• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARTA RAHARJA 1(1) (2019): KARTA RAHARJA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARTA RAHARJA 1(1) (2019): KARTA RAHARJA."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KARTA RAHARJA 1(1) (2019): 57 - 66

KARTA RAHARJA

http://ejurnal.malangkab.go.id/index.php/kr

Pengembangan Wisata Wendit

sebagai Penunjang Pariwisata

di Kecamatan Pakis Kabupaten Malang

Dyah Eka Supiana

*

Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Malang, Jawa Timur JL. KH Agus Salim No 7, Malang

Dikirim: 8 April 2019; Disetujui: 28 Juni 2019; Diterbitkan: 8 Juli 2019

Abstract

Malang Regency is one of the tourist destinations in East Java and has been designated as one of the 10 Archipelago (National) tourist destinations. This opportunity is currently not too utilized by the government of Malang Regency in devel-oping the Wendit Water Tourism Park (TWAW) which is one of the tourist destinations in Malang which is well known and has become one of the tourism icons of Malang Regency. TWAW currently seems less innovative and has decreased visitors. The purpose of this study is to identify investment potentials in the Wendit Tourism Area, identify investment potentials and tourism product development activities, as well as investment strategies based on analysis of investment feasibility studies. The research method uses a descriptive qualitative approach with techniques namely observation, interviews, and documentation. The results of this study mention that an appropriate management model is a collaborative management in the form of diversification which includes protection of ecological aspects, identification of flora, fauna and geology, devel-opment of human resources, TWAW investment cooperation, develdevel-opment of tourism activities, creation of tour packages, arrangement of visitors, procurement and maintenance facilities and infrastructure, promotion and marketing as well as communication and coordination between stakeholders. In conclusion the management needs to do a number of things including protection of environmental conditions and Creating Educational Tour Packages / interpretations.

Keywords: Tourism, Investment, Tourism Wendit Abstrak

Kabupaten Malang merupakan salah satu tujuan wisata di Jawa Timur dan telah ditetapkan menjadi salah satu dari 10 destinasi wisata Nusantara (Nasional). Peluang tersebut saat ini tidak terlalu dimanfaatkan pemerintah Kabupaten Malang dalam mengembangkan Taman Wisata Air Wendit (TWAW) yang merupakan salah satu destinasi wisata di ka-bupaten Malang yang sudah dikenal dan menjadi salah satu ikon pariwisata kaka-bupaten Malang. TWAW saat ini terkesan kurang inovatif dan mengalami penurunan pengunjung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi in-vestasi di Kawasan Wisata Wendit, mengidentifikasi potensi inin-vestasi dan kegiatan pengembangan produk wisata, serta strategi investasi berdasarkan analisis studi kelayakan Investasi. Adapun metode penelitian menggunakan pendekat-an kualitatif deskriptif dengpendekat-an teknik yaitu observasi, wawpendekat-ancara, dpendekat-an dokumentasi. Hasil penelitipendekat-an ini menyebutkpendekat-an model pengelolaan yang sesuai adalah kolaborasi pengelolaan dalam bentuk diversifikasi yang meliputi perlindungan aspek ekologis, identifikasi flora, fauna dan geologi, pengembangan sumberdaya manusia, kerja sama investasi TWAW, pengembangan kegiatan wisata, pembuatan paket wisata, pengaturan pengunjung, pengadaan dan pemeliharaan sara-na dan prasarasara-na, promosi dan pemasaran serta komunikasi dan koordisara-nasi antar stakeholder. Kesimpulannya pihak pengelola perlu melakukan beberapa hal di antaranya Perlindungan terhadap kondisi lingkungan dan Membuat Paket Wisata Edukasi/interpretasi.

(2)

I. Pendahuluan

Pariwisata semakin berkembang seiring dengan perkembangan sosial, budaya, ekonomi, teknologi, sistem politik, serta meningkatnya keamanan di suatu daerah (Damanik & Weber, 2006). Pariwisata tidak hanya untuk menikmati waktu luang, namun terkait juga dengan berbagai aspek kehidupan. Sejak diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah, hampir setiap daerah di Indonesia berusaha untuk menyediakan, menggali, dan mengembangkan potensi daerah yang ada. Salah satu potensi daerah yang dapat dikembangkan adalah sektor pariwisata. Peranan pariwisata dalam pembangunan secara garis besar berintikan tiga segi yakni segi ekonomis (devisa, pajak-pajak), segi kerjasama antar Negara (persahabatan antarbangsa), segi kebudayaan (memperkenalkan kebudayaan kita kepada wisatawan mancanegara).

Pariwisata merupakan salah satu peluang bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Rezi, 2015). Terkait hal itu Pemerintah perlu mengembangkan sektor pariwisata secara optimal sebagai sektor unggulan, tidak terkecuali bagi Kabupaten Malang. Kabupaten Malang merupakan salah satu tujuan wisata di Jawa Timur dan telah ditetapkan menjadi salah satu dari 10 destinasi wisata Nusantara (Nasional). Grand design pengembangan pariwisata Kabupaten Malang sudah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RJPMD) lima tahunan yang akan dimulai dari Singosari dan selanjutnya meluas ke seluruh wilayah kabupaten.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang Arus kunjungan wisatawan domestik maupun macanegara ke Kabupaten Malang selama 2010 - 2017 mengalami peningkatan cukup signifikan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yakni mencapai 6.395.875 orang untuk wisatawan domestik dan 108.485 untuk wisatawan mancanegara.

Pada 2014, kunjungan wisatawan mancanegara ke Kabupaten Malang sebanyak 36.559 orang dan domestik sebanyak 2.868.977 orang. Kemudian pada 2015, wisatawan domestik sebanyak 3.554.609 orang dan mancanegara sebanyak 99.873 orang. Sementara pada 2016, wisatawan domestik sebanyak 5.719.881 orang dan mancanegara sebanyak 129.663 orang. Pada Sementara itu pada tahun. Pada 2018 Kabupaten Malang menargetkan jumlah kunjungan wisatawan mencapai 7 juta orang (malangtimes.com, 2018b). Meningkatnya kunjungan wisatawan ke Kabupaten Malang ini tak lepas dari gencarnya promosi melalui berbagai even, baik skala nasional maupun internasional. Selain itu, juga promosi melalui media massa dan media sosial (medsos) (malangtimes.com, 2018a).

Besarnya tingkat kunjungan wisata ke Kabupaten Malang menjadi peluang bagi beberapa objek wisata baru yang tengah berkembang. Salah satu objek wisata di Kabupaten Malang yang memiliki prospek cukup potensial untuk dikelola dan dikembangkan adalah Taman Wisata Air Wendit.

