• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBENTUK KARAKTER ANAK USIA DINI MELALUI TRI KAYA PARISUDHA. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEMBENTUK KARAKTER ANAK USIA DINI MELALUI TRI KAYA PARISUDHA. Abstrak"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017

35 MEMBENTUK KARAKTER ANAK USIA DINI MELALUI TRI

KAYA PARISUDHA

Oleh:

I Wayan Sugita

Fakultas Dharma Acharya

Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar E-mail: wayansugita2@gmail.com

Abstrak

Artikel ini menguraikan tentang pembentukan karakter anak sejak dini melalui ajaran tri kaya parisudha. Hindu memberikan guide line bagaimana pendidikan karakter itu diajarkan kepada anak, baik berupa content ajaran maupun metodenya. Tri kaya parisudha merupakan ajaran yang bersifat baku yang telah teruji sejak ribuan tahun guna membentuk karakter anak-anak bangsa. Prinsip etika terletak pada ajaran ini. Jika seseorang mampu berpikir, berkata dan berperilaku yang benar, maka apapun bentuk disiplin dan nilai-nilai moral yang ada tidak sulit untuk dilaksanakan. Guna mengajarkan tri kaya parisudha ini kepada anak untuk membentuk karakternya, peran orang tua sangat signifikan. Orang tua adalah gerbang pendidikan awal bagi anak. Jika orang tua memiliki pemahaman yang benar dan kemudian senantiasa menjalani kehidupannya sesuai dengan prinsip ini, maka perilaku kesehariannya akan bisa menjadi teladan bagi anaknya. Prinsip tri kaya parisudha kemudian secara alami akan terbangun pada diri anak, melalui pelajaran yang ditularkan oleh orang tuanya secara langsung.

Kata kunci: karakter, pendidikan, anak usia dini, tri kaya

parisudha.

IV. Pendahuluan

Pada awalnya, manusia itu lahir hanya membawa “personality” atau kepribadian. Secara umum kepribadian manusia ada 4 macam dan ada banyak sekali teori yang menggunakan istilah yang berbeda bahkan ada yang menggunakan warna, tetapi polanya tetap sama. Secara umum kepribadian manusia ada 4, yaitu :

Koleris : tipe ini bercirikan pribadi yang suka kemandirian,

tegas, berapi-api, suka tantangan, bos atas dirinya sendiri.

Sanguin : tipe ini bercirikan suka dengan hal praktis,

happy dan ceria selalu, suka kejutan, suka sekali dengan kegiatan social dan bersenang-senang.

▸ Baca selengkapnya: apa hubungan upaya mengendalikan sad ripu dengan tri kaya parisudha

(2)

SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017 36

Plegmatis : tipe ini bercirikan suka bekerjasama, menghindari konflik, tidak suka perubahan mendadak, teman bicara yang enak, menyukai hal yang pasti.

Melankolis : tipe ini bercirikan suka dengan hal detil,

menyimpan kemarahan, perfeksionis, suka instruksi yang jelas, kegiatan rutin sangat disukai.

Di atas ini adalah teori yang klasik dan sekarang teori ini banyak sekali berkembang, dan masih banyak digunakan sebagai alat tes sampai pengukuran potensi manusia. Kepribadian bukanlah karakter. Setiap orang punya kepribadian yang berbeda-beda. Nah dari ke 4 kepribadian tersebut, masing-masing kepribadian tersebut memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing. Misalnya tipe koleris identik dengan orang yang berbicara “kasar” dan terkadang tidak peduli, sanguin pribadi yang sering susah diajak untuk serius, plegmatis seringkali susah diajak melangkah yang pasti dan terkesan pasif, melankolis terjebak dengan dilema pribadi “iya” dimulut dan “tidak” dihati, serta cenderung perfeksionis dalam detil kehidupan serta inilah yang terkadang membuat orang lain cukup kerepotan.

Setiap manusia tidak bisa memilih kepribadiannya, kepribadian sudah hadiah dari sang pencipta saat manusia dilahirkan. Dan setiap orang yang memiliki kepribadian pasti ada kelemahannya dan kelebihannya di setiap aspek kehidupan sosial dan pribadi masing-masing. Saat setiap manusia belajar untuk mengatasi kelemahannya, memperbaiki kelemahannya, dan memunculkan kebiasaan positif yang baru maka inilah yang disebut dengan karakter. Misalnya, seorang koleris murni tetapi sangat santun dalam menyampaikan pendapat dan instruksi kepada sesamanya, seorang yang sanguin mampu membawa dirinya untuk bersikap serius dalam situasi yang membutuhkan ketenangan dan perhatian fokus. Itulah karakter. Pendidikan karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Dan itu adalah pilihan dari masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan perlu dibina sejak usia dini (http://www.pendidikan karakter.com/).

Karakter tidak bisa diwariskan, karakter tidak bisa dibeli, dan karakter tidak bisa ditukar. Karakter harus dibangun dan dikembangkan secara sadar, hari demi hari dengan melalui suatu proses yang tidak instan. Karakter bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah lagi seperti sidik jari. Oeh karena itu waktu yang tepat untuk memulai sebuah pendidikan karakter adalah sedini mungkin. Zaman dahulu pendidikan dimulai pada saat usia sekolah dasar, namun

(3)

SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017

37 sekarang sudah ada pendidikan pra sekolah untuk anak seperti

taman kanak – kanak (TK).

