• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCEGAHAN PENCEMARAN TELUK KENDARI AKIBAT DARI LIMBAH DOMESTIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENCEGAHAN PENCEMARAN TELUK KENDARI AKIBAT DARI LIMBAH DOMESTIK"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PENCEGAHAN PENCEMARAN TELUK KENDARI AKIBAT DARI

LIMBAH DOMESTIK

I. Pendahuluan.

Kota Kendari merupakan Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan luas wilayah daratan sebesar 295,89 Km2 . Secara Geografis Kota Kendari merupakan Kota Teluk, dimana hampir seluruh kecamatan di Kota Kendari berbatasan dengan Teluk Kendari. Kota Kendari terbentuk dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1995 yang disyahkan pada tanggal 3 Agustus 1995 dengan status Kotamadya Daerah Tingkat II Kendari.

Wilayah Kota Kendari dengan ibukotanya Kendari dan sekaligus juga sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara secara astronomis terletak di bagian selatan Garis Katulistiwa, berada di antara 30 54` 30``- 40 3`11`` Lintang Selatan dan membentang dari Barat ke Timur di antara 1220 23`-1220 39` Bujur Timur.

Berdasarkan posisi geografisnya, Kota Kendari memiliki batas-batas:

 Sebelah Utara : Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe

 Sebelah Timur : Kecamatan Moramo, Kabupaten Konawe Selatan dan Laut Banda

 Sebelah Selatan : Kecamatan Konda dan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan

 Sebelah Barat : Kecamatan Sampara, Kabupaten Konawe Selatan

Kota Kendari terdiri dari 10 Kecamatan dan 64 Kelurahan. Kecamatan Abeli merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayah 49,61 km2 atau 16,77% dari total luas wilayah Kota Kendari, sedangkan Kecamatan Kadia merupakan kecamatan terkecil dengan luas wilayah 9,10 Km2 atau hanya 3,08% dari total luas Kota Kendari.

Kota Kendari merupakan perpaduan antara daerah perbukitan, datar dan pesisir pantai dengan ketinggian antara 0–472 m di atas permukaan laut (dpl). Pegunungan Nipa-nipa dengan kemiringan lebih dari 40 % dan ketinggian tertinggi 472 mdpl serta Teluk Kendari sebagai kawasan pesisir dengan kemiringan 0 – 3%, memberikan ciri yang menonjol bagi wilayah Kota Kendari.

Berdasarkan faktor kemiringan lahan, wilayah Kota Kendari terbagi atas klasifikasi kemiringan:

 Kemiringan 0 – 3% mendominasi sebagian besar wilayah Kota Kendari mulai dari Teluk Kendari. Klasifikasi kemiringan ini dominan di Kecamatan Baruga dan terkecil

(2)

di Kecamatan Kendari.

 Kemiringan 3 – 15% adalah tahap kedua terluas di wilayah Kota Kendari, tersebar merata di 3 (tiga) kecamatan yaitu Poasia, Baruga dan Mandonga serta sebagian kecil Kec. Kendari.

 Kemiringan 15 – 25% merupakan ketiga terluas di wilayah Kota Kendari, penyebarannya sebagian besar di Kecamatan Kendari.

 Kemiringan 25 – 40% penyebarannya terluas di Kecamatan Kendari, serta sekitar pegunungan Nipa-Nipa.

 Kemiringan > 40% penyebarannya hanya terdapat pegunungan Nipa-Nipa atau kemiringan Poasia saja.

(Sumber : Buku Putih Sanitasi Kota Kendari. 2012)

Dilihat berdasarkan ketinggian, titik tertinggi di wilayah Kota Kendari berada di Kecamatan Mandonga dengan ketinggian 30 meter diatas permukaan laut. Selanjutnya wilayah Kecamatan Abeli dan Kendari Barat berada pada ketinggian 3 meter di atas permukaan laut.

Dengan bentuk kota yang dikelilingi perbukitan dan langsung berhadapan dengan teluk, menjadikan Teluk Kendari sebagai muara bagi 13 sungai di Kota Kendari.

Penelitian yang dilakukan oleh Noraduola (2009) terhadap permukiman di tepi sungai-sungai tersebut, mengidentifikasikan bahwa terjadi penurunan kadar DO dan kenaikan kadar COD pada kawasan sungai-sungai tersebut. Hal ini tidak terlepas dari belum adanya fasilitas pengolahan limbah domestik di Kota Kendari, yang mengakibatkan pembuangan limbah langsung ke badan air.

Pencemaran di Teluk Kendari akan bertambah parah seiring pertumbuhan ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk yang begitu signifikan. Jumlah penduduk Kota Kendari berdasarkan data dari BPS Kota Kendari (2012), pada Tahun 2011 berjumlah 295.737 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,99% per tahun. Oleh karena itu dibutuhkan upaya pengolahan air limbah domestik di Kota Kendari agar kualitas badan air dan ekosistem Teluk Kendari dapat diselamatkan.

