ANALISIS LAMBUNG KERANG BAKAU (Polymesoda bengalensis Lamarck) DI KAWASAN MANGROVE KENAGARIAN GASAN
GADANG KABUPATEN PADANG PARIAMAN
Yuliana1, Rina Widiana2, Armein Lusi Zeswita2
1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat
2
Dosen Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat
Yulianadavoltar1@gmail.com
ABSTRACT
Polymesoda bengalensis Lamarck is one of the bivalves belonging to the
Mollusca. This shellfish is one of the fishery products that are economical and commonly consumed and have high nutrition. One of the mangrove producing areas of Polymesoda bengalensis is Mangrove Gasan Gadang area of Padang Pariaman district. This mangrove shell used by the surrounding people as a livelihood because of economic value and contain very high nutrients. This increased to need will pressure on natural resources. Taking or capturing shellfish does not attention to age level or maturity of reproduction. The amount of shellfish depends on environmental needs and influence. Based on the background above, it has been conducted research with the aim to know the composition of natural foods found in the stomach Polymesoda bengalensisin Mangrove Area Gasan Gadang Padang Pariaman. This research has been conducted in January-July 2017 in Mangrove Area Gasan Gadang, Padang Pariaman District. This research was conducted by descriptive survey method and determination technique of station with purposive sampling method based on vegetation and Gap. Sampling was conducted randomly at 3 stations, Station I on vegetation of
Sonneratia caseolaris, Station II on Aegiceras corniculatum vegetation and
Station III on open field (Gap). Sampling was 90 samples of each station with size <3 cm including 30 individuals, 3-5 cm including young 30 individuals and > 5 cm including adult 30 individuals. The results obtained are the composition of natural foods found in the hull Polymesoda bengalensis consists of 2 divisions, 2 classes, 5 orders and 13 genera. Physical chemistry condition of habitat in Mangrove Area Gasan Gadang of Padang Pariaman regency can still support
Polymesoda bengalensis life with temperature ranges from 29-32o C, pH 6,5-7,7,
DO 3,05-7,79 ppm and salinity 0, 21-0.28 mg / L.
Keywords : Polymesoda bengalensis, composition of gastric content and IBT PENDAHULUAN
Jenis kerang-kerangan memi-liki bentuk yang beragam sesuai tempat hidupnya. Kerang banyak
terdapat di perairan tawar, daerah pasang surut dan kawasan mangrove. Salah satu jenis kerang yang mendominasi di kawasan mangrove adalah kerang bakau (Polymesoda
bengalensis Lamarck). Kerang ini
memiliki ukuran yang berbeda. Menurut Brandt (1974 dalam Sari, 2013) kerang ini memiliki panjang 65-95 mm, tinggi 65-90 mm dan tebal 40-45 mm. Polymesoda
be-ngalensis hidup dengan cara
mem-benamkan diri dalam substrat lumpur di sepanjang kawasan hutan bakau (Peter dan Sivatosvi, 2001).
Polymesoda bengalensis
ba-nyak digunakan oleh masyarakat sekitar sebagai salah satu sumber-daya pangan alternatif yang poten-sial. Polymesoda bengalensis di-manfaatkan untuk meningkatkan konsumsi gizi, walaupun masih me-ngandalkan hasil tangkapan dari alam dan didukung oleh sektor budidaya. Kelimpahan kerang pada habitatnya tergantung pada keadaan faktor lingkungan baik lingkungan abiotik maupun biotik (Zeswita, 1999). Pada umumnya kelompok Pelecypoda adalah biota pemakan suspensi dengan cara menyaring makanan. Sumber makanan hewan ini terdiri dari fitoplankton, bakteri, jamur, flagellata, zat organik terlarut (DOM) dan zat organik mengelom-pok (Kastoro, 1992).
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di lapangan, ancaman yang paling banyak ter-hadap populasi kerang ini adalah pengambilan atau penangkapan yang tidak memperhatikan tingkat umur atau kematangan reproduksinya. Ma-syarakat sekitar juga banyak yang melakukan alih fungsi lahan untuk pemukimam atau bangunan, serta pemanfaatan wilayahnya tidak di-lakukan dengan bijaksana dan tidak berwawasan lingkungan.
Selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi keberadaan biota pendapat Zeswita et al. (2016) bahwa keberadaan biota khususnya Mollus-ca diperairan tergantung pada bebe-rapa faktor lingkungan, turutama faktor kadar organik substrat.
Makanan mempunyai fungsi yang penting dalam kehidupan organisme karena berpengaruh pada metabolisme organisme yang ber-sangkutran. Pengetahuan tentang ke-biasaan makan memberikan jawaban hubungan ekologi diantara orga-nisme suatu perairan. Ketersediaan makanan merupakan salah satu fak-tor yang dapat mempengaruhi per-tumbuhan populasi organisme
Bi-valvia. Makanan yang tersedia ter-sebut dimanfaatkan oleh organisme untuk dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkembang karena adanya energi yang berasal dari makanan (Bahtiar, 2005).
Berdasarkan permasalahan tersebut telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui komposisi makanan alami yang ditemukan dalam lambung Kerang Bakau (Polymesoda bengalensis
Lamarck) di Kawasan Mangrove Ke-nagarian Gasan Gadang Kabupaten Padang Pariaman.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan de-ngan metode survey deskriptif dan teknik penetapan stasiun dengan
purposive sampling serta
pengam-bilan sampel dilakukan dengan metode acak. Metode analisis lambung menggunakan metode Fre-kuensi Kejadian. Stasiun penelitian terdiri dari tiga: 1) didominasi oleh tumbuhan Sonneratia caseolaris, 2) didominasi oleh tumbuhan Aegiceras
corniculatum dan 3) didominasi oleh
lahan terbuka (Gap). Jumlah sampel yang akan diambil sebanyak 90 ekor
(30 ekor masing-masing stasiun dengan ukuran yang beragam). 1. Kepadatan Relatif Makanan
KR = Jumlah individu setiap jenis
jumlah individu seluruh jenis x
100% (Suin, 2002).
2. Frekuensi Kehadiran Makanan FK=
Jumlah lambung yang berisi makanan sejenis Jumlah seluruh lambung yang berisi
x 100% (Effendi, 1979).
3. Indeks Bagian Terbesar / Indeks Makanan Terbesar
IBT = Vi x Oi
∑Vi x Oi x 100%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang analisis lambung kerang bakau (Polymesoda
bengalensis Lamarck) di kawasan
mangrove kenagarian Gasan Gadang Kabupaten Padang Pariaman ditemu-kan maditemu-kanan yang terdapat dalam lambung P. bengalensis terdiri dari Detritus dan 13 genera yang ter-masuk kedalam 2 Divisi yaitu Chlorophyta dan Chrysophyta. Chlo-rophyta terdiri dari 3 genera di-antaranya Cladophora, Cosmarium dan Oedogonium dan dari kelompok Chrysophyta juga ditemukan 10
genera yang terdiri dari Achnantes,
Cymbella, Diploneis, Fragillaria, Gyrosigma, Navicula, Neidium Pin-nularia, Surirella dan Synedra.
Frekuensi kehadiran (FK) dan kelimpahan relatif (KR) jenis ma-kanan dalam lambung kerang bakau
(Polymesoda bengalensis) pada ma-sing-masing stasiun pengamatan de-ngan berbagai ukuran panjang cangkang di kawasan mangrove Ke-nagarian Gasan Gadang Kabupaten Padang Pariaman disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.Frekuensi kehadiran (FK) dan kelimpahan relatif (KR) jenis makanan dalam lambung Polymesoda bengalensis Lamarck berdasarkan Stasiun pengamatan dan panjang ukuran cangkang.
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa jenis makanan yang di-temukan dalam lambung Polymesoda
bengalensis pada setiap Stasiun
berbeda. Stasiun I terdiri dari 12 genera dan detritus, Stasiun II terdiri dari 11 genera dan detritus dan Stasiun III terdiri dari 8 genera dan detritus. Frekuensi kehadiran (FK) yang tertinggi pada Stasiun I di-temukan pada detritus dan Navicula.
