube Inc.,

2002).

2.9 Molecular

Docking

Molecular

docking

merupakan suatu teknik yang digunakan untuk

mempelajari interaksi yang terjadi dari suatu kompleks molekul. Molecular

docking dapat memprediksikan orientasi dari suatu molekul ke molekul yang

lain ketika berikatan membentuk kompleks yang stabil. Terdapat dua aspek

penting dalam molecular docking, yaitu fungsi scoring dan penggunaan

algoritma (Funkhouser, 2007).

Fungsi

scoring dapat memperkirakan afinitas ikatan antara

makromolekul dengan ligan (molekul kecil yang memiliki afinitas terhadap

makromolekul). Identifikasi ini didasarkan pada beberapa teori seperti teori

energi bebas Gibbs. Nilai energi bebas Gibbs yang kecil menunjukkan

bahwa konformasi yang terbentuk adalah stabil, sedangkan nilai energi

bebas Gibbs yang besar menunjukkan tidak stabilnya kompleks yang

(43)

terbentuk. Sedangkan penggunaan algoritma berperan dalam penentuan

konformasi (docking pose) yang paling stabil (favourable) dari pembentukan

kompleks (Funkhouser, 2007).

Ligan Protein

Kompleks

Gambar 9. Molecular docking antara ligan dan protein

Sumber : Taufer, et al., 2004

Berdasarkan interaksi yang terjadi, terdapat beberapa jenis molecular

docking, yaitu:

1.

Docking protein-protein

2.

Docking ligan-protein

3.

Docking ligan-DNA

Saat ini molecular docking banyak diaplikasikan di dalam drug design untuk

memprediksikan orientasi ikatan antara kandidat molekul drug dengan

protein target sehingga dapat diketahui afinitas dari molekul drug tersebut.

(44)

Untuk melakukan molecular docking, hal pertama yang dibutuhkan adalah

struktur tiga dimensi dari ligan (drug) dan protein target. Struktur tiga dimensi

ligan dapat dimodelkan dengan menggunakan teknik molecular modelling

sedangkan struktur tiga dimensi protein target dapat ditentukan secara

empiris dengan menggunakan teknik NMR spectroscopy dan X-ray

crytallography yang terdapat pada database Protein Data Bank dan secara in

silico dengan teknik homology modelling (Lucientes, 2004).

Ada

beberapa

software untuk molecular docking, antara lain:

- AutoDock (http://www.scripps.edu/pub/olson-web/doc/autodock/)

- FlexX (http://www.biosolveit.de/FlexX/)

- Dock (http://www.cmpharm.ucsf.edu/kuntz/dock.html)

-

Gold (http://www.ccdc.cam.ac.uk/products/life_sciences/gold/)

Software Autodock adalah yang paling direkomendasikan karena banyak

digunakan oleh peneliti dan dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional

(Meiler, 2009).

(45)

3.1 Pencarian

Data PDB Struktur Tiga Dimensi Enzim NS3-NS2B

Protease Virus Dengue

Data PDB struktur tiga dimensi enzim NS3-NS2B protease virus

dengue dapat di unduh dari database PDB yang ada di Research

Collaboratory for Structural Bioinformatics Protein Data Bank

melalui alamat

situs http://www.rcsb.org/pdb/ dengan menggunakan perangkat komputer

yang terhubung dengan internet. Sistem operasi yang digunakan adalah

Microsoft Windows XP

dengan browser Mozilla Firefox 2.0.

3.2

Visualisasi Sisi Aktif dan Binding Site Enzim NS3-NS2B Protease

3.2.1 Sisi Aktif dan Kofaktor Enzim

Struktur tiga dimensi enzim divisualisasikan dengan software PyMol

Viewer

untuk melihat lokasi sisi aktif dan kofaktornya. Input yang dimasukkan

adalah data PDB enzim NS3-NS2B protease dalam format .pdb.

29

(46)

3.2.2 Binding Site Enzim

Permukaan enzim divisualisasikan dengan menggunakan software

ViewerLite 4.0

untuk melihat bentuk binding site enzim. Visualisasi

didasarkan pada spektrum potensial elektrostatiknya.

