commit to user
i
PERILAKU MODEL TEREDUKSI STRUKTUR REL
KERETA API DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK
DAN CERUCUK KAYU DI BAWAH BALLAST
DENGAN ANALISIS PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6
Reduced Model Behavior of Railway Structure Reinforced by Geosynthetic and Wooden-piles under Ballast with PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 Analysis
TUGAS AKHIR
Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh:
ANJAR WIDO WICAKSONO
NIM. I0108063
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
commit to user
commit to user
commit to user
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Dan jika dalam perjalanan ditemui karya lain yang mirip, maka hal itu menjadi sumber referensi tambahan bagi penulis.
Surakarta, Oktober 2012 Penulis
commit to user v
MOTTO
MOTTO
MOTTO
MOTTO
“ Born To Ride ” (Anonim)PERSEMBAHAN
PERSEMBAHAN
PERSEMBAHAN
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan Karyaku ini kepada : Ibu, Bapak, Kakak, dan segenap keluarga besar Keluarga Kontrakan GAPUK Civitas Akademika Teknik Sipil
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan laporan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S-1 di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Selama penyusunan skripsi ini penyusun banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan pengarahan serta kemudahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Bapak Bambang Setiawan, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing Skripsi I.
3. Bapak Ir. Ary Setyawan, M.Sc., PhD. selaku Dosen Pembimbing Skripsi II.
4. Ir. Antonius Mediyanto, M.T.selaku dosen Pembimbing Akademis.
5. Segenap Dosen dan Crew Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Rekan-rekan asisten Laboratorium Mekanika Tanah.
7. Rekan-rekan Kontrakan Gapuk.
8. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil Angkatan 2008.
Penyusun menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penyusun mengharap saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan skripsi yang akan datang. Akhir kata semoga laporan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun pada khususnya dan semua pihak pada umumnya.
Surakarta, September 2012
Penyusun
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xxii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxx
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL ... xxxi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Batasan Masalah. ... 3
1.5 Manfaat Penelitian. ... 4
BAB II LANDASAN TEORI ... 5
2.1 Tinjauan Pustaka ... 5
2.2 Dasar Teori ... 8
2.2.1 Struktur Rel Kereta Api... 8
2.2.1.1 Beban Gandar ... 9 2.2.1.2 Lebar Sepur ... 9 2.2.1.3 Penampang Melintang ... 9 2.2.1.4 Bantalan ... 10 2.2.1.5 Ballast ... 11 2.2.1.6 Tanah Dasar ... 12
commit to user
x
2.2.2 Tanah Lunak ... 16
2.2.3 Geosintetik ... 17
2.2.4 Pondasi Tiang Cerucuk ... 18
2.2.5 Metode Elemen Hingga ... 19
2.2.6 Model Material Mohr-Coulomb (MC) ... 21
2.2.7 Program PLAXIS 3D FOUNDATION V 1.6 ... 26
2.2.7.1 Data Masukan (Input Data) ... 27
2.2.7.1 Keluaran (Output) ... 31
BAB III METODE PENELITIAN... 32
3.1 Uraian Umum ... 32
3.2 Uji pendahuluan ... 33
3.3 Alat dan Bahan ... 33
3.3.1 Alat ... 33
3.3.2 Bahan ... 37
3.4 Tahapan Penelitian ... 38
3.4.1 Tahap Persiapan ... 38
3.4.2 Tahap Pelaksanaan Uji Model Laboratorium... 47
3.5 Pemodelan dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 ... 49
3.5.1 Pengaturan Umum (General Setting) ... 49
3.5.2 Kontur Geometri (Geometry Contour)... 50
3.5.3 Set Data Material (Material Data Sets) ... 51
3.5.4 Pembuatan Jaring-Jaring Elemen (Mesh Generations) ... 53
3.5.5 Perhitungan (Calculations) ... 54
3.5.6 Keluaran (Output) ... 56
3.6 Analisis dan Pengolahan Data ... 56
3.7 Alur Penelitian ... 57
BAB IVANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 59
4.1 Indeks Properties Tanah ... 59
4.2 Analisis Penurunan Struktur Rel Kereta Api dari Hasil Pembebanan Model Tereduksi (Uji Laboratorium) ... .60
commit to user xi 4.2.1.1 Beban 16 kg ... 61 4.2.1.2 Beban 32 kg ... 65 4.2.1.3 Beban 48 kg ... 69 4.2.1.4 Beban 64 kg ... 73 4.2.1.5 Beban 80 kg ... 77 4.2.2 Beban di Posisi B ... 81 4.2.2.1 Beban 16 kg ... 81 4.2.2.2 Beban 32 kg ... 85 4.2.2.3 Beban 48 kg ... 89 4.2.2.4 Beban 64 kg ... 93 4.2.2.5 Beban 80 kg ... 97 4.2.3 Beban di Posisi C ... 101 4.2.3.1 Beban 16 kg ... 101 4.2.3.2 Beban 32 kg ... 105 4.2.3.3 Beban 48 kg ... 109 4.2.3.4 Beban 64 kg ... 113 4.2.3.5 Beban 80 kg ... 117 4.2.4 Beban di Posisi D ... 121 4.2.4.1 Beban 16 kg ... 121 4.2.4.2 Beban 32 kg ... 125 4.2.4.3 Beban 48 kg ... 129 4.2.4.4 Beban 64 kg ... 133 4.2.4.5 Beban 80 kg ... 137
4.3 Analisis Penurunan Maksimum Struktur Rel Kereta Api dari Hasil Uji Model Laboratorium ... .141
4.3.1 Beban di Posisi A ... 141
4.3.2 Beban di Posisi B ... 144
4.3.3 Beban di Posisi C ... 147
4.3.4 Beban di Posisi D ... 149
4.4 Analisis Penurunan Struktur Rel Kereta Api dari Hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 ... .152
4.4.1 Parameter Uji ... 154
commit to user
xii
4.4.3 Beban di Posisi B ... 159
4.4.4 Beban di Posisi C ... 162
4.4.5 Beban di Posisi D ... 165
4.5 Validasi dengan Program PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 ... .168
4.5.1 Penurunan Struktur Rel Kereta Api di atas Tanah Pasir ... 168
4.5.2 Penurunan Struktur Rel Kereta Api di atas Tanah Lunak tanpa Perkuatan ... 172
4.5.3 Penurunan Struktur Rel Kereta Api di atas Tanah Lunak dengan Perkuatan Geosintetik dan Cerucuk ... 176
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 180
5.1 Kesimpulan ... 180
5.2 Saran ... 181
DAFTAR PUSTAKA ... 183 LAMPIRAN
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kelas jalan rel Indonesia (PJKA, 1986) ... 8
Tabel 2.2 Penampang melintang jalan rel (PJKA, 1986) ... 10
Tabel 2.3 Gradasi lapisan ballast atas (Utomo, 2010)... 12
Tabel 2.4 Gradasi lapisan ballast bawah (Utomo, 2010) ... 12
Tabel 2.5 Penggolongan tanah berdasarkan N-SPT(Peck Hanson dan Thornburn, 1974)... 16
Tabel 3.1 Perbandingan gradasi ballast dalam skala asli dan skala tereduksi ... 43
Tabel 3.2 Perbandingan dimensi struktur rel kereta api dalam skala asli dengan skala terduksi pada suatu model uji ... 45
Tabel 4.1 Rekapitulasi pengujian parameter tanah ... 59
Tabel 4.2 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 16 kg pada posisi A (Siklus Pergi) ... 63
Tabel 4.3 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 16 kg pada posisi A (Siklus Pulang) ... 63
Tabel 4.4 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 16 kg di posisi A (Siklus Pergi)... 63
Tabel 4.5 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 16 kg di posisi A (Siklus Pulang) ... 64
Tabel 4.6 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 16 kg di posisi A (Siklus Pergi) ... 64
Tabel 4.7 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 16 kg di posisi A (Siklus Pulang) ... 64
Tabel 4.8 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 32 kg di posisi A (Siklus Pergi) ... 67
Tabel 4.9 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 32 kg di posisi A (Siklus Pulang) ... 67
Tabel 4.10 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 32 kg di posisi A (Siklus Pergi)... 67
Tabel 4.11 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 32 kg di posisi A (Siklus Pulang) ... 68
commit to user
xiv
Tabel 4.12 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 32 kg di posisi A (Siklus Pergi) ... 68 Tabel 4.13 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 32 kg di posisi A (Siklus Pulang) ... 68 Tabel 4.14 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 48 kg di posisi A (Siklus
Pergi) ... 71 Tabel 4.15 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 48 kg di posisi A (Siklus
Pulang) ... 71 Tabel 4.16 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 48 kg di
posisi A (Siklus Pergi)... 71 Tabel 4.17 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 48 kg di