(Sumber : Ridwan Saleh. (2013). Kelayakan Penerapan Air Limbah Domestik Sistem Terpusat dan Lokasi

(3)

II. Konsep Dasar Teori dan Konsep Kebijakan Spasial dan Pengolahan Sanitasi Lingkungan.

2.1 Dasar Teori

Air Limbah Domestik adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau pemukiman termasuk di dalamnya air buangan yang berasal dari WC, kamar mandi, tempat cuci, dan tempat memasak.

Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 112/2003, air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman(real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.

Air limbah domestik dapat bersumber dari permukiman (rumah tangga), daerah komersial, perkantoran, fasilitas rekreasi, apartemen, asrama dan rumah makan. Baku mutu effluent menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 112/2003, bahwa baku mutu untuk tiap parameter kadar maksimumnya adalah seperti

tercantum dalam table berikut ini :

Parameter Satuan Kadar Maksimum

pH 6 – 10

BOD Mg/L 100

TSS Mg/L 100

Lemak dan Minyak Mg/L 10

Secara prinsip air limbah domestik terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu air limbah yang terdiri dari air buangan tubuh manusia yaitu tinja dan urine (black water) dan air limbah yang berasal dari buangan dapur dan kamar mandi (gray water), yang sebagian besar merupakan bahan organik ( Veenstra, 1995).

Debit air limbah yang dihasilkan akan sangat tergantung dengan jenis kegiatan dari masing – masing sumber air limbah, sehingga flutuasi harian akan sangat bervariasi untuk masing – masing kegiatan. Sedangkan flutuasi harian pada suatu kawasan perumahan faktor yang mempengaruhi cukup komplek, mengingat aktivitas harian pada suatu kawasan perumahan akan sangat tergantung pada sosialbudaya maupun tingkat ekonomi dari penghuninya.

(4)

Kualitas Air Limbah Domestik

Kualitas suatu air limbah akan dapat terindikasi dari kualitas parameter kunci, dimana konsentrasi parameter kunci tidak melebihi dari standard baku mutu yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengingat air limbah domestik kandungan terbesar adalah bahan organik, maka parameter kunci yang umum digunakan adalah BOD, COD dan lemak/minyak. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, maka parameter kunci untuk air limbah domestik adalah BOD, TSS, pH serta Lemak & Minyak.

Air limbah memiliki karakteristik fisik (bau, warna, padatan, suhu, kekeruhan), karakteristikkimia (organik, anorganik dan gas) dan karakteristik biologis (mikroorganisme). Karakteristikair limbah beserta dampak masing-masing terhadap lingkungan dan kesehatan manusia seperti dijelaskan berikut ini :

a. Kekeruhan

Kekeruhan dapat disebabkan oleh hadirnya bahan-bahan organik dan anorganik, misalnya lumpur. Dari segi estetika, kekeruhan dirasakan sangat

mengganggu. Selainitu kekeruhan juga merupakan indikator

adanya kemungkinan pencemaran. b. Warna.

Sebagaimana halnya kekeruhan, warna yang hadir dalam air dengan intensitas yangmelebihi batas, tidak bias diterima karena alasan estetika. Warna dapat juga merupakanindicator pencemaran limbah industri. Hal ini dapat pula dikaitkan dengan kesehatan manusia.

c. Bau dan Rasa

Penyebab bau dan rasa dapat berupa mikroorganisme seperti algae, oleh adanya gasseperti H2S dsb. Dari segi estetika, air yang memiliki rasa dan bau dipandang mengganggu.

d. Suhu dan residu

Suhu berpengaruh pada pemakaiannya, misalnya, air yang mempunyai suhu 0°C tidakmungkin dapat diterima, begitu pula untuk suhu air yang terlalu tinggi. Kadar residuyang tinggi dapat menyebabkan rasa tidak enak dan mengganggu pencernaan manusia.

e. Derajat pH

Dalam pemakaian air minum, pH dibatasi dikarenakan mempengaruhi rasa, korosifitas,dan efisiensi khlorinasi.

(5)

f. Kesadahan Ca dan Mg

Kesadahan berpengaruh pada pemakaian sabun, ketel pemanas air, ketel uap, pipa air panas dalam sistem plambing dan sebagainya. Mg dapat bersifat toksi memberikan efek demam metal, iritasi pada kulit akan susah sembuh, dan lainnya.

g. Besi dan Mangan

Kehadiran Fe dan Mn dalam air dapat menimbulkan berbagai gangguan, misalnya, rasadan bau logam, merangsang pertumbuhan bakteri besi, noda-noda pada pakaian, efekracun pada tubuh manusia seperti susunan syaraf pusat; koordinasi gerak otot;kerusakan sel hati; fibriosis; iritasi usus; kerusakan sel usus.

h. Nitrogen

Nitrogen dalam air hadir dalam berbagai bentuk sesaui dengan tingkat oksidasin yadiantaranya Nitrogen netral, amoniak, nitrit dan nitrat. Efek terhadap kesehatan anatara lain: iritasi kulit, oedema paru-paru, kejang, pernapasan, mengancam keseimbangan asam basa dalam darah, stimulasi susunan syaraf pusat, kerusakan saluran pencernaan,dsb. Terhadap lingkungan kelebihan nitrogen dapat menyebabkan eutrofikasi.

