• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 PEKERJAAN SOSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 PEKERJAAN SOSIAL"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

i Paper ke-VII

HUMAN RIGHTS AND HUMAN NEEDS

(HAK ASASI MANUSIA DAN KEBUTUHAN MANUSIA)

Disusun sebagai Pelaksanaan Tugas untuk:

Mata Kuliah: Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan Hak Asasi Manusia

Dosen:

Dr. EPI SUPIADI, M.Si

Dra. SUSILADIHARTI, M.SW

Oleh: HERU SUNOTO

NRP: 13.01.03

PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 PEKERJAAN SOSIAL

SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL

BANDUNG 2013

(2)

ii

KATA PENGANTAR

... دعبو ،نيعمجأ هبحصو هلآ ىلعو ،نيملأا هلوسر ىلع ملاسلاو ةلاصلاو ،نيملاعلا ّبر لله دمحلا Segala puji bagi Allah SWT sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ke-VII, paper tentang Human Rights and Human Needs (Hak Asasi Manusia dan Kebutuhan Manusia) dengan referensi utama buku Jim Ife, ―Human Right and Social Work‖ Bab V untuk mata kuliah Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa selesai, pertemuan ke-VII.

Terakhir, kami berharap ada masukan dan penyempurnaan dari sesama teman-teman Sp-1, dan lebih khusus lagi dosen kami.

Bandung, 30 September 2013 Heru Sunoto

(3)

iii DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I. PENDAHULUAN 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2

Masalah Kebutuhan Kebutuhan dan Hak

Memberikan proritas kepada perbedaan hak dan kebutuhan Hirarkhi Kebutuhan dan hak

Kebutuhan sebagai hak yang dikontekstualkan Kebutuhan dan hak, sarana dan tujuan

Siapa yang mendefinisikan kebutuhan dan hak

BAB III. PEMBAHASAN 14

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 19

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

Hak asasi manusia (HAM) dan kebutuhan manusia. HAM adalah sesuatu yang melekat pada diri setiap manusia, tidak dapat dicabut dari manusia, tidak bisa dipisah-pisahkan, satu kesatuan yang utuh dan saling terkait. Kebutuhan adalah apa yang dibutuhkan oleh manusia untuk beraktivitas, baik lingkup pribadi, keluarga, maupun zona public secara luas. Pencapaian HAM berujung pada tercapainya status manusia yang benar-benar menjadi manusia seutuhnya. Dan pemenuhan kebutuhan juga berujung pada eksistensi diri manusia yang seutuhnya.

Jim Ife mengatakan: ―Ketika kita membuat ungkapan tentang kebutuhan, maka kita sedang mengatakan bahwa ―ada sesuatu yang diperlukan agar sesuatu yang lain bisa terjadi‖. Kita sedang membicarakan sarana untuk tujuan tertentu. Misalnya: (i) Saya butuh pulpen untuk menulis, (ii) Saya butuh makanan agar tetap hidup, (iii) Saya butuh obat untuk menyembuhkan penyakit, (iv) Saya butuh mobil untuk berkeliling kota, (v) Saya butuh pakaian baru untuk terlihat pintar, (vi) Saya butuh mendengarkan musik untuk merasa rileks, dan sebagainya. Semua ―kebutuhan‖ saya tersebut, sebenarnya tidak berakhir pada hal tersebut saja, tetapi merupakan sarana untuk mencapai tujuan lain yang diinginkan.

Ada dua hal yang harus diperhatikan tentang ―kata kebutuhan‖, yaitu: Pertama, sejumlah keinginan yang menjadi tujuan, dianggap lebih penting daripada yang lain. Kedua, beberapa pernyataan di atas perlu diuji lagi, apakah ―dibutuhkan‖ adalah yang terbaik atau hanya satu cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan?‖1

Setiap HAM adalah kebutuhan manusia, namun sebaliknya tidak setiap kebutuhan bisa disebut HAM. Namun keduanya memiliki kaitan. Bagaimana batasan masing-masingnya? Bagaimana cara manusia memperolehnya? Adakah konflik antara pemenuhan HAM di satu sisi dan pemenuhan kebutuhan di sisi lain? Bagaimana peran pekerja social pada ranah HAM dan ranah kebutuhan, serta bagaiman menarik benang merahnya?

Beberapa pertanyaan inilah yang penting kita kaji mendalam pada topic kita kali ini, yaitu HAM dan kebutuhan manusia.

***

1

(5)

2 BAB II

HAK ASASI MANUSIA DAN KEBUTUHAN MANUSIA

Para pekerja sosial dapat dianggap sebagai orang yang menerjemahkan kebutuhan secara profesional. Merekalah yang setiap saat mengidentifikasi, untuk kemudian mencoba untuk mempertemukannya dengan kebutuhan manusia, sebagaimana yang dijelaskan pada tahun 1945 oleh Charlotte Towle2.

Pekerja sosial melakukan needs assessment (assesmen kebutuhan), membicarakan kebutuhan individu, keluarga, kelompok klien (misalnya usia), masyarakat, lembaga, sistem pelayanan (misalnya sistem perawatan kesehatan) dan dari seluruh masyarakat (misalnya kebutuhan akan system jaminan penghasilan yang lebih baik). Para pekerja sosial berbicara tentang ―kebutuhan yang tidak terpenuhi‖, 'membutuhkan lebih banyak sumber daya', 'melakukan survei kebutuhan', 'membutuhkan lebih banyak pekerja sosial', 'membutuhkan pengawasan', dan sebagainya. Kebutuhan adalah satu kata yang paling umum digunakan dalam kosa-kata pekerjaan sosial. Ia sangat bermakna dan lebih sering digunakan, yang menurut istiah Noel dan Rita Timms, disebut ―dalam ketiadaan rasa yang mendasar tentang teka-teki suatu konsep3. Kebutuhan, bagaimanapun, adalah masalah yang kompleks dan perlu dikaji lebih mendalam dalam literatur pekerjaan sosial.

Buku ini berusaha untuk membingkai pekerjaan sosial sebagai profesi HAM daripada profesi tentang kebutuhan manusia. Bukannya melihat praktek pekerjaan sosial sebagai proses assessment dan menemukan kebutuhan manusia, kita bahkan bisa melihatnya sebagai proses mendefinisikan, merealisasikan, dan menjamin pemenuhan HAM.

Untuk memahami perbedaan, maka perlu melihat lebih detail pada hubungan antara ―kebutuhan dan hak‖ dalam konteks praktek pekerjaan sosial, sehingga implikasi dari gagasan tentang praktik berbasis HAM bisa menjadi lebih jelas.