Taman Wisata Air Wendit (TWAW) merupakan salah satu destinasi wisata di Kabupaten Malang yang sudah dikenal dan menjadi salah satu icon pariwisata Kabupaten Malang. Destinasi wisata ini terletak di desa Mangliawan Kecamatan Pakis Kabupaten Malang. Destinasi wisata ini memiliki beberapa jenis atraksi seperti atraksi alam, budaya dan buatan yang menjadi daya tarik kunjungan bagi wisatawan. Taman TWAW merupakan destinasi wisata andalan yang memiliki prospek untuk pengembangan pasar wisatawan nusantara dan mancanegara karena terletak dijalur lintas wisata Tumpang dan Bromo. Optimalisasi pengelolaan destinasi wisata Taman Wisata Air Wendit (TWAW) masih sangat diperlukan untuk mendongkrak pendapatan wisata.

Pada 2016, Abdillah, Hamid, dan Topowijono (2016) dalam penelitiannya menemukan pengembangan Taman Wisata Air Wendit berdampak kepada kehidupan masyarakat sekitar. Dampak tersebut berupa dampak sosial seperti meningkatnya keterampilan penduduk, transformasi mata pencaharian dan transformasi norma. Selain itu dampak budaya yang masih tetap dilestarikan, hal tersebut juga memberikan dampak ekonomi berupa penyerapan tenaga kerja, mendorong aktivitas berwirausaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar wisata Wendit.

Namun salah satu persoalan yang dihadapi oleh manajemen saat ini dalam mengelola destinasi wisata Taman Wisata Air Wendit (TWAW) adalah lemahnya inovasi pengembangan atraksi dan sarana prasarana wisata yang menyebabkan kondisi Taman Wisata Air Wendit (TWAW) mengalami stagnasi yang berdampak terhadap menurunnya citra destinasi dan minat pengunjung. Kondisi seperti ini menjadi ironis mengingat potensi yang dimiliki objek wisata ini sangat menjanjikan, tapi belum dikelola secara optimal dan profesional. Hal ini seharusnya sudah menjadi perhatian utama bagi pemerintah Kabupaten Malang.

Permasalahan mendasar lain yang dihadapi dalam pengelolaan TWAW adalah belum optimalnya pengelolaan dikarenakan kurangnya tenaga profesional dan birokrasi belum berjalan dengan efektif sehingga menyebabkan pengunjung TWAW mengalami penurunan. Disamping itu banyak terjadi kebocoran dana dalam pengelolaan sehingga seringkali target pendapatan yang ditetapkan tidak tercapai. Sarana prasarana yang ada di TWAW

(3)

cukup banyak, tetapi dalam pengelolaan TWAW terlihat bahwa sarana dan prasarana yang ada belum terpelihara dengan baik sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kurangnya perawatan terhadap sarana dan prasarana yang ada karena minimnya dana perawatan yang diperoleh mengingat seluruh dana operasional TWAW menjadi beban Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang dananya diperoleh dari pengelolaan TWAW. Realisasi pendapatan yang tidak sesuai dengan target yang telah menyebabkan pendapatan yang diperoleh hanya dipergunakan untuk kegiatan rutin seperti belanja pegawai, membayar listrik, operasional sehingga alokasi dana untuk perbaikan dan pengembangan tidak ada.

Seiring dengan perkembangan pariwisata yang sangat pesat di Malang Raya, memunculkan berbagai tempat wisata baru yang lebih menarik. Tentu keadaan tersebut mengancam keberadaan tempat wisata yang sudah ada. Maka berbagai perubahan yang terjadi dan kondisi ini harus disikapi dan diantisipasi dini oleh pemerintah daerah dengan menerapkan strategi yang efektif guna memanfaatkan kekuatan internal yang dimiliki dan mempertimbangkan pengaruh eksternal.

Beberapa penelitian terdahulu banyak yang mengulas terkait pengembangan pariwisata. Gustin (2018), misalnya, merumuskan arahan pengembangan wisata alam air terjun Coban Canggu di Kecamatan Pacet. Dalam penelitiannya ia menemukan faktor yang mendukung pengembangan wisata air Coban Cangu Pacet adalah keberadaan Daya Tarik Wisata, aksesibilitas, Fasilitias Pariwisata, kesejahteraan masyarakat, Infrastruktur, Kepuasan Wisatawan dan Keterpaduan dengan lingkungan. Berdasarkan faktor penentu disusun arahan pengembangan Daya Tarik Wisata dengan mempertahankan dan memperbaiki kondisi lingkungan daya tarik wisata alam, Aksesibilitas, Fasilitas, Kesejahteraan, Infrastruktur, Kepuasan, dan Keterpaduan dengan Masyarakat ikut berpartisipasi untuk melestarikan alam disekitar air terjun Coban Canggu.

Selain Gustin, Hidayat (2016) juga meneliti pengembangan tempat wisata di daerah berbeda yaitu di Pangandaran. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap kondisi produk wisata dan pasar aktual, objek wisata pantai Pangandaran, dalam hal kerusakan sarana prasarana, kesemerawutan pantai cukup kompleks, pantai Pangandaran tengah mencapai fase stagnasi dalam daur siklus hidup objek wisata. Di mana menurut Hidayat, fase stagnasi ini harus dapat diperbaiki sehingga tidak terjerembab dalam waktu singkat dalam fase kemunduran (decline). Ia menyarankan pemerintah perlu menjalin kerja sama yang lebih baik dan berkelanjutan dengan pihak-pihak yang kompeten

dan berpengalaman dibidang pariwisata seperti diving centre, travel, hotel, akademisis dalam pengembangan pemahaman, komunikasi dan edukasi pembangunan pariwisata bahari.

Dari sudut pandang lain terkait lanskap perencanaan kawasan wisata berkelanjutan, Adriani, Hadi, Nurisjah (2016) menyimpulkan masyarakat lokal dapat menerima pengembangan pariwisata karena telah meningkatkan pendapatan mereka dari pariwisata. Temuan penelitiannya, menyimpulkan, pariwisata telah mengalihkan mata pencaharian penduduk setempat dari pertanian ke pariwisata. Namun wisatawan kurang nyaman dengan kondisi kepadatan saat ini oleh kendaraan, kurang bersih dan kurang nyaman, serta terjadinya perubahan signifikan dalam pandangan gunung. Untuk menjaga kelestarian lingkungan, pengembangannya harus dilakukan di daerah yang memiliki zona wisata potensial tinggi. Selain melindungi lingkungan, dampak ekonomi positif bagi masyarakat lokal dapat berlanjut dan meningkatkan permintaan, sehingga konsep pariwisata berkelanjutan perlu dilakukan di daerah ini.

