• Tidak ada hasil yang ditemukan

AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AGRIPLUS, Volume 18 Nomor : 03 September 2008, ISSN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JARAK TRANSPORTASI SEBELUM PEMOTONGAN TERHADAP KARAKTERISTIK KARKAS SAPI BALI

Oleh: Harapin Hafid dan Rahim Aka1)

ABSTRACT

The objective of research to study influence transportation distance prior to slaughtering on carcass characteristic of Bali Cattle in South East Sulawesi Province. This research is used crosscut masculine Bali Cattle counted eighteen heads as sample which have experienced inspection of health of livestock (antemortem) and competent to be cut. This research use Randomized Block Design with sub sampling for twice replications. Treatment is cattle transportation distance (A) which consist of three treatment level namely apart transportation below/under 100 km (cattle come from sub-province of Konawe South and Town of Kendari = A1), apart transportation between 100 - 200 km (cattle come from sub-province of Konawe = A2) and above transportation distance 200 km (cattle come from sub-province of Bombana and of Kolaka = A3). Result of research indicate that, treatment of transportation distance do not have an effect on reality to decrease of wight live, carcass percentage and parts of carcass of Bali cattle.

Key words: transportation, carcass characteristic, Bali Cattle

PENDAHULUAN

Kualitas daging sapi potong sangat penting sebab terkait langsung dengan tuntutan konsumen. Tinggi atau rendahnya kualitas daging pada dasarnya sangat ditentukan oleh penanganan sapi sebelum dipotong, pada waktu dipotong dan penanganan setelah dipotong.

Sebelum diperoleh karkas atau daging sapi terlebih dahulu harus melalui proses yang panjang. Pada umumnya pola penyediaan sapi potong di beberapa daerah di Indonesia masih tergantung pada peternakan rakyat, dimana ternak sapi yang akan dipotong berasal dari daerah-daerah yang relatif jauh dari kota tempat dilakukannya pemotongan. Untuk sampai ke lokasi pemotongan atau rumah potong hewan (RPH) ternak terlebih dahulu harus diangkut dengan mobil dengan jarak transportasi yang jauhnya bervariasi. Hal tersebut juga terjadi di Kendari Sulawesi Tenggara dimana ternak yang dipotong berasal dari peternak di pedesaan dengan jarak yang cukup jauh dari kota tempat lokasi RPH berada, sehingga ternak harus diangkut terlebih dahulu dengan mobil (Hafid dan Syam, 2001).

Menurut Aberle et al. (2001) pengangkutan atau transportasi ternak sebelum pemotongan akan menimbulkan cekaman (stress) bahkan kelelahan sebagai akibat adanya lingkungan yang tidak sesuai dengan proses fisiologisnya selama perjalanan. Pemotongan yang dilakukan pada kondisi stress akan mengakibatkan daging yang dihasilkan kurang baik.

Selama pengangkutan ternak berada dalam posisi berdiri dan tidak bebas bergerak sehingga akan mengalami stress. Kondisi akan menjadi semakin parah oleh ketiadaan air minum dan atau pakan selama transportasi. Menurut Dewi (2004) ternak yang resisten terhadap stress mampu mempertahankan temperatur normal tubuh dan kondisi homeostatik dalam otot-ototnya dengan mengorbankan cadangan glikogen yang dimiliki.

Defisiensi glikogen terjadi apabila ternak yang mengalami stress seperti berkaitan dengan kelelahan, latihan, puasa, suasana gelisah dan langsung dipotong sebelum mendapat istirahat yang cukup untuk memulihkan cadangan glikogen ototnya. Defisiensi glikogen otot pada ternak dapat menyebabkan proses glikolisis pascamati

(2)