MASALAH KEBUTUHAN

Meskipun konsep kebutuhan di-treatment secara tidak problematik oleh mayoritas peksos, namun faktanya, masalah dan solusinya adalah dua hal yang kompleks dan kontroversial4. Ini adalah contoh di mana paradigma positivisme telah memiliki dampak yang besar, dan ini tetap merupakan masalah buat sejumlah pekerja sosial. Orang yang berhaluan positivisme

2 Towle 1965. 3

Timms & Timms 1977: 141.

4

(6)

3

memandang kebutuhan sebagai ―kebutuhan untuk mengeksiskan hak mereka‖, sebuah fenomena untuk diidentifikasi dan diukur secara objektif5.

Frase ―Assessment kebutuhan‖ mengesankan pandangan bahwa: klien, masyarakat, instansi, organisasi dan sebagainya, semuanya, memiliki 'kebutuhan' yang entah bagaimana sehingga kita mampu menggambarkan dan mengukur bahwa mereka adalah fenomena yang independen.

Ini artinya bahwa pekerja sosial meski berbeda orang, jika diberikan kasus yang sama (apakah seorang individu, keluarga atau komunitas) dan diminta untuk melakukan assessment kebutuhan mereka, maka ia akan memberikan jawaban yang sama. Jika tidak, maka akan dipertanyakan kompetensi salah seorang peksos tersebut, mungkin tidak melakukan ―sebagaimana mestinya‖. Pandangan seperti ini bersifat positivis, dengan penekanan pada penilaian secara netral apa yang nampak dan obyektif melalui assessment terhadap fenomena, dan jika ada perbedaan dalam menilai, maka perhatian akan diberikan lebih kepada metodologi yang kurang.

Itu seperti dua orang yang diminta mengukur lebar meja, jika mereka memberi jawaban yang berbeda, maka ada masalah pada metode pengukuran. Salah seorangnya pasti menggunakan alat ukur yang tidak shahih ataupun mungkin tidak bisa menggunakannya. Berapa lebar meja, tidak lagi menjadi pertanyaan, namun yang jelas mereka harus memberikan jawaban yang sama.

Jika kita menerima bahwa kebutuhan manusia eksis secara obyektif dalam cara yang sama seperti meja, dalam contoh di atas, maka paradigma positivis ini adalah cara yang tepat dalam memahami kebutuhan. Tetapi jelas, kebutuhan manusia tidak sama dengan meja. Kebutuhan adalah, dengan sifatnya, ia sarat nilai. Posisi nilai yang berbeda akan menghasilkan pandangan yang sangat berbeda tentang ―apa‖ yang dibutuhkan pada situasi tertentu.

Seorang pekerja sosial yang berhaluan perspektif feminis kuat, yang melihat struktur keluarga tradisional itu sebagai sesuatu yang sangat menindas; mendefinisikan kebutuhan 'yang berbeda dalam kasus KDRT. Itu dari definisi pekerja sosial patriarkhi' yang memiliki nilai-nilai keluarga yang konservatif. Ini adalah tentang dua pekerja sosial yang mungkin tidak akan pernah setuju pada ―kebutuhan‖ korban, pelaku, dan keluarga dalam KDRT. Kebutuhan seperti yang didefinisikan oleh kedua pekerja sosial itu, tidak hanya secara objektif, mereka dipengaruhi oleh pemahaman teoritis dan ideologi yang mereka anut, khususnya. ―Kebutuhan‖ seharusnya dipahami sebagai pernyataan tentang(i) nilai, (ii)

5

(7)

4

ideologi, bukan sekedar informasi tentang ―fakta‖. Ini tidak berarti bahwa mereka tidak mengukurnya menurut keahlian profesional. Ketika seorang pekerja sosial mendefinisikan apa yang 'dibutuhkan' dalam keadaan tertentu, maka definisi kebutuhan didasarkan pada: (i) Pemahaman profesional tentang ―apa yang mungkin bisa‖ dikerjakan dalam situasi itu; (ii) Model praktik yang bagaimana agar mendapatkan hasil yang diinginkan.

Seperti keputusan, ia didasarkan pada keahlian profesional, penelitian yang relevan, praktek yang bijak, teori, dan sebagainya. Keputusan tentang kebutuhan adalah berdimensi nilai dan ideologi, juga mencerminkan keahlian professional6.

Point pentingnya adalah pentingnya 3 hal: (i) Pertanyaan-pertanyaan tentang kebutuhan, (ii) Tindakan definisi

(iii) Perspektif dari orang yang mendefinisikan kebutuhan

Tidak hanya tentang contoh dua pekerja sosial di atas ketika mendefinisikan kebutuhan 'dari individu tertentu, keluarga atau masyarakat dengan cara yang berbeda, tetapi pihak lain dalam kasus ini juga akan memiliki definisi yang berbeda tentang apa yang' dibutuhkan ', termasuk kliennya/dirinya sendiri, keluarga lain anggota, tokoh masyarakat, para profesional lainnya, dan seterusnya. Para pekerja sosial dalam realitas praktek sehari-hari menghabiskan waktunya untuk bernegosiasi beragam perspektif tentang ―kebutuhan‖. Salah satu kritik kepada semua profesi pelayanan kemanusiaan, dan mungkin khususnya pekerja sosial, adalah bahwa mereka menggunakan posisi profesional mereka untuk mendefinisikan ―kebutuhan‖ seolah tidak membutuhkan definisi dari profesi lain. Informasi tentang kritik yang bagus Illich seputar beragam profesi, tidak bisa dibuat spesifikasinya, termasuk diantaranya dari pekerja sosial7. Dia menyatakan bahwa dengan peksos semakin banyak mengambil peran dalam mendefinisikan kebutuhan masyarakat lalu menyodorkannya kepada mereka, maka profesi ini telah ―semakin membuat masyarakat menjadi tidak berdaya‖ karena mereka tidak lagi bisa mendefinisikan kebutuhannya sendiri. Pada era profesionalisme, kita memiliki kontrol perilaku profesional yang melampaui peningkatan aspek kehidupan kita. Ini sama seperti jika ada seorang profesional memberitahu kita tentang cara yang benar untuk melakukan segala hal, misalnya: cara makan, bersantai, bercinta, melahirkan, membesarkan anak-anak, belajar tentang dunia, menangani masalah pribadi, cara hidup sehat, berduka, menjadi tua, bahkan hingga mati. Ada dua cara, benar dan salah, untuk melakukan segala sesuatu. Dan ada ―pasukan

6

Ife 1980.