i. Bahan anorganik lain

Bahan anorganik dalam air dapat berupa Ag, AL. As, Ba, Br, Cd, Cl, Cr, Cu, F, Hg, H2S, PO4, Pb, Se, Zn, dan lain-lain.

j. Zat Organik

Bahan organik yang berdampak bagi lingkungan. k. Parameter Biologis

Jenis mikroorganisme yang dapat ditemukan dalam air diantaranya algae, bacteria,

virus, jamur, protozoa, dll. Selain memiliki sifat pathogen parameter biologis juga dapatmenyebabkan efek rasa, warnadan bau pada air. Sebagai indicator keberadaanmikroorganisme pathogen, maka digunakan keberadaan bakteri coli dalam air. Denganadanya bakteri coli, maka besar kemungkinan air telah tercemar oleh bakteri lainnyayang juga bersifat pathogen.

l. Radioaktif

Efek yang dapat ditimbulkan oleh radioaktif dianataranya: kanker, leukemia, mengurangi umur, dan dapat menyebabkan kematian. Selain itu radioaktif merupakan unsur kimiayang memiliki paruh umur yang relative panjang.

(6)

Komposisi air limbah domestik hampir lebih dari 90% berisi air, sisanya adalah kandungan pencemar.

Gambar Diagram Komposisi Air Limbah (Sumber : Sugiharto, 1987)

2.2 Konsep Kebijakan Spasial

Misi Sanitasi dalam Buku Putih Sanitasi Kota Kendari salah satunya adalah meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan air limbah melalui pengembangan prasarana dan sarana air limbah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan hidup. Dalam hal ini adalah pencemaran teluk kendari akibat karena limbah domestik.

Tahapan pengembangan sanitasi di kota Kendari bertujuan untuk mengidentifikasi dan menetapkan sistem dan zona sanitasi sub sektor air limbah, persampahan, dan drainase yang paling tepat dan sesuai untuk suatu wilayah. Sistem sanitasi ditentukan berdasarkan pentahapan implementasi jangka pendek (1-2 tahun), jangka menengah (5 tahun), dan jangka panjang (10-15 tahun), zona sanitasi menjelaskan dimana sistem tersebut akan diterapakan dalam wilayah kota Kendari. Pada Peta 1.2 Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik Kota Kendari memperlihatkan zona pengembangan air limbah Kota Kendari yang terbagi atas 3 zona antara lain, Zona I yakni Penanganan air limbah dengan sistem Onsite Komunal jangka menengah sistem terpusat, pada zona ini terdiri dari kelurahan Kendari Caddi, Kasilampe, Lapulu, Tobuuha, dan lalolara. Zona II yakni zona dengan penanganan sistem onsite individual, jangka menengah sistem terpusat, pada zona ini terdiri dari kelurahan Mandonga, Korumba, Anggilowu, Kandai, Kampung Salo, Watu-watu, Dapu-dapura, Lahundape, Bonggoeya, Mataiwoi, Kadia, Bende, Pondambea, Wowawanggu dan Anaiwoi, sedangkan Kelurahan

Limbah Cair Bahan Padat (99,9%) Air (99,9%) Butiran Garam Metal Protein (65%) Karbohidrat (25%) Lemak (10%) Organik Anorganik

(7)

lainnya termasuk dalam Zona III yakni zona dengan sistem setempat individual. Serta Zona dengan penanganan khusus yakni wilayah dipengaruhi ROB dan CBD (Central Business Center). (Sumber : Buku Putih Sanitasi Kota Kendar. (2012))

Sesuai dengan Memorandum Program Sanitasi Kota Kendari 2013, adapun Lokasi Prioritas Program dan Kegiatan Air Limbah Permukiman periode 2014 – 2017.

Dalam makalah ini membahas tentang Pengolahan Limbah secara terpusat (offsite

system) pada kecamatan Kadia dan Mandonga. Pengolahan limbah secara terpusat

ini diprioritaskan pada Pengolahan Limbah dengan Teknologi Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland). Makalah ini mengacu pada studi sebelumnya yaitu Kelayakan Penerapan Pengolahan Air Limbah Domestik Sistem Terpusat dan Lokasi Lahan Basah Buatan di Kota Kendari ” Penentuan jenis pengolahan limbah dan lokasi ini didasarkan atas parameter : kepadatan penduduk, air tanah dangkal, kemiringan lereng, topografi dan sumber air bersih.

Kriteria untuk menentukan lokasi IPAL Domestik adalah sebagai berikut : 1. Kriteria Ekonomi

Wilayah pelayanan tidak lebih dari 8 Km jaraknya dari lokasi constructed wetland dan berada pada ketinggian kurang dari 15 m untuk memudahkan dalam mengalirkan air limbah secara gravitasi (Pedrero et al, 2011).