(rigormortis) yang terbatas dan berlangsung lambat sehingga daging yang dihasilkan mempunyai pH yang tinggi dengan warna merah gelap, bertekstur keras dan berair atau lebih dikenal dengan istilah daging DFD (dark, firm and dry). Menurut Aberle et al. (2001) kejadian DFD di luar negeri cukup banyak yaitu melebihi 20% terjadi pada sapi jantan muda dan merupakan masalah serius dalam produksi daging. Daging DFD sangat merugikan karena dengan pH akhir yang tinggi dan penampakan yang kurang bagus akan menurunkan harga daging sampai 25% atau 30% dari harga normal. Daging DFD tidak akan laku dijual sebagai daging segar kecuali djual sebagai daging olahan seperti sosos kering, daging asap asin ataupun diolah menjadi pakan hewan. Kasus DFD di Indonesia kemungkinan terjadi cukup banyak mengingat kondisi iklim tropis dan kondisi pengangkutan ternak belum memadai. Hasil penelitian Abustam et al. (1991) mendapatkan kejadian DCB di Sulawesi Selatan cukup tinggi, yakni sebesar 37,47% pada daging sapi dan kerbau.

Setelah mengalami proses transportasi yang melelahkan, perlu dilakukan penanganan yang baik sebelum dipotong. Penanganan minimal yang dapat diberikan adalah memberikan istirahat agar ternak mempunyai kesempatan memulihkan cadangan glikogen ototnya. Menurut Lawrie (2003) untuk mengembalikan kondisi tubuh akibat cekaman dan kelelahan selama pengangkutan diperlukan istirahat yang cukup ditempat penampungan sebelum ternak tersebut dipotong. Hal dimaksudkan untuk memulihkan kondisi fisiologis ternak terutama pemulihan glikogen otot karena akan digunakan untuk berkontraksi selama proses rigormortis pasca pemotongan. Menurut Hood dan Tarrant (1980) dalam Wahyuni (1998) ternak yang diistirahatkan sebelum dipotong dapat mengurangi kasus DCB (Dark Cutting Beef) pada daging sapi.

Berdasarkan paparan tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji pengaruh jarak transportasi sebelum pemotongan terhadap penampilan karkas sapi Bali yang dipotong di Kota Kendari.

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) Kecamatan Poasia Kota Kendari yang berlangsung selama 6 (enam) bulan yaitu pada bulan Mei - Oktober 2007.

Materi penelitian

Materi penelitian yang digunakan adalah ternak sapi Bali jantan yang dipotong (disembelih) di Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Kendari sebanyak 18 ekor sapi sebagai sampel yang telah menjalani pemeriksaan kesehatan ternak (antemorten) dan layak untuk dipotong. Alat yang digunakan adalah timbangan sapi, timbangan gantung, pisau jagal, alat tulis menulis, dll.

Prosedur penelitian

Pengambilan data dilakukan melalui dua tahap yaitu 1) wawancara dengan pemilik sapi dan jagal, 2) pengamatan langsung proses pemotongan sapi. Wawancara langsung dengan jagal dan pemilik sapi dimaksudkan untuk mengetahui asal ternak (diperoleh dari pedagang/jagal dan surat izin pengangkutan/ penjualan ternak dari instasi peternakan daerah asal), jarak transportasi, pola pemeliharaan, jumlah ternak per sekali angkut, waktu tempuh perjalanan, jenis kendaraan yang digunakan (mobil kijang pick up atau truk bak terbuka), kepadatan dan posisi ternak selama pengangkutan. Sedangkan pengamatan langsung dilakukan untuk mengetahui jenis kelamin, umur ternak, bangsa, bobot badan, ciri-ciri fisik ternak, bobot karkas dan bagian-bagiannya. Untuk menghindari variasi yang besar karena cara pemisahan bagian-bagian karkas maka ditetapkan untuk mengambil data pada seorang jagal yang sama.