Menurut Richards (2011), dalam penelitiannya yang berjudul Creativity and tourism: The State of the Art menyarankan pengelolaan wisata yang kreatif. Kreativitas memberikan aktivitas, konten dan suasana untuk pariwisata dan pariwisata pada gilirannya mendukung kegiatan kreatif. Integrasi pertumbuhan pariwisata dan kreativitas jelas dalam mendukung pariwisata sebagai industri kreatif. Begitu juga menurut Selby et al. (2011) dalam The realisation of tourism business opportunities adjacent to three national parks in southern Finland: entrepreneurs and local decision-makers matter. Sikap pengambil keputusan cenderung mempengaruhi kesediaan untuk mengatur sumber daya yang diperlukan untuk pengembangan alam berbasis pariwisata, misalnya kepemimpinan, penyebaran pengetahuan, mendidik masyarakat, perencanaan, memberikan bantuan teknis dan konsultasi dan membangun infrastruktur pariwisata.

Berbeda dengan penelitan sebelumnya yang belum sepenuhnya membahas pengembangan pariwisata, terutama yang didasarkan pada kajian kajian aspek pasar, aspek teknis dan operasional, aspek manajemen sumber daya manusia dan aspek keuangan, serta aspek sosial ekonomi TWAW. Penelitian ini akan berfokus pada beberapa pembahasan di antaranya identifikasi potensi investasi di Kawasan Wisata Wendit, potensi investasi dan kegiatan pengembangan produk wisata, serta strategi investasi berdasarkan analisis studi kelayakan Investasi. Sehingga nantinya penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan berupa strategi untuk pengembangan

(4)

TWAW dalam meningkatkan kunjungan wisatawan dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Malang.

II. Metode

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan kualitatif deskriptif. Adapun fokus penelitian ini menggunakan strategi pengembangan pariwisata dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2002) dalam menganalisis hasil penelitian, yang terdapat 6 (enam) variabel yaitu: strategi pengembangan produk, strategi pengembangan pasar dan promosi, strategi pemanfaatan ruang untuk pariwisata, strategi pengembangan sumber daya manusia, strategi investasi, dan strategi pengelolaan lingkungan. Penelitian mengambil lokus di Taman Wisata Air Wendit (TWAW). TWAW dipilih kerena saat ini menjadi destinasi wisata andalan yang memiliki prospek untuk pengembangan pasar wisatawan nusantara dan mancanegara yang terletak dijalur lintas wisata Tumpang dan Bromo.

Penelitian ini bersumber dari data primer yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara, dan sumber data sekunder yang berasal dari studi pustaka, jurnal online, dan laporan-laporan atau dokumen lain yang terkait. Adapun Teknik pengumpulan data menggunakan tiga teknik yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Selain itu, analisis data meliputi tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles & Huberman, 2009). Selain itu untuk perumusan Strategi Pengembangan dengan menggunakan analisis SWOT.

III. Hasil dan Pembahasan

Taman Wisata Air Wendit (TWAW) terletak di Desa Mangliawan Kec. Pakis Kabupaten Malang, 8 Km dari kota Malang. Lokasinya Terletak di tepi kanan jalan utama arah ke Taman Nasional Bromo Semeru. TWAW saat ini menjadi UPT di bawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang berdasarkan Peraturan Bupati No 8 Tahun 2017 Tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) TWAW Pada Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan. Adapun dtatus pengelolaan TWAW berupa Badan layanan Umum Daerah (BLUD).

A. Identifikasi Potensi Investasi

Potensi pasar adalah suatu faktor yang menentukan berhasil tidaknya pemanfaatan suatu obyek wisata. Menurut Soekadijo (2000), suatu daerah di mana terdapat sejumlah atraksi wisata, dan telah memiliki sarana akomodasi kepariwisataan seperti hotel dan restoran dan telah tersedia angkutan wisata yang akan mengangkut wisatawan

dari daerah asalnya, mengandung potensi untuk menjadi ‘daerah tujuan wisata’ (tourist destination area). Untuk melihat kondisi potensi investasi dan daya tarik TWAW perlu menggali lebih dalam potensi dan dampak yang mungkin ditimbulkan oleh aktivitas pariwisata. Hal demikian sejalan dengan Farrell dkk (2002) yang mengatakan, nilai daya dukung lebih menekankan pada pentingnya jumlah penggunaan. Di sisi lain pengalaman berwisata tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah pengunjung, melainkan juga aktivitas berwisata, perilaku pengunjung dan tingkat pendidikan dan harapan/tujuan berwisata.

TWAW memiliki berbagai nilai daya tarik tersendiri. Nilai daya tarik wisata yang ditawarkan TWAW meliputi nilai wisata alam, nilai wisata budaya, dan nilai wisata buatan berbasis konservasi dan fungsionalisasi dan berwawasan lingkungan yang terdapat di berbagai area TWAW. Proporsi nilai yang ingin dicapai TWAW dengan daya tarik wisata yang dimiliki adalah terwujudnya Taman Wisata Air Wendit Sebagai Tujuan Wisata Andalan.

Berbagai daya tarik yang dimiliki TWAW ini merupakan modal awal untuk menangkap peluang tren kunjungan wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara yang berkunjung untuk menikmati daya tarik wisata. TWAW mengemban misi Mengembangkan pariwisata yang berbasis pada kekuatan potensi alam (wisata alam) yang berwawasan lingkungan dengan konsep pengembangan ecotourism yang berbasiskan konservasi dan fungsionalisasi pengembangan destinasi wisata berbasis teknologi dan pendidikan. Konsep ecotourisme dipilih karena lokasi TWAW bertujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. (The Ecotourism Society, 1990) menyatakan bahwa ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Menurut Osterwalder ( 2 0 1 0 ) , dalam ekowisata inilah (nilai tambah yang diberikan kepada para pelanggan) yang dapat memberi nilai tambah kepada segmentasi yang spesifik.

TWAW sejauh ini meskipun merupakan bagian dari jalur kunjungan alternatif bagi wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara, menuju Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan Coban Pelangi, namun tidak cukup menggaet wisatawan mancanegara maupun domestik yang hendak ke Bromo. Kondisi ini mengindikasikan bahwa segmen pasar TWAW tidaklah sama dengan wisatawan yang hendak mengunjung Bromo. Sebagian besar pengunjung TWAW mempunyai orientasi yang berbeda dibanding pengunjung Bromo.