Seiring dengan bermunculannya sekolah PAUD, orang tua mulai banyak untuk mendaftarkan anaknya untuk bersekolah di sana. Pada awalnya mungkin sekolah PAUD hanya diminati oleh orang tua dengan keadaan finansial yang baik, namun sekarang sudah ada beberapa sekolah PAUD yang dibuka dengan biaya terjangkau. PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasiko pendidikan lebih lanjut. PAUD itu sendiri bertujuan untuk mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Berdasarkan pasal 28 UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PAUD dapat diselenggrakan melalui jalur pendidikan formal, non formal dan/atau informal.

PAUD jalur pendidikan formal diantaranya adalah TK (Taman Kanak-kanak), RA (Raudhatul Atfal) atau bentuk lain yang sederajat yang menggunakan program untuk anak usia 4 - ≤6 tahun. PAUD jalur pendidikan non formal diantaranya adalah TPA (Taman Penitipan Anak), atau bentuk lain yang sederajat yang menggunakan program untuk anak usia 0 - <2 tahun, 2 - <4 tahun, 4 - ≤6 tahun tahun dan program pengasuhan untuk anak usia 0 - ≤6 tahun, KB (Kelompok Bermain) dan bentuk lain yang sederajat menggunakan program untuk anak usia 2 - <4 tahun dan 4 - ≤6 tahun, sedangkan PAUD jalur informal adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarag atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Penyelenggraan PAUD sudah mempunyai standar yang disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga bisa memberikan pelayanan yang berkualitas (Amini, 2014).

Tujuan utama dari diselenggarakannya pendidikan anak usia dini adalah untuk membentuk anak yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa. Terdapat perbedaan antara anak yang medapatkan pendidikan anak usia dini dengan anak yang tidak mendapatkan pendidikan usia dini. Seorang anak yang diberikan pendidikan sejak usia dini pra sekolah yang bagus maka anak tersebut akan belajar menjadi pribadi yang mandiri, kuat bersosialisasi, percaya diri, punya rasa ingin tahu yang besar, bisa mengambil ide, mengembangkan ide, dan siap untuk

(4)

SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017 38

sekolah. Sedangkan anak yang tidak mendapatkan pendidikan anak usia dini akan cenderung lamban dalam menerima sesuatu. Pendidikan anak usia dini bukanlah sekedar jenjang pendidikan yang harus dilalui anak, namun lebih ditekankan kepada tujuannya untuk melatih adaptasi anak terhadap lingkungan yang akan dihadapi kelak.

Salah satu alasan para orang tua tidak memberikan pendidikan pra sekolah untuk anaknya adalah karena tidak mau anaknya kehilangan masa bermain. Padahal pendidikan pra sekolah anak bukanlah pendidikan yang “menyeramkan” seperti sekolah dimana anak harus dituntut ini itu. Pendidikan anak usia dini tetap memberi kebebasan anak untuk bermain, tapi bermain sambil belajar. Pendidikan anak usia dini penting karena di usia inilah anak bisa membentuk kesiapan dirinya menghadapi masa sekolah. Kepandaian kognitif, afektif dan psikomotor akan terbentuk dengan baik melalui pendidikan ini.

Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Dengan sumber daya manusia yang hebat maka terbentuklah bangsa yang kuat. Hebat tidaknya sumber daya manusia dipengaruhi oleh pendidikan yang diperolehnya. Kualitas pendidikan yang rendah mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Untuk memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas waktu yang paling tepat untuk membentuknya yaitu pada saat mereka masih kecil. Rendahnya kualitas calon siswa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan yang diberikan sebelum mereka memasuki jenjang sekolah. Belajar dari pengalaman negara maju, pembentukan kualitas sumber daya manusia dilakukan sejak usia dini. Sebagai contohnya adalah Negara Singapura dan Korea Selatan, hampir seluruh anak usia pra sekolah telah terlayani PAUD.

Dalam Hindu pendidikan karakter yang paling baik diberikan kepada anak usia dini adalah ajaran tri kaya parisudha.Anak sejak dini diajarkan selalu berbuat yang baik, berkata yang baik dan cara berpikir yang baik. Penanaman nilai-nilai moral ini sejak awal diharapkan akan mampu membentuk anak menjadi seseorang yang berkarakter kedepannya, mampu mensinergikan dan menselaraskan apa yang ia pikirkan, katakana dan kerjakan secara bersamaan. Jika generasi muda seperti ini bisa dibangun, maka niscaya bangsa Indonesia ke depan akan menjadi maju baik secara ekonomi maupun moralitasnya (Amini, 2014).