Untuk verifikasi data digunakan data sekunder yang diperoleh dari pihak RPH berupa laporan bulanan pemotongan sapi pada dua tahun terakhir. Secara kronologis proses pemotongan hewan dan penerapan perlakuan adalah sebagai berikut: (1) Pemeriksaan

(3)

kesehatan ternak sebelum dilakukan perlakuan untuk melihat kelayakan sapi untuk dipotong (pemeriksaan antemortem). (2) Pengacakan sapi yang akan diberi perlakuan. (3) Penimbangan bobot badan awal sapi sebelum perlakuan pemuasaan. (4) Waktu penimbangan bobot badan awal dilakukan pada jam yang ditentukan agar rentang waktu sesaat setelah penimbangan sampai sesaat sebelum pemotongan dapat memenuhi satu perlakuan lama pemuasaan. (5) Pemuasaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ternak tidak diberi makan selama waktu tertentu tetapi tetap diberikan air minum secara adlibitum. (6) Sapi di istirahat selama 12 jam, penimbangan bobot awal dilakukan masing-masing pada pukul 08.00 pagi dan pukul 02.00 dini hari. (7) Penimbangan sapi sebelum pemotongan untuk mendapatkan data bobot sapi sebelum dipotong. (8) Penyembelihan sapi dilakukan secara tradisional dengan cara mengikat keempat kaki sapi dan membantingnya. Setelah rebah, selanjutnya disembelih. (9) Proses penyembelihan sapi dilakukan secara halal menurut ajaran agama Islam dengan menggunakan pisau tajam memutuskan vena jugularis, arteri carotis, oesophagus dan trakhea. (10) Selanjutnya dilakukan pengulitan, eviscerasi dan pengkarkasan (dressing). (11) Data karkas diperoleh dari penjumlahan bagian-bagian karkas yang terdiri dari paha depan kiri dan kanan (blade dan shin/shank), paha belakang kiri dan kanan (topside, inside, silverside dan shank), daging punggung (cuberoll, sirloin, fillet dan rump), daging perut (flank), daging dada (brisket), tulang belakang (back bone), rusuk (rib meat, spare rib, back rib dan short rib), leher (chuck) dan tulang leher (neck bone).

Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan sub sampling dengan dua kali ulangan (Gaspersz, 1994). Dasar pengelompokan adalah terhadap bobot badan sapi. Faktor jarak transportasi sapi (A) sebagai faktor perlakuan

terdiri atas tiga taraf perlakuan yaitu : (a) A1 = jarak transportasi di bawah 100 km (sapi

berasal dari kabupaten Konawe Selatan dan Kota Kendari). (b) A2 = jarak

transportasi 100-200 km (sapi berasal dari kabupaten Konawe). (c) A3 = jarak transportasi di atas 200 km (sapi berasal dari kabupaten Bombana dan Kolaka).

Model linear dari rancangan yang digunakan dalam pengolahan data adalah sebagai berikut :

Yijk= µ + Ai+ Єij

i = 1, 2, 3 j = 1, 2 dimana :

Yijk = Hasil pengamatan

µ = Nilai tengah umum (rata-rata yang sebenarnya).

Ai = Pengaruh jarak transportasi ke - i

Єij = Galat percobaan Parameter yang diamati

Parameter yang akan diamati pada penelitian ini adalah : (1) Berat awal adalah berat sapi sebelum diberi perlakuan pemuasaan. (2) Berat akhir adalah berat sapi setelah perlakuan pemuasaan sebelum sapi dipotong. (3) Penyusutan bobot hidup adalah hasil pengurangan antara berat awal dan berat akhir lalu dibagi berat awal dikali 100%. (4) Berat karkas diperoleh dari hasil penjumlahan timbangan bagian-bagian karkas. (5) Persentase berat karkas yaitu berat dari karkas yang diperoleh melalui proses penimbangan dibagi bobot hidup dikali 100%. (6) Berat bagian karkas diperoleh dari hasil penimbangan bagian-bagian karkas : a) Berat paha depan diperoleh dari hasil penimbangan bagian paha depan kiri dan kanan, b) Berat paha belakang diperoleh dari hasil penimbangan bagian paha belakang kiri dan kanan, c) Berat leher + dada + punggung diperoleh dari hasil penimbangan bagian leher, dada dan punggung, d) Berat perut diperoleh dari hasil penimbangan bagian perut. (7) Persentase bagian-bagian karkas diperoleh dari pembagian bobot bagian karkas dengan bobot karkas dikali 100%.