2. Kriteria Lingkungan

Terdapat 2 variabel dalam kriteria lingkungan, yaitu: jarak dari sumber air bersih (waduk, sungai, sumur), dan jarak dari pusat kota. Lokasi pengolahan air limbah paling kurang berjarak sekitar 200 m dari pusat kota dan kawasan wisata untuk menghindari kontak langsung dari air limbah dengan penduduk dan ternak, dan 100 m dari sumur dan badan air untuk menghindari kontaminasi sumber air dari infiltrasi air limbah (Pedrero et al, 2011).

3. Kriteria Teknis

Berikut ini beberapa variabel dalam kriteria teknis lokasi IPAL Domestik. Tata guna lahan: lokasi IPAL mengacu pada Peta Tata Guna Lahan RTRW Kota Kendari, untuk menentukan lokasi potensial penempatan IPAL Domestik. Daerah dengan peruntukan rawa, mangrove, tambak, dan lahan basah lainnya merupakan daerah yang sesuai untuk lokasi IPAL Domestik.

 Kemiringan Lereng

menurut Gemitzi et al (2007) untuk menghasilkan sistem operasi pengolahan limbah yang efektif, area IPAL harus terletak pada topografi yang rata/halus dengan nilai kemiringan maksimum yang dibolehkan yaitu kemiringan 5%. Tingginya lereng dapat menyebabkan air limpasan, erosi tanah, dan juga

(8)

ketidakstabilan tanah, yang dapat berisiko terhadap keselamatan konstruksi IPAL dan meningkatkan biaya perawatan (EPA dalam Pedrero et al, 2011).

 Jalan

Jalan akses ke lokasi memungkinkan untuk pemeliharaan dan pengoperasian IPAL Domestik. Oleh karena itu, berdasarkan studi yang telah dilakukan sebelumnya calon lokasi yang berjarak lebih dari 500 m dari jalan dianggap tidak sesuai (Ribeiro et al dalam Pedrero et al, 2011

).

(9)

& \ #Y # Y # # Y # Y # Y # # Y # Y # Y # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # Y # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # % [ # Y KEC. BARUGA KEC. POASIA KEC. KAMBU KEC. ABELI KEC. PUUWATU KEC. MANDONGA KEC. KENDARI KEC. WUA-WUA KEC. KADIA

KEC. KENDARI BARAT

B A R U G A LA B I B IA M O K O A U A N D U O N U H U P U U W A T U ANGG OEYA LA L O D A T I K A M B U W A T U B A N G G A P E T O A H A RAHA NDOU NA TO B IM E IT A W A T U L O N D O LE P O -L E P O A B E L I D A L A M B E N U A N IR A E MATA BUBU A N A W A I TIP U L U M A TA K E M A R A Y A A B E L I S A M B U L I B E N D E N A M B O K A D I A M A N G G A D U A P U N G G O L A K A W U N D U D O P I W A W O M B A LA T A W U A - W U A LA L O LA R A P A D A LE U G U N U N G J A T I K O R U M B A SA NU A W A T U -W A T U PU NG GA LO BA TO B U U H A A L O L A M A B O N G G O E Y A TO N D O N G G E U P U R IR A N O SO DO HO A P U D A Y BE NU -B EN UA A N G G A L O M E L A I B U N G K U TO K O TA L IA M A N D O N G A M A TA IW O I P O A S IA A N G G IL O W U LA P U LU LA H U N D A P E P O N D A M B E A K A S IL A M P E ANAI WOI K A N D A I W O W A W A N G G U KEND ARI C ADDI J A T I M E K A R DA PU -D AP UR A K A M P U N G S A LO KEC. BARUGA KEC. POASIA KEC. KAMBU KEC. ABELI KEC. PUUWATU KEC. MANDONGA KEC. KENDARI KEC. WUA-WUA KEC. KADIA

KEC. KENDARI BARAT

4 °5 ' L S 5' LS 4 ° LS LS 3 °5 5' L S 3°5 5' LS 122°30' BT 122°30' BT 122°35' BT 122°35' BT Sumber :

1. Citra Ikonos Kota Kendari Tahun 2010. 2. Peta Rupabumi Kota Kendari Skala 1 : 25.000 3. RTRW Kota Kendari Tahun 2010. 4. RP4D Kota Kendari Tahun 2011. 5. Hasil Survey Lapangan Tahun 2012.

PETA 2.1 ADMINISTRASI KOTA KENDARI

N Skala 1 : 85.000 1 0 1 2 3 4 km Laut # Y Kantor Kecamatan & \ Kantor W alikota % [ Kantor Gubernur # Kantor Lurah Batas Kecamatan Batas Lurah Batas Kota Garis Pantai Jalan Keterangan : PEMERINTAH DAERAH KOTA KENDARI BUKU PUTIH SANITASI POKJA SANITASI DAN AIR MINUM

KOTA KENDARI 2 0 1 2 Kecamatan Abeli Kecamatan Baruga Kecamatan Kadia Kecamatan Kam bu Kecamatan Kendari Kecamatan Kendari B arat Kecamatan M andonga Kecamatan Poasia Kecamatan Puuwatu Kecamatan Wua-W ua Lokasi Perencanaan INSET PETA

(10)
(11)
(12)

2.3 Pengelolaan Sanitasi Lingkungan

Sistem penyaluran air limbah sedapat mungkin dialirkan secara gravitasi untuk mengurangi beban biaya konstruksi, sehingga kondisi topografi wilayah sangat menentukan dalam penyusunan desain sistem penyaluran air limbah. Kondisi topografi yang berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah lebih dari 25% akan menyulitkan dalam system penyaluran air limbah (Rifai dkk., 2007).