(5)

SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017

39 V. Pembahasan

2.1 Konsep Tri Kaya Parisudha

Tri Kaya Parisudha berasal dari bahasa sanskerta, yang tetdiri dari Tri artinya tiga, Kaya artinya perilaku atau perbuatan, dan Parisudha artinya baik, bersih, suci atau disucikan. Jadi Tri Kaya Parisudha adalah tiga perilaku manusia berupa pikiran, perkatan, dan perbuatan yang harus disucikan.Pikiran, Perkataan, dan Perbuatan yang disucikan dimaksudkan perilaku manusia yang baik atau perilaku manusia itu tidak boleh dikotori dengan perilaku yang tidak baik. Ketiga perilaku yaitu berpikir, berkata dan berbuat yang baik harus selalu dijadikan pedoman khususnya bagi umat Hindu dan bagi manusia pada umumnya dalam menjalani kehidupan sehari-hari,sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungannya, manusia dengan sesama dan manusia dengan pencipta ( Tuhan). Tri Kaya Parisudha dapat juga diartikan sebagai tiga unsur yang harus disucikan. Adapun ketiga unsur atau bagian Tri kaya parisudha itu sebagai berikut:

A. Manacika parisudha

Manacika berasal dari bahasa sanskerts, berasal dari kata manana yang artinya pikir,jadi manacika parisudha adalah pikiran yang harus disucikan. Seperti Dengki dan iri hati. Segala sesuatu di awali dari pikiran, pikiran yang baik adalah merupakan penerapan nilai-nilai ajaran agama yang pada akhirnya akan menuntun seseorang menuju jalan dharma. Pikiran ibaratkan riak gelombang yang terkadang akan nampak kepermukaan dan sesekali akan menghilang maka sebaik nya pikiran itu harus dikekeng sebagai langkah pengendalaian untuk menuju kebaikan dan kemuliaan, pikiran yang dalam bahasa sanskerta berasal dari kata manana yang berarti pikir, kemudian kata pikir ini berkembang menjadi doa, dengan demikian maka apa yang di pikirkan hakikatnya adalah doa yang pada akhirnya akan membuahkan hasil. Dengan adanya pikiran yang baik, suci dan benar akan melahirkan ucapa/perkataan dan tingkah laku perbuatan yang halus dan suci. Dengan adanya pikiran dan tuturkata atau perkataan yang halus dan suci akan mewujudkan perbuatan dan tingkahlaku yang baik, dan benar juga. Demikian juga sebaliknya yaitu tinkah laku, ucapan/kata-kata di kendalikan oleh pikiran.

B. Wacika Parisudha

Wacika berasal dari kata wacana yang artinya kata, jadi wacika parisudha adalah perkataan yang harus disucikan. Seperti berkata kasar, berbohong, mencaci maki dan menfitnah

(6)

SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017 40

orang lain adalah perbuatan tidak baik, tercela lebih-lebih hal tersebut dilakukan dihadapan orang banyak, didepan umum. Apalagi berani berkata-kata kasar, mencela orang tua atau orang yang lebih tua (Wisnu, 2001: 38). Perkataan adalah ucapan yang dikeluarkan melelui alat ucap yaitu mulut, perkatan yang dikeluarkan melalui mulut sebaiknya diupayakan agar siapa saja yang kita ajak bicara tidak merasa tersinggung. Kata-kata di ibaratkan seperti sebilah pisau yang sangat tajam yang bisa melukai siapa saja, maka oleh karena itu kendalikan perkataan dengan selalu mengucapkan perkataan yang baik demi menjaga keharmonisan bagi sesama.

C. Kayika Parisudha

Kayika berasal dari kata kriya yang artinya kerja atau berbuat,jadi Wacika parisudha adalah perbuatan yang harus disucikan. Seperti mencuri, berzinah, dan menyakiti atau membunuh makhluk lainnya. Kayika parisudha berarti peraturan tingkah laku yang baik dan mulia yang harus menjadi pedoman hidup manusia. Tindakan yang baik adalah bertujuan untuk membina hubungan yang selaras atau hubungan yang rukun antara seseorang dengan makhluk yang hidup di sekitarnya, berhubungan yang selaras antara keluarga yang membentuk masyarakat dengan masyarakat itu sendiri, antara satu bangsa dengan bangsa yang lain dan antara manusia dengan alam sekitarnya (Mantra, 2009: 10). Jadi pada dasarnya perkatan dan parbuatan bersumber atau berawal dari pikiran. Pikiran yang baik akan menuntun manusia berkata atau berbuat yang baik pula. Dari prinsip itu, maka yang paling awal harus dikendalikan manusia adalah pikirannya. Hal-hal yang mempengaruhi pikiran harus selalu dijaga, seperti kestabilan jiwa atau emosi, kebutuhan akan kesehatan jiwa dan raga, termasuk kebutuhan akan estetika. Dengan jiwa tenang orang dapat mengendalikan pikirannya sehingga dapat berfikir dengan jernih yang akhirnya akan terlihat dalam bentuk perkataan yang baik dan perbuatan yang baik (Darmawan, Gede, 2015). Hal ini dapat dipetik dari Manawa Dharma Sastra sloka 73 sebagai berikut :

"Hana karma phata ngaranya, kahrtaning, india sepuluh kwehnya, ulahaken kramanya, prawr Hyaning manak sekareng, telu kwehnya, ulahaning wak, pat prawrttyangning kaya, telu, pinda sapuluh, prawrttyaning kaya, wakmanah kengeti".