posisi A (Siklus Pulang) ... 72 Tabel 4.18 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 48 kg di posisi A (Siklus Pergi) ... 72 Tabel 4.19 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 48 kg di posisi A (Siklus Pulang) ... 72 Tabel 4.20 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 64 kg di posisi A (Siklus
Pergi) ... 75 Tabel 4.21 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 64 kg di posisi A (Siklus
Pulang) ... 75 Tabel 4.22 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 64 kg di
posisi A (Siklus Pergi)... 75 Tabel 4.23 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 64 kg di
posisi A (Siklus Pulang) ... 76 Tabel 4.24 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 64 kg di posisi A (Siklus Pergi) ... 76 Tabel 4.25 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 64 kg di posisi A (Siklus Pulang) ... 76 Tabel 4.26 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 80 kg di posisi A (Siklus
Pergi) ... 79 Tabel 4.27 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 80 kg di posisi A (Siklus
commit to user
xv
Tabel 4.28 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 80 kg di posisi A (Siklus Pergi)... 79 Tabel 4.29 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 80 kg di
posisi A (Siklus Pulang) ... 80 Tabel 4.30 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 80 kg di posisi A (Siklus Pergi) ... 80 Tabel 4.31 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 80 kg di posisi A (Siklus Pulang) ... 80 Tabel 4.32 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 16 kg di posisi B (Siklus
Pergi) ... 83 Tabel 4.33 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 16 kg di posisi B (Siklus
Pulang) ... 83 Tabel 4.34 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 16 kg di
posisi B (Siklus Pergi) ... 84 Tabel 4.35 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 16 kg di
posisi B (Siklus Pulang) ... 84 Tabel 4.36 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 16 kg di posisi B (Siklus Pergi) ... 84 Tabel 4.37 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 16 kg di posisi B (Siklus Pulang) ... 84 Tabel 4.38 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 32 kg di posisi B (Siklus
Pergi) ... 87 Tabel 4.39 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 32 kg di posisi B (Siklus
Pulang) ... 87 Tabel 4.40 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 32 kg di
posisi B (Siklus Pergi) ... 87 Tabel 4.41 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 32 kg di
posisi B (Siklus Pulang) ... 88 Tabel 4.42 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 32 kg di posisi B (Siklus Pergi) ... 88 Tabel 4.43 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
commit to user
xvi
Tabel 4.44 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 48 kg di posisi B (Siklus Pergi) ... 91 Tabel 4.45 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 48 kg di posisi B (Siklus
Pulang) ... 91 Tabel 4.46 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 48 kg di
posisi B (Siklus Pergi) ... 91 Tabel 4.47 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 48 kg di
posisi B (Siklus Pulang) ... 92 Tabel 4.48 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 48 kg di posisi B (Siklus Pergi) ... 92 Tabel 4.49 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 48 kg di posisi B (Siklus Pulang) ... 92 Tabel 4.50 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 64 kg di posisi B (Siklus
Pergi) ... 95 Tabel 4.51 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 64 kg di posisi B (Siklus
Pulang) ... 95 Tabel 4.52 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 64 kg di
posisi B (Siklus Pergi) ... 95 Tabel 4.53 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 64 kg di
posisi B (Siklus Pulang) ... 96 Tabel 4.54 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 64 kg di posisi B (Siklus Pergi) ... 96 Tabel 4.55 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 64 kg di posisi B (Siklus Pulang) ... 96 Tabel 4.56 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 80 kg di posisi B (Siklus
Pergi) ... 99 Tabel 4.57 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 80 kg di posisi B (Siklus
Pulang) ... 99 Tabel 4.58 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 80 kg di
posisi B (Siklus Pergi) ... 99 Tabel 4.59 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 80 kg di
commit to user
xvii
Tabel 4.60 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 80 kg di posisi B (Siklus Pergi) ... 100 Tabel 4.61 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 80 kg di posisi B (Siklus Pulang) ... 100 Tabel 4.62 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 16 kg di posisi C (Siklus
Pergi) ... 103 Tabel 4.63 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 16 kg di posisi C (Siklus
Pulang) ... 103 Tabel 4.64 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 16 kg di
posisi C (Siklus Pergi) ... 104 Tabel 4.65 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 16 kg di
posisi C (Siklus Pulang) ... 104 Tabel 4.66 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 16 kg di posisi C (Siklus Pergi) ... 104 Tabel 4.67 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 16 kg di posisi C (Siklus Pulang) ... 104 Tabel 4.68 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 32 kg di posisi C (Siklus
Pergi) ... 107 Tabel 4.69 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 32 kg di posisi C (Siklus
Pulang) ... 107 Tabel 4.70 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 32 kg di
posisi C (Siklus Pergi) ... 107 Tabel 4.71 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 32 kg di
posisi C (Siklus Pulang) ... 108 Tabel 4.72 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 32 kg di posisi C (Siklus Pergi) ... 108 Tabel 4.73 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 32 kg di posisi C (Siklus Pulang) ... 108 Tabel 4.74 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 48 kg di posisi C (Siklus
Pergi) ... 111 Tabel 4.75 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 48 kg di posisi C (Siklus
commit to user
xviii
Tabel 4.76 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 48 kg di posisi C (Siklus Pergi) ... 111 Tabel 4.77 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 48 kg di
posisi C (Siklus Pulang) ... 112 Tabel 4.78 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 48 kg di posisi C (Siklus Pergi) ... 112 Tabel 4.79 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 48 kg di posisi C (Siklus Pulang) ... 112 Tabel 4.80 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 64 kg di posisi C (Siklus
Pergi) ... 115 Tabel 4.81 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 64 kg di posisi C (Siklus
Pulang) ... 115 Tabel 4.82 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 64 kg di
posisi C (Siklus Pergi) ... 115 Tabel 4.83 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 64 kg di
posisi C (Siklus Pulang) ... 116 Tabel 4.84 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 64 kg di posisi C (Siklus Pergi) ... 116 Tabel 4.85 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 64 kg di posisi C (Siklus Pulang) ... 116 Tabel 4.86 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 80 kg di posisi C (Siklus
Pergi) ... 119 Tabel 4.87 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 80 kg di posisi C (Siklus
Pulang) ... 119 Tabel 4.88 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 80 kg di
posisi C (Siklus Pergi) ... 119 Tabel 4.89 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 80 kg di
posisi C (Siklus Pulang) ... 120 Tabel 4.90 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 80 kg di posisi C (Siklus Pergi) ... 120 Tabel 4.91 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
commit to user
xix
Tabel 4.92 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 16 kg di posisi D (Siklus Pergi) ... 123 Tabel 4.93 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 16 kg di posisi D (Siklus