Terdapat dua macam sistem dalam pengolahan air limbah domestik/permukiman yaitu :

a. Sanitasi sistem setempat setempat atau dikenal dengan sistem sanitasi on-site, yaitu sistem dimana fasilitas pengolahan limbah berada dalam persil atau batas tanah yang dimiliki, fasilitas ini merupakan fasilitas sanitasi individual seperti septik tank atau cubluk.

Penerapan sistem offsite ini sebaiknya diterapkan pada daerah yang kondisi air tanahnya dalam, yaitu lebih dari 3m.

Kelebihan sistem stempat :

 Menggunakan teknologi sederhana.

 Memerlukan biaya rendah.

 Masyarakat dan tiap-tiap keluarga dapat menyediakannya sendiri.

 Pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat.

 Manfaat dapat dirasakan secara langsung. Kekurangan sistem stempat :

 Tidak dapat diterapkan pada semua daerah misalnya tergantung permeabilitas tanah, tingkat kepadatan dan lain-lain..

 Fungsi terbatas pada buangan kotoran manusia dan tidak menerima limbah kamar mandi dan air limbah bekas mencuci.

 Operasi dan pemeliharaan sulit dilaksanakan.

b. Sanitasi sistem terpusat atau dikenal dengan istilah sistem off-site atau system sewerage, yaitu sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada diluar persil atau dipisahkan dengan batas jarak atau tanah yang menggunakan perpipaan untuk mengalirkan air limbah dari rumah-rumah secara bersamaan dan kemudian dialirkan ke IPAL.

Penerapan sistem offsite ini sebaiknya diterapkan pada daerah yang kondisi air tanahnya dangkal, yaitu kurang dari 3m. Hal ini dilakukan untuk menghindari pencemaran air tanah oleh air limbah.

(13)

Selain itu penerapan sistem offsite juga sebaikknya diterapkan pada daerah yang sumber air bersihnya berasal dari sumur gali, sumur pompa tangan, dan sumur pompa listrik untuk menghindari pencemaran sumber air bersih akibat dari air limbah domestik yang dibuang langsung tanpa diolah terlebih dahulu.

Kelebihan sistem terpusat :

 Menyediakan pelayanan yang terbaik

 Sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi

 Pencemaran terhadap air tanah dan badan air dapat dihindari

 Memiliki masa guna lebih lama

 Dapat menampung semua air limbah Kekurangan sistem terpusat :

 Memerlukan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan yang tinggi

 Menggunakan teknologi yang tinggi

 Tidak dapat dilakukan oleh perseorangan

 Manfaat secara penuh diperolah setelah selesai jangka panjang

 Waktu yang lama dalam perencanaan dan pelaksanaan

 Memerlukan pengelolaan, operasi dan pemeliharaan yang baik Sistem Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands).

Sistem Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands) merupakan proses pengolahan limbah yang meniru/aplikasi dari proses penjernihan air yang terjadi dilahan basah/rawa (Wetlands), dimana tumbuhan air (Hydrophita) yang tumbuh didaerah tersebut memegang peranan penting dalam proses pemulihan kualitas air limbah secara alamiah (self purification).

Menurut Hammer (1986) pengolahan limbah Sistem Wetlands didefinisikan sebagai sistem pengolahan yang memasukkan faktor utama, yaitu :

a. Area yang tergenangi air dan mendukung kehidupan tumbuhan air sejenis hydrophyta.

b. Media tempat tumbuh berupa tanah yang selalu digenangi air (basah). c. Media bisa juga bukan tanah, tetapi media yang jenuh dengan air.

Salah satu teknologi pengolahan air limbah domestik yang dianggap mudah dan murah dalam pembangunan, operasional dan pemeliharaan, dan dapat memelihara keanekaragaman hayati kawasan adalah teknologi lahan basah buatan atau yang lebih dikenal dengan istilah constructed wetland. Constructed wetland adalah kolam dangkal yang diisi dengan beberapa jenis bahan filter

(14)

(substrat), biasanya pasir atau kerikil, dan ditanami dengan vegetasi yang toleran terhadap kondisi jenuh (UN-HABITAT, 2008). Teknologi lahan basah buatan adalah salah satu sistem pengolahan yang termurah dalam hal pengoperasian dan perawatan (Kadlec et al, 2009). Dengan penerapan teknologi lahan basah buatan di Kota Kendari, diharapkan tidak hanya dapat menyelesaikan permasalahan limbah domestik kota namun dapat juga memelihara ekosistem alam Teluk Kendari.