Artinya:

Adalah karma phala namanya, yaitu mengendalikan hawa nafsu, sepuluh banyaknya yang patut dilakukan, perinciannya, gerak pikiran tiga banyaknya, gerak perkataan empat jumlahnya, perbuatan yang

(7)

SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017

41 timbul dari gerakan badan tiga banyaknya, jadi sepuluh banyaknya

yang timbul dari gerakan pikiran, perkataan dan gerakan badan inilah yang patut betul-betul diperhatikan.

(G. Pudja, 1978 : 61) Di dalam Sarasamuscaya, mengenai Tri Kaya Parisudha disamakan dengan karma Phala, walaupun demikian pengertiannya adalah sama, yaitu terdiri dari sepuluh bagian antara lain: tiga berdasarkan perbuatan pikiran, empat berdasarkan perbuatan perkataan dan tiga berdasarkan gerak badan, gerak inilah hendaknya dikendalikan kejalan yang benar atau suci. Beberapa penjelasan tersebut di atas, tentang pengertian Tri Kaya Parisudha adalah tiga pengendalian prilaku manusia ke jalan yang benar. Dalam hal tersebut umat Hindu telah menyadarinya mana dikatakan baik atau mana dikatakan tidak baik. Dalam pernyataan ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Sesuatu yang baik bersifat relatif, karena baik bagi diri sendiri belum tentu baik bagi orang lain misalnya : ngebut itu adalah baik, namun jika dilakukan di jalan umum atau jalan raya ini adalah bertentangan. Sedangkan ukuran untuk kebaikan adalah Dharma, yang merupakan ukuran yang kekal, karena segala sesuatu yang dilakukan berdasarkan kebenaran sudah tentunya baik, sehingga tercapai keharmonisan hidup diantara manusia, serta manusia dengan alam sekitarnya. Mengingat pentingnya ajaran Tri Kaya Parisudha ini dalam kehidupan sehari-hari, maka diusahakan untuk meresapi dan mengamalkan ajaran-ajaran Tri Kaya Parisudha tersebut sehingga menimbulkan suatu pengertian yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk pembinaan terhadap manusia pada umumnya dan umat Hindu pada khususnya (Pramana, 2014).

2.2 Penerapan Ajaran Tri Kaya Parisudha pada Anak Usia Dini

Masa usia 0 – 6 tahun disebut dengan masa keemasan karena melalui stimulasi yang efektif pada usia ini di lingkungan dapat mengembangkan pertumbuhan otak dan stimulasi anak. Masa ini merupakan masa perkembangan kecerdasan yang cepat. Kecerdasan pada masa ini dapat meningkat dari 50% menjadi 80% jika mendapatkan stimulasi yang baik. Perkembangan kecerdasan pada anak akan berhenti pada usia 18 tahun dan setelah itu kognitifnya tidak akan berkembang lagi walaupun dengan pemberian nutrisi yang baik sekalipun. Usia 0 – 6 tahun merupakan masa dimana anak mulai mempunyai kepekaan terhadap kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial, kemadirian, seni, moral, agama. Oleh karena itu pemberian pendidikan yang tepat dibutuhkan untuk terus menggali identitas diri anak.

(8)

SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017 42

Penerapan ajaran Tri Kaya Parisudha kepada anak sangat penting karena dalam ajaran tersebut diajarkan untuk berpikir, berkata, dan berbuat yang baik. Hal ini dimaksudkan agar anak memiliki tutur kata serta perilaku yang baik, sehingga perilaku yang diharapkan orang tua pada anak akan terlaksana, karena kehalusan budhi bahasa anak merupakan cermin dari apa yang ditanamkan dan diterapkan oleh orang tua. Dalam pembentukan perilaku anak itu sendiri perlu adanya pembinaan melalui pengendalian diri baik melalui pikiran, perkataan, maupun perbuatan yang merupakan ajaran etika untuk membentuk anak yang suputra.

Dalam suatu keluarga yang sangat berperan dalam membentuk perilaku anak agar menjadi anak yang suputra adalah kedua orang tua. Dalam keluarga yang memiliki ikatan batin yang kuat dengan anak adalah seorang ibu. Ibu diharapkan mampu memberikan kesejukan dalam keluarga. Pelanggaranpelanggaran nilai moral yang dilakukan anak sekarang dipandang sebagai perwujudan rendahnya disiplin diri pada anak. Disinilah diperlukan peran dan tanggung jawab orang tua dalam menerapkan ajaran Tri Kaya Parisudha. Sebagai orang tua harus bisa memberikan contoh yang baik kepada anaknya, karena terkadang seorang anak meniru perbuatan dan perilaku dari orang tuanya. Sesungguhnya bila seorang anak telah dididik dengan baik sejak usia dini, anak itu akan mampu untuk memilah dan memilih halhal yang baik buat dirinya. Kemerosotan moral harus diakhiri dengan meningkatkan pengetahuan tentang agama yang menekankan pada penerapan ajaran Tri Kaya Parisudha, hal ini dimaksudkan agar seorang anak memiliki tutur kata serta perilaku yang baik sehingga apa yang diharapkan orang tua kepada anaknya akan terlaksana. Untuk meningkatkan kualitas Tri Kaya agar menjadi Parisudha dalam hubungannya untuk membangun dan membentuk karakter anak menjadi anak suputra, dalam ajaran agama Hindu terdapat tiga landasan pokok yaitu tattwa, susila (etika), dan upakara (Merthawan, 2014: 44).