(4)

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of varians). Perbedaan di antara perlakuan diuji dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menurut petunjuk Gaspersz (1994).

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusutan Bobot Hidup Sapi Bali

Rata-rata penyusutan bobot hidup sapi Bali selama perlakuan jarak transportasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata Penyusutan Bobot Hidup Sapi Bali (%).

Jarak Transportasi Pengelompokan Rata-rata I II III ---%---< 100 km (A1)ns 2,99 1,60 1,56 3,21 1,91 1,51 2,13 100 – 200 km (A2) ns 3,50 2,01 0,98 3,30 2,28 1,36 2,24 > 200 km (A3)ns 3,28 2,34 1,23 2,84 2,64 1,30 2,48

Keterangan : ns = non signifikan (P > 0,05). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jarak transportasi tidak berpengaruh nyata terhadap rata-rata penyusutan bobot hidup sapi Bali. Jarak transportasi tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap penyusutan bobot hidup sapi atau dengan kata lain perlakuan jarak transportasi tidak memberikan dampak stress yang berarti pada sapi.

Meskipun demikian rata-rata penyusutan yang dialami cukup besar yakni berkisar 2,14-2,48%. Terjadi penyusutan bobot hidup sapi akibat adanya perbedaan jarak trasportasi diduga disebabkan oleh adanya recovery energi akibat stress selama perjalanan serta penurunan bobot isi saluran pencernaan

dan kantung kemih dan tidak disebabkan oleh penurunan bobot jaringan tubuh. Selama pengangkutan ternak mengalami urinasi dan defikasi lebih sering terutama pada awal perjalanan sehingga terjadi penurunan bobot badan (Shorthose dan Wythes, 1988; Anderson dan Kiser, 1967).

Persentase Karkas Sapi

Persentase bobot karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong dikali 100%. Rata-rata persentase karkas sapi selama perlakuan jarak transportasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.

(5)

Tabel 2. Rata-rata persentase bobot karkas sapi Bali pada jarak transportasi yang berbeda. Jarak Transportasi Pengelompokan Rata-rata I II III ---%---< 100 km (A1)ns 55,69 60,81 60,31 58,78 57,42 62,30 59,22 100 – 200 km (A2)ns 52,35 52,30 57,00 52,86 57,19 52,20 53,98 > 200 km (A3)ns 48,85 48,84 51,48 47,89 52,54 50,27 49,98

Keterangan : ns = non signifikan (P > 0,05). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jarak transportasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase bobot karkas sapi. Meskipun demikian terdapat kecenderungan bahwa semakin lama sapi diistirahatkan maka cenderung menghasilkan karkas dengan persentase yang lebih tinggi dibandingkan lama istirahat yang singkat. Demikian pula pada perlakuan jarak transportasi, terdapat kecenderungan bahwa jarak transportasi yang pendek cenderung menghasilkan karkas yang lebih tinggi sebagai akibat lanjut dari terjadinya cekaman atau stress yang berlebihan selama perjalanan.

Menurut Shorthose dan Wythes (1988) dalam Dewi (2004) bahwa susut bobot hidup dan bobot karkas dipengaruhi oleh lamanya istirahat dan stress selama diperjalanan.

Persentase Bagian Karkas Sapi Bali

Karkas sapi Bali terdiri atas bagian-bagian seperti paha depan, paha belakang, leher, dada, punggung dan perut. Persentasse bagian karkas adalah hasil pembagian berat bagian karkas dengan berat karkas kemudian dikali 100%. Rataan persentase bagian-bagian karkas sapi Bali pada jarak transportasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase bagian-bagian karkas sapi Bali pada jarak transportasi yang berbeda.