(Sumber : Supradata. (2005). Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias

Cyperus Alternifolius, L. Dalam Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (SST – Wetlands)).

III. Alasan Pemilihan Judul dan Lokasi

Secara geografis kota Kendari merupakan kota Teluk, dimana hampir seluruh kecamatan di kota Kendari berbatasan dengan Teluk Kendari. Kota Kendari memiliki 13 sungai yang bermuara di Teluk Kendari. Hal ini sangat memungkinkan terjadinya pencemaran Teluk Kendari akibat aktifitas masyarakat di sekitar sungai dan permukiman yang padat penduduk. Faktor dominan yang mempengaruhi pencemaran di Teluk Kendari adalah akibat limbah domestik. Oleh karena itu pengolahan limbah secara terpusat (offsite) perlu di terapkan di kota Kendari. Dengan adanya pengolahan limbah secara terpusat (offsite), diharapkan pencemaran di Teluk Kendari akibat limbah domestik dapat dikurangi, sehingga kelestarian lingkungan di Teluk Kendari tetap terjaga.

IV. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah

Terpusat di Kecamatan Kadia dan Kecamatan Mandonga.

Faktor Pendukung :

1. Tidak tercemarnya air tanah.

2. Sesuai dengan tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Mandonga dan Kadia. 3. Dengan menggunakan Teknologi Lahan Basah Buatan, akan lebih effisien dan

ekonomis.

4. Di Kelurahan Karumba terdapat lahan Mangrove yang cocok untuk Pengolahan Limbah Domestik dengan menggunakan Teknologi Lahan Basah Buatan.

Faktor Penghambat :

1. Belum adanya kebijakan mengenai Aturan Umum dan Aturan Teknis yang mengatur pengelolaan air limbah.

(15)

2. Masih kurangnya Sumber Daya Manusia di bidang Pengelolaan Air Limbah Domestik.

3. Belum optimalnya kampanye, sosialisasi dan advokasi terkait kesadaran masyarakat mengenai sub sektor air limbah.

4. Masih rendahnya alokasi dana APBD untuk sub sektor Air limbah.

5. Dari hasil penelitian, penerapan sistem pengolahan limbah domestik tidak sesuai dalam Buku Sanitasi dan Memorandum Program Sanitasi Kota Kendari yaitu pada Kecamatan Mandonga dan Kadia yang seharusnya menggunakan sistem pengolahan limbah terpusat (offsite) tetapi menggunakan system On site komunal. 6. Pengolahan limbah domestik dengan mengguanakanTeknologi Lahan Basah Buatan

tidak tercantum dalam Buku Sanitasi dan Memorandum Program Sanitasi Kota Kendari.

V. Implikasi Teori Kebijakan Spasial terhadap Pengolahan Limbah Domestik di

Kendari.

Berdasarkan dari hasil studi sebelumnya “Kelayakan Penerapan Pengolahan Air Limbah Domestik Sistem Terpusat dan Lokasi Lahan Basah Buatan di Kota Kendari ”, kelurahan yang dinilai layak untuk penerapan pengolahan air limbah dengan sistem terpusat atau off site system yaitu Kecamatan Mandonga (kelurahan Mandonga, Karumba), Kecamatan Kadia (Kelurahan Bende, Anaiwoi, Wowawanggu dan Pondambea). Hal ini berdasarkan parameter :

 Kepadatan Penduduk

Dari data BPS Kota Kendari Tahun 2012 jumlah penduduk kecamatan Mandonga sebesar 36.914 jiwa dengan luas wilayah 2.327 Ha. Sedangkan jumlah penduduk Kecamatan Kadia pada Tahun 2012 sebesar 40.026 jiwa dengan luas wilayah 671 Ha. Pada Kecamatan Mandonga, Kelurahan Mandonga merupakan kelurahan dengan jumlah dan kepadatan penduduk terbesar dengan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk yaitu masing-masing 13.328 jiwa dan 89 jiwa/Ha. Sedangkan di Kecamatan Kadia, Kelurahan Pondambea merupakan kelurahan dengan tingkat kepadatan penduduk paling besar yaitu 108 jiwa/Ha.

 Kondisi Air Tanah

- Kedalaman < 3m, Untuk KecamatanMandonga mulai dari sisi timur atau Kelurahan Korumba hingga ke arah selatan Kelurahan Mandonga, sedangkan pada Kecamatan Kadia mulai dari Kelurahan Bende hingga ke Kelurahan Pondambea.

(16)

- Kedalaman 3m – 10m, Untuk Kecamatan Mandonga, sebagian kecil di sebelah utara yaitu Kelurahan Mandonga. Sedangkan Kecamatan Kadia, tersebar di Kelurahan Anaiwoi dan Kelurahan Wawowanggu.

 Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng di Kecamatan Mandonga terdapat beberapa kelurahan dengan kemiringan lereng yang cukup landai dengan klasifikasi antara 0 - 40 %, sedangkan Kecamatan Kadia relatif datar dengan klasifikasi berkisar antara 0 - 25 %.