Dalam kehidupan sehari-hari tidaklah mungkin ketiga ajaran pokok tersebut dapat dilaksanakan secara terpisahpisah, dikatakan demikian karena dalam pelaksanaan tattwa tidaklah mungkin tanpa kehadiran susila (etika), dan upakara. Kitab Sarasamuscaya sloka 78 meyebutkan:

Vaca katmanicitte ca durlabhah sagune janah

Yasya tvevamvidhim karyam sa janah sarvadurlabhah Artinya:

(9)

SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017

43 Dikatakan amat sukar untuk menerapkan sifat guna (satwam) dalam

perbuatan, perkataan, dan pikiran, meskipun hal itu merupakan kesulitan yang amat besar, seyogyanya janganlah hal itu dianggap penghalang merupakan kesulitan (harus terus berusaha sampai berhasil)

(Kajeng, 1997: 68) Berkaitan dengan sloka di atas, sebagai orang tua yang menyadari akan kewajibannya sudah sepatutnya untuk selalu mengarahkan anak-anaknya pada kesuksesan agar terhindar dari hal-hal yang negatif dan berbagai bentuk kesulitan. Dalam pembentukan perilaku anak itu sendiri perlu adanya pembinaan melalui pengendalian diri baik melalui pikiran, perkataan, maupun perbuatan yang merupakan ajaran etika dalam membentuk anak yang suputra. Ajaran ini memberikan suatu tuntunan agar manusia dalam setiap gerak baik pikiran, perkataan, maupun perbuatan selalu terkontrol dan terkendali demi terciptanya keharmonisan dan kebahagiaan hidup, sehingga terbentuk budhi pekerti yang luhur (Mangku, 2010: 2). Bila ketiga hal tersebut dapat diterapkan maka akan terbentuk anak yang suputra (Merthawan, Gede, 2014: 45).

Orang tua menanamkan pendidikan budhi pekerti sedini mungkin agar nantinya anak dapat membentengi diri untuk selalu berbuat sesuai dengan ajaran Tri Kaya Parisudha. Pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anak nantinya akan menjadi bekal dalam menjalani kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat. Dengan mengenalkan dan memberikan pemahaman tentang pentingnya nilai-nilai dalam ajaran agama Hindu yang ditanamkan oleh orang tua kepada anak mulai dari masih dalam kandungan, lahir hingga dewasa dengan membiasakan anak melakukan persembahyangan (Tri Sandhya) di rumah dalam satu hari satu kali dan ke pura pada saat Purnama Tilem serta hari raya lainnya. Teori Peran mengatakan bahwa setiap orang yang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, orang itu menjalankan suatu peranan.

Perbedaaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan, artinya orang tua mempunyai peranan dalam mengajarkan Tri Kaya Parisudha pada anak. Jadi berdasarkan Teori Peran, orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk perilaku anak. Selain itu orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik, membina, menuntun dan membentuk perilaku anak sedini mungkin dengan mengajarkan hal-hal yang kecil seperti mengajak anak untuk ikut sembahyang dan mengajarkan ajaran agama pada anak. Sebagai orang tua sudah seharusnya dibina dan dituntun untuk selalu menerapkan ajaran agama

(10)

SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017 44

sedini mungkin. Sebagai orang tua juga harus dapat menerapkan ajaran agama dalam keluarga sehingga anak dapat mengikuti dan terhindar dari hal-hal yang kurang baik. Orang tua juga harus menanamkan nilai kejujuran dan disiplin. Menanamkan disiplin pada anak sangat penting dimana anak dapat menggunakan waktunya sebaik mungkin dan dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap dirinya, orang tua maupun kepada orang lain. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anakanaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat.

Orang tua adalah guru yang pertama dalam membentuk perilaku anak agar sesuai dengan ajaran agama salah satunya ajaran Tri Kaya Parisudha. Dalam mendidik, mengasuh dan membimbing anak orang tua selain sebagai orang yang telah melahirkan, orang tua juga bisa menjadi teman atau sahabat dan juga guru. Anak yang disiplin diri menampilkan perilaku yang patuh dan taat terhadap nilai moral. Pengupayaannya dilakukan melalui latihan, kebiasaan, dan penyadaran pada anak. Hal ini diaktualisaikan melalui tampilnya perilaku orang tua yang taat moral, terutama pada saat pertemuan dengan anak, menata komunikasi dialogis baik secara verbal maupun nonverbal, melakukan kontrol terhadap perilaku-perilaku anak, penataan lingkungan fisik, penataan lingkungan sosial, penataan lingkungan pendidikan, penataan suasana psikologis, dan penataan lingkungan sosial budaya (Shochib, 1998: 36).