(5)

Berdasarkan hasil analisis karakteristik, pengunjung TWAW masuk dalam kategori Casual (1991), sifat wisatawan yang mengambil alam sebagai bagian dari jadwal yang lebih luas. Dan berdasarkan asal pengunjung yang datang di TWAW, Segmen pasar TWAW adalah wisatawan domestic bahkan cenderung masih bersifat lokal yang tidak banyak mengalokasikan biaya untuk kegiatan berwisata didukung oleh bukti rata-rata penghasilan dan alokasi dana untuk wisata yang tidak begitu tinggi. Hal ini membuktikan bahwa pengunjung TWAW sebagian besar adalah masyarakat menengah kebawah. Meskipun ada beberapa yang keadaan ekonominya cukup tinggi, namun dari aspek pilihan wisata masih mempertimbangkan banyak sedikitnya alokasi dana yang akan dibelanjakan untuk kegiatan wisata. Selain itu berdasarkan jumlah keterlibatan orang dalam kegiatan wisata, TWAW merupakan tempat wisata yang menjadi jujugan keluarga atau rombongan terutama keluarga yang mempunyai anak usia balita dan anak-anak. Permasalahan lain adalah selama kurun waktu 7 tahun terakhir, jumlah kunjungan wisata pada Taman Wisata Air Wendit mengalami penurunan.

Penurunan pengunjung ini berbanding terbalik dengan permintaan wisatawan khususnya di daerah Malang Raya secara keseluruhan yang tiap tahunnya mengalami peningkatan baik

wisatawan lokal maupun mancanegara. Beberapa kelebihan yang ditawarkan adalah harga paket wisata yang ditawarkan relatif murah. Kondisi yang bertolak belakang ini, mendorong pemerintah agar mendesain sebaik mungkin perencanaan pengembangan kedepannya dan segera mungkin untuk melakukan perbaikan agar kembali membaik karena taman wisata wendit merupakan salah satu aset yang menjanjikan terutama di bidang pariwisata dalam meningkatkan PAD Kabupaten Malang.

B. Potensi Investasi dan Kegiatan Pengembangan Produk Wisata

Dalam memperhatikan potensi wisata dan pengembangan produk wisata, tentu perhatian penting ditujukkan dalam pemeliharaan aspek ekologis (Oktadiyani, Muntasib, & Sunkar, 2005). Pemeliharaan ini tujuannya tidak lain untuk melindungi dan mengamankan sumber daya alam TWAW dari gangguan oleh pengunjung dan mempertahankan kondisi ekologis yang ada. Pemeliharaan aspek ekologi ini terkait dengan menjaga keutuhan lanskap dan perlindungan terhadap flora fauna yang ada. Meminimalkan gangguan dan tekanan dari pengunjung maupun masyarakat terhadap kawasan TWAW. Salah satu upaya yang perlu dikembangkan adalah kegiatan perlindungan dan pengamanan. Karena keterbatasan Tabel 1.

Data Kunjungan Wisatawan TWAW

No Bulan Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 1 Januari 37.011 35.475 25.401 22.709 22.131 19.946 24.086 2 Februari 12.621 7.549 4.754 5.983 7.702 5.837 5.364 3 Maret 11.256 6.075 7.887 6.109 8.069 7.325 6.202 4 April 10.958 7.160 6.446 11.152 7.229 7.529 7.881 5 Mei 17.125 9.370 10.376 10.332 8.856 12.000 6.818 6 Juni 22.441 11.204 13.309 9.953 4.478 3.065 21.240 7 Juli 19.823 8.666 6.202 1.338 45.592 44.657 40.054 8 Agustus 2.007 57.306 60.689 43.019 9.966 6.853 6.820 9 September 89.030 11.054 9.251 8.966 7.393 7.612 6.263 10 Oktober 10.275 7.707 8.800 9.934 7.363 6.832 6.877 11 Nopember 7.726 6.755 7.430 7.872 8.370 7.246 4.131 12 Desember 12.211 14.447 15.898 15.332 16.805 24.189 17.148 Total 252.484 182.768 176.443 152.699 153.954 153.091 152.884

(6)

personil lapang maka dilakukan dengan kegiatan atau tindakan yang dapat menumbuhkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam pengamanan kawasan TWAW.

Di sisi lain untuk mengembangkan produk wisata perlu juga informasi mengenai sumber daya alam terutama flora, fauna dan geologi yang terdapat di TWAW sehingga belum banyak diketahui oleh masyarakat luas sebagai daya tarik wisata. Identifikasi dan pemetaan lokasi flora, fauna dan geologi di TWAW perlu dilakukan selain untuk menjaga kelestarian juga untuk mengembangkan paket wisata pendidikan. Informasi jenis dan pemetaan lokasi flora, fauna dan geologi juga akan membantu dalam pembuatan program interpretasi dan pengembangan pembuatan jalur wisata agar tidak mengganggu keberadaan flora, fauna dan geologi tersebut. Kegiatan ini lebih difokuskan pada menggali nilai-nilai objek. Obyek yang dapat dipakai bahan interpretasi di TWAW cukup banyak, di antaranya lokasi sumber air Widodaren, keanekaragaman flora dan fauna, keindahan panorama dan kesejukan udara pegunungan. Bahasa visual tentang ekosistem TWAW perlu untuk ditampilkan di areal wisata. Wisatawan yang sedang bersantai menikmati pemandangan, cenderung akan membaca pesan-pesan visual yang disajikan secara menarik di areal wisata (Sari, 2010).

Selain wisata pendidikan, wisata kesehatan juga dapat dikembangkan di TWAW, karena di lokasi ini memiliki potensi gejala alam berupa sumber air dan air panas, wisata sejarah, dan budaya. Wisata budaya dapat dikembangkan di TWAW karena di lokasi ini memiliki 4 jenis ritual yang rutin dilakukan yaitu Grebeg Tirto Aji menjelang perayaan Yadnya Kasada oleh masyarakat Suku Tengger dari 4 daerah yaitu Malang, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang setiap Kamis Pahing Bulan Rajab Penanggalan Jawa. Paket wisata sebaiknya juga penting. Banyaknya obyek wisata di sekitar TWAW baik sejenis maupun tidak sejenis yang jaraknya tidak terlalu jauh, memungkinkan pembuatan paket wisata bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang.