Pulang) ... 123 Tabel 4.94 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 16 kg di
posisi D (Siklus Pergi)... 124 Tabel 4.95 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 16 kg di
posisi D (Siklus Pulang) ... 124 Tabel 4.96 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 16 kg di posisi D (Siklus Pergi) ... 124 Tabel 4.97 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk
akibat beban 16 kg di posisi D (Siklus Pulang) ... 124 Tabel 4.98 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 32 kg di posisi D (Siklus
Pergi) ... 127 Tabel 4.99 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 32 kg di posisi D (Siklus
Pulang) ... 127 Tabel 4.100 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 32 kg di
posisi D (Siklus Pergi)... 127 Tabel 4.101 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 32 kg di
posisi D (Siklus Pulang) ... 128 Tabel 4.102 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan
cerucuk akibat beban 32 kg di posisi D (Siklus Pergi) ... 128 Tabel 4.103 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan
cerucuk akibat beban 32 kg di posisi D (Siklus Pulang) ... 128 Tabel 4.104 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 48 kg di posisi D (Siklus
Pergi) ... 131 Tabel 4.105 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 48 kg di posisi D (Siklus
Pulang) ... 131 Tabel 4.106 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 48 kg di
posisi D (Siklus Pergi)... 131 Tabel 4.107 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 48 kg di
commit to user
xx
Tabel 4.108 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan
cerucuk akibat beban 48 kg di posisi D (Siklus Pergi) ... 132
Tabel 4.109 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 48 kg di posisi D (Siklus Pulang) ... 132
Tabel 4.110 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 64 kg di posisi D (Siklus Pergi) ... 135
Tabel 4.111 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 64 kg di posisi D (Siklus Pulang) ... 135
Tabel 4.112 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 64 kg di posisi D (Siklus Pergi)... 135
Tabel 4.113 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 64 kg di posisi D (Siklus Pulang) ... 136
Tabel 4.114 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 64 kg di posisi D (Siklus Pergi) ... 136
Tabel 4.115 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 64 kg di posisi D (Siklus Pulang) ... 136
Tabel 4.116 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 80 kg di posisi D (Siklus Pergi) ... 139
Tabel 4.117 Penurunan rel pada tanah pasir akibat beban 80 kg di posisi D (Siklus Pulang) ... 139
Tabel 4.118 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 80 kg di posisi D (Siklus Pergi)... 139
Tabel 4.119 Penurunan rel pada tanah lunak tanpa perkuatan akibat beban 80 kg di posisi D (Siklus Pulang) ... 140
Tabel 4.120 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 80 kg di posisi D (Siklus Pergi) ... 140
Tabel 4.121 Penurunan rel pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk akibat beban 80 kg di posisi D (Siklus Pulang) ... 140
Tabel 4.122 Hubungan beban dan besar penurunan maksimum pada posisi A ... 143
Tabel 4.123 Hubungan beban dan besar penurunan maksimum pada posisi B ... 146
Tabel 4.124 Hubungan beban dan besar penurunan maksimum pada posisi C ... 148
Tabel 4.125 Hubungan beban dan besar penurunan maksimum pada posisi D ... 151
commit to user
xxi
Tabel 4.127 Sifat-sifat material untuk goesintetik ... 154 Tabel 4.128 Sifat-sifat material untuk tanah lunak, pasir, ballast, dan cerucuk ... 155 Tabel 4.129 Hubungan beban dan besar penurunan maksimum hasil PLAXIS 3D
FOUNDATION v 1.6 pada posisi A ... 158 Tabel 4.130 Hubungan beban dan besar penurunan maksimum hasil PLAXIS 3D
FOUNDATION v 1.6 pada posisi B ... 161 Tabel 4.131 Hubungan beban dan besar penurunan maksimum hasil PLAXIS 3D
FOUNDATION v 1.6 pada posisi C ... 164 Tabel 4.132 Hubungan beban dan besar penurunan maksimum hasil PLAXIS 3D
FOUNDATION v 1.6 pada posisi D ... 167 Tabel 4.133 Perbandingan penurunan maksimum pada tanah pasir dari uji
pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v1.6 ... 168 Tabel 4.134 Perbandingan penurunan maksimum pada tanah lunak tanpa perkuatan
dari uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D
FOUNDATION v 1.6 ... 172 Tabel 4.135 Perbandingan penurunan maksimum pada tanah lunak dengan perkuatan
geosintetik dan cerucuk dari uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 ... 176
commit to user
xxii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tekanan pada lapisan tanah dasar (Chopra, 2009)... 6
Gambar 2.2 Penampang melintang jalan rel (PJKA, 1986) ... 10
Gambar 2.3 Hubungan antara tekanan pada tanah dasar dengan CBR tanah dasar dan mud pumping (Utomo, 2010) ... 13
Gambar 2.4 Kurva berat isi kering dan kadar air untuk beberapa kondisi tanah (Utomo, 2010) ... 14
Gambar 2.5 Hubungan antara γd dengan LL, PL, dan IP (Utomo, 2010) ... 14
Gambar 2.6 Hubungan antara kadar air dengan LL, PL, dan IP (Utomo, 2010) .... 15
Gambar 2.7 Hubungan antara kadar air dengan nilai CBR soaked, CBR unsoaked, nilai swelling, dan γd (Utomo, 2010) ... 15
Gambar 2.8 Efek pumping dan fungsi separasi (PT. Geoforce Indonesia) ... 17
Gambar 2.9 Diskretisasi elemen (Pramugani & Setiawan, 2007)... 20
Gambar 2.10 Model Material Mohr – Coulomb (Brinkgreve et al., 2006) ... 22
Gambar 2.11 Kurva Tegangan Regangan Mohr-Coulomb (Brinkgreve et al., 2006) ... 23
Gambar 2.12 Tiga dimensi permukaan Model Mohr-Coulomb (Brinkgreve et al., 2006) ... 25
Gambar 3.1 Satu unit box uji baja ... 34
Gambar 3.2 Sketsa potongan melintang set up pembebanan pada media tanah pasir ... 34
Gambar 3.3 Sketsa potongan melintang set up pembebanan pada media tanah lunak tanpa perkuatan ... 35
Gambar 3.4 Sketsa potongan melintang set up pembebanan pada media tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk... 35
Gambar 3.5 Detail set up pembebanan pada pada media tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk ... 36
Gambar 3.6 Dial gauge ... 36
Gambar 3.7 Nivo ... 36
Gambar 3.8 Slotted weights ... 37
Gambar 3.9 Model geosintetik ... 38
commit to user
xxiii
Gambar 3.11 Penjemuran tanah di bawah sinar matahari ... 40
Gambar 3.12 Penghancuran tanah dengan soil crusher ... 41
Gambar 3.13 Penyaringan tanah dengan ayakan No. 4 ... 41
Gambar 3.14 Pencampuran tanah dengan air... 42
Gambar 3.15 Pemadatan tanah dengan alat pemadat ... 42
Gambar 3.16 Pengujian kepadatan tanah dengan alat CBR... 43
Gambar 3.17 Penghamparan ballast di atas media tanah ... 44
Gambar 3.18 Pengujian kepadatan ballast dengan alat uji CBR ... 44
Gambar 3.19 Potongan melintang strukur rel kereta api skala tereduksi (dalam cm) ... 45
Gambar 3.20a Perletakan dial dan posisi pembebanan pada model rel ... 46
Gambar 3.20b Rangkaian tereduksi struktur rel kereta api ... 46
Gambar 3.21 Pemasangan boogie di atas struktur rel kereta api ... 47
Gambar 3.22 Pemasangan beban di atas model struktur rel kereta api... 48
Gambar 3.23a Pembebanan dan pembacaan dial saat beban di posisi A ... 48
Gambar 3.23b Pembebanan dan pembacaan dial saat beban di posisi B ... 48
Gambar 3.23c Pembebanan dan pembacaan dial saat beban di posisi C ... 48
Gambar 3.23d Pembebanan dan pembacaan dial saat beban di posisi D ... 48
Gambar 3.24 General settings (Project) ... 50
Gambar 3.25 General settings (Dimensions) ... 50
Gambar 3.26 Kontur geometri ... 51
Gambar 3.27a Set data material tanah umum ... 52
Gambar 3.27b Set data material tanah parameter ... 52
Gambar 3.28 Set data material Beams ... 53
Gambar 3.29 Set data material Floors ... 53
Gambar 3.30 Pembuatan jaring-jaring elemen 2D... 54
Gambar 3.31 Pembuatan jaring-jaring elemen 3D... 54
Gambar 3.32 Dialog box fase perhitungan ... 55
Gambar 3.33 Proses perhitungan ... 55
Gambar 3.34 Deformed mesh... 56
Gambar 3.35 Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum dari hasil uji pembebanan laboratorium ... 57
commit to user
xxiv