Orang tua harus bisa menjadi model dalam kehidupan sehari-hari. Setiap perbuatan yang dilakukan di hadapan anak-anaknya akan menjadi contoh bagi mereka. Dimana orang tua sebagai guru yaitu orang yang patut digugu dan ditiru, untuk itu orang tua seharusnya menjadi panutan bagi anak-anaknya. Orang tua harus bisa memberikan contoh yang baik dalam berperilaku, berbuat dan berkata sehingga anak dapat menirunya. Orang tua sangat berperan penting untuk memberikan contoh bertingkah laku baik, bertutur kata yang baik, berpikir yang positif dan patut memberikan teladan kepada anakanaknya agar memiliki budhi pekerti yang luhur sesuai dengan ajaran Tri Kaya Parisudha yaitu berbuat baik, berkata yang baik dan berpikir yang baik, di samping memberikan pendidikan dalam arti luas. Dalam kitab Sarasamuscaya Sloka 20 berbunyi: perkataan yang mengandung maksud jahat, tiada beda dengan anak panah yang dilepaskan. Setiap yang ditempuhnya merasa sakit. Perkataan itu meresap dalam hati, sehingga menyebabkan orang tidak bisa makan dan tidur pada siang dan malam hari.

(11)

SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017

45 Untuk itu orang tua bisa memberikan contoh berkata-kata yang

baik agar dapat mengikutinya. Taittiriya Upanisad menyatakan:

matr devobhava, pitr devobhava Artinya:

Ibu adalah perwujudan Tuhan Yang Maha Esa, bapak adalah perwujudan Tuhan Yang Maha Esa.

Tidak heran bila di masyarakat muncul pandangan bahwa ayah dan bunda adalah wujud Tuhan yang nampak, oleh karena itu keteladanan orang tua merupakan suatu yang mutlak, artinya jangan sampai seorang anak kehilangan figur yang diidolakan. Maka orang tua harus senantiasa menjadi contoh dalam kebaikan, tidak pernah menjelek-jelekkan orang lain apalagi di belakang orang yang bersangkutan, tidak menghina seseorang, tidak menyakiti dan mengembangkan kedermawan dan keramahan kepada tumbuh-tumbuhan yang hidup di sekitarnya. Keluarga perlu menanamankan budhi pekerti yang pertama dan perdana dalam hal ini ibu adalah guru yang pertama dan utama tidak ada yang melebihi seorang ibu sebagai seorang guru yang sejati (Titib, 2004: 3).

Orang tua yang menjadi teladan bagi anak adalah saat bertemu atau tidak dengan anak senantiasa berperilaku yang taat terhadap nilai-nilai moral. Dengan demikian mereka senantiasa patut dicontoh karena tidak sekedar memberikan contoh. Orang tua yang mampu berperilaku di atas telah menyadari bahwa perilakunya disadari untuk dicontohkan, oleh anak dapat dijadikan bahan pertimbangan dan identifikasi. Artinya anak sadar untuk bahan pertimbangan dan identifikasi perilaku orang tua yang tidak disadari sebagai bantuan bagi anak-anak. Di samping berperilaku di atas orang tua atau pendidik dituntut untuk mentaati terlebih dahulu nilai-nilai yang akan diupayakan kepada anak. Dengan demikian, bantuan mereka ditangkap oleh anak secara utuh sehingga memudahkan untuk menangkap dan mengikutinya (Shochib, 1998: 124).

Orang tua harus senantiasa berusaha mendidik dan membimbing anak dengan menanamkan ajaran Tri Kaya Parisudha untuk mewujudkan budhi pekerti yang luhur sehingga dalam bergaul anak berpedoman pada ajaran Tri Kaya Parisudha. Sebagai orang tua selalu mengupayakan untuk mengingatkan dan mengarahkan anak dalam berperilaku yang baik. Orang tua juga harus dapat memahami lingkungan pergaulan anak dengan selalu mengawasi hal-hal yang dilakukan. Menurut kaum behavioris, perilaku adalah segala sesuatu yang kita lakukan dan bisa dilihat secara langsung:

(12)

SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017 46

anak membuat poster, guru tersenyum pada anak, murid menggangu murid lain dan sebagainya. Anak akan belajar dari apa yang dilihatnya secara langsung. Belajar menurut aliran perilaku, penekanannya pada apa yang dapat dilihat, yaitu perilaku yang ditunjukan sebagai hasil belajar, dan tidak memperhatikan apa yang terjadi di dalam pikiran karena tidak dapat dilihat.