7

(8)

5

profesional‖ yang siap untuk mengajari kita bagaimana melakukannya dengan benar dan sekaligus mem-warning jika kita tidak menurutinya maka kita akan menyesal, minimal tidak menjadi orang yang sukses. Ketika kita menghadapi beragam masalah, kita diarahkan untuk mencari solusi dari seorang profesional, yang seakan ia lebih banyak tahu apa yang kita butuhkan daripada kita sendiri. Model begini tidak mendidik, karena semua solusi disiapkan oleh professional, sehingga orang tidak lagi mampu untuk menjaga diri mereka sendiri. Ini mengurangi nilai bahwa manusia punya pilihan. Ini juga membuat orang pasif, hanya menjadi konsumen dari layanan professional. Cara begini tidak mengakui upaya orang untuk menyediakan bagi diri sendiri dengan cara mereka sendiri:

i. Autodidak tidak dihargai dibandingkan kualifikasi pendidikan formal, ii. Mewakili diri sendiri di pengadilan tanpa kuasa hukum, tidak percaya diri,

iii. Perawatan diri di bidang kesehatan, tidak dihargai (meski untuk itu berarti membeli buku para ahli tentang bagaimana untuk 'melakukan' perawatan diri secara benar). Para profesional, semisal dokter dan paramedis, pengacara, perencana, akuntan, arsitek, psikolog, guru, pekerja sosial, konselor, ahli kesehatan dan kebugaran, dan sebagainya, tampaknya telah mengendalikan setiap aspek kehidupan kita.

Ketika kritik tersebut disuarakan di media masa, umumnya pekerja sosial yang menjadi sasaran kritik8, mereka dicap sebagai ―melakukan yang terbaik‖, mencoba intervensi dalam kehidupan orang lain dan memberitahu mereka tentang apa yang baik bagi mereka; sebagai ―insinyur sosial‖ dan sebagai orang yang memberi resep yang jangankan menjadi lebih baik, tapi malah ―memperburuk keadaan‖. Ketika kritikan biasanya didasarkan pada terbatasnya pemahaman tentang praktik peksos dan umumnya terlalu menyederhanakan masalah social yang sebenarnya kompleks, sejumlah pekerja sosial tetap merasakan sengatan ketidaknyamanan ketimbang satu kebenaran yang mereka katakan. Ini, pada dasarnya, adalah kritikan yang sama dengan Illich, meskipun Illich mengkritik semua profesi, dan meskipun pekerjaan sosial terakhir disebut sebagai tersangkanya, namun tidak layak untuk dikritik secara khusus.

Kata kunci kritikan ini didasarkan pada definisi kebutuhan dan alasan para profesional untuk merasa tepat dalam hak individu, keluarga atau masyarakat untuk mendefinisikan kebutuhan mereka sendiri.

Hal ini menunjukkan bahwa signifikansi HAM adalah hak untuk mendefinisikan kebutuhan sendiri, dan karena itu praktek profesional yang demikian tadi merupakan bentuk pelanggaran HAM. Argumen ini menunjukkan keinginan untuk merumuskan praktek

8

(9)

6

pekerjaan sosial sehingga berusaha untuk mengembalikan ―kemampuan untuk mendefinisikan kebutuhannya sendiri‖ kepada masing-masing, dan berusaha untuk mempertemukannya dengan system sumber. Ini adalah satu hal yang implisit maupun eksplisit dalam sejumlah formulasi pekerjaan sosial, terutama yang dianggap –dalam tradisi yang lebih kritis atau radikal— sebagai tujuan yang murni dari makna pemberdayaan yang sesungguhnya.9

Ini maksudnya untuk menunjukkan bahwa dengan mengganti pendekatan praktik needs-based (berbasis kebutuhan) dengan right-needs-based (berbasis hak), maka sebuah tujuan dapat lebih mudah direalisasikan dan sejumah masalah ―definisi kebutuhan‖ dapat dihindari.

KEBUTUHAN DAN HAK

Ketika kita membuat pernyataan tentang kebutuhan, maka kita sedang mengatakan bahwa ―ada sesuatu yang diperlukan agar sesuatu yang lain bisa terjadi‖. Kita sedang membicarakan sarana untuk tujuan tertentu. Misalnya:

 Saya butuh pulpen untuk menulis,  Saya butuh makanan agar tetap hidup,

 Saya butuh obat untuk menyembuhkan penyakit,  Saya butuh mobil untuk berkeliling kota,

 Saya butuh pakaian baru untuk terlihat pintar,

 Saya butuh mendengarkan musik untuk merasa rileks, dan sebagainya.

Semua ―kebutuhan‖ saya tadi sebenarnya tidak berakhir pada hal tersebut saja, tetapi merupakan sarana untuk mencapai tujuan lain yang diinginkan.

Ada dua hal yang harus diperhatikan tentang ―kata kebutuhan‖, yaitu:

Pertama, sejumlah keinginan yang menjadi tujuan mungkin dianggap lebih penting daripada yang lain (misalnya ―tetap hidup‖ dilawankan dengan ―terlihat cerdas‖),

Kedua, bahwa beberapa pernyataan ini mungkin perlu ditanyakan lagi, apakah ―dibutuhkan‖ adalah yang terbaik atau hanya cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan?

(misalnya, saya bisa saja tidak perlu mobil, namun cukup menggunakan angkot untuk keliling kota, dan ada cara lain untuk membuat saya merasa santai meski tidak mendengarkan musik). Kedua poin ini akan kita diskusikan, kemudian kita kembangkan menjadi pendekatan berbasis hak bagi peksos.

9

Benn 1981, 1991; Rees 1991; Fook 1993; Fisher & Karger 1997; Ife 1997b, Mullaly 1997; Gil 1998; Pease & Fook 1999; Healy 2000.

(10)

7

Ketika pekerja sosial membuat pernyataan tentang ―kebutuhan‖, maka tujuan akhirnya dapat digambarkan ―mempertemukan hak yang diminta‖, dan inilah esensi hubungan antara ―kebutuhan dengan hak‖ dalam praktek pekerjaan sosial.

 Ketika kita mengatakan bahwa masyarakat ―perlu tempat penitipan anak (TPA)‖, maka kita mendasarkan bahwa para orang tua berhak untuk bekerja dan anak-anak mereka berhak mendapatkan perawatan yang memadai.

 Ketika kita mengatakan ―seorang anak membutuhkan program pendidikan khusus‖. Maka, hal itu didasarkan pada anak berhak mendapatkan pendidikan yang sesuai, dan hak untuk mencapai potensi pendidikan secara maksimal.