Gambar 4.1 Tampak samping set up posisi pembebanan ... 60
Gambar 4.2 Grafik penurunan rel akibat beban 16 kg pada posisi A
(Siklus Pergi) ... 61
Gambar 4.3 Grafik penurunan rel akibat beban 16 kg pada posisi A
(Siklus Pulang) ... 62
Gambar 4.4 Grafik penurunan rel akibat beban 32 kg pada posisi A
(Siklus Pergi) ... 65
Gambar 4.5 Grafik penurunan rel akibat beban 32 kg pada posisi A
(Siklus Pulang) ... 66
Gambar 4.6 Grafik penurunan rel akibat beban 48 kg pada posisi A
(Siklus pergi) ... 69
Gambar 4.7 Grafik penurunan rel akibat beban 48 kg pada posisi A
(Siklus pulang) ... 70
Gambar 4.8 Grafik penurunan rel akibat beban 64 kg pada posisi A
(Siklus pergi) ... 73
Gambar 4.9 Grafik penurunan rel akibat beban 64 kg pada posisi A
(Siklus pulang) ... 74
Gambar 4.10 Grafik penurunan rel akibat beban 80 kg pada posisi A
(Siklus pergi) ... 77
Gambar 4.11 Grafik penurunan rel akibat beban 80 kg pada posisi A
(Siklus pulang) ... 78
Gambar 4.12 Grafik penurunan rel akibat beban 16 kg pada posisi B
(Siklus pergi) ... 81
Gambar 4.13 Grafik penurunan rel akibat beban 16 kg pada posisi
(Siklus pulang) ... 82
Gambar 4.14 Grafik penurunan rel akibat beban 32 kg pada posisi B
(Siklus pergi) ... 85
Gambar 4.15 Grafik penurunan rel akibat beban 32 kg pada posisi B
(Siklus pulang) ... 86
Gambar 4.16 Grafik penurunan rel akibat beban 48 kg pada posisi B
(Siklus pergi) ... 89
Gambar 4.17 Grafik penurunan rel akibat beban 48 kg pada posisi B
commit to user
xxv
Gambar 4.18 Grafik penurunan rel akibat beban 64 kg pada posisi B
(Siklus pergi) ... 93
Gambar 4.19 Grafik penurunan rel akibat beban 64 kg pada posisi B
(Siklus pulang) ... 94
Gambar 4.20 Grafik penurunan rel akibat beban 80 kg pada posisi B
(Siklus pergi) ... 97
Gambar 4.21 Grafik penurunan rel akibat beban 80 kg pada posisi B
(Siklus pulang) ... 98
Gambar 4.22 Grafik penurunan rel akibat beban 16 kg pada posisi C
(Siklus pergi) ... 101
Gambar 4.23 Grafik penurunan rel akibat beban 16 kg pada posisi C
(Siklus pulang) ... 102
Gambar 4.24 Grafik penurunan rel akibat beban 32 kg pada posisi C
(Siklus pergi) ... 105
Gambar 4.25 Grafik penurunan rel akibat beban 32 kg pada posisi C
(Siklus pulang) ... 106
Gambar 4.26 Grafik penurunan rel akibat beban 48 kg pada posisi C
(Siklus pergi) ... 109
Gambar 4.27 Grafik penurunan rel akibat beban 48 kg pada posisi C
(Siklus pulang) ... 110
Gambar 4.28 Grafik penurunan rel akibat beban 64 kg pada posisi C
(Siklus pergi) ... 113
Gambar 4.29 Grafik penurunan rel akibat beban 64 kg pada posisi C
(Siklus pulang) ... 114
Gambar 4.30 Grafik penurunan rel akibat beban 80 kg pada posisi C
(Siklus pergi) ... 117
Gambar 4.31 Grafik penurunan rel akibat beban 80 kg pada posisi C
(Siklus pulang) ... 118
Gambar 4.32 Grafik penurunan rel akibat beban 16 kg pada posisi D
(Siklus pergi) ... 121
Gambar 4.33 Grafik penurunan rel akibat beban 16 kg pada posisi D
commit to user
xxvi
Gambar 4.34 Grafik penurunan rel akibat beban 32 kg pada posisi D
(Siklus pergi) ... 125
Gambar 4.35 Grafik penurunan rel akibat beban 32 kg pada posisi D
(Siklus pulang) ... 126
Gambar 4.36 Grafik penurunan rel akibat beban 48 kg pada posisi D
(Siklus pergi) ... 129
Gambar 4.37 Grafik penurunan rel akibat beban 48 kg pada posisi D
(Siklus pulang) ... 130
Gambar 4.38 Grafik penurunan rel akibat beban 64 kg pada posisi D
(Siklus pergi) ... 133
Gambar 4.39 Grafik penurunan rel akibat beban 64 kg pada posisi D
(Siklus pulang) ... 134
Gambar 4.40 Grafik penurunan rel akibat beban 80 kg pada posisi D
(Siklus pergi) ... 137
Gambar 4.41 Grafik penurunan rel akibat beban 80 kg pada posisi D
(Siklus pulang) ... 138
Gambar 4.42 Grafik perbandingan penurunan maksimum struktur rel pada
posisi A ... 142
Gambar 4.43 Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum
posisi A ... 143
Gambar 4.44 Grafik perbandingan penurunan maksimum struktur rel pada
posisi B ... 145
Gambar 4.45 Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum
posisi B ... 146 Gambar 4.46 Grafik perbandingan penurunan maksimum struktur rel pada
posisi C ... 147 Gambar 4.47 Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum
posisi C ... 148 Gambar 4.48 Grafik perbandingan penurunan maksimum struktur rel pada
posisi D ... 150 Gambar 4.49 Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum
commit to user
xxvii
Gambar 4.50a Model geometri pada PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk ... 153 Gambar 4.50b Model geometri pada PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 tanah lunak
tanpa perkuatan ... 153 Gambar 4.50c Model geometri pada PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6
tanah pasir ... 153
Gambar 4.51 Grafik perbandingan penurunan di posisi A pada tiap variasi tanah
dasar dari hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 ... 157 Gambar 4.52 Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum
PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada posisi A ... 158 Gambar 4.53 Grafik perbandingan penurunan di posisi B pada tiap variasi tanah
dasar dari hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 ... 160 Gambar 4.54 Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum
PLAXIS 3D FOUNDATION pada posisi B ... 161 Gambar 4.55 Grafik perbandingan penurunan di posisi C pada tiap variasi tanah
dasar dari hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 ... 163
Gambar 4.56 Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum
PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada posisi C ... 164
Gambar 4.57 Grafik perbandingan penurunan di posisi D pada tiap variasi tanah
dasar dari hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 ... 166
Gambar 4.58 Grafik hubungan antara beban dengan penurunan maksimum
PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada posisi D ... 167
Gambar 4.59 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D
FOUNDATION v 1.6 pada tanah pasir di posisi A ... 169 Gambar 4.60 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D
FOUNDATION v 1.6 pada tanah pasir di posisi B ... 169 Gambar 4.61 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D
FOUNDATION v 1.6 pada tanah pasir di posisi C ... 169 Gambar 4.62 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D
FOUNDATION v 1.6 pada tanah pasir di posisi D ... 169 Gambar 4.63a Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium
dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah pasir posisi A ... 171
commit to user
xxviii
Gambar 4.63b Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah pasir posisi B ... 171 Gambar 4.63c Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium
dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah pasir posisi C ... 171 Gambar 4.63d Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium
dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 pada tanah pasir posisi D ... 171
Gambar 4.64 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D
FOUNDATION v 1.6 pada tanah lunak tanpa perkuatan di posisi A ... 173
Gambar 4.65 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D
FOUNDATION v 1.6 pada tanah lunak tanpa perkuatan di posisi B ... 173
Gambar 4.66 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D
FOUNDATION v 1.6 pada tanah lunak tanpa perkuatan di posisi C ... 173
Gambar 4.67 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D
FOUNDATION v 1.6 pada tanah lunak tanpa perkuatan di posisi D ... 173 Gambar 4.68a Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium
dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v1.6 pada tanah lunak tanpa perkuatan posisi A. ... 175 Gambar 4.68b Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium
dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v1.6 pada tanah lunak tanpa perkuatan posisi B. ... 175 Gambar 4.68c Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium
dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v1.6 pada tanah lunak tanpa perkuatan posisi C. ... 175 Gambar 4.68d Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium
dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v1.6 pada tanah lunak tanpa perkuatan posisi D. ... 175
commit to user
xxix
Gambar 4.69 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D
FOUNDATION v 1.6 pada tanah lunak dengan perkuatan di posisi A ... 177
Gambar 4.70 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D
FOUNDATION v 1.6 pada tanah lunak dengan perkuatan di posisi B ... 177
Gambar 4.71 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D
FOUNDATION v 1.6 pada tanah lunak dengan perkuatan di posisi C ... 177
Gambar 4.72 Perbandingan penurunan uji laboratorium dan hasil PLAXIS 3D
FOUNDATION v 1.6 pada tanah lunak dengan perkuatan di posisi D ... 177 Gambar 4.73a Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium
dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v1.6 pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk posisi A. ... 179 Gambar 4.73b Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium
dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v1.6 pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk posisi B. ... 179 Gambar 4.73c Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium
dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v1.6 pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk posisi C. ... 179 Gambar 4.73d Perbandingan penurunan hasil uji pembebanan model laboratorium
dengan PLAXIS 3D FOUNDATION v1.6 pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk posisi D. ... 179
commit to user
xxx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Data Hasil Penelitian Pendahuluan• Moisture Content Test • Bulk Density Test • Atterberg Limmit
• Grain Size Analysis Test • Triaksial Test
• Unconfined Compression Test • Standart Proctor Test
• California Bearing Ratio
Lampiran B Data Hasil Penelitian utama
• Uji Pembebanan Statis Repetitif
• Hasil analisis program PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6
commit to user
xxxi
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL
A : Luasan (m2)
{ }
B : Matrik tranformasi regangan{ }
C : Matrik tranformasi teganganc : Kohesi tanah (kg/cm2)
'
c : Kohesi efektif (kN/m2)
{ }
d : Matrik perpindahanE : Modulus elastisitas tanah (kN/m2)
{ }
E : Modulus elastisitas[ ]
K : Matrik kekakuan[ ]
k : Matrik properti elemenLL : Batas cair, %
[ ]
N : Matrik InterpolasiPI : Indeks plastisitas, %
PL : Batas plastis, %
q : Tekanan pada dasar pondasi (kN/m2)
{ }
R : Global nodal force vector{ }
r : Global nodal displacement vectorSu : kohesi tak terdrainase
[ ]
T : Matrik transformasiU : Formulasi energi regangan
)
,
( z
r
u
: Fungsi perpindahan elemen segitigaν : Rasio poisson (-)
z y
x, , : Koordinat elemen isoparametrik
{ }
ε : Matrik regangan{ }
σ : Matrik teganganλ : Plastic multiplier
ε : Regangan (m)
commit to user
xxxii
φ : Sudut geser dalam efektif ( o)
'
σ : Tegangan efektif (kN)
γ : Berat volume tanah (gram/cm3)
γb : Bulk Density (gram/cm3)
γd : Berat volume tanah kering (gram/cm3)
commit to user
vi
ABSTRAK
ANJAR WIDO WICAKSONO, 2012. PERILAKU MODEL TEREDUKSI
STRUKTUR REL KERETA API DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK
DAN CERUCUK KAYU DI BAWAH BALLAST DENGAN ANALISIS PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Struktur rel kereta api merupakan prasarana utama dalam industri perkeretaapian. Oleh karena itu, perlu dijaga keamanan dan kenyamanannya untuk mengurangi tingkat kecelakaan seperti anjloknya kereta api. Hal tersebut mungkin terjadi apabila struktur rel tersebut berada di atas tanah lunak. Rendahnya daya dukung dari tanah lunak menjadi salah satu penyebab rusaknya struktur rel tersebut. Pemanfaatan geosintetik dan cerucuk adalah salah satu solusi untuk menanggulangi hal tersebut. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perilaku struktur rel kereta api di atas tanah lunak dengan memanfaatkan geosintetik dan cerucuk ditinjau dari besar penurunan yang terjadi.
Penelitian ini merupakan penelitian skala kecil uji model laboratorium dengan uji pembebanan statis repetitif (perulangan tiap titik pemberhentian) terhadap model struktur rel kereta api tereduksi. Hasilnya kemudian dikontrol dengan simulasi program PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada semua posisi pembebanan, tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk mampu mengurangi penurunan sebesar 51,42% - 70,989% dibandingkan tanah lunak tanpa perkuatan. Bila dibanding dengan pasir, mampu mengurangi penurunan sebesar 20,746% - 21,46% di posisi ujung. Sedang di posisi tengah, mempunyai selisih penurunan sebesar 19,745% - 24,32%. Dari hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6, tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk mampu mengurangi penurunan
sebesar 56,563% - 62,81% dibandingkan tanah lunak tanpa perkuatan, dan lebih
kecil 27,834% - 36,582% dari tanah pasir. Sementara hasil validasi dengan program tersebut menunjukkan nilai penurunan di bawah beban mempunyai selisih hingga mencapai 38,43% pada tanah dasar pasir, 58,41% pada tanah lunak tanpa perkuatan dan 47,54% pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk. Pembebanan secara berulang (siklus pulang-pergi) membuat kondisi tanah dasar cenderung kurang stabil.
commit to user
vii
ABSTRACT
ANJAR WIDO WICAKSONO, 2012. REDUCED MODEL BEHAVIOUR OF
RAILWAY STRUCTURE REINFORCED BY GEOSYNTHETIC AND WOODEN-PILES UNDER BALLAST WITH PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 ANALYSIS. Final Task. Civil Engineering Department of Engineering
Faculty of Sebelas Maret University.
Railway structures is main infastructure in railways industry. Therefore, safety and comfort should be maintained to reduced accident rate. This condition may occured if the railway structure located on soft soil. The low bearing capacity of soft soil can be one of damage’s reasons of the rail structure. The use of Geosynthetic and wooden-piles is one of the solutions to solve it. The purpose of this study was to analyze the structural behavior of the railroad tracks on the soft soil by using geosynthetic and wooden-piles based on vertical displacement. This research is a small-scale model test laboratory with repetitive static loading test (looping each point of discharge) towards the reduced model of the railway structure. The results were then controlled with the simulation of PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 program.
The results of this study indicate that in all loading position, the soft soil reinforced by geosynthetic and wooden-piles is able to reduce the displacement about 51,42% - 70,989% over soft soil without reinforcement. If compared with sand, able to reduce the displacement about 20,746% - 21,46% at the end position. At middle position, the displacement has difference about 19,745% - 24,32%. From the results of PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6, the soft soil with geosynthetic and wooden-piles reinforcement able to reduce the displacement in the amount of 56,563% - 62,81% than the soft soil without reinforcement, and smaller than sand at about 27,834% - 36,582%. While the validation result of the program showed that the value of the displacement under the loads has a difference up to 38.43% on the sand, 58.41% on soft soil without reinforcement and 47.54% on the soft soil with geosynthetic and wooden-piles reinforcement. The repeated loading (round-trip cycle) makes subgrade tend to be less stable. Keywords: soft soil, sand, Geosynthetic, wooden-pile, displacement, repetitive
commit to user 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara dengan pertumbuhan penduduk yang pesat. Hal itu mendorong pergerakan manusia yang sangat pesat pula. Untuk menunjang pergerakan manusia itu sangat diperlukan moda transportasi massal yang aman, cepat, dan nyaman. Kereta api nampaknya menjadi salah satu pilihan moda transportasi yang dapat memenuhi faktor-faktor tersebut. Hal itu ditandai dengan semakin padatnya lalu lintas darat melalui jalan rel.