Seorang akan dikatakan telah belajar sesuatu bila orang itu mampu menunjukkan perubahan perilaku. Jadi orang tua harus selalu berupaya untuk menunjukkan perilaku yang sesuai dengan ajaran Tri Kaya Parisudha sehingga anak dapat melihat secara langsung dan mengawasi perkembangan anak. Kitab Sarasamuscaya menyatakan Tri Kaya Parisudha artinya tiga perilaku/potensi dan kemampuan manusia yang harus disucikan. Adapun ketiga perilaku yang harus disucikan manusia dalam kehidupannya yaitu manacika, wacika, dan kayika. Dalam Kitab Sarasamuscaya sloka 74-76 dijelaskan:

Ananbhidhayam paraswesu sarwasatwesu carusam, Karmanam phalamastiti triwidam monasa caret

(Sarasamuccaya sloka 74) Artinya: Tindakan dari gerak pikiran terlebih dahulu akan dibicarakan, tiga banyaknya, perinciannya: tidak ingin dan dengki pada kepunyaan orang lain, tidak bersikap gemas kepada semua makhluk, percaya akan kebenaran ajaran karmaphala, itulah ketiganya perilaku pikiran yang merupakan pengendalian hawa nafsu.

(Kajeng, 1997: 65) Berdasarkan sloka di atas dapat diketahui bahwa perilaku yang harus disucikan yaitu manacika berarti berpikir dalam artian bahwa berpikir dan berencana sesuai dengan ajaran dharma. Tindakan dari gerak pikiran terlebih dahulu akan dibicarakan yang terdiri atas tiga perinciannya yaitu: tidak ingin dan dengki pada kepunyaan orang lain, tidak bersikap gemas kepada semua makhluk, dan percaya akan kebenaran ajaran karmaphala. Ketiga perincian tersebut merupakan pengendalian hawa nafsu.

Asatpralapam parusyam Paicunyamamnrtam tatha Vatvari vaca rajendra Najalpennanucintayet

(Sarasmuccaya sloka 75) Artinya:

Inilah yang tidak patut timbul dari kata-kata, empat banyaknya, yaitu perkataan jahat, perkataan kasar menghardik, perkataan memfitnah, perkataan bohong (tidak dapat dipercaya); itulah keempatnya harus disingkirkan dari perkataan, jangan diucapkan, jangan dipikir akan diucapkan.

(13)

SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017

47 (Kajeng, 1997: 66)

Berdasarkan sloka di atas wacika berarti berkata yang baik. Adapun yang tidak patut timbul dari kata-kata terdiri empat perinciannya yaitu perkataan jahat, perkataan kasar menghardik, perkataan menfitnah, dan perkataan bohong (tidak dapat dipercaya). Keempat perkataan tersebut harus disingkirkan dan jangan diucapkan. Orang tua harus selalu berusaha menghindari perkataan yang tidak baik agar anak tidak menirunya.

Pranatipatam stainyam ca paradaranathapi, Va, trini papani kayena sarvatah parivarjavet

(Sarasamuccaya sloka 76) Artinya:

Inilah yang tidak patut dilakukan: membunuh, mencuri, berbuat zina. Ketiganya itu jangan hendaknya dilakukan terhadap siapapun, baik secara berolok-olok, bersenda gurau, baik dalam keadaan dirundung malang, keadaan darurat dalam khayalan sekalipun, hendaknya dihindari saja ketiganya itu.

(Kajeng, 1997: 67) Berdasarkan sloka di atas kayika berarti berbuat yang baik. Ada tiga hal yang tidak patut dilakukan yaitu membunuh, mencuri, dan berbuat zinah. Ketiga itu hendaknya jangan dilakukan terhadap siapapun, baik secara berolok-olok, bersenda gurau, baik dalam keadaan dirundung malang, keadaan darurat dalam khayalan sekalipun. Maka orang tua senantiasa berupaya untuk mendidik dan mengarahkan anak untuk selalu berpedoman pada ajaran Tri Kaya Parisudha sehingga sesuai dengan harapan setiap orang tua yaitu memiliki anak yang suputra (Merthawan, 2014: 46-48).

VI. Penutup

Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengajaran pendidikan karakter kepada anak sejak dini melalui ajaran Tri Kaya Parisudha ternyata dapat membentuk karakter anak menjadi baik, apakah pikiran, perkataan maupun perbuatannya. Agar pendidikan ini dapat berjalan dengan baik, maka peran orang tua menjadi sangat sentral. Kemampuan orang tua di dalam mentransfer pengetahuan tersebut juga menjadi sangat signifikan. Disamping orang tua memiliki pemahaman yang baik terhadap konsep tri kaya parisudha, juga yang lebih penting adalah mampu berperilaku yang sama dengan konsep tersebut, dan kemudian mampu menterjemahkannya ke dalam bahasa dan perilaku yang bisa ditangkap oleh anak kecil. Disamping itu, lingkungan juga

(14)

SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017 48

sangat berperan di dalam upaya mengajarkan tri kaya parisudha ini. Lingkungan sosial yang baik akan melahirkan anak didik yang baik pula.

Dari kesepuluh perilaku yang keluar dari konsep tri kaya parisudha tersebut sepenuhnya dapat diajarkan kepada anak melalui bahasa yang ringan dan mudah dimengerti dan dicerna oleh anak kecil. Metode yang digunakan bisa melalui bentuk cerita, kejadian-kejadian tertentu yang mudah diingat oleh anak kecil, atau bisa juga dengan nyanyian dan drama. Apapun yang menjadi kesenangan anak kecil ketika bermain-main bisa digunakan untuk mentransformasi ajaran ini, sebab nilai yang ada di dalamnya akan bisa diserap secara bertahap.