Penertiban pengunjung juga penting. Mengingat masih adanya pengunjung TWAW yang kurang peduli terhadap lingkungan seperti membuang sampah sembarangan, vandalisme. Untuk itu perlu dilakukan penertiban pengunjung. Menurut Ko (2001), untuk menjaga ketertiban, pengelola obyek wisata alam perlu mengadakan peraturan pengunjung. Peraturan ini diperlukan untuk mewujudkan suasana wisata yang aman, nyaman, menyenangkan dan sekaligus dibutuhkan pula untuk menjaga kelestarian obyek wisata tersebut. Hal ini memang perlu pengertian, baik dari

pengunjung maupun masyarakat pada umumnya. Untuk meningkatkan potensi investasi, pembangunan sarana dan prasarana di TWAW juga harus mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya serta perundang-undangan yang telah ada. Pasalnya, saat ini pihak pengelola belum optimal dalam pengembangan sarana dan prasarana karena dihadapkan dengan kendala terbenturnya dana. Berdasarkan hasil wawancara bersama pengunjung yang datang, mereka mengeluhkan sarana dan prasarana seperti minimnya tempat sampah, dan wahana untuk anak-anak serta permainan edukatif. Pengadaan sarana dan prasarana dilakukan sesuai skala prioritas dengan mendahulukan jenis sarana dan prasarana yang sangat penting tanpa merusak fungsi kawasan dan lingkungan. Sarana dan prasarana yang sudah ada perlu dilakukan pemeliharan untuk kelangsungan keberadaannya. Manajemen pemeliharaan lebih ditekankan pada pelaksanaan pemeliharaan kontinyu untuk memastikan jasa-jasa yang disediakan tapak menghasilkan pengalaman pengunjung yang aman dan berkualitas tinggi (Jubenville & Twight, 1987). Artinya bahwa segala fasilitas dan sarana prasarana harus terus menerus disediakan dengan kualitas standar yang memenuhi harapan pengunjung. Promosi dan publikasi merupakan bentuk pemasaran yang memegang peranan penting (Soekadijo, 2000). Promosi merupakan kegiatan untuk lebih menyesuaikan permintaan dengan produk pariwisata. Begitu pula menurut Wahab (1989), penekanan dalam pemasaran yaitu pada permintaan karena konsumen pelanggan wisata merupakan unsur yang sangat penting dalam perkembangan dan pengembangan obyek wisata.

Menurut McCool dan Moisey (2008), promosi wisata umumnya hanya dilakukan untuk memfokuskan dalam mempromosikan tempat wisata namun tidak memasarkan wisata yang dalam hal ini memasuk unsur perlindungan produk dan pengembangannya. Biasanya promosi dilakukan dengan hanya sedikit berkaitan dengan perencanaan Pemda setempat. Bila masing-masing lokasi wisata dalam wilayah pemerintahan daerah setempat hanya mempromosikan dirinya sendiri (Raharjana, 2012), maka pengembangan pariwisata berkelanjutan akan sulit dilakukan. Bahkan dapat menimbulkan suasana kompetitif yang berujung konflik kepentingan sektoral dan pada akhirnya akan merugikan semua pihak. Beberapa kegiatan promosi dan pemasaran TWAW yang dapat dilakukan pengelola, seperti: 1) Promosi langsung ke sekolah dan Perguruan Tinggi (PT) untuk kebutuhan wisata edukasi; 2) Kerjasama promosi dengan pelaku usaha wisata lainnya; 3) Membuat website TWAW; 4) Promosi melalui kalender wisata

(7)

wendit; 5) Membuat kebijakan produk wisata sesuai dengan apa yang dicari dan disukai oleh konsumen (Timmers, 1998); 6) Ikut serta dalam pameran kepariwisataan; 7) Mengadakan workshop tentang obyek wisata TWAW dan hal yang terkait; 8) Meningkatkan citra produk wisata karena minat calon wisatawan dipengaruhi salah satunya oleh citra atau kebanggaan yang sangat mengikat dari produk yang ditawarkan 9) Penyebaran leaflet, booklet, stiker atau brosur pada tempat-tempat strategis; 10) Publikasi melalui media cetak maupun media elektronika dan sosial media; 11) Pemasangan billboard dan poster pada tempat-tempat strategis.

Guna pemanfaatan ruang untuk wisata, lahan TWAW yang seluas ± 9 hektar dapat dibagi menjadi beberapa zona. Zona hutan kota, zona permainan anak-anak, zona ziarah, zona kolam renang dan permainan yang terkait dengan pemanfaatan sumber air wendit. Masih terdapat ruang yang cukup untuk sekedar memanfaatkan space kosong atau memanfaatkan ruang yang tersedia untuk penambahan atraksi wisata sesuai dengan segmen pengunjung. Potensi ini dapat ditangkap sebagai sebuah peluang bagi TWAW untuk menambahkan atraksi tersebut di area yang memungkinkan.

Dari sisi pengelolaan, peningkatan sumber daya pengelola erat kaitannya dengan pelayanan pengunjung. Pengelola hendaknya dari latar belakang pendidikan kepariwisataan terutama wisata alam dan geologi. Pemberian pelatihan kepariwisataan dapat dilakukan guna meningkatkan kualitas SDM baik untuk pegawai maupun pengelola. Dengan kualitas petugas yang baik diharapkan pelayanan pengunjung akan lebih bermutu. Pelatihan petugas hendaknya dilakukan secara periodik, serta adanya evaluasi dari pimpinan. Pengelola wisata kebanyakan tidak menaruh perhatian dan menyediakan dana untuk mendidik personil pengelola obyek wisata dan pemandu wisatanya, Ko (2001).

TWAW juga dapat melakukan kerja sama dengan Perguruan Tinggi, LSM, pencinta alam dan peneliti. Penyedia jasa baik pengelola maupun pedagang kaki lima yang sudah mapan dengan kondisi yang ada, masih perlu dikembangkan dalam hal kreativitas dan inovasi pelayanan wisata sesuai perkembangan zaman. Pengetahuan dan keterampilan para penyedia jasa perlu dilatih kembali agar lebih fokus dalam memberikan pelayanan wisata alam yang menitikberatkan pada tema-tema yang ada.

Keberdayaan masyarakat lokal dalam aktivitas pariwisata memegang peranan untuk mengoptimalkan pendapatan. Kreativitas memberikan aktivitas, konten dan suasana untuk pariwisata dan pariwisata pada gilirannya

mendukung kegiatan kreatif. Integrasi pertumbuhan pariwisata dan kreativitas jelas dalam mendukung pariwisata sebagai industri kreatif (Richards 2011). Kemampuan untuk mengolah produk maupun jasa wisata secara kreatif akan mengubah paradigma semakin banyak pengunjung semakin besar peluang terjualnya produk atau jasa wisata. Masyarakat diharapkan lebih menitikberatkan kepada kualitas produk atau jasa dengan harga bersaing. Melalui ekonomi kreatif, diharapkan nilai keistimewaan produk atau jasa akan menjadi acuan jangka panjang.