 Ketika kita mengatakan bahwa ―lansia butuh penempatan di panti wredha‖, maka asumsinya adalah lansia berhak mendapatkan standar perawatan yang baik, dan hak-hak anggota keluarga pula untuk bisa melakukan aktivitas kehidupan yang lain, tanpa harus saling bergantung selama 24 jam.

Pernyataan ―kebutuhan‖ di dalam pekerjaan social juga merupakan ―hak‖. Contoh hak-hak di atas bagaimanapun juga merupakan basis dalam praktik peksos. Sebuah prinsip praktik yang penting dalam peksos di ranah HAM adalah ia harus focus pada mengidentifikasi isu-isu hak disamping pernyataan ―kebutuhan‖ yang mereka buat setiap saat. The Right-based practice (praktik peksos berbasis HAM) adalah sebuah bentuk peksos dimana ―hak lebih banyak digunakan daripada kebutuhan‖ dalam seluruh wacana peksos. Kapanpun dan dimanapun diungkapkan tentang kebutuhan klien, maka hak klien harus diidentifikasi dan digali lebih dalam.

MEMBERIKAN PRIORITAS UNTUK KEBUTUHAN DAN HAK YANG BERBEDA-BEDA Untuk memprioritaskan sejumlah hak (dan juga kebutuhan) dibandingkan hak lain membutuhkan semacam kerangka universal atau hirarki hak, tapi ini juga sulit. Kita telah melihat bagaimana Barat lebih cenderung untuk memprioritaskan hak individu daipada hak kolektif, telah menyebabkan kritik yang signifikan dari para pengamat asal Asia tentang ―bias budaya dalam wacana HAM‖. Kita juga sudah melihat bahwa perbedaan tuntutan akan hak tidak dapat ditangani secara abstrak tetapi harus dikaitkan dengan konteksnya. Kita, misalnya, tidak bisa mengatakan bahwa ―hak untuk terlihat lebih pintar‖ harus didahulukan daripada ―hak untuk dapat berkeliling kota‖, pada contoh di atas. Masing-masing hak harus dilihat dalam konteksnya masing-masing jika kita ingin menetapkan mana yang relative lebih penting pada dua hal di atas10.

10

(11)

8

Salah satu kriteria dimana hak bisa diklaim dan dimasukkan dalam HAM adalah ia tidak boleh bertentangan dengan HAM orang lain. Maka, HAM seharusnya tidak bertentangan satu sama lain. Ketika ada konflik antara HAM dan hak, perspektif HAM mensyaratkan HAM-lah yang harus diprioritaskan. Itulah salah satu prinsip penting yang dapat diterapkan ketika saling mengklaim untuk hak perlu dievaluasi.

Bagaimana kita bisa tahu jika hak dituntut, atau kebutuhan (secara implisit sebagai hak) adalah klaim untuk HAM, dan kemudian apakah dapat dibenarkan seperti itu? Salah satu cara adalah dengan terus bertanya tentang sarana dan tujuannya. Sebagai contoh:

 Mengapa saya perlu (berhak) memiliki baju baru? Agar terlihat pintar.

 Mengapa saya perlu (berhak) terlihat pintar? Agar naik kesehatan mental dan rasa kesejahteraan.

 Mengapa saya harus naik rasa kesejahteraan saya? Karena itu adalah bagian dari “agar menjadi manusia”.

Setelah penyelidikan mencapai sebuah pernyataan bahwa itu adalah ―karena itu adalah bagian dari agar aku menjadi manusia‖, ―Apakah saya punya hak untuk mengharapkan sebagai manusia‖, atau pernyataan lain yang serupa, kita telah memasuki domain HAM. Kita, kemudian, dapat mengevaluasi klaim dalam dua cara:

Pertama, melihat apakah klaim memenuhi lima kriteria untuk hak asasi manusia seperti yang dijelaskan dalam Bab 111.

Kedua, jika iya, kita juga perlu mengevaluasi kekuatan berbagai klaim pada setiap langkah dari tahapan tersebut.

Misalnya:

 Kita bisa saja terlihat pintar tanpa baju baru (pergilah ke tukang laundry, maka pakaianmu bisa lebih bersih dan rapi),

 Atau mungkin penampilan saya begitu buruk sehingga pakaian baru tidak berpengaruh apapun untuk membuat saya terlihat pintar.

11 Kelima kriteria tersebut adalah:

1. Merealisasikan tuntutan hak adalah perlu agar eksistensi mereka optimal sebagai manusia dan sama dengan orang lain;

2. Hak yang dituntut sebagai upaya untuk memenuhi rasa kemanusiaan diri setiap orang.

3. Sesuatu disebut HAM, jika ada dukungan yang luas kepada hak tersebut untuk melampaui satu budaya tertentu dan pembagian lain;

4. Tuntutan hak bisa dipenuhi asal bisa juga direalisasikan secara efektif kepada seluruh manusia, tidak hanya terbatas pada orang tertentu.

(12)

9

 Meningkatkan kesehatan mental dan rasa kesejahteraan dapat pula dengan cara yang lebih murah daripada membeli pakaian baru (misalnya men-download musik terbaru pun bisa), dan sebagainya.

Kesimpulannya, kita dapat meny-iya-kan setiap klaim hak sebagai klaim HAM jika lulus uji 5 pertanyaan tersebut, lalu kita layak meletakkannya pada prioritas tertinggi. Beberapa tuntutan dari klien pekerjaan sosial, bagaimanapun, mungkin akan memenuhi kriteria tersebut, seperti mayoritas hak mereka yang justeru belum dipenuhi padahal yang bersangkutan telah berakhir masa bantuannya dari seorang pekerja sosial.

HIRARKHI KEBUTUHAN DAN HAK

Salah satu formulasi paling terkenal tentang kebutuhan manusia adalah hirarkhi kebutuhan dari Maslow. Ia menguraikan lima ―tingkat‖ kebutuhan manusia, yaitu:

 Physiological needs (kebutuhan fisik)  Safety needs (kebutuhan keamanan)

 Belongings and love needs (kebutuhan memiliki, dimiliki, cinta)  Needs for esteem (kebutuhan harga diri)

 Self-actualization (kebutuhan aktualisasi diri).

Point penting ―hierarki kebutuhan Maslow‖ adalah bahwa jika kebutuhan pada satu tingkat tidak terpuaskan, maka kebutuhan di level yang lebih tinggi menjadi kurang penting, karena ia sedang berkonsentrasi pada pemenuhan kebutuhan yang lebih mendasar. Apabila beberapa kebutuhan dasar telah terealisir, maka manusia akan merasa bahwa kebutuhan pada level yang lebih tinggi menjadi penting untuk dipenuhi.