 Topografi

Bentuk topografi Kecamatan Kadia berbentuk datar sedangkan Kecamatan Mandonga berbentuk bergelombang dengan sedikit berbukit.

 Sumber Air Bersih

Tingkat pelayanan air bersih dengan sistem perpipaan dari PDAM Tirta Anoa Kota Kendari di Kecamatan Mandonga sebesar 50%, dengan jumlah pelanggan yang terlayani yaitu 4.062 SR. Kelurahan Mandonga merupakan kelurahan dengan jumlah pelanggan terbesar yaitu 1740 SR. Sedangkan tingkat pelayanan air bersih di Kecamatan Kadia relatif merata dengan persentase pelayanan 51%. Total jumlah pelanggan air bersih Kecamatan Kadia yaitu 3.850 SR. Kelurahan Bende memiliki jumlah pelanggan terbesar yaitu 1.214 SR.

Sedangkan untuk menentukan lokasi lahan basah buatan, menurut hasil studi sebelumnya “Kelayakan Penerapan Pengolahan Air Limbah Domestik Sistem Terpusat dan Lokasi Lahan Basah Buatan di Kota Kendari ”, terdapat 3 kriteria utama yaitu kriteria ekonomi, lingkungan dan teknis.

 Kriteria ekonomi

Dengan memperhatikan jarak lokasi IPAL dari wilayah pelayanan. Jarak wilayah pelayanan tidak boleh lebih dari 8 Km, hal ini agar pengolahan air limbah dapat bernilai ekonomis.

 Kriteria Lingkungan

Dengan memperhatikan dampak lingkungan yang muncul akibat pembangunan dari pembangunan pengolahan limbah. Dampak tersebut akan berpengaruh diantaranya pada :

(17)

Jarak antara rencana lokasi IPAL dari sumber air bersih minimal 200 m dan jarak lebih kecil dari 100 m sudah tidak sesuai, hal ini untuk menghindari kontaminasi sumber air dari infiltrasi air limbah.

Untuk jarak sumber air bersih permukiman, lokasi yang sesuai terdapat di Kelurahan Labibia, Alolama, Wawombalata dan sebagian kecil di sebelah barat Kelurahan Korumba. Sedangkan pada kecamatan Kadia, tidak terdapat lokasi yang sesuai akibat dari tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Untuk jarak dari sungai/kali terdapat 4 sungai/kali yang melintas di wilayah penelitian yaitu Sungai Wanggu, Kali Mandonga, Kali Kadia, dan Kali Pondambea.

- Permukiman

Rencana lokasi IPAL harus memperhatikan adanya kepadatan penduduk di suatu kawasan. Sebaiknya penempatan rencana lokasi IPAL tidak pada kawasan yang padat penduduk. Berdasarkan analisis spasial persentase kesesuaian jarak yang sesuai sebesar 31,2% atau seluas 876,76 Ha, sesuai bersyarat sebesar 6,4% atau seluas 177,99 Ha dan tidak sesuai sebesar 62,4% atau seluas 1752,54 Ha. Besarnya persentase yang tidak sesuai disebabkan karena wilayah penelitian utamanya di Kecamatan Kadia, Kelurahan Korumba, dan Kelurahan Mandonga merupakan daerah dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan menjadi pusat kota, pusat permukiman, kegiatan komersil, dan perkantoran.

 Kriteria Teknis

Dengan memperhatikan tata guna lahan, kemiringan lereng, dan jarak IPAL Domestik dari jalan.

Lahan yang sesuai untuk lokasi IPAL Domestik yaitu lahan basah berupa ekosistem mangrove, tambak, rawa, dan sawah.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yang et al (2008) menunjukkan bahwa mangrove dapat digunakan dalam lahan basah buatan untuk pengolahan air limbah kota. Sedangkan menurut Wu et al (2008), bahwa layak untuk menggunakan lahan basah buatan mangrove tanpa pembilasan pasang surut sebagai proses sekunder untuk pengolahan air limbah domestik.

Berdasarkan hasil analisis kesesuaian yang telah dilakukan oleh studi sebelumnya, Lahan Basah berupa mangrove, tambak, rawa, dan sawah merupakan peruntukan lahan yang sesuai.

(18)

Berdasarkan hasil analisis kemiringan lereng, menunjukkan bahwa persentase kesesuaian kategori sesuai bersyarat merupakan yang paling besar yaitu 43,5%. Hal ini disebabkan karena pada wilayah penelitian cenderung bergelombang dan sedikit berbukit dengan didominasi kemiringan lereng kelas 5 - 15 %.

Berdasarkan hasil analisis jarak rencana lokasi IPAL dari jalan, lokasi yang sesuai yaitu pada Kecamatan Kadia, dan sebagian Kecamatan Mandonga yaitu di Kelurahan Mandonga, Korumba, dan Anggilowu.