Peningkatan kapasitas ekonomi kreatif masyarakat lokal di sekitar tempat wisata seperti TWAW menjadi momentum awal dalam menyambut program yang ditujukan sebagai gerakan bersama pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha melalui joint promotion, mempromosikan wilayah Malang sebagai wilayah yang ideal untuk Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions (MICE) Gerakan pemasaran pariwisata secara nasional yang semakin diikuti dengan kematangan berencana di daerah-daerah. Hal ini bisa dijadikan momentum untuk mempercepat pengembangan potensi pariwisata agar efektif menjadi kegiatan ekonomi, sekaligus kegiatan sosial dan seni budaya yang produktif. Dengan demikian daerah destinasi wisata Indonesia lainnya sungguh harus mempercepat langkah melalui sektor pariwisata yang akan menggerakkan pertanian, membuka akses lapangan pekerjaan mengurangi kemiskinan dan menggalakkan kesenian dan budaya.

Untuk itu, diperlukan kerja sama pemerintah dan pelaku usaha. Pemerintah dapat menginisiasi melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kerja sama dapat dilakukan antara UPT Wendit, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan pedagang. Meski hambatan sosial masih ada, terbukti dengan ada penguatan komunikasi antar para pihak (forum/ musyawarah). Selanjutnya perlu dilakukan kesepakatan-kesepakatan legal formal untuk memperjelas hak dan kewajiban para pihak dalam aktivitas pariwisata yang diparalelkan dengan ekonomi kreatif masyarakat lokal. Hal agar ketika ekonomi kreatif telah diimplementasikan dan tumbuh berkembang, maka tidak memunculkan konflik kepentingan berlabel pemberdayaan masyarakat.

Sebagai pemangku kepentingan yang memiliki pengaruh besar dalam pengelolaan areal wisata, peran UPT TWAW akan menentukan dalam pemberdayaan masyarakat. Menurut Selby et al. (2011), sikap pengambil keputusan cenderung mempengaruhi kesediaan mereka untuk mengatur sumber daya yang diperlukan untuk pengembangan alam berbasis pariwisata, misalnya kepemimpinan, penyebaran pengetahuan, mendidik masyarakat,

(8)

perencanaan, memberikan bantuan teknis dan konsultasi dan membangun infrastruktur pariwisata. Menurut Steck (1999), ketika dilakukan kerja sama pengelolaan dengan pengusaha swasta, maka harus diperjelas dalam wilayah apa sasaran pembangunan pariwisata berkelanjutan selaras dengan kepentingan ekonomi perusahaan dan di mana kecenderungan munculnya konflik. Umumnya, berkaitan dengan rasa tanggung jawab terhadap keberlanjutan pariwisata alam yang memunculkan biaya kelayakan penilaian. Bagi unit usaha, biaya ini hendaknya sedapat mungkin ditekan serendah-rendahnya atau setidaknya tidak akan menambah biaya operasional. Hal ini berkaitan dengan pencegahan kerusakan sumber daya obyek wisata misalnya kerusakan lansekap, polusi air, menganggu hidupan liar. Di sisi lain, kelayakan penilaian akan mendorong citra positif dan akan menarik minat masyarakat untuk berwisata. Kesiapan fundamental untuk kerja sama operasional dengan komunitas lokal memang memiliki permasalahan. Bagi perusahaan, hal ini akan menunda dan meningkatkan kompleksitas proses pengelolaan. Namun hal ini akan menguntungkan ketika kerja sama ini memberikan peluang untuk terciptanya produk dan jasa wisata yang menarik.

C. Strategi Investasi

Sistem pendanaan TWAW, khususnya untuk kegiatan operasional diperoleh dari hasil pengelolaan TWAW. Pengelola harus mampu membuat skala prioritas pengembangan dengan segera memperbaiki sarana dan prasarana yang menjadi obyek wisata vital dan tidak perlu menunggu sampai rusak. Pengelola lapang harus bertanggung jawab langsung tehadap penggunaan dana operasional. Begitu juga untuk sistem penyetoran pendapatan di TWAW. TWAW harus dengan rutin melakukan audit atau pemeriksaan keuangan karena ditakutkan adanya penyelewengan dana pendapatan. Selama ini hasil penjualan tiket masuk ke obyek wisata adalah sektor yang paling rawan dikorupsi. Realita menunjukkan, bahwa ada oknum penjual tiket yang tidak melapor dengan jujur jumlah tiket yang terjual. Pihak pengelola wajib mempekerjakan orang-orang yang jujur di loket penjual tiket dan diawasi secara berkala. Di TWAW penyelewengan tiket pernah terjadi dilihat dari indikasi ada sebagian pengunjung yang datang banyak tetapi mereka hanya mau membayar untuk beberapa orang saja dan biasanya mereka tidak diberi tiket masuk.

Dari sudut pandang lain, ketika pengelola tidak mampu mengembangkan sarana prasarana untuk memenuhi kebutuhan wisatawan maupun karena ketidakmampuan dalam pengelolaan, maka pihak pengelola dapat melakukan kerja sama investasi.

Kemitraan atau kerja sama yang diterapkan dalam pengembangan dan pengelolaan pariwisata harus mempunyai konsep yang jelas dan memberikan manfaat masyarakat sekitar. Kemitraan infrastruktur antara pemerintah dan pihak swasta memiliki beberapa konsep yang dimulai dari fully public (pemerintah secara penuh) sampai fully private (swasta secara penuh) (Savas, 2000). Konsep yang bisa diterapkan dalam kerja sama antara UPT TWAW dengan pihak swasta dalam pengelolaan adalah konsep Build-Operate-Transfer (BOT), yaitu pihak swasta diberi kewenangan untuk membangun, mengoperasikan, dan memperoleh pendapatan dari suatu fasilitas selama jangka waktu tertentu yang disepakati dan setelah masa operasionalnya berakhir maka fasilitas tersebut diserahkan kepada pemerintah. Model kerjasama yang diterapkan lebih mengarah pada kemitraan mutualistik (mutualism partnership) yang didalamnya terdapat aspek-aspek penting yaitu untuk saling memberikan manfaat dan saling menguntungkan sehingga akan dapat mencapai tujuan lebih optimal.