Bagian Karkas Jarak Transportasi (km)

< 100 100-200 >200

Paha depan ns 22,50 21,90 22,01

Paha Belakang ns 32,10 33,80 33,21

Leher + Dada + Punggung ns 41,02 40,32 40,90

Perut ns 4,05 4,15 4,50

Keterangan : ns = non signifikan (P > 0,05). Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan jarak transportasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase bagian-bagian karkas sapi Bali baik dari bagian paha depan, paha belakang, leher + dada + punggung ataupun perut. Hal tersebut menunjukkan bahwa persentase bagian-bagian

karkas sapi relatif sama meskipun diberikan perlakuan jarak transporatsi yang berbeda.

Meskipun demikian dapat diperoleh informasi, bahwa karkas sapi Bali dari penelitian ini terdistribusi pada paha depan (22,01-22,50%), paha belakang (32,10-33,80%), bagian leher, dada dan punggung

(6)

(40,90-41,02%) dan bagian perut (4,05-4,50%). Hal ini tentunya sangat penting untuk praktik dilapangan dalam penentuan kualitas daging sebab konsumen bisa merencanakan pembelian daging sapi Bali berdasarkan bagian-bagian karkas tersebut.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan jarak transportasi tidak berpengaruh nyata terhadap penyusutan bobot hidup sapi, persentase karkas dan bagian-bagian karkas sapi Bali.

DAFTAR PUSTAKA

Aberle, D.E, J.C. Forrest, D.E. Gerrard, E.W. Mills. 2001. Principles of Meat Science. Fourth Edition. W.H. Freeman and Company. San Francisco, United States of America.

Abustam, E., 1991. Deteksi dark cutting beef (DCB) penyebab rendahnya mutu daging sapi. Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama Balitbang Pertanian dengan Perguruan Tinggi (ARMP Project).

Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Anderson, A.L. and J.J. Kiser., 1967. Sheep in Introduction Animal Science. The Macmillan Company, New York. P-545.

Dewi S.H.C., 2004. Pengaruh pemberian gula, insulin dan lama istirahat sebelum pemotongan pada domba setelah pengangkutan terhadap kulitas daging.

Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Hafid, H dan Syam, A., 2001. Studi tentang karakteristik karkas kambing lokal yang berasal dari pola pemeliharaan secara tradisional. Hasil Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo Kendari. Kendari.

Lawrie, R. A. 1977. Meat : Curret developments and future status. Meat Science 1 : 1 – 13.

Shorthose, W.R. and J.R. Wythes, 1988. Transport of sheep and cattle. Proceeding of 34 th International Congress of Meat Science and Technology. Brisbane. P. 122-129. Wahyuni, I., 1998. Pengaruh kondisi transportasi

dan lama istirahat terhadap sifat-sifat daging sapi. Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata Penyusutan Bobot Hidup Sapi Bali (%).
Tabel 3. Persentase bagian-bagian karkas sapi Bali pada jarak transportasi yang berbeda.

Referensi

Dokumen terkait

sulit untuk diukur, sehingga pemakai informasi membutuhkan jasa pihak ketiga yaitu auditor independen untuk memberi jaminan bahwa laporan keuangan tersebut relevan dan

Model yang paling sesuai untuk peramalan konsumsi listrik di Jawa Timur pada periode Januari 2013 hingga Desember 2013 untuk kelompok sosial, bisnis, dan industri dengan

Maksud disusunnya Renstra Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Pesisir Selatan ini adalah sebagai pedoman dalam penyusunan Rencanan Kerja Tahunan

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan,

(1) Untuk tiap tahun buku oleh Direksi disusun perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca dan perhitungan laba rugi; neraca dan perhitungan laba rugi tersebut dikirimkan

promosi dan penawaran yang menarik agar konsumen lebih memilih untuk membeli dari Karimun Secret Batam, terus berinovasi dalam varian produk, meningkatkan kualitas

Berdasarkan Tabel diatas hasil yang diperoleh nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square ) sebesar 0,279 angka tersebut digunakan untuk melihat besarnya pengaruh

Segala kemulian dan hormat bagi Tuhan atas anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “ Strategi Bauran Pemasaran Jasa Pada Sekolah : Studi Kasus