3.3

Penentuan Sekuens Asam Amino Peptida sebagai Inhibitor

Penentuan sekuens asam amino peptida didasarkan pada sekuens

asam amino substrat alami enzim NS3-NS2B protease dan hasil analisis

binding site

sisi aktif enzim. Peptida dirancang dalam bentuk siklis melalui

ikatan disulfida dari asam amino sistein. Dalam penelitian ini digunakan

peptida dengan sekuens asam amino Bz-Nle-K-R-R-H sebagai standar.

3.4

Perancangan Struktur Tiga Dimensi Peptida Siklis Sebagai Ligan

Sekuens asam amino peptida siklis yang telah dirancang lalu

dimodelkan ke dalam struktur tiga dimensi. Pemodelan ini dilakukan dengan

menggunakan software HyperChem Pro 8.0. Struktur peptida siklis tersebut

dibuat dalam bentuk zwitter ionnya.

(47)

3.5 Optimasi

Geometri

dan Minimisasi Energi Struktur Tiga Dimensi

Peptida Siklis dan Enzim NS3-NS2B Protease

Optimasi geometri dan minimisasi energi struktur tiga dimensi peptida

siklis dilakukan menggunakan software HyperChem Pro 8.0 yang dijalankan

pada single computer Intel Pentium Dual Core. Algoritma yang digunakan

adalah conjugate gradient Polak-Ribiere dengan batas maksimum

konvergensi gradien RMS 0,01 kcal/Å mol dan parameter molecular

mechanics force field

AMBER2.

Proses optimasi geometri dan minimasi energi struktur tiga dimensi

enzim NS3-NS2B protease sama seperti pada peptida siklis. Namun

algoritma dan batas konvergensi yang digunakan berbeda. Proses ini

dilakukan melalui dua tahap, pertama dengan menggunakan algoritma

steepest descent

dengan batas maksimum konvergensi gradien RMS 0,1

kcal/Å mol dan jumlah step sebanyak 1000 cycles. Kemudian dilanjutkan

dengan algoritma conjugate gradient Polak-Ribiere dengan batas maksimum

konvergensi gradien RMS 0,1 kcal/Å mol. Dengan algoritma yang kedua ini,

proses dilakukan hingga sistem mencapai konvergensi. Parameter molecular

mechanics force field

yang digunakan adalah AMBER2 dan file input dalam

format .pdb.

(48)

3.6

Penentuan Nilai Log P dan Berat Molekul Peptida Siklis

Nilai log P dan berat molekul struktur tiga dimensi peptida siklis

ditentukan dengan menggunakan fitur QSAR Properties yang terdapat pada

software HyperChem Pro 8.0

..

3.7

Docking

Proses docking diawali dengan preparasi file docking yang dilakukan

dengan menggunakan program AutoDock Tools yang terdapat dalam

software AutoDock 4.0.

Baik molekul peptida siklis (untuk kemudian disebut

ligan) maupun enzim, kepada keduanya ditambahkan hidrogen polar dan

muatan Gasteiger sedangkan hidrogen nonpolarnya di merge. File ligan dan

enzim disimpan dalam format .pdbqt untuk kemudian digunakan dalam

preparasi parameter grid. Dimensi grid box yang digunakan adalah 60 x 60 x

60 dengan grid spacing 0,375 Ǻ. Kalkulasi docking dijalankan dengan

parameter algoritma Lamarckian Genetic Algorithm (LGA) dengan ukuran

populasi 150, evaluasi energi sebanyak 10 juta dan pengulangan (search

runs)

sebanyak 100 kali dengan batas standar deviasi (RMSD) sebesar 1,5 Ǻ.

Parameter ini disimpan dalam format .gpf dan .dpf sebagai file yang akan

digunakan untuk menjalankan proses docking. Proses docking dijalankan

dengan menggunakan software AutoDock 4.0.

(49)

3.8 Analisis

Docking

3.8.1 Penentuan

Konformasi

Kompleks Enzim-Ligan Hasil Docking

Hasil kalkulasi docking dilihat pada output dalam format notepad.