Kepadatan relatif (KR) tertinggi didapatkan detritus di Stasiun II dan diikuti Navicula pada Stasiun I. Frekuensi kehadiran yang terendah didapatkan pada genus Cladophora dan Diploneis sedangkan kepadatan relatif terendah didapatkan pada genus Cosmarium dan Oedogonium.
Urutan makanan alami yang ditemukan dalam lambung
Polyme-soda bengalensis pada
masing-FK (%) KR (%) masing-FK (%) KR (%) masing-FK (%) KR (%) masing-FK (%) KR (%) masing-FK (%) KR (%) masing-FK (%) KR (%) masing-FK (%) KR (%) masing-FK (%) KR (%) masing-FK (%) KR (%) A Chlorophyta 1 Cladophora 10 0.58 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 Cosmarium 10 1.17 10 0.43 10 0.70 10 0 10 0.59 0 0 0 0 10 1.15 0 0 3 Oedogonium 20 2.34 10 0.43 10 0.70 20 3.16 10 1.78 10 0.90 10 1.06 10 3.45 0 0 B Chrysophyta 4 Achnantes 10 0.58 20 0.85 10 0.70 0 0 20 1.18 0 0 0 0 10 1.15 0 0 5 Cymbella 70 15.79 80 19.57 60 16.90 60 15.19 80 24.26 60 19.82 80 27.66 80 21.84 60 35.19 6 Diploneis 0 0 0 0 10 0.70 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 Fragillaria 10 1.17 10 0.85 0 0 10 0.63 20 1.18 10 1.80 0 0 0 0 0 0 8 Gyrosigma 0 0 10 0.85 0 0 10 0.63 10 0.59 0 0 0 0 0 0 0 0 9 Navicula 90 23.39 90 36.17 70 25.35 80 23.42 80 23.08 70 31.53 60 23.40 50 27.59 40 14.81 10 Neidium 0 0 20 1.70 10 0.70 10 0.63 10 1.18 0 0 10 1.06 10 1.15 10 1.85 11 Pinnularia 0 0 0 0 0 0 30 1.90 20 1.78 0 0.70 0 0 0 0 0 0 12 Surirella 30 8.77 60 10.64 60 19.01 40 5.70 50 5.33 50 5.41 20 5.32 20 6.90 20 3.70 13 Synedra 40 4.68 40 2.56 40 4.23 50 5.06 50 4.14 40 4.5 40 9.57 40 6.90 40 11.11 C De tritus 100 41.52 90 25.96 100 30.99 100 43.67 100 34.91 90 36.04 100 31.91 90 29.89 90 33.33 Jumlah 99.99 100 99.98 99.99 100 100 99.98 100 99.99 > 5 cm 3-5 cm < 3 cm NO T aksa
sampel stasiun I sampel stasiun II sampel stasiun II > 5 cm 3-5 cm < 3 cm > 5 cm 3-5 cm < 3 cm
masing stasiun pengamatan dari se-tiap ukuran cangkang di kawasan mangrove kenagarian Gasan Gadang
Kabupaten Padang Pariaman di-sajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Urutan makanan alami yang ditemukan dalam lambung Polymesoda
bengalensis Lamarck berdasarkan Stasiun pengamatan dan panjang
ukuran cangkang.