Karakter anak yang muncul nantinya ketika besar dengan mengamalkan ajaran Tri Kaya parisudha ini adalah pertama, anak tersebut akan memiliki viveka yang jernih dan cemerlang. Sejak awal pikirannya telah dilatih untuk senantiasa berpikir kea rah yang positif. Kedua, tata bicaranya juga akan jelas dan tidak bertee-tele serta mengada-ngada. Ia akan mampu berbicara secara efektif dan efisien. Tidak menyinggung perasaan dan tidak ambigu. Perkataannya senantiasa lurus, tidak berbelit-belit atau membingungkan. Ini terjadi oleh karena sejak awal telah dilatih untuk berbicara dengan benar sehingga apapun yang dibicarakan akan senantiasa mengandung kebenaran dan benar apa adanya. Ketika, tindakannya juga akan senantiasa mengikuti kaidah-kaidah moral yang telah ditentukan di dalam masyarakat. Ia akan mampu membedakan mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan.

Daftar Pustaka

Amini, Siti, 2014. Pentingnya Pendidikan Pembentukan Karakter Anak Usia Dini. Dalam: http://www.rubrikita.com/. Diakses: 03-03-2016.

Darmawan, Gede. 2015. Tri Kaya Parisudha. Dalam: http://gededarmawan5758.blogspot.co.id/. Diakses: 03-03-2016.

Kajeng, I Nyoman. 1997. Sarasamuscaya. Surabaya: Paramita. Mangku, I Nyoman. 2010. Implementasi Pendidikan Tri Kaya

Parisudah Dalam Meningkatkan Budi Pekerti Sisws Di SDN No.1 Budi Mukti Kecamatan Damsol Kabupaten Donggala. Skripsi (Tidak Diterbitkan). STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah.

Merthawan, Gede. Desember 2014. “Peran Orang Tua dalam Menerapkan Ajaran Tri Kaya Parisudha pada Anak di Banjar Tunjung Sari Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah.” Jurnal Widya Genitri Volume 6, no. 1.

(15)

SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017

49 Pendidikan Karakter. tt. Peran Pendidikan Karakter dalam

Melengkapi Kepribadian. Dalam: http://www.pendidikan karakter.com/. Diakses: 03-03-2016.

Pramana, Oka. 2014. Peranan Tri Kaya Parisudha dalam Meningkatkan Nilai Etika Siswa Kelas 4 SD 1 Pemaron

tahun 2013-2014. Dalam:

http://winta-oka.blogspot.co.id/. Diakses: 03-03-2016.

Sudarsana, I. K. (2016, October). The Importance Of Morals Teaching In Shaping The Students’ Characters In School. In Dharma Acarya Faculty International Seminar (DAFIS) (No. ISBN : 978-602-71567-5-3, pp. 367-376). Dharma Acarya Faculty Hindu Dharma State Institute (IHDN) Denpasar in Association with Jayapangus Press.

Sudarsana, I. K. (2016, June). Praksis Teori Sosial Kognitif dalam Mengembangkan Karakter Peduli Sosial Pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Agama. In Seminar Nasional (No. ISBN : 978-602-74659-3-0, pp. 82-87). Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Shochib, Dr. Moh.1998. Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu

Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta: Rineka Cipta.

Titib, I Made & Ni Ketut Supariani. 2004. Keutamaan Manusia Dan Pendidikan Budi Pekerti. Surabaya: Paramita.

Pudja, MA.SH. Gede. Sarasamuscaya, PN. Proyek Pengadaan Kitab Suci Hindu. Departemen Agama Republik Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Samarinda Central Plaza telah menerapkan sistem dan perhitungan pemotongan PPh Pasal 23 Atas Jasa penghasilan yang diterima atau berasal dari Atas Jasa PPh Pasal

Untuk isu penelitian ini pekerja sosial memiliki peran dalam memberikan pelayanan sosial kepada para klien (wanita tuna susila) dengan cara turut serta dalam

Karakteristik ini diperlukan pada situasi real-time dan keadaan darurat (emergency) ketika seorang pakar mungkin tidak berada pada kondisi puncak disebabkan

Menurut Pengadu Jawaban Para Teradu sangat keliru, para Teradu memang tidak diputus sebagai pihak yang bersalah dalam putusan tersebut, akan tetapi ada keterkaitan dengan

Penyelidikan adalah kegiatan mencari dan menemukan perbuatan yang diduga tindak pidana yang bertujuan untuk memastikan dapat atau tidaknya penyidikan dilakukan...

Gregory (1985) - Morfologi atau persekitaran fizikal adalah Gregory (1985) - Morfologi atau persekitaran fizikal adalah fungsi proses yang beroperasi dalam persekitaran, dan

Tujuan penelitian yang ingin dicapai berdasarkan rumusan masalah diatas adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara komunikasi interpersonal guru dengan motivasi

Disatu sisi pemakaian pompa dewasa ini terbatas pada merk standar dari pabrik saja, sehingga banyak yang mengabaikan daya tahan performanya dalam penggunaan