Penentuan konformasi protein-ligan hasil docking dilakukan dengan memilih

konformasi ligan yang memiliki energi ikatan yang paling rendah dari

kelompok (cluster) dengan jumlah populasi terbesar dengan batas standar

deviasi 1,5 Å.

3.8.2 Energi Ikatan dan Konstanta Inhibisi (Ki)

Energi ikatan dan konstanta inhibisi hasil docking dilihat pada output

dalam format notepad. Kompleks enzim-ligan yang dipilih adalah kompleks

yang memiliki nilai energi ikatan dan konstanta inhibisi terkecil untuk

kemudian dilakukan analisis lebih lanjut.

3.8.3 Ikatan

Hidrogen

Ikatan hidrogen yang terjadi pada kompleks enzim-ligan terbaik hasil

docking

diidentifikasi dengan menggunakan software ViewerLite 4.0 dengan

file input

dalam format .pdb.

(50)

3.8.4 Contact Residu

Contact residu

kompleks enzim-ligan hasil docking diidentifikasi

dengan menggunakan software UCSF Chimera dan kemudian dilakukan

visualisasi dengan menggunakan software ViewerLite 4.0.

3.8.5 Konformasi Ligan Terhadap Binding Site

Visualisasi konformasi ligan terhadap binding site enzim dilakukan

dengan menggunakan software ViewerLite 4.0. Visualisasi permukaan enzim

didasarkan pada spektrum potensial elektrostatiknya.

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pencarian Data PDB Struktur Tiga Dimensi Enzim NS3-NS2B

Protease Virus Dengue

Pencarian struktur tiga dimensi enzim NS3 protease virus dengue

dilakukan pada database Research Collaboratory for Structural

Bioinformatics Protein Data Bank

yang dapat diakses bebas melalui internet

dengan alamat http://www.rcsb.org/pdb/. Database ini berisi data dalam

format PDB yang sesuai sebagai input dalam tahap molecular docking.

Untuk mendapatkan data PDB, dibutuhkan kode PDB dari enzim tersebut.

Pencarian kode PDB enzim dilakukan dengan memasukkan kata kunci yang

terkait dengan enzim NS3-NS2B protease virus dengue pada kolom search

tampilan awal website. Hasilnya didapatkan empat struktur enzim dengan

kode PDB 1BEF, 1DF9, 2QID dan 2FOM. Kode yang dipilih adalah 2FOM

karena struktur tiga dimensi enzim NS3 protease dari kode 2FOM ini

berasosiasi dengan kofaktor NS2B sedangkan tiga kode lainnya tidak. Jika

struktur NS3 protease tidak berasosiasi dengan kofaktornya, dikhawatirkan

akan berpengaruh terhadap konformasi atau folding akhir enzim sehingga

mempengaruhi aktivitas katalitik enzim serta hasil dari molecular docking.

Data PDB dari 2FOM menyebutkan bahwa struktur tiga dimensi kristal enzim

(52)

ini ditentukan dengan metode X-ray crystallography dan dipublikasikan pada

tahun 2006. Enzim yang dikristalkan berasal dari virus dengue dengan

serotype

DEN2.

4.2 Visualisasi Sisi Aktif dan Binding Site Enzim NS3-NS2B Protease

4.2.1 Sisi Aktif dan Kofaktor Enzim

Struktur tiga dimensi enzim dengan kode 2FOM kemudian

divisualisasikan dengan software PyMol Viewer untuk melihat lokasi sisi aktif

dan kofaktornya. Studi terhadap sekuens virus dengue menunjukkan bahwa

sisi aktif enzim NS3-NS2B protease terdiri atas tiga asam amino fungsional

yaitu His51, Asp75, dan Ser135 (Brinkworth, 1999). Ketiga residu asam

amino ini sama-sama bersifat polar dan hidrofilik (Lampiran 1). Dari hasil

visualisasi terlihat bahwa residu sisi aktif terletak di permukaaan enzim dan

berada relatif jauh dari kofaktor (Lampiran 2). Dalam struktur tersier protein

atau enzim, residu asam amino yang bersifat hidrofilik terdapat di bagian

eksterior (permukaan) sedangkan residu hidrofobik umumnya terdapat di

bagian interior protein (Lehninger, 2004).