Inti pengelolaan TWAW yaitu melalui kolaborasi pengelolaan antar pihak terkait (pemerintah, swasta, masyarakat dan lembaga pendukung). Manajemen kolaborasi merupakan pengelolaan bersama yang merujuk pada sebuah proses dan alat pemecahan masalah, penanganan peluang atau pengelolaan kepentingan bersama dalam pengelolaan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Setiap pihak yang sepakat untuk melakukan pengelolaan bersama ini bersama-sama menentukan perjanjian untuk melakukan pengelolaan, termasuk cakupan, mandat dan fungsi pengaturan.

Tujuan kerja sama dalam pengelolaan TWAW adalah untuk lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan. Sistem kolaborasi pengelolaan TWAW diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang ada selama ini terutama masalah pengelolaan. Pemerintah, masyarakat, swasta dan lembaga penyangga secara bersama-sama memberikan kontribusi sesuai dengan peran kemampuannya dalam pengelolaan TWAW. Kemitraan dapat dikembangkan dengan kelompok klien, asosiasi sukarela, kelompok komunitas, lembaga swadaya masyarakat, institusi pendidikan, bisnis dan industri, penduduk lokal serta berbagai lembaga pemerintah (Mitchell, Rahmi, & Setiawan, 2003).

Manajemen kolaborasi merupakan suatu kebutuhan dalam rangka mengurangi atau menghilangkan konflik serta menampung berbagai aspirasi atau keinginan berbagai pihak ikut berbagi peran, manfaat dan tanggung jawab dalam pengelolaan obyek wisata (Nitibaskara, 2005). Selain itu juga perlu ditingkatkan komunikasi dan pembinaan serta konsultasi baik teknis maupun

(9)

hukum kepada para pemegang ijin pengusahaan pariwisata, sehingga terjalin hubungan timbal balik bagi berbagai pihak. Pemerintah perlu mengusahakan penyempurnaan dan peningkatan koordinasi antar berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan dan pengembangan wisata alam, sehingga potensi obyek wisata yang terdapat di kawasan hutan dimanfaatkan secara optimal. Perlu ditingkatkan koordinasi dalam pengelolaan obyek wisata. Lemahnya koordinasi antar-instansi (lintas sektoral) disebabkan karena belum adanya “aturan main” secara rinci dan menyeluruh. Hal ini penting dalam hubungannya dengan azas keterpaduan dalam pengelolaan obyek wisata.

IV. Kesimpulan

Potensi Taman Wisata Alam (TWAW) berupa daya tarik berkategori sedang, sedangkan unsur potensi lainnya yang lebih mengarah kepada ketersediaan sarana dan prasarana cenderung berkategori sedang dan buruk. Pengelolaan, perawatan dan pelayanan berkategori sedang. Potensi pasar wisata masih bersifat lokal dengan segmen wisata untuk keluarga dengan balita dan anak-anak. Pihak lain cukup mendukung terhadap pengembangan TWAW. Strategi yang sesuai untuk pengelolaan TWAW adalah pengembangan produk, pengembangan pasar, promosi, dan pengelolaan yang efektif. Model pengelolaan yang sesuai adalah kolaborasi pengelolaan dalam bentuk diversifikasi yang meliputi perlindungan aspek ekologis, identifikasi flora, fauna dan geologi, pengembangan sumberdaya manusia, kerjasama investasi TWAW, pengembangan kegiatan wisata, pembuatan paket wisata, pengaturan pengunjung, pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana, promosi dan pemasaran serta komunikasi dan koordinasi antar stakeholder.

Pihak pengelola perlu melakukan beberapa hal di antaranya Perlindungan terhadap kondisi lingkungan dan Membuat Paket Wisata Edukasi/ interpretasi. Wisata yang dikembangkan ini merupakan jenis wisata yang mengandung misi pendidikan dan lingkungan. Kegiatan ini lebih difokuskan pada menggali nilai-nilai obyek. Bisa dilakukan dengan visualisasi jenis-jenis vegetasi, satwa dan perilakunya serta hubungannya dengan perubahan ekosistem dalam bentuk tulisan, gambar maupun film. Atau juga Edukasi juga dapat diterapkan secara langsung berupa melibatkan wisatawan dalam aktivitas bernuansa konservasi dan lingkungan.

Kemudian cara lain yaitu dengan membuat paket wisata; pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana; pengembangan pasar dan promosi, pengembangan sumber daya manusia; kerja sama investasi (investasi pengembangan

sarana prasarana). Kolaborasi pengelolaan antar pihak terkait (pemerintah, swasta, masyarakat dan lembaga pendukung) dinilai penting untuk menyamakan persepsi setiap stakeholder dalam pengelolaan TWAW. Hal ini merupakan hal yang utama untuk terciptanya jalinan kerja sama dan koordinasi antar stakeholder yang terlibat. Di sisi lain, Pemerintah perlu mengusahakan penyempurnaan dan peningkatan koordinasi antar berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan dan pengembangan wisata, sehingga potensi obyek wisata yang terdapat di kawasan hutan dimanfaatkan secara optimal.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Malang, khususnya Balitbangda atas kepercayaan dan kesempatan yang telah diberikan. Harapan kami, agar kegiatan ini dapat memberi manfaat dan masukan terhadap kebijakan yang hendak diambil oleh OPD terkait dilingkungan Pemerintah Kabupaten Malang serta pengelola TWAW.

V. Referensi

Abdillah, A. B. Y., Hamid, D., & Topowijono. (2016). Dampak Pengembangan Pariwisata teradap Kehidupan Masyarakat Lokal di Kawasan Wisata (Studi pada Masyarakat Sekitar Wisata Wendit, Kabupaten Malang). Jurnal Administra-si Bisnis, 30(1), 74–78. Retrieved from http:// administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id/in-dex.php/jab/article/view/1189

Adriani, H., Hadi, S., & Nurisjah, S. (2016). Perenca-naan Lanskap Kawasan Wisata Berkelanjutan di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Jurnal Lanskap Indonesia, 8(2), 53–69. https://doi. org/10.29244/JLI.2016.8.2.53-69

Damanik, J., & Weber, H. F. (2006). Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: PUSPAR UGM dan Andi.