Struktur rel kereta api merupakan hal yang perlu diperhatikan seiring dengan padatnya transportasi yang melalui jalan rel. Struktur rel kereta yang kuat dan dapat menahan beban yang besar akan mendukung kinerja dari kereta api secara optimal.
Namun hal itu semua bukanlah tanpa masalah, struktur rel kereta yang berada di atas tanah lunak menimbulkan berbagai kendala. Permasalahan yang sering timbul pada tanah lunak adalah rendahnya daya dukung tanah, sehingga dikhawatirkan tanah tidak mampu menahan beban yang besar akibat dari pergerakan kereta api secara berulang-ulang. Selain itu tanah lunak juga mempunyai potensi mengalami penurunan yang cukup besar, dimana hal tersebut dapat mengakibatkan rel kereta api “anjlok”.
Upaya yang diyakini mampu untuk menangani hal tersebut adalah perkuatan struktur rel. Perkuatan struktur tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan geosintetik, tiang cerucuk, dan lain-lain. Tiang cerucuk adalah salah satu jenis pondasi yang terbuat dari kayu. Pemasangannya pun tidak perlu mencapai lapisan tanah keras (pondasi mengapung). Daya dukung pondasi ini umumnya berasal dari gaya gesek antara sisi tiang cerucuk dengan tanah. Keunggulan yang lain dari tiang
commit to user
cerucuk adalah biaya yang murah, mudah didapat, dan pelaksanaannya sederhana. Geosintetik adalah suatu produk buatan pabrik dari bahan polymer yang digunakan dalam sistem atau struktur yang berhubungan dengan tanah, batuan, atau bahan rekayasa geoteknik lainnya. Dengan menggabungkan antara geosintetik sebagai separator dan tiang cerucuk sebagai pondasi mengapung, diharapkan dapat menanggulangi permasalahan-permasalahan tersebut.
Berdasar permasalahan yang ada dan solusi yang dapat digunakan sangat menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana tiang cerucuk dapat digunakan untuk mengatasi masalah penurunan rel kereta api yang ada di Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbandingan penurunan struktur rel kereta api (dengan variasi
beban) pada tanah pasir, tanah lunak tanpa perkuatan dan tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk berdasarkan pengamatan fisik di laboratorium.
2. Bagaimana perbandingan penurunan struktur rel kereta api (dengan variasi
beban) pada tanah pasir, tanah lunak tanpa perkuatan dan tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk berdasarkan hasil simulasi program PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6.
3. Bagaimana selisih dan perbandingan penurunan struktur rel kereta api yang
terjadi pada pengamatan fisik laboratorium dengan hasil simulasi program PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6.
commit to user
1.3
Tujuan Penelitian
1. Membandingkan penurunan struktur rel kereta api model tereduksi pada tanah
pasir, tanah lunak tanpa perkuatan dan tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk berdasarkan pengamatan fisik di laboratorium.
2. Membandingkan penurunan struktur rel kereta api model tereduksi pada tanah
pasir, tanah lunak tanpa perkuatan dan tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan cerucuk berdasarkan hasil simulasi program PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6.
3. Mengontrol penurunan rel kereta api yang terjadi pada pengamatan fisik
laboratorium dengan hasil simulasi program PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6.
1.4
Batasan Masalah
Untuk memfokuskan agar penelitian dapat terarah, maka perlu batasan-batasan masalah, antara lain :
1. Penelitian yang dilakukan berupa permodelan di laboratorium Mekanika Tanah
UNS.
2. Sistem struktur rel kereta api digunakan dengan model tereduksi dari ukuran
yang sebenarnya dan tanpa memperhitungkan mutu material aslinya.
3. Tanah yang digunakan adalah tanah baik (pasir) dan tanah bermasalah / lunak
(lempung).
4. Sampel tanah dimasukkan ke dalam bak terbuat dari plat baja yang berukuran
100 cm × 100 cm × 60 cm.
5. Tinggi tanah dalam bak pengujian adalah 50 cm.
6. Geosintetik yang digunakan menyerupai bahan geotekstil yang terbuat dari
commit to user
7. Tiang cerucuk yang digunakan berbentuk silinder pejal dan terbuat dari kayu
dengan diameter 1 cm dan panjang 25 cm dipasang di bawah ballast.
8. Beban yang diberikan berupa beban statis yang dipindahkan dengan perulangan
tertentu (static repetitive).
9. Pembebanan dilakukan pada empat posisi di sepanjang rel.
10. Bak pengujian dianggap sudah terbebas dari bidang runtuh akibat pembebanan.
11. Kecepatan kereta api diabaikan.
1.5
Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat pada penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknik Sipil terutama pengaruh
perkuatan rel kereta api dengan geosintetik dan tiang cerucuk.
b. Mengetahui perilaku sistem rel kereta api di atas subgrade tanah lunak dengan
perkuatan geosintetik dan tiang cerucuk.
2. Manfaat Praktis
Pemanfaatan PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 untuk menganalisis permasalahan geosintetik dan tiang cerucuk pada perkuatan struktur rel kereta api dalam perencanaan di lapangan.
commit to user 5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di rel. Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun antarnegara. (Undang-Undang Perkeretaapian, 2007)
Struktur jalan rel konvensional atau Teknologi Adhesi Dua Rel terdiri atas struktur bangunan atas / superstructure dan struktur bangunan bawah / substructure. Struktur bangunan atas terdiri atas komponen-komponen rel (rail), bantalan (sleeper/ties), penambat rel (fastening). Struktur bangunan bawah dengan komponen-komponen balas (ballast), subbalas (subballast), tanah dasar (improved subgrade) dan tanah asli
(subgrade) (Utomo, 2010).
Holm (2002), Mengatakan bahwa material ballast yang dibebani berulang-ulang (siklik) pada tegangan cukup tinggi, material akan terdegradasi, sebagai contoh setiap siklus pembebanan akan mengurangi modulusnya menjadi kecil. Hal ini akan menyebabkan masalah stabilitas di tanah dasar dan struktur rel.
commit to user
Tekanan maksimum pada formasi ballast bagian bawah dengan desain yang baik
tidak boleh melebihi 0,3 MN/m2 atau 3 kg/cm2, sedangkan pada sub-soil (subgrade)
tidak boleh melebihi 0,1 MN/m2 atau 1 kg/cm2 seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.
(Chopra, 2009)
Gambar 2.1 Tekanan pada lapisan tanah dasar (Chopra, 2009)
Subgrade yang terdiri dari tanah berlempung, total ketebalan ballast dan sub-ballast
dapat digunakan sesuai dengan Design Chart (diambil dari ORE D-71, RP12) untuk
axle load berbeda dan batas kekuatan tanah. Batas tekan dari tanah dapat diasumsikan
sebesar 45% dari UCC-strenght. Untuk subgrade yang terdiri dari selain tanah berlempung, ketebalan konstruksi direncanakan berdasar dari Modulus Elastisitas, sebagai contoh Nilai E dari subgrade, seperti pada European Railways. Kasus
subgrade kohesif dengan muatan penumpang dan barang, diperlukan selimut dari
material berbutir kasar dengan ketebalan sekitar 100 cm sebagai batas minimal (RDSO, 1993).