Satu kebutuhan aktualisasi diri jadi tidak terlalu penting, bagi seseorang, jika seseorang sedang kelaparan, kedinginan, dan tidak punya rumah. Namun, ia menjadi sangat penting bagi orang yang ekonominya mapan dan terpenuhi 4 level kebutuhan di bawahnya tersebut. Seperti yang telah kita lihat, kebutuhan sangat terkait dengan hak. Maslow sendiri, dalam kata pengantar untuk edisi kedua dari bukunya Motivation and Personality, menegaskan bahwa kebutuhan bisa dilihat sebagai suatu fakta, dan kebutuhan juga bisa merupakan hak.

Sah-sah saja dan bisa saja kita menghargai insting terhadap basic needs and metaneeds (kebutuhan dasar dan kebutuhan tinggi)12 sebagai suatu hak sekaligus kebutuhan. Ini sama sebagaimana ―manusia yang sejahtera‖ adalah

12 Yang dimaksud oleh Abraham H. Maslow sebagai basic needs adalah kebutuhan level 1 sampai 4. Dan metaneeds adalah kebutuhan tinggi, yaitu self-actualization. (Abraham Harold Maslow, “Motivation and

(13)

10

yang memiliki hak ―untuk menjadi manusia‖. Ini sama dengan, misalnya, kucing memiliki hak untuk menjadi kucing. Untuk menjadi manusia yang sepenuhnya, maka kepuasan akan kebutuhan-kebutuhan dasar dan kebutuhan tinggi adalah perlu, dan karenanya hal itu dapat dianggap sebagai hak alamiah13.

Jika kita menerima hirarki kebutuhan manusia, dan bahwa kebutuhan pasti terkait dengan hak, maka apakah itu juga berarti menjadi sebuah hirarki HAM? Jika iya, itu berarti bahwa beberapa hak yang lebih mendasar, harus dipenuhi sebelum kita beranjak kepada hak yang lebih tinggi lagi. Pemahaman Barat pada HAM ―generasi pertama‖ --entah bagaimana-- lebih mendasar daripada hak-hak lain yang memiliki suatu rasa hirarkis, dan dapat dilihat sebagai a Maslow-like approach (sebuah pendekatan Maslow) untuk menjadikan prioritas sasaran berupa HAM.

Hierarki kebutuhan Maslow --meski begitu-- merupakan cara yang berguna untuk berpikir tentang HAM. Karena kebutuhan berimplikasi pada hak, ―kelima level hierarki kebutuhan‖ Maslow memiliki hak yang secara implisit ada di dalamnya. Dari perspektif HAM --ini juga secara implisit ada dalam Maslow-- kita bisa melihat bahwa tujuan aktualisasi diri merupakan sebuah hak kesejahteraan manusia seluruhnya. Ini berarti bahwa ada kasus yang kuat untuk hak yang tersirat pada empat tingkat pertama hierarki Maslow14 untuk dilihat sebagai HAM. Beranjak dari posisi Maslow, yaitu pentingnya mencapai keempat level kebutuhan sebelum mencapai kebutuhan aktualisasi diri. Ini tidak berarti bahwa HAM dalam Maslow adalah hirarkis dalam arti bahwa satu hak lebih penting daripada yang lain. Menariknya, implikasi ―hirarkhi hak‖ ini tidak berhubungan secara implisit dengan kerangka ―tiga generasi HAM‖15

.

Dari perspektif hirarkhi Maslow, hak sipil dan politik tidak menjadi yang pertama kali untuk dipenuhi. Dan hak atas pangan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan dan beberapa tingkatan keamanan ekonomi, lebih mendasar untuk dipenuhi daripada HAM generasi pertama. Memang, HAM generasi ketiga tentang lingkungan bisa saja yang diutamakan untuk dipenuhi terlebih dahulu. Karena tanpa lingkungan yang kita bisa menghirup udara segar dan air bersih, hak-hak lain menjadi tidak relevan.

13

Maslow 1970: xiii.

14 Empat tingkat pertama hirarkhi kebutuhan Maslow adalah physiological, safety, love, and esteem needs.

Lihat a Theory of Human Motivation, Abraham Harold Maslow, 1943.

15

(14)

11

KEBUTUHAN SEBAGAI HAK YANG DIKONTEKSTUALKAN

Cara lain untuk memikirkan hubungan antara kebutuhan dan hak adalah dengan menghubungkannya dengan isu-isu universalisme dan relativisme budaya16. Universalitas HAM tidak berarti ia harus diterapkan/direalisasikan dengan cara yang sama dalam konteks budaya yang beragam.

Mengambil sebuah pandangan yang melihat HAM sebagai sesuatu yang universal --tetapi “kebutuhan” dipandang sebagai cara dimana universal diterapkan dalam konteks secara berbeda-beda-- adalah satu cara mengkaitkannya dengan isu-isu universalitas dan relativisme.17 Seperti yang telah kita katakan, pernyataan tentang ―kebutuhan‖ secara implisit bermakna hak. Oleh karena itu, sering kita coba operasionalkan ―kata kebutuhan‖ menjadi hak, dan kita tunjukkan bagaimana hak-hak tersebut dapat dipenuhi.

Sebagai contoh, kita dapat menerima bahwa hak atas pendidikan adalah HAM yang universal, tapi ini tidak berarti bahwa kebutuhan pendidikan adalah, atau seharusnya, sama di semua konteks budaya. Hak atas pendidikan dapat dipenuhi dengan cara yang berbeda, menggunakan struktur dan proses yang berbeda. Ini bisa berarti gedung sekolah pada satu konteks tetapi bisa bermakna lain pada konteks lain pula.