Dari Tabel 2 dapat dilihat nilai Indeks Bagian Terbesar dari makanan alami kerang sangat bervariasi. Nilai Indeks Bagian Terbesar yang paling tinggi didapatkan pada Detritus yaitu 56,19 % pada Stasiun II dan diikuti genus
Navicula 40,82 % pada Stasiun I
sedangkan yang terendah didapatkan pada genus Cosmarium dan
Oedo-gonium,masing-masing sebesar 0,05
% pada Stasiun I. Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia habitat
Polymesoda bengalensis ditampilkan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Faktor Fisika Kimia Habitat Polymesoda bengalensis Lamarck
No Parameter Lokasi Penelitian
Stasiun I Stasiun II Stasiun III
1 Suhu 29o C 29o C 32o C
2 Kadar Asam (pH) 6,6 6,5 7,7
3 Oksigen Terlarut 3,39 ppm 3,05 ppm 7,79 ppm
4 Salinitas 0,21 mg/L 0,28 mg/L 0,25 mg/L
Dari Tabel 3 dapat dilihat faktor fisika kimia perairan di
Kawasan Mangrove Kenagarian Gasan Gadang Padang Pariaman
Vi.Oi IBT (%) Vi.Oi IBT (%) Vi.Oi IBT (%) Vi.Oi IBT (%) Vi.Oi IBT (%) Vi.Oi IBT (%) Vi.Oi IBT (%) Vi.Oi IBT (%) Vi.Oi IBT (%) A C hlorophyta 1 Cladophora 5.8 0.07 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 Cosm arium 11.7 0.15 4.3 0.05 7 0.70 0 0 5.9 0.07 0 0 0 0 11.5 0.18 0 0 3 Oedogonium 46.8 0.59 4.3 0.05 7 0.70 63.2 0.81 17.8 0.23 9 0.13 10.6 0.14 34.5 0.55 0 0 B C hrysophyta 4 Achnantes 5.8 0.07 17 0.21 7 0.70 0 0 23.6 0.30 0 0 0 0 11.5 0.18 0 0 5 Cym bella 1105.3 14 1565.6 19.63 1014 16.90 911.4 11.73 1940.8 24.64 1189.2 16.71 2212.8 30.24 1747.2 27.73 2111.4 33.83 6 Diploneis 0 0 0 0 7 0.70 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 Fragillaria 11.7 0.15 8.5 0.11 0 0 6.3 0.08 23.6 0.30 18 0.25 0 0 0 0 0 0 8 Gyrosigm a 0 0 8.5 0.11 0 0 6.3 0.08 5.9 0.07 0 0 0 0 0 0 0 0 9 Navicula 2105.1 26.67 3255.3 40.82 1774.5 25.35 1873.6 24.11 1846.4 23.44 2207.1 31.01 1404 19.19 1379.5 21.90 592.4 9.49 10 Neidium 0 0 34 0.43 7 0.70 6.3 0.08 11.8 0.15 0 0 10.6 0.14 11.5 0.18 18.5 0.3 11 Pinnularia 0 0 0 0 0 0 57 0.73 35.6 0.45 0 0 0 0 0 0 0 0 12 Surirella 263.1 3.33 638.4 8.01 1140.6 19.01 228 2.93 266.5 3.38 270.5 3.8 106.4 1.45 138 2.19 74 1.19 13 Synedra 187.2 2.37 102.4 1.28 169.2 4.23 253 3.26 207 2.63 180 2.53 382.8 5.23 276 4.38 444.4 7.12 C De tritus 4152 52.59 2336.4 29.3 30.99 30.99 4367 56.19 3491 44.33 3243.6 45.57 3191 43.6 2690.1 42.70 2999.7 48.07 Jumlah 7894.5 99.99 7974.7 100 99.98 99.98 7772.1 100 7875.9 99.99 7117.4 100 7318.2 99.99 6299.8 99.99 6240.4 100 < 3 cm > 5 cm 3-5 cm < 3 cm No T aksa
sampel stasiun I sampel stasiun II sampel stasiun II > 5 cm 3-5 cm < 3 cm > 5 cm 3-5 cm
diperoleh suhu berkisar 29-32o C, pH 6,5-7,7, oksigen terlarut (DO) 3,05-7,79 ppm, dan salinitas 0,21-0,28 mg/L. Nilai ini masuk kedalam kategori baik dan masih dalam batas toleransi untuk kehidupan
Polyme-soda bengalensis.
Komposisi makanan alami
Polymesoda bengalensis Lamarck
terdiri dari 13 genera meliputi
Clado-phora, Cosmarium, Oedogonium,
Achnantes, Cymbella, Diploneis,
Fragillaria, Gyrosigma, Navicula,
Neidum, Pinnularia, Surirella,
Synedra. Jumlah genus dari makanan
dalam lambung Polymosoda
benga-lensis yang ditemukan di kawasan
mangrove Gasan Gadang lebih sedikit dari yang ditemukan Sari (2013) di perairan Muaro Nipah. Sedikitnya jumlah genus di kawasan ini disebabkan karena kawasan mangrove Gasan Gadang berada pada kawasan intertidal, sehingga ketersediaan bahan sumber KOS atau kadar organik substrat hanya berasal dari serasah mangrove, sedangkan kawasan mangrove pada penelitian Sari (2013) berada pada daerah estuari, sehingga KOS selain berasal dari serasah vegetasi yang hidup
disana juga berasal dari bahan organik yang dibawa air dari daerah aliran sungai dan terakumulasi pada muara sehingga diperkirakan KOS perairan tinggi dan memungkinkan pertumbuhan fitoplankton sebagai makanan kerang lebih baik.
Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya sungai dengan laut. Kebanyakan estuari didominasi substrat berlumpur yang berasal dari endapan yang dibawa oleh air tawar maupun air laut. Partikel yang mengendap kebanyakan bersifat organik, sehingga substrat estuari biasanya kaya akan bahan organik. Bahan organik ini menjadi cadangan makanan utama bagi organisme estuari (Iswandi, 2012).
Pada estuari terdapat suatu penambahan bahan-bahan organik secara terus menerus yang berasal dari daerah aliran sungai. Perairan estuari umumnya dangkal sehingga cukup menerima sinar matahari untuk menyokong kehidupan tumbuh-tumbuhan yang sangat ba-nyak dan aksi pasang selalu meng-aduk bahan-bahan organik yang berada di sekitar tumbuh-tumbuhan. Perairan estuari merupakan daerah
yang kaya unsur hara, karena kaya akan unsur hara dan jasad renik makanan alami maka daerah ini merupakan daerah pengasuhan (nursery ground) dan daerah tempat mencari makan (feeding ground) bagi berbagai jenis biota laut seperti ikan, kerang dan udang (Menurut Hutabarat dan Evans (1986 dalam Kordi, 2007).
Kelompok makanan yang paling banyak ditemukan dalam lambung Polymosoda bengalensis adalah fitoplankton dari kelas Bacillarophyceae. Banyaknya jenis Bacillarophyceae dalam lambung kerang disebabkan karena ukuran dari jenis diatom yang kecil sehingga mudah untuk dicerna oleh kerang dan Bacillarophyceae memiliki din-ding sel yang keras. Hal ini sesuai dengan pendapat (Sachlan, 1972) bahwa, dinding sel Chrysophyta sangat keras dan tidak dapat membusuk atau larut dalam air karena terdiri dari 100 % silikat. Hal tersebut memungkinkan kelompok tersebut lebih dapat bertahan hidup dibanding kelompok lainnya.
Chrysophyta merupakan sa-lah satu kelompok alga terbesar
dengan kemampuan melekat pada substrat yang lebih tinggi dibanding-kan dengan kelas lainnya, sehingga menyebabkan tingginya kepadatan dan frekuensi kehadiran Chrysopyta didalam lambung kerang. Tingginya tingkat kehadiran Chrysophyta juga disebabkan oleh faktor fisika kimia perairan yang cocok dan mendukung untuk kehidupan Chrysophyta seperti yang terlihat pada (Tabel 3) suhu 29-32oC dan pH 6,5-7,7 sehingga me-mungkinkan pertumbuhan Chry-sophyta lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat (Farhan 1998
dalam Melinda dkk., 2015) bahwa
suhu normal untuk kehidupan Chrysophyta yaitu 20-35oC dan Chrysophyta tumbuh dan berkem-bang pada kisaran pH 4,5-8,5 (Arinardi dkk., dalam Sukmiwati 2012).
Kepadatan relatif makanan tertinggi didapatkan pada Detritus (Tabel 1) yaitu, 43,67 % yang ditemukan pada Stasiun II, diikuti Chrysophyta dari genus Navicula sebesar 36,17 % ditemukan pada Stasiun I, sedangkan kepadatan re-latif terendah adalah pada Chlo-rophyta dari genus Cosmarium dan
Oedogonium sebesar 0,43 %.
Fre-kuensi kehadiran makanan yang tertinggi adalah pada Stasiun I yaitu detritus yang bernilai 100 % dan diikuti Crysophyta dari genus
Navicula 90 %.