Berdasarkan fungsinya dalam struktur rel kereta api, tanah dasar (subgrade) sebagai pondasi harus mampu menopang gaya-gaya yang ditimbulkan akibat beban di atasnya. Apabila tanah dasar merupakan tanah lunak, maka tanah tersebut memerlukan perkuatan agar mampu menahan beban tersebut (Utomo, 2010).
commit to user
Nugroho (2011), dalam sebuah penelitiannya menyebutkan bahwa perkuatan struktur rel pada tanah lunak dengan geosintetik di bawah ballast dapat meningkatkan kapasitas dukung tanah. Penelitian tersebut membandingkan kapasitas dukung ijin pada tiga tipe tanah yaitu tanah lunak tanpa perkuatan, tanah lunak dengan perkuatan geosintetik, dan tanah pasir. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan kapasitas
dukung ijin pasir yang paling tinggi yaitu qijin = 614,644 kN/m2, tanah lunak dengan
perkuatan geosintetik qijin = 360,811 kN/m2, tanah lunak tanpa perkuatan qijin =
214,601 kN/m2.
Teknik stabilisasi untuk tanah lunak yang sedang berkembang pada saat ini adalah perkuatan dengan tiang cerucuk. Sebenarnya pemanfaatan tiang cerucuk telah dimulai sejak lama, tetapi pada awalnya hanya terbatas untuk bangunan rumah sederhana saja. Teknik perkuatan dengan menggunakan tiang cerucuk (short-piles) berfungsi untuk meningkatkan daya dukung tanah dan menyebarkan tegangan ke lapisan tanah yang lebih dalam. (Pd T-11-2005-B)
Irsyam dan Krisnanto (2008) meneliti tentang perkuatan tanah dasar menggunakan cerucuk matras bambu di lokasi Tambak Oso, Surabaya. Sistem ini diajukan sebagai alternatif terhadap rancangan awal tersebut. Sistem cerucuk matras bambu merupakan sistem perkuatan tanah dasar yang mengkombinasikan cerucuk bambu dan matras bambu untuk memikul timbunan badan jalan. Sistem ini memanfaatkan perilaku cerucuk bambu sebagai pondasi, matras bambu untuk meratakan beban timbunan dan gaya apung bambu untuk menambah daya dukung terhadap beban timbunan.
Abdillah (2011), mengemukakan hasil penelitian tentang perkuatan bantalan rel kereta api menggunakan cerucuk kayu, dengan membandingkan uji pembebanan model tereduksi pada semua posisi pada tanah lunak tanpa perkuatan, tanah lunak dengan perkuatan cerucuk kayu, dan tanah pasir yang dianggap sebagai tanah baik. Didapatkan hasil bahwa perilaku rel kereta api di atas tanah lunak dengan perkuatan cerucuk menunjukkan penurunan paling kecil. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
commit to user
penurunan lebih kecil hingga 60,392 % dibanding pada tanah lunak tanpa perkuatan dan lebih kecil hingga 36,657 % dibanding pada tanah pasir.
Suhendra (2007) memaparkan mengenai tinjauan bahwa penggunaan program Plaxis sebagai sarana analisis konstruksi timbunan pada tanah gambut dengan perkuatan cerucuk kayu. Cerucuk kayu dianalogikan sebagai elemen pegas melalui node to node
anchor.
2.2
Dasar Teori
2.2.1 Struktur Rel Kereta Api
Keberadaan struktur rel kereta api memang tidak dapat dipisahkan dari transportasi kereta api. Dalam keputusan Menteri Perhubungan Tahun 2000 (KM 52 Th. 2000) disebutkan bahwa jalan rel adalah satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton, atau konstruksi lain yang terletak di permukaan, di bawah, dan di atas tanah atau bergantung beserta perangkatnya yang mengarahkan jalannya kereta api. Seluruh jalan rel yang ada di Indonesia diklasifikasikan ke menjadi 5 jenis berdasar persyaratan tertentu yang dijelaskan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Kelas jalan rel Indonesia (PJKA, 1986)
commit to user
Struktur rel kereta api terdiri dari dua bagian, yaitu struktur atas (superstructure) dan struktur bawah (substructure). Struktur atas merupakan konstruksi rel kereta api bagian atas yang menerima beban langsung dari kereta api. Beban tersebut kemudian didistribusikan kepada struktur bawah. Bagian struktur atas antara lain rel itu sendiri, bantalan (sleeper), penambat (fastener), dan ballast, sedangkan struktur bawahnya berupa lapisan tanah subgrade. Beberapa hal mengenai struktur rel baik superstructure dan substructure antara lain :
2.2.1.1Beban gandar
Di Indonesia, satu lokomotif biasanya terdiri dari 2 boogie dengan masing-masing
boogie terdiri atas 2 sampai 3 gandar. Beban gandar direncanakan menahan beban
sebesar 18 ton agar efisien dan efektif dalam pengangkutan, baik penumpang maupun barang.
2.2.1.2Lebar sepur
Lebar sepur (rail gauge) adalah jarak terpendek antara kedua sisi dalam kepala rel. Lebar sepur yang biasa dipakai di Indonesia adalah 1067 mm yang diukur pada daerah 0-14 mm di bawah permukaan kepala rel paling atas.
2.2.1.3Penampang melintang
Penampang melintang jalan rel adalah potongan pada jalan rel, dengan arah tegak lurus sumbu jalan rel, di mana terlihat bagian-bagian dan ukuran-ukuran jalan rel dalam arah melintang. Ukuran-ukuran penampang melintang jalan rel berjalur tunggal tercantum pada Tabel 2.2. Pada tempat-tempat khusus, seperti di perlintasan, penampang melintang dapat disesuaikan dengan keadaan setempat.
commit to user
Gambar 2.2 Penampang melintang jalan rel pada bagian lurus (PJKA, 1986)
Tabel 2.2 Penampang melintang jalan rel (PJKA, 1986)
2.2.1.4Bantalan
Berdasarkan Peraturan Dinas no. 10 tentang Perencanaan Konstruksi Jalan Rel, bantalan merupakan bagian dari struktur kereta api yang berfungsi meneruskan beban dari rel ke ballast, menahan lebar sepur, dan stabilitas ke arah luar jalan rel. Bantalan yang sering dipakai di Indonesia terdiri dari bantalan kayu dan beton. Penggunaan bantalan yang mudah adalah bantalan kayu, karena mudah dibentuk. Bantalan kayu yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
commit to user
• Pada jalan yang lurus bantalan kayu mempunyai ukuran :
Panjang (L) = 2000 mm
Tinggi (t) = 130 mm
Lebar (b) = 220 mm
• Mutu kayu yang dipergunakan untuk bantalan kayu harus memenuhi ketentuan
Peraturan Bahan Jalan Rel Indonesia (PBJRI)
• Bentuk penampang melintang bantalan kayu harus berupa empat persegi panjang
pada seluruh tubuh bantalan.
2.2.1.5Ballast
Lapisan ballast pada dasarnya adalah tersusun dari lapisan tanah dasar dan terletak di daerah yang mengalami konsentrasi tegangan yang terbesar akibat lalu lintas kereta pada jalan rel, oleh karena itu material pembentuknya harus sangat terpilih.
Fungsi Utama ballast adalah untuk:
• Meneruskan dan menyebarkan beban bantalan ke tanah dasar
• Mengokohkan kedudukan bantalan
• Meluruskan air sehingga tidak terjadi penggenangan air di sekitar bantalan rel.
Untuk menghemat biaya pembuatan jalan rel maka lapisan ballast dibagi menjadi dua, yaitu lapisan ballast atas dengan material pembentuk yang sangat baik dan lapisan alas bawah dengan material pembentuk yang tidak sebaik material pembentuk lapisan ballast atas.