Lokasi sisi aktif yang relatif jauh dari kofaktor mengindikasikan bahwa

kofaktor NS2B tidak berperan langsung terhadap reaksi katalitik enzim

seperti yang terjadi pada kofaktor logam, yang umumnya berada pada sisi

aktif enzim dan ikut serta membentuk ikatan dengan substrat. Walaupun

mekanisme molekular peran NS2B terhadap aktivitas katalitik enzim belum

(53)

diketahui secara pasti, namun studi terhadap kinetika reaksi enzimatis NS3

protease menunjukkan bahwa kehadiran kofaktor NS2B berperan penting

terhadap aktivitas katalitik enzim (Melino, 2007). Berdasarkan letaknya,

kofaktor NS2B mungkin berperan untuk menginduksi konformasi aktif dari

enzim NS3 protease.

4.2.2 Binding Site Enzim

Visualisasi permukaan enzim dilakukan dengan menggunakan

software ViewerLite 4.0.

untuk melihat kecenderungan dan bentuk binding

site

sisi aktif enzim. Warna permukaan pada gambar menunjukkan

kecenderungan potensial elektrostatik dari residu asam amino enzim.

Gambar 10. Visualisasi permukaan enzim NS3 protease berdasarkan

spektrum potensial elektrostatiknya

(54)

Residu netral pada Gambar 10 ditunjukkan dengan warna putih,

residu bermuatan positif berwarna biru dan residu bermuatan negatif

berwarna merah. Hasil visualisasi menunjukkan bahwa enzim memiliki

binding site

yang spesifik di daerah sisi aktifnya (lingkaran kuning). Binding

site

di sekitar Asp75 dan Ser135 bermuatan negatif sehingga lebih menyukai

residu substrat yang memiliki gugus positif. Daerah di dekat residu Asp75

dan Ser135 juga memiliki binding pocket spesifik yang memliki bentuk

seperti celah yang relatif sempit, dalam, dan bermuatan negatif (ditunjukkan

dengan kotak biru) sehingga bentuk ini sesuai untuk rantai samping substrat

yang memiliki rantai cukup panjang dan bermuatan positif seperti arginin dan

lisin (Lampiran 3).

Hal tersebut sesuai dengan sisi pemotongan sekuens asam amino

substrat oleh NS3-NS2B protease serotype DEN2 yang dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Sisi pemotongan sekuens asam amino substrat oleh NS3-NS2B

protease

DEN2

Protein C

NS2A/NS2B

NS2B/NS3 NS3/NS4A NS4B/NS5

Urutan 97-104 1342-1349

1472-1479

2090-2097

2488-2495

Sekuens RRRR|SAGV SKKR|SWPL

KKQR|AGVL AGRK|SLTL NTRR|GTGN

Sumber : Melino, et al., 2007

(55)

Sisi pemotongan ditandai oleh simbol | dan residu P1 substrat ditandai

dengan huruf tebal. Dari tabel di atas terlihat bahwa P1 substrat merupakan

asam amino dengan gugus positif yaitu arginin (R) dan lisin (K).

4.3 Penentuan Sekuens Asam Amino Peptida sebagai Inhibitor

Penentuan sekuens asam amino peptida didasarkan pada hasil

analisis sekuens asam amino substrat alami enzim NS3 protease dan binding

pocket

sisi aktifnya, yakni residu yang cocok untuk P1 adalah asam amino

arginin dan lisin. Sedangkan untuk P2, residu yang lebih disukai secara

berurutan adalah Arg > Thr > Gln/Asn/Lys dan untuk P3 adalah Lys > Arg >

Asn (Jun Li, et al., 2005). Oleh karena itu sekuens peptida yang akan

dirancang merupakan kombinasi dari asam amino tersebut.