Tingginya frekuensi keha-diran detritus sesuai dengan pen-dapat (Melinda dkk., 2015) bahwa hutan mangrove merupakan penyup-lai bahan organik dan nutrien yang kemudian dimanfaatkan oleh kerang bakau sebagai sumber makanannya. Serasah dari guguran daun mangrove yang dihasilkan merupakan serasah yang paling penting peranannya dibandingkan dengan organ yang lain, karena merupakan sumber nutrisi bagi organisme. Semakin banyak serasah yang dihasilkan dalam suatu kawasan mangrove maka semakin banyak pula detritus yang dihasilkan. Detritus inilah yang menjadi sumber makanan bernutrisi tinggi untuk berbagai jenis orga-nisme perairan.
Frekuensi kehadiran terendah terdapat pada kelas Chlorophyta genus Cladophora dan Diploneis, masing-masing bernilai 10 % yang berarti bahwa makanan tersebut
hanya ditemukan dalam satu lam-bung kerang. Rendahnya frekuensi kehadiran Cladophora dalam lam-bung kerang bakau diduga karena hidupnya berfilamen dan bercabang, bervariasi, ukurannya lebih panjang dan beberapa jenis saja yang hidup menempel sehingga sulit dicerna oleh P.bengalensis. Menurut Prescott (1975) bentuk selnya berfilamen dan bercabang dengan percabangan tidak beraturan, berkoloni, dan lebarnya 20-40 µm dengan panjang 60-120 µm dan lebih panjang dari ukuran sifon Polymesoda bengalensis.
Sementara rendahnya freku-ensi kehadiran Diploneis didalam lambung kerang disebabkan karena ukuran tubuh Diploneis lebih besar dari pada ukuran sifon dan bukaan mulut kerang bakau, sehingga sulit untuk dicerna oleh Polymesoda
bengalensis. Menurut (Prowse, 1962)
dimana panjang tubuh Diploneis yaitu 30-40 µ dan lebar 15-17 µ sementara ukuran bukaan mulut
P.bengalensis adalah 0,5-1,5 mm.
Banyaknya genera makanan kerang yang ditemukan pada Stasiun I disebabkan karena vegetasi mang-rove yang hidup di Stasiun I di
dominasi oleh Sonneratia caseolaris yang memiliki daun yang kecil dan banyak sehingga banyak memiliki serasah dan serasah merupakan sumbangan untuk pembentukan KOS. Berdasarkan kondisi tersebut diperkirakan KOS Stasiun I tinggi sehingga mendukung kehidupan fitoplankton yang lebih banyak. Pada Stasiun II vegetasinya didominasi oleh Aegiceras corniculatum yang memiliki daun yang lebih lebar dan jumlah serasah yang sedang sehingga sedikit pula bahan untuk pem-bentukan KOS, maka KOS juga akan kurang sehingga fitoplankton yang ditemukan juga berkurang. Stasiun III merupakan lahan Gap atau lahan kosong yang sudah tidak ditumbuhi lagi oleh mangrove sehingga tidak ada serasah yang menjadi bahan pembentukan KOS, maka fito-plankton yang ditemukan juga sedikit.
Menurut (Zamroni dan Rohyani, 2008) bahwa produksi se-rasah merupakan bagian yang pen-ting dalam transfer bahan organik dari vegetasi ke dalam tanah. Bahan organik yang berasal dari daun-daun mangrove yang jatuh dan terjadi
proses dekomposisi oleh bakteri. Unsur hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam per-tumbuhan fitoplankton dan sebagai sumber nutrisi bagi ekosistem perairan dalam menyokong ke-hidupan berbagai organisme akuatik. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat nilai indeks makanan terbesar (IBT) lambung kerang didapatkan pada Detritus, yaitu 56,19 % pada Stasiun II dan diikuti oleh genus
Naviculayaitu 40,82 % pada Stasiun
I yang dikategorikan sebagai ma- kanan utama, makanan kedua adalah genus Cymbella yaitu 24,64 % pada Stasiun II dan makanan pelengkap yaitu genus Surirella 3,8 % pada Stasiun II. Sesuai dengan Effendi (1979), bila nilai IBT > 25 % maka macam makanan tersebut dikatakan sebagai makanan utama, bila nilai IBT berkisar antara 4-25 % maka makanan tersebut dikatakan sebagai makanan kedua dan bila nilai IBT < 4 %, maka makanan tersebut di-katakan sebagai makanan pelengkap. Tingginya IBT detritus di-sebabkan karena pada kawasan mangrove didominasi oleh tumbuhan
mangrove yang memiliki banyak serasah dan serasah dalam perairan akan hancur membentuk detritus. Serasah dari guguran daun yang jatuh akan terdeposit pada dasar perairan dan terakumulasi terus-menerus kemudian menjadi unsur hara yang dimanfaatkan oleh kerang sebagai sumber materi dan energi di perairan dan sebagian lagi diman-faatkan langsung oleh fitoplankton untuk proses fotosintesis (Nontji, 2008).