Dalam menghitung lokasi IPAL dengan teknologi lahan basah (Contructed Wetland) ini yaitu didasarkan pada proyeksi penduduk sampai tahun 2033. Jumlah penduduk kecamatan Mandonga sebesar 57.153 jiwa, sedangkan Kecamatan Kadia sebesar 62.023 jiwa.

Berdasarkan profil Kabupaten/Kota yang dikeluarkan oleh Ciptakarya PU (2004), Kota Kendari termasuk dalam kategori kota sedang. Estimasi konsumsi air bersih domestik per orang yaitu 110 m3/orang/hari. Jumlah air limbah yang dihasilkan tergantung jumlah pemakaian air minum yang dikonsumsi yaitu sebesar 80% dari jumlah pemakaian air minum (Direktorat PPLP Ciptakarya PU,

2006).

Dari hasil proyeksi penduduk dan debit air limbah, dapat ditentukan luas area yang dibutuhkan untuk lokasi IPAL domestik yaitu 2,14 Ha.

Dari hasil analisis spasial yang dilakukan lokasi yang sesuai atau layak untuk pembangunan IPAL Domestik dengan teknologi lahan basah buatan yaitu berada di Kelurahan Korumba.

(19)

Peta 1.4 Peta Lokasi Penelitian layak offsite (Sumber : Hasil Analisis Spasial penelitian , Ridwan Saleh. (2013). Kelayakan Penerapan

(20)

Peta 1.5 Peta Lokasi Rencana IPAL Domestik yang sesuai (Sumber : Hasil Analisis Spasial penelitian , Ridwan Saleh. (2013).

(21)

VI. Lesson Learn

Seiringnya dengan bertambahnya jumlah kepadatan penduduk di Kota Kendari, perlu adanya pengolahan limbah yang dinilai effektif dan effisien guna mengurangi pencemaran lingkungan akibat limbah domestik khusunya di Teluk Kendari. Pengolahan limbah dengan sistem terpusat (offsite) perlu direalisasikan untuk mencapai Visi dan Misi Sanitasi Kota Kendari. Potensi terbesar tercemarnya Teluk Kendari adalah akibat adanya limbah domestik. Untuk itu perlu adanya penanganan guna mengurangi pencemaran tersebut. Dari berbagai sumber dan penelitian, Pengolahan Limbah Domestik dengan Menggunakan Teknologi Lahan Basah Buatan layak dilakukan untuk mengurangi pecemaran di Teluk Kendari. Pengolahan Limbah sistem ini adalah menggunakan mangrove. Apabila dilihat dari Peta Administrasi, Kota Kendari memiliki lahan mangrove yaitu tepatnya di Kelurahan Karumba. Dengan adanya lahan mangrove tersebut dapat difungsikan untuk pengolahan Limbah Domestik dengan Menggunakan Teknologi Lahan Basah Buatan. Penentuan lokasi ini sudah memenuhi kriteria yaitu tata guna lahan, kemiringan lereng, dan jarak rencana lokasi IPAL Domestik dari jalan untuk memudahkan pemeliharaan. Dari hasil analisa, Luas lahan yang dibutuhkan untuk IPAL Domestik dengan menggunakan Lahan Basah Buatan adalah 2,14 Ha.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Kendari. (2012). Kota Kendari Dalam Angka 2012.

Kendari.

Ridwan Saleh. (2013). Kelayakan Penerapan Air Limbah Domestik Sistem Terpusat dan Lokasi Lahan Basah Buatan Di Kota Kendari.

Memorandum Program Sanitasi Kota Kendari. (2013). Buku Putih Sanitasi Kota Kendari. (2012)

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.

Supradata. (2005). Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias Cyperus Alternifolius, L. Dalam Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (SST – Wetlands).

Gambar

Gambar Diagram Komposisi Air Limbah  (Sumber : Sugiharto, 1987)

Referensi

Dokumen terkait

Proses aklimatisasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah sampel tanaman Kiapu dapat tumbuh dengan baik pada kondisi lingkungan penelitian dan juga

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Persaudaraan Setia Hati Terate telah menyelenggarakan Parapatan Luhur 2016 yang menghasilkan penyempurnaan Anggaran

Moewardi sendiri hendaknya memberikan perhatian khusus terutama bagi pasien gagal ginjal kronik seperti memberikan penyuluhan kepada pasien maupun keluarga pasien

Sebaran dan habitat kukang jawa (Nycticebus javanicus) di lahan pertanian (hutan rakyat) wilayah Kabupaten Lebak (Banten) dan Gunung Salak (Jawa Barat).. Survei keberadaan

Hasil pada pengujian lekatan antara agregat kasar (batu split ) terhadap mortar dimana pada permukaan agregat kasar diberi resin, menunjukan nilai yang lebih rendah sebesar

Berdasarkan hasil validasi dari validator, kemudian dilakukan revisi kembali sampai validator menyatakan media yang dibuat memiliki kriteria (baik). Selanjutnya media

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo, ada beberapa faktor penghambat dalam proses menghafal al-Qur’ān, yaitu:

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang mendukung permasalahan tentang penggunaan model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Learning sebagai upaya