Kekurangan utama peptida adalah kestabilannya yang rendah, dan

untuk meningkatkan kestabilannya maka dilakukan siklisasi melalui

pembentukan ikatan disulfida. Siklisasi tidak dilakukan dengan membentuk

ikatan peptida pada ujung-ujung C dan N terminal karena siklisasi dengan

ikatan disulfida memberikan kestabilan yang lebih baik. Siklisasi melalui

ikatan disulfida dapat meningkatkan interaksi hidrofobik peptida dan

mengurangi interaksi hidrogen dengan pelarut (air) sehingga meningkatkan

total entropi dan kestabilan peptida.

Peptida juga dapat terdegradasi oleh enzim-enzim protease yang ada

pada tubuh. Oleh sebab itu jumlah sekuens dalam rancangan peptida

(56)

sebagai inhibitor ini dibuat seminimal mungkin namun tidak terlalu sterik

ketika disiklisasi. Binghe et al (2005) menyatakan bahwa peptida siklis

dengan ukuran kecil akan lebih stabil dan tahan terhadap aktivitas enzimatik

dari cairan lumen di perut dan duodenum sedangkan peptida lurus dengan

ukuran besar akan mengalami proteolisis.

Berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan di atas, maka didapat

rancangan sekuens siklopentapeptida yang terdiri dari dua sistein dan tiga

asam amino lain sebagai berikut:

Gambar 11. Rancangan peptida siklis

Huruf-huruf pada sekuens di atas mewakili residu asam amino dengan

ketentuan R untuk arginin, K untuk lisin, G untuk glisin, T untuk threonin, dan

C untuk sistein (Lampiran 4). Ikatan disulfida yang terbentuk dari dua sistein

terminal dinotasikan dengan -S—S-. Urutan sekuens dimulai dari gugus N

terminal ke gugus C terminal, dari kiri ke kanan. Untuk selanjutnya,

(57)

penyebutan peptida siklis hanya pada tiga asam amino selain sistein,

misalnya KRR, GRR dan seterusnya.

Dalam penelitian ini digunakan peptida dengan sekuens asam amino

Bz-Nle-K-R-R-H sebagai standar (Zheng Yin, 2005). Peptida standar ini akan

mendapatkan perlakuan yang sama seperti pada peptida siklis. Struktur dua

dimensi ligan ini dapat dilihat pada Lampiran 5.

4.4 Perancangan Struktur Tiga Dimensi Peptida Siklis Sebagai Ligan

Perancangan struktur tiga dimensi peptida siklis dilakukan dengan

menggunakan software HyperChem Pro 8.0. Perancangan ini dilakukan

untuk mempersiapkan struktur tiga dimensi peptida siklis sebagai ligan yang

akan digunakan dalam molecular docking. Peptida dimodelkan dalam bentuk

zwitter ion

. Pemodelan zwitter ion tidak hanya dilakukan terhadap N dan C

terminal tetapi juga gugus-gugus pada rantai samping peptida. Hal ini

dikarenakan di dalam darah dan jaringan lain dalam tubuh serta pada pH

fisiologis (7,4), gugus karboksilat asam amino akan terdeprotonasi

membentuk R-COO

-

sedangkan gugus aminonya terprotonasi membentuk

–NH

3+

(Murray, et al., 2003). Selain itu pemodelan zwitter ion juga bertujuan

agar gugus-gugus peptida dapat berinteraksi dengan residu asam amino dari

enzim yang terdeprotonasi atau terprotonasi.

(58)

4.5 Optimasi Geometri dan Minimisasi Energi Struktur Tiga Dimensi

Peptida Siklis dan Enzim NS3-NS2B Protease

Proses optimasi geometri dan minimisasi energi dilakukan dengan

menggunakan software HyperChem Pro 8.0. Sebelum proses dijalankan,

ada beberapa parameter yang harus dipilih antara lain force field, algoritma

dan batas konvergensi. Proses dilakukan menggunakan sistem mekanika

molekular dengan force field AMBER yang sesuai untuk peptida, protein dan

DNA.