Misalnya di daerah terpencil dengan populasi penduduk yang sedikit, maka komunikasi menggunakan komputer, telepon dan video mungkin menjadi cara yang jauh lebih tepat untuk mewujudkan hak setiap anak atas pendidikan. Dalam konteks lain mungkin berarti sesuatu yang berbeda lagi, seperti guru keliling tanpa kelas formal. Demikian pula, hak atas pendidikan tidak berarti seragam atau kurikulum secara umum --isi pendidikan akan sangat variatif tergantung konteks budayanya. Dan tuntutan hak universal terhadap pendidikan tidak perlu menjadi kendala pada keragaman kurikulum, sebab pendidikan disebut 'baik' tidak akan sama pada lintas budaya. Ini artinya, ada beragam ―kebutuhan‖ terkait dengan memenuhi satu jenis HAM, yaitu pendidikan. Dalam satu keadaan, pendidikan itu bisa berarti kebutuhan bangunan, pada kesempatan lain bisa berarti kebutuhan komputer, pada waktu lain lagi bisa berarti kebutuhan pelatihan pendidikan dasar bagi orang lokal, pada kesempatan lain bisa berarti kebutuhan buku dan video, dan seterusnya. Demikian pula, hak untuk berlindung berarti sangat berbeda kebutuhan perumahan 'di berbagai belahan dunia, tergantung pada faktor-faktor seperti iklim, medan, bahan yang tersedia, budaya atau struktur keluarga.

16

Hal ini sudah kita bahas pada Bab 4

17

(15)

12

Dengan cara ini, penyataan tentang ―kebutuhan‖ menjadi cara di mana budaya dan factor penentu lainnya dapat dimasukkan ke dalam kerangka HAM universal. HAM yang umum dapat dipandang sebagai sesuatu yang universal dan konstan di semua situasi manusia, tetapi konteks yang berbeda berpengaruh pada pengartian dan perwujudan kebutuhan. Dalam konteks ini, untuk memaksakan seperangkat kebutuhan manusia universal pada semua orang akan dianggap sebagai penindasan dan diktator, dan tidak menghargai keberagaman. Tapi pendekatan relativis terhadap kebutuhan, terkait dengan pemahaman universal hak, adalah mengambil HAM dan memenuhinya secara berbeda, baik teknis maupun konteksnya. Yang penting adalah, hak semua orang harus bisa dipenuhi, tetapi tidak harus dengan cara yang sama, dan memang dunia menghargai keragaman budaya sehingga cara merealiasasikan HAM pun harus memaksimalkan perbedaan setiap budaya mereka.

KEBUTUHAN DAN HAK, SARANA DAN TUJUAN

Pembahasan di atas telah difokuskan pada kebutuhan sebagai suatu sarana, bukan tujuan dari hak itu sendiri. Kata 'kebutuhan' berasal dari gagasan tentang sesuatu yang diperlukan, kemudian berencana untuk melakukannya, memiliki, atau yang lain. Hak dilihat sebagai tujuan dan kebutuhan manusia dipandang sebagai proses pemenuhan sehingga HAM tersebut dapat direalisasikan. Perbedaan antara sarana dan tujuan, bagaimanapun, adalah tidak sejelas ini.

Satu contoh yang digunakan di atas adalah, misalnya, ―aku mungkin perlu baju baru agar terlihat pintar. (Tapi terlihat pintar bukanlah tujuan akhir/hak). Itu hanya cara lain, ketika saya terlihat pintar, maka orang akan percaya dan respek kepadaku dalam pekerjaanku. Dan itu juga merupakan sarana, yaitu kalau orang sudah percaya dan respek kepadaku, maka pekerjaan saya dengan mereka dapat lebih efektif. Oleh karena itu, tidak mudah memisahkan mana sarana dan mana tujuan. Begitu pula, tidak mudah memisahkan mana kebutuhan dan mana hak.

Contoh:

Saya membutuhkan makanan (untuk bertahan hidup), tetapi kita juga terkadang mengatakan bahwa diantara HAM adalah mendapatkan makanan. Terkadang, kebutuhan dibicarakan sebagai tujuan akhir itu sendiri, tanpa berpikir mengapa ia diperlukan, dan seringkali 'kebutuhan' malah didefinisikan sebagai hak.

Dari sudut pandang praktik berbasis hak, bahwa wacana tentang ―kebutuhan‖ jangan sampai mendominasi profesi pekerjaan sosial, dan mengesampingkan wacana hak. Adalah

(16)

13

penting bahwa setiap kali kata 'kebutuhan' digunakan, maka peksos seharusnya berhenti untuk meng-assesment implikasi hak dari tuntutan kebutuhan tersebut, dan memeriksa hubungan keduanya. Dan setiap kali HAM dituntut, maka pekerja sosial seyogyanya harus menerjemahkannya ke dalam makna ―kebutuhan‖. Ada satu contoh tentang hak atas perumahan, misalnya, tetapi juga perlu mengidentifikasikan apakah hak perumahan tersebut juga berarti ―kebutuhan‖ dalam konteks budaya yang spesifik, sosial, politik dan praktik ekonomi?

Kebutuhan akan perumahan bagi satu keluarga atau komunitas, akan sangat berbeda dengan keluarga/komunitas lain. Hal ini jika hak atas perumahan tersebut harus dipenuhi secara memadai untuk semua orang.

Perbedaan antara hak dan kebutuhan demikian penting, dan meskipun sulit secara konseptual, termasuk masalah hubungan antara sarana dan tujuan, namun tetap menjadi bagian penting dari praktik peksos berbasis HAM.

SIAPA YANG MENDEFINISIKAN KEBUTUHAN DAN HAK

Fokus kita kali ini adalah pada tindakan definisi. Definisi siapa yang paling kita anggap dan paling kita dengarkan apabila kita ingin mendiskusikannya? Ini adalah pertanyaan fundamental bagi pekerja sosial yang berpraktik di ranah HAM, dan memiliki implikasi yang signifikan pada praktik.

Satu prinsip praktek yang penting adalah bahwa pekerja sosial harus menyerahkan kepada klien tentang definisi hak mereka sendiri, menemukan cara di mana mereka dapat merebut kembali haknya, dan mendefinisikan kebutuhan mereka sendiri. Ini tidak berarti bahwa pekerja sosial tidak memiliki peran dalam proses pendefinisian hak tersebut. Pada kenyataannya, seorang pekerja sosial dapat membantu proses yang memungkinkan klien mampu mendefinisikan hal itu. Orang tidak akan meminta jenis layanan tertentu yang ia butuhkan jika tidak tahu apa yang dapat ia capai. Dan seorang pekerja sosial memiliki pengetahuan tentang berbagai sumber daya dalam cakrawala yang luas, yang mungkin tidak diketahui oleh orang-orang atau masyarakat yang mereka akan bisa kerjakan.