Tingginya IBT genus
Na-vicula disebabkan karena ukuran
selnya yang kecil sehingga mudah masuk kedalam inhalant sifon
Polymesoda bengalensis dan mudah
untuk dihancurkan serta hidupnya juga tidak mengelompok di perairan sehingga memudahkan proses penya-ringan makanan oleh sifon. Hal ini sesuai dengan Prowse (1962) bahwa genus Navicula hidupnya soliter, bentuk selnya memanjang dan ujung meruncing dan memiliki panjang tubuh 28-30 µ dan lebar 12-13µ sehingga memudahkan kerang bakau mengkonsumsinya.
Pada umumnya ukuran in-halant dan eksin-halant sifon pada
Polymesoda bengalensis adalah
berkisar 2,0-2,5 mm, sedangkan ukuran bukaan mulut adalah berkisar 0,5-1,5 mm. Partikel makanan yang melayang di perairan dan yang terdapat di dasar perairan diambil melalui Inhalant sifon kemudian disalurkan ke mulut (Menurut Jabang dan Noorsalam, 2000).
Dari (Tabel 3) dapat dilihat hasil pengukuran parameter fisika dan kimia habitat Polymesoda bengalensis di Kawasan Mangrove
Kenagarian Gasan Gadang Kabu-paten Padang Pariaman didapatkan suhu pada Stasiun I (29o C), Stasiun II (29o C) dan Stasiun III (32o C). Suhu ini masih masuk dalam kisaran sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan Bivalvia terutama untuk kerang bakau. Kadar asam (pH) pada Stasiun I (6,6), Stasiun II (6,5) dan Stasiun III (7,7), yang berarti masih dalam kisaran toleransi untuk kehidupan organisme laut. Oksigen terlarut (DO) untuk Stasiun I (3,39 ppm), Stasiun II (3,05 ppm) dan Stasiun III (7,79 ppm). Nilai salinitas untuk Stasiun I (0,21 mg/L), Stasiun II (0,28 mg/L) dan Stasiun III (0,25 mg/L). Menurut Effendi
(2003) Salinitas pada perairan payau berkisar antara 0,5-3 o/oo. Sementara Polymesoda masih bisa hidup pada
salinitas 4,0-5,0 o/oo (Aisyah, 2016).
Kerang tergolong euryhalin atau toleran terhadap perubahan salinitas, antar 5-40 ppt. Dari hasil pengukuran faktor fisika dan kimia habitat
Polymesoda bengalensis di kawasan
Mangrove Gasan Gadang masih dalam kisaran yang normal dan baik untuk pertumbuhan dan perkem-bangan Polymesoda bengalensis ser-ta pertumbuhan fitoplakton.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis isi lambung
Polymesoda bengalensis Lamarck
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Komposisi makanan alami yang ditemukan dalam lambung
Poly-mesoda bengalensis terdiri dari 13
genera, 2 divisi, 2 kelas dan 5 ordo. Kelimpahan Relatif dan frekuensi kehadiran Tertinggi didapatkan pada Detritus dan genus Navicula. Indeks Bagian Terbesar (IBT) dari Polymesoda
bengalensis adalah Detritus dan
genus Navicula makanan utama,
genus Cymbella makanan kedua dan Surirella makanan pelengkap. 2. Kondisi fisika kimia habitat di
Kawasan Mangrove Kenagarian Gasan Gadang Kabupaten Padang Pariaman masih bisa mendukung kehidupan Polymesoda
benga-lensis, suhu berkisar 29-32o C, pH
6,5-7,7, DO 3,05-7,79 ppm dan salinitas 0,21-0,28 mg/L.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah., R. Widiana dan L. Meriko. 2016. Kepadatan Populasi Kerang Bakau (Polymesoda
bengalensis L.) Di Kawasan
Mangrove Kenagarian Gasan Gadang Kabupaten Padang Pariaman. Jurnal Online.
Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat.
Bahtiar. 2005. Keberadaan Populasi Pokea (Batissa violacea-celebensis Martens, 1897)
pada Berbagai Daerah yang Berbeda di Sungai Pohara Kecamatan Sampara Ka-bupaten Konawe. Tesis
Sekolah Pascasarjana. IPB Bogor.
Effendi, I.M. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Dewi Sri.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Dan Lingkungan. Yog-yakarta: Kanisius.
Kastoro, W. W. 1992. Beberapa Aspek Biologi dan Ekologi Jenis-Jenis Mollusca Laut Komersial yang Diperlukan Untuk Menunjang Usaha Budidaya Prosiding Temu Karya Ilmiah Potensi Sumber Daya Kerang-Kerangan Sula-wesi Selatan dan SulaSula-wesi Tenggara Balai Penelitian Budidaya Pantai Manos. Kordi, M, G, H dan A. B. Tancung.
2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Per-airan. Jakarta: Rineka Cipta. Kusnadi, A., U. E. Hernawan., dan T.
Triandiza. 2008. Moluska Pa-dang Lamun Kepulauan Kei Kecil. Jakarta: LIPI Press. Melinda, M., S. P. Sari., dan D.
Rosalina. 2015. Kebiasaan Makan Kerang Kepah (Polymesoda erosa) Di Ka-wasan Mangrove Pantai Pasir Padi. Jurnal Oseatek. 9 (1): 35-44. Universitas Bangka Belitung.
Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Jakarta: LIPI.
Nurdin, J dan N, R, Nganro. 2000. Prefensi Makanan Kerang Lokan (Batissa violacea L.) di Estuaria Batang Masang Tiku Kabupaten Agam Suma-tera Barat.
Peter, K.L.N., dan N, Sivatoshi. 2001. A Guide to Mangrove of Singapore. Singapore: Singapore Science Center.
Prescott, G. W. 1975. Algae Westem
Great Lake Area WM. C
Brown Company Dubique. Iowa.
Prowse, G. A. 1962. Diatoms of
Malayan Freshwaters. Tropi-cal Fish Culture Research Institute, Batu Barendam, Malaca. In The Gardens
Buletin Singapore.
Sachlan, M. 1972. Planktonology. Corespondensi Cours Center. Departemen Pertanian : Jakarta.
Sari, P. D., R. Widiana dan A. L. Zeswita. 2013. Analisis Lambung Kerang Bakau (Polymesoda bengalensis) di Muaro Nipah Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Online. Pen-didikan BiologiSTKIP PGRI Padang. Padang.
Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Padang: Universitas Andalas. Sukmiwati, M. 2012. Komposisi
Makanan Alami Berbagai Jenis Teripang Dari Perairan Natuna Kepulauan Riau.
JurnalPerikanan Dan
Kela-utan. 17 (1): 75-87. Univer-sitas Riau.
U, Iswandi. 2012. Ekologi Dan Ilmu Lingkungan. Padang: UNP Press Padang.
Zamroni, Y., I. S. Rohyani. 2008. Produksi Serasah Hutan Mangrove di Perairan Pantai Teluk Sepi Lombok Barat.
Jurnal Biodiversitas. 9 (4) :
284-287. Universitas Mata-ram.
Zeswita, A. L. 1999. Habitat dan Kepadatan Populasi Serta Selektivitas Makanan Pensi (Corbicula moltkiana Prime). ThesisPascasarjana. Univer-sitas Andalas Padang.
Zeswita, A. L., Dahelni, I.J. Zakaria and S. Salman. 2016. Popu-lation Study Of Freshwater Shelfish Corbicula Sumatrana In Sing-karak Lake West Sumatra Indonesia. Rest . I. of. Phai., Biol. and che. Saenes.