Penggunaan dua macam algoritma pada optimasi dan minimisasi

energi struktur tiga dimensi enzim bertujuan agar proses berjalan lebih cepat

dan efisien karena enzim NS3-NS2B protease merupakan makromolekul

dengan jumlah atom besar. Walaupun struktur tiga dimensi enzim

didapatkan dari Protein Data Bank, harus tetap dilakukan optimasi dan

minimisasi energi karena proses kristalisasi enzim atau protein lain untuk

penentuan struktur tiga dimensi dalam Protein Data Bank dilakukan dalam

kondisi vakum sehingga hasil pencitraan kristal oleh X-ray crystallography

adalah ketika protein ditempatkan dalam kondisi vakum yang menyebabkan

terjadinya pergeseran-pergeseran panjang dan sudut ikatan pada struktur

tiga dimensinya.

Hasil optimasi geometri dan minimisasi energi dapat dilihat pada

Lampiran 6 dan Lampiran 7. Dengan dilakukannya proses ini diharapkan

dapat menghilangkan bad contact dari struktur, yaitu interaksi yang bersifat

(59)

tidak rasional yang muncul pada sistem molekular dengan mengacu pada

keadaan riil suatu sistem tertentu sehingga akan didapatkan geometri struktur

yang sesuai atau mendekati keadaan yang sebenarnya di alam. Proses ini

menggunakan persamaan matematis untuk menentukan kombinasi terbaik

dari panjang ikatan, sudut ikatan serta sudut dihedral yang menghasilkan

energi terendah. Hal ini memungkinkan struktur geometri peptida siklis

mencapai keadaan sistem dengan energi yang paling minimum sehingga

didapatkan konformasi struktur yang paling stabil.

4.6 Penentuan Nilai Log P dan Berat Molekul Peptida Siklis

Menurut

Lipinsky’s Rule of Five

rancangan drug yang baik antara lain

memiliki berat molekul sekitar 500 g/mol serta memiliki nilai log P antara -0,4

hingga +5,6. Nilai log P merupakan koefisien partisi yang dirumuskan

sebagai rasio konsentrasi suatu molekul dalam oktanol dan air. Estimasi nilai

log P peptida siklis dilakukan dengan software HyperChem Pro 8.0 pada

menu QSAR Properties.

Tabel 3. Nilai log P dan berat molekul peptida siklis

No

Ligan

Mr (g/mol)

log P

1 ligan

KRR 665,85

-0,54

2 ligan

GRR 593,72

-0,4

3 ligan

RGR 593,72

-0,4

Gambar

Gambar 1. Daerah dengan risiko infeksi virus dengue  Sumber : http://gamapserver.who.int/mapLibrary/
Gambar 2. Partikel virus dengue
Gambar 3. Pemetaan genome dari virus dengue  Sumber: Melino, et al., 2007
Gambar 4. Skema replikasi virus dengue  Sumber: Karin dan Franz, 2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya hasil yang dicapai dari kegiatan yang dilaksanakan pada tahun anggaran 2014 ini secara garis besar telah dapat dilaksanakan, dimana dari kegiatan

2. Barang bekas tersebut ada dan milik penjual sendiri, penjual juga sebenarnya tahu kondisi dari barang tersebut, namun tidak mau menjelaskan secara lengkap kepada

Pakaian dan Aksesori Pakaian terbuat dari tekstil berupa kain jadi berbentuk lembaran (tenunan maupun rajutan atau kaitan) dengan cara memotong dan menjahit

Blok ini berisi kelompok kelainan jiwa akibat penyakit otak, kerusakan otak, atau keadaan lain yang merusak fungsi otak.. Kerusakan fungsi ini bisa primer

Perhitungan neraca massa dan neraca panas diperlukan untuk menentukan kebutuhan bahan baku dan aspek penunjang lain yang diperlukan sesuai dengan kapasitas pabrik yang akan

seakan-akan itu adalah hari terakhirmu, suatu hari akan benar." ("If you live each day as if it was your last, someday you`ll most certainly be right.") Kutipan

• Untuk mendownload data formulir klik tombol Ralat di salah satu baris data pada tabel Daftar Pesawat maka sistem akan menampilkan halaman baru yang dapat dilihat

Inti dari revitalisasi mitos sungai Ninifala adalah menghidupkan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam cerita tersebut sehingga bermuara pada kesadaran koletif masyarakat