Seorang pekerja sosial karena memiliki peran penting untuk bermain dalam membantu definisi kebutuhan, tapi ini tidak berarti bahwa pekerja sosial bertanggung jawab akan hal itu dengan mengesampingkan orang lain yang juga bisa membantu klien, di tingkat apa pun. Sebaliknya, ―pendefinisian kebutuhan‖ harus dilihat sebagai hubungan-baik antara pekerja sosial, klien, keluarga, kelompok, atau masyarakat, di mana keahlian masing-masing dibagi dan pekerja sosial membantu dan memfasilitasi proses definisi kebutuhan oleh orang-orang

(17)

14

yang paling terkena dampak langsung. Pendekatan ini tidak hanya berlaku untuk proses definisi kebutuhan saja, tetapi juga untuk praktek pekerjaan sosial berbasis HAM. ***

(18)

15 BAB III PEMBAHASAN

HAK ASASI MANUSIA DAN KEBUTUHAN MANUSIA

Hak asasi manusia (HAM) adalah sesuatu yang melekat pada diri setiap manusia, tidak dapat dicabut dari manusia, tidak bisa dipisah-pisahkan, satu kesatuan yang utuh dan saling terkait. Kebutuhan adalah apa yang dibutuhkan oleh manusia untuk beraktivitas, baik lingkup pribadi, keluarga, maupun zona public secara luas. Pencapaian HAM berujung pada tercapainya status manusia yang benar-benar menjadi manusia seutuhnya. Dan pemenuhan kebutuhan juga berujung pada eksistensi diri manusia yang seutuhnya. Dua hal tersebut bermuara pada kesejahteraan manusia, terwujudnya rasa kemanusiaan yang sempurna. Setiap pemenuhan hak otomatis merupakan kebutuhan, namun tidak setiap pemenuhan kebutuhan menjadi hak.

Hak Rendah dan Tinggi

Sesuai arah perkembangannya, HAM yang diperjuangkan oleh manusia, bertingkat-tingkat dari yang rendah kepada yang tinggi, yaitu:

 Hak generasi pertama, yaitu hak sipil dan politik

 Hak generasi ke dua, yaitu hak social, ekonomi, dan budaya

 Hak generasi ke tiga, yaitu hak yang terkait dengan harmoni kolektivitas dan lingkungan. Penjelasan rinci ketiga generasi HAM tersebut sudah pernah kita kupas. Intinya adalah perjuangan merebut kembali HAM yang hilang, di Barat terutama, adalah dimulai dari hak-hak sipil sebagai warga Negara, dan hak-hak politik; dilanjutkan dengan hak-hak ekonomi, social, dan budaya; terakhir hak untuk harmoni dengan lingkungan alam dan kolektivitas. Dan teori hirarkhi kebutuhan Maslow --fisiologis, keamanan, memiliki dan cinta, penghargaan, dan aktualisasi diri-- masuk dalam lingkup hak ketiga generasi tersebut. Pemenuhan hak dan atau kebutuhan itu dimaksudkan untuk mencapai well-being. Apakah itu well-being?

Well-being atau kesejahteraan adalah as a state of feeling really good (keadaan orang yang merasa benar-benar baik).18

Kebutuhan Rendah dan Tinggi

Abraham Harold Maslow19 menyatakan bahwa manusia memang mengkonstruksi kebutuhan dirinya dari yang terendah hingga yang tertinggi. Penentuan kriteria ini didasarkan pada:

18

(19)

16

1. Kebutuhan yang lebih tinggi merupakan perkembangan lanjutan dari evolusi manusia 2. Kebutuhan yang lebih tinggi merupakan konsekuensi dari ontogenik

3. Kebutuhan yang lebih tinggi memiliki ―daya perintah‖ yang lebih lunak bagi kelangsungan hidup manusia

4. Kebutuhan yang lebih tinggi terkait erat dengan ―kelangsungan hidup dan pertumbuhan kehidupan‖

5. Kebutuhan yang lebih tinggi cenderung kurang mendesak

6. Kepuasan pada kebutuhan yang lebih tinggi akan menghasilkan lebih banyak hal yang diinginkan.

7. Pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi merupakan trend sebuah derajat kesehatan yang semakin baik.

8. Kehidupan akan semakin kompleks dengan pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi 9. Kebutuhan yang lebih tinggi, apabila akan direalisasikan, menuntut kondisi luar agar

lebih baik pula

10. Sebuah nilai yang tinggi biasanya diberikan kepada kebutuhan yang lebih tinggi 11. Tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi akan semakin luas identifikasinya, seperi dua

orang yang saling cinta, maka kebutuhan orang yang dicintai juga merupakan kebutuhan dirinya.

12. Pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi akan berkonsekuensi pada semakin tinggi keinginan sipil dan sosialnya.

13. Kepuasan pada kebutuhan yang lebih tinggi sangat dekat dengan self-actualizationn (aktualisasi diri)

14. Pengejaran dan pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi menyebabkan orang semakin tinggi individualis

15. Tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi lebih mudah dan lebih efektif untuk diterapkan psikoterapi

16. Kebutuhan yang lebih rendah lebih mudah dilokalisir daripada kebutuhan yang lebih tinggi. Kepuasan kebutuhan yang lebih rendah lebih mudah diamati daripada kebutuhan yang lebih tinggi.

Perangkat yang Digunakan Peksos untuk Membantu Klien Terkat Hak Versus Kebutuhan Diawal kami terangkan bahwa kebutuhan terkadang merupakan hak, demikian juga hak pasti merupakan kebutuhan manusia, namun tidak setiap kebutuhan akan otomatis menjadi hak.

19

(20)

17

Maka, bagi seorang peksos harus bisa memprediksi apakah keinginan klien (individu, keluarga, kelompok, organisasi, masyarakat) itu merupakan kebutuhan saja ataukah juga hak. Ada 16 perangkat yang bisa digunakan sebagai tools untuk mengetahuinya. Hal ini karena motivasi manusia dalam berperilaku pasti didasarkan pada sesuatu20. Inilah yang merupakan hal mendasar bagi Peksos yang akan berpraktik di lapangan, baik ranah hak maupun kebutuhan. Keenambelas perangkat tersebut adalah:

1. Kekuasaan adalah keinginan untuk mempengaruhi orang lain. 2. Kemerdekaan adalah keinginan untuk kemandirian.

3. Curiosity adalah keinginan untuk pengetahuan. 4. Penerimaan adalah keinginan untuk dimasukkan. 5. Orde adalah keinginan untuk organisasi.

6. Saving/Tabungan adalah keinginan untuk mengumpulkan sesuatu. 7. Honor adalah keinginan untuk setia kepada orang tua dan warisan. 8. Idealisme adalah keinginan untuk keadilan sosial.

9. Kontak sosial adalah keinginan untuk persahabatan.

10. Keluarga adalah keinginan untuk membesarkan anak-anak sendiri. 11. Status adalah keinginan untuk status sosial.

12. Pembalasan adalah keinginan untuk membalas dendam.

13. Romance /romantisme adalah keinginan untuk seks dan keindahan. 14. Makan adalah keinginan untuk mengkonsumsi makanan.