Lapisan ballast atas terdiri dari batu pecah yang keras, dengan bersudut tajam (angular) dengan salah satu ukurannya antara 2-6 cm serta memenuhi syarat-syarat lain yang tercantum dalam peraturan bahan Jalan Rel Indonesia (PBJRI). Lapisan ini harus dapat meneruskan air dengan baik. Tabel 2.3 di bawah ini menunjukkan gradasi bahan yang diijinkan untuk digunakan sebagai bahan lapisan ballast atas, sedangkan Tabel 2.4 merupakan persyaratan gradasi bahan ballast bawah.
commit to user
Tabel 2.3 Gradasi Lapisan Ballast Atas (Utomo,2010)
Ukuran nominal (inci)
Persen lolos saringan Ukuran saringan (inci)
3 2,5 2 1,5 1 0,75 0,5 3/8
2,5 – 0,75 100 90-100 25-60 25-60 0-10 0-5
2 – 1 100 95-100 35-70 0-15 0-5
1,5 – 0,75 100 90-100 20-15 0-15 0-5
Keterangan : untuk jalan rel kelas I dan II digunakan ukuran minimal 2,5 – 0,75 inci
: untuk jalan rel kelas III digunakan ukuran minimal 1 inci
Tabel 2.4 Gradasi Lapisan Ballast Bawah (Utomo,2010)
Ukuran Saringan (inci) 2 1 3/8 No. 10 No. 40 No. 200
% Lolos (optimum) 100 95 67 38 21 7
1,5 – 0,75 100 90-100 50-84 26-50 12-30 0-10
2.2.1.6Tanah dasar (subgrade)
Merupakan bagian sub-structure rel kereta api yang berfungsi untuk menahan beban dari upper-structure. Bahan penyusunnya dapat berupa tanah asli yang berasal dari lokasi tersebut atau tanah urugan dari lokasi lain. Menurut ketentuan yang digunakan oleh PT. Kereta Api (persero) kuat dukung tanah dasar (dalam hal ini adalah nilai CBR) minimum ialah sebesar 8%. Tanah dasar yang harus memenuhi syarat minimum CBR 8% adalah tanah dasar setebal 30 cm. Tanah dasar harus mempunyai kemiringan ke arah luar sebesar 5% dan harus mencapai kepadatan 100% kepadatan kering maksimum. Tanah dasar erat hubungannya dengan penggunaan ballast. Jika lapisan ballast tidak kokoh dan mudah runtuh maka tanah dasar akan menerima beban yang lebih besar. Akibatnya, ballast akan menekan tanah dasar ke bawah. Jika proses ini terus terjadi, akan terjadi kantong ballast. Hal ini disebabkan juga karena
mud pumping (pemompaan lumpur / pertikel halus). Terjadinya kantong ballast akan
bertambah parah jika sering terjadi hujan. Untuk menghindari mud pumping, Japan
Railway Technical Service memberikan persyaratan yang harus dimiliki oleh tanah
commit to user
Gambar 2.3 Hubu
Jika struktur rel berada pada tanah timbunan, maka perlu dilakukan proses pemadatan tanah. Hasil pemadatan tanah sangat bergantung dari kadar air tanah, jenis tanah, besar energi alat pemadat. Pemadatan harus dilakukan pada saat w
kadar air dapat diambil sebesar ± 2% ke arah kiri dan kanan w sangat bergantung pada gradasi dan plastisitas tanah.
Hubungan antara tekanan pada tanah dasar dengan CBR tanah dasar dan mud pumping (Utomo, 2010)
Jika struktur rel berada pada tanah timbunan, maka perlu dilakukan proses pemadatan tanah. Hasil pemadatan tanah sangat bergantung dari kadar air tanah, jenis tanah, besar energi alat pemadat. Pemadatan harus dilakukan pada saat w
kadar air dapat diambil sebesar ± 2% ke arah kiri dan kanan w sangat bergantung pada gradasi dan plastisitas tanah.
gan antara tekanan pada tanah dasar dengan CBR tanah dasar
Jika struktur rel berada pada tanah timbunan, maka perlu dilakukan proses pemadatan tanah. Hasil pemadatan tanah sangat bergantung dari kadar air tanah, jenis tanah, dan
besar energi alat pemadat. Pemadatan harus dilakukan pada saat woptimum.. Toleransi
commit to user
Gambar 2.4 Kurva berat isi kering dan kadar air untuk beberapa kondisi tanah
Gambar 2.5 Hubungan antara
Kurva berat isi kering dan kadar air untuk beberapa kondisi tanah (Utomo, 2010)
Hubungan antara γd dengan LL, PL, dan IP (Utomo, 2010)
Kurva berat isi kering dan kadar air untuk beberapa kondisi tanah
commit to user
Gambar 2.6 Hubungan antara kadar air dengan LL, PL, dan IP
Sedangkan untuk jenis tanah
tanah, yaitu akan mengalami pengembangan maupun penyusutan. Oleh sebab itu, pelaksanaan pemadatan tanah disesuaikan dengan grafik berikut.
Gambar 2.7 Hubungan antara kadar air dengan nilai CBR
Hubungan antara kadar air dengan LL, PL, dan IP
Sedangkan untuk jenis tanah lempung, sangat sensitif terhadap perubahan kadar air tanah, yaitu akan mengalami pengembangan maupun penyusutan. Oleh sebab itu, pelaksanaan pemadatan tanah disesuaikan dengan grafik berikut.
Hubungan antara kadar air dengan nilai CBR soaked,
nilai swelling, dan γd (Utomo, 2010)
Hubungan antara kadar air dengan LL, PL, dan IP (Utomo, 2010)
lempung, sangat sensitif terhadap perubahan kadar air tanah, yaitu akan mengalami pengembangan maupun penyusutan. Oleh sebab itu,
commit to user
2.2.2 Tanah Lunak
Tanah lunak adalah tanah yang tidak stabil. Tanah ini mempunyai sifat kompresibilitas tinggi dan kekuatan yang rendah. Sifat-sifat tersebut menimbulkan penurunan yang besar dan lama, apalagi bila di atasnya diberikan beban yang besar dan berulang-ulang. Pada akhirnya akan mengakibatkan konstruksi menjadi tidak stabil akibat sifat-sifat yang ada pada tanah tersebut. Jenis tanah ini biasanya terdiri atas tanah yang sebagian besar mempunyai butiran-butiran yang sangat kecil, seperti lempung atau lanau. Sehingga, tanah ini memerlukan treatment khusus untuk mengatasi masalah tersebut.
Identifikasi tanah lunak dapat dilakukan di laboratorium maupun langsung di lapangan. Ciri-ciri dari tanah lunak menurut Sasanti (2008) antara lain mempunyai kadar air yang tinggi (≥ 40%), indeks plastisitas sedang-tinggi, (>20%), dan nilai Su < 25 kPa. Pengamatan langsung di lapangan terhadap tanah lunak dapat dilakukan dengan cara meremas tanah tersebut mengacu pada kuat geser tak terdrainasenya. Apabila keluar di antara jari tangan pada saat diremas atau mudah dibentuk dengan tangan, maka tanah tersebut merupakan tanah lunak. Tanah lunak juga dapat dilihat bedasarkan nilai N-SPT. Berikut adalah tabel yang menunjukkan penggolongan tanah berdasarkan nilai N-SPT :
Tabel 2.5 Penggolongan tanah berdasarkan N-SPT (Peck Hanson dan Thornburn, 1974) Soil Consistency N-SPT Very Soft 0-2 Soft 3-5 Medium 6-9 Stiff 10-16 Very Stiff 17-30 Hard >30
commit to user
2.2.3 Geosintetik
Geosintetik adalah suatu produk buatan pabrik dari bahan polymer yang digunakan dalam sistem atau struktur yang berhubungan dengan tanah, batuan, atau bahan rekayasa geoteknik lainnya.
Penurunan yang tidak seragam dari batuan ke tanah dasar akibat beban beban siklik kereta api, dapat mengurangi umur dari penyusun struktur rel dan kenyamanan penumpang. Penanganan masalah ini adalah dengan memasang geosintetik di bawah bagian ballast. (Hardiyatmo,2008)
Hardiyatmo (2008), menyebutkan bahwa geosintetik yang dipasang di bawah struktur rel mempunyai fungsi :
1. Memberikan tambahan kekuatan tanah dasar
2. Menyebarkan beban ke area yang lebih luas, sehingga mereduksi tegangan
3. Mereduksi regangan yang terjadi di dalam tanah dan menjaga tanah dasar agar
tidak retak akibat tarik.
4. Memberikan tambahan fasilitas filtrasi, permeabilitas searah bidang geosintetik.
5. Memberikan pemisah antara tanah dasar dan ballast.