Farrell, T. A., & Marion, J. L. (2002). The Protected Area Visitor Impact Management (PAVIM) Framework: A Simplified Process for Mak-ing Management Decisions. Journal of Sus-tainable Tourism, 10(1), 31–51. https://doi. org/10.1080/09669580208667151

Gustin, R. F. (2018). Pengembangan Wisata Alam Air Terjun Coban Canggu Pacet Kabupaten Mo-jokerto. Institut Teknologi Sepuluh Nopem-ber. Retrieved from http://repository.its. ac.id/50236/

Hidayat, M. (2016). Strategi Perencanaan dan Pengembangan Objek Wisata (Studi Kasus Pantai Pangandaran Kabupaten Ciamis Jawa Barat). The Journal: Tourism and Hospitality

(10)

Essentials Journal, 1(1), 33–44. Retrieved from http://ejournal.upi.edu/index.php/thejour-nal/article/view/1879

Jubenville, A., & Twight, B. W. (1987). Outdoor Rec-reation Management, Theory and Application. Minnesota: Venture Publishing.

Lindberg, K. (1991). Policies for Maximizing Nature Tourism’s Ecological and Economic Benefits. Washington, D.C: World Resources Institute. malangtimes.com. (2018a). Branding Sukses,

Kun-jungan Wisatawan ke Pantai Balekambang Selama 2017 Meningkat Tajam. Retrieved May 10, 2019, from https://www.malangtimes. com/baca/23779/20180103/193544/brand- ing-sukses-kunjungan-wisatawan-ke-pan- tai-balekambang-selama-2017-meningkat-ta-jam

malangtimes.com. (2018b). Targetkan 7 Juta Wisatawan di Tahun 2018, Pemkab Malang Lakukan Strategi Ini. Retrieved May 10, 2019, from https://www.malangtimes.com/ baca/22380/20171110/154325/targetkan- 7-juta-wisatawan-di-tahun-2018-pemkab-malang-lakukan-strategi-ini

McCool, S., & Moisey, R. N. (2008). Tourism, recre-ation, and sustainability: linking culture and the environment (2nd editio). Oxfordshire: CAB In-ternational.

Miles, M. B., & Huberman, A. M. (2009). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press.

Mitchell, B., Rahmi, D. H., & Setiawan, B. (2003). Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Retrieved from https://books.google.tm/ books?id=UyvAPgAACAAJ&dq=Pengelolaan+- Sumber+Daya+dan+Lingkungan&hl=id&sa=X- &ved=0ahUKEwiJur2RuZDiAhUWysQBHfrr-BaMQ6AEILzAC

Nitibaskara, U. T. B. (2005). Conservation area man-agement policy.” Proceedings of the National seminar. In Proceedings of the National semi-nar: Developing the Natural Resource in Bintuni Bay. Bintuni, Papua Barat: BAPPEDA Bintuni. Oktadiyani, P., Muntasib, E. K. S. H., & Sunkar, A.

(2005). Alternatif Strategi Pengelolaan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat. Media

Konser-vasi, 10(2), 1–11. https://doi.org/10.29243/ MEDKON.10.2.%P

Raharjana, D. T. (2012). Membangun Pariwisata Bersama Rakyat: Kajian Partisipasi Lokal Da-lam Membangun Desa Wisata di Dieng Plateau. Jurnal Kawistara, 2(3), 225–328. https://doi. org/10.22146/KAWISTARA.3935

Rezi, K. P. (2015). Pengembangan Pariwisata oleh Dinas Kebudayaan danPariwisata (DISBUD-PAR) Kota Bukittinggi untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Retrieved from http://scholar.unand.ac.id/11673/

Richards, G. (2011). Creativity and tourism: The State of the Art. Annals of Tourism Research, 38(4), 1225–1253. https://doi.org/10.1016/J. ANNALS.2011.07.008

Sari, V. M. P. (2010). Desain Komunikasi Visual Se-bagai Strategi Perancangan Promosi Pariwisa-ta PanPariwisa-tai Watukarung Kabupaten PaciPariwisa-tan. Uni-versitas Sebelas Maret. Retrieved from https:// eprints.uns.ac.id/6588/

Savas, E. . (2000). Privatization And Public Private Partnerships. New Jersey: Catham House Pub-lisher, Inc.

Selby, A., Petäjistö, L., & Huhtala, M. (2011). The re-alisation of tourism business opportunities ad-jacent to three national parks in southern Fin-land: entrepreneurs and local decision-makers matter. Forest Policy and Economics, 13(6), 446–455. https://doi.org/10.1016/J.FOR-POL.2011.04.002

Soekadijo, R. G. (2000). Anatomi Pariwisata, Mema-hami Pariwisata Sebagai Systemic Linkage. Ja-karta: Gramedia Pustaka Utama.

Steck, B. (1999). Sustainable Tourism as a Develop-ment Option: Practical Guide for Local Plan-ners, Developers and Decision Makers. Bonn: Guide for Local Planners, Developers and De-cision Makers. Federal Ministry for Economic Co-operation and Development and Deutsche Gesellschaft f.r Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH.

Timmers, P. (1998). Business Models for Electronic Markets. Electronic Markets, 8(2), 3–8. https:// doi.org/10.1080/10196789800000016 Wahab, S. (1989). Manajemen Kepariwisataan.

Referensi

Dokumen terkait

Tindak tutur ilokusi komisif yang berkaitan dengan “menjanjikan” dalam Drama Die Physiker Karya Friedrich Duerrenmatt itu bisa berupa kalimat berikut :..

, Peluang pembentukan awan yang berpotensi hujan sangat Signifikan disebabkan terdapatnya wilayah konvektif di sekitar Kalimantan bagian Timur, Sulawesi, Maluku dan

In any event, without derogating from the generality of other provisions of these Terms & Conditions governing the right of refusal of carriage, we reserve the right not to

Menimbang : bahwa dengan adanya dinamika pemahaman terhadap pelaksanaan Pasal 298 ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan belanja

Pada tabel 3,diketahui bahwa dari 9 pasien diabetes mellitus yang memiliki dukungan keluarga baik, didapatkan hasil 8 orang (89%) tidak depresi atau normal, dan

Hubungan diplomatik antarnegara-negara didunia harus dijaga, sebab dengan melakukan hubungan diplomatik mendapatkan keuntungan, seperti mempermudah melakukan kerjasama

Hasil analisis cuplikan cairan hasil lindi peleburan pasir zirkon dengan alat analisis spektrograf emisi menunjukkan bahwa konsentrasi masing-masing unsur Si, Cu, dan

(1) Kepala Panti, Kepala Subbagian Tata Usaha, para Kepala Satuan Pelakscna, Ketua Subkelompok Jabatan Fungsional dan Pegawai pada Panti Scsial Asuhan Anak Putra Utama