15. Aktivitas fisik adalah keinginan untuk latihan otot.

16. Ketenangan adalah keinginan untuk tetap tenang emosional. 16 Keinginan Dasar dan Tujuannya21:

NO BASIC DESIRES END GOALS

1 Power Achievement, competence, leadership 2 Independence Freedom, ego integrity

3 Curiosity Knowledge, truth

4 Acceptance Positive self-image, self-worth 5 Order Cleanliness, stability, organization

6 Saving Collection, property

7 Honor Morality, character, loyalty

20 Steven Reiss, Ph.D, Who am I: the sixteen Desires that Motivates our Actions and Define our Personalities,

Penguin Putnam Inc, NY. USA, 2000, hal 24.

21

(21)

18

NO BASIC DESIRES END GOALS

8 Idealism Fairness, justice 9 Social contact Friendship, fun 10 Family Children Family Children

11 Status Wealth Wealth, titles, attention, awards 12 Vengeance Winning, aggression

13 Romance Beauty, sex

14 Eating Food, dining, hunting

15 Physical exercise Fitness

16 Tranquility Relaxation, safety

Ke-16 keinginan dasar (basic desires) di atas menyediakan alat yang ampuh untuk menganalisis perilaku orang yang akan dibantu oleh peksos. Jika peksos ingin mengetahui apa yang klien akan lakukan, maka peksos harus mengetahui apa yang mereka inginkan dan memprediksi bahwa mereka akan mencoba untuk memuaskan keinginan mereka. Keinginan terkadang tidak ―memberitahukan‖ kepada kita tentang segala sesuatunya secara gamblang. Dengan memahami hal tersebut, maka peksos sangat terbantu di dalam mempersiapkan pendekatan, teknik, dan pelayanan, serta hubungan system sumber, dan penguatannya kepada klien sehingga peksos bisa secara professional dan proporsional dalam praktik pelayanannya.

(22)

19 BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan apa yang sudah kami kemukakan pada bab-bab terdahulu, dapat kami simpulkan hal-hal sebagai berikut:

Hak asasi manusia (HAM) yang begitu fundamental bagi manusia merupakan ranah penting bagi pekerjaan social. Hal ini karena HAM merupakan wujud perjuangan manusia meraih kembali hak-haknya yang tercabut sebagai manusia.

Manusia dalam perjuangan meraih kembali haknya, terkristal dalam wujud konkret beruba kebutuhan nyata. Untuk mendapatkan kebutuhan sebagai implikasi hak, maka diperlukan sarana. Sarana dan tujuan terbedakan dari untuk alasan apakah aktivitas tersebut dikerjakan. Apabila sesuatu hanya menjadi ―tujuan antara‖ maka itu merupakan sarana, dan bukan hak. Akan tetapi jika itu merupakan akhir dari cita-cita tertentu, maka itu merupakan hak.

Dalam praktik pekerjaan social di ranah HAM, pekerja social sebagai fasilitator, advokat, dan enabler kepada klien sehingga mereka bisa mendefinisikan sendiri hak dan kebutuhannya. Peran peksos yang mengambil alih fungsi ini akan kontraproduktif terhadap tujuan utama ―pemberdayaan‖ sebagai symbol fungsi peksos.

SARAN

1. Pekerja Sosial harus memahami HAM beserta rinciannya dan kebutuhan manusia, sehingga bisa secara proper dalam praktik.

2. HAM adalah sama dalam lintas Negara dan budaya, namun implementasinya masing-masing berbeda sesuai konteksnya, maka sangat peksos disarankan untuk bisa melakukan korelasi mutualistic antara agenda HAM yang universal dengan budaya daerah yang spesifik.

3. Para stakeholder di Indonesia, termasuk di dalamnya IPSPI, perlu untuk secara regular duduk bersama, melakukan kristalisasi HAM universal ke dalam budaya yang ―meng-Indonesia‖ secara tertulis sehinga bisa menjadi acuan professional para peksos.

(23)

20

DAFTAR PUSTAKA

Jim Ife, Human Right and Social Work: Toward Right-Based Practice‖, Cambridge Univercity Press, 2008;

Susan C. Mapp, ―Human Right and Social Justice in a Global Perpective: an Introduction to Int’l. Social Work‖, Oxford Univercity Press, 2008.

Abraham H. Maslow, Motivation and Personality, Harper & Row,Publishers , Inc, 1954

________________, a Theory of Human Motivation, Abraham Harold Maslow, 1943

William J. Talbott, Human Right and Human Well-being, oxford university press, 2010

Steven Reiss, Ph.D, Who am I: the sixteen Desires that Motivates our Actions and Define our Personalities, Penguin Putnam Inc, NY. USA, 2000

Referensi

Dokumen terkait

Maka hasil pengukuran nilai nisbah untuk pelet dengan komposisi yang sama dari proses milling baik HEM-SPEX 8000M maupun HEM E3D yang masing-masing mencapai nilai 40% dan 20% pada

Analisis studi gerakan dan waktu dengan Menggunakan Toyota Production System dilakukan di assembly shop, pada line Trimming 1, proses persiapan booster, karena

Skala ataun instrument bisa menjadi sesuatu yang mentah (gross) dalam pengertian bahwa hal tersebut hanya akan mengategorikan individu secara luas pada variabwel

Pernikahan fasid dalam madzhab Hanafi yaitu pernikahan yang tidak memenuhi salah satu syarat sahnya pernikahan, contohnya: pernikahan tanpa saksi, pernikahan sementara,

(PERIODE 1 JANUARI S.D 30 APRIL ) (PERIODE 1 JANUARI S.D 30 APRIL ) POSISI CETAK DATA TANGGAL 4 MEI 2015 POSISI CETAK DATA TANGGAL 4 MEI 2015. Pusat Penelitian Pengembangan

Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik antar birokrasi yang terlibat dalam Implementasi Program Bantuan Stimulan Bedah Rumah (BSBR) harus dilakukan dengan baik

A#alah !at atau o7at yan 7e&asal #a&i tanaman atau 7ukan tanaman 7aik  sintetis maupun semi sintetis yan #apat menye7a7kan penu&unan atau pe&u7ahan kesa#a&an

Setelah dilakukan intervensi dan implementasi keperawatan pada klien, dilakukan evaluasi keperawatan pada tanggal 20 Januari 2016 pukul 14:00 WIB, didapatkan