PERFORMA PUYUH PERIODE STARTER-GROWER YANG DIBERI RANSUM IMBUHAN
MENGANDUNG BAWANG PUTIH (ALLIUM SATIVUM) DAN JINTAN (CUMINUM
CYMINUM)
THE PERFORMANCE OF QUAIL STARTER-GROWER WHO WERE RATIONS ADDITIONAL
CONTAINING GARLIC (ALLIUM SATIVUM) AND CARAWAY (CUMINUM CYMINUM)
B Florana1a, E Dihansih1, R Handarini1 1
Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Djuanda Bogor, Jl. Tol Ciawi No. 1,
Kotak Pos 35 Ciawi, Bogor 16720.
a
Korespondensi: Bella Florana, E-mail: bella.florana@yahoo.com
(Diterima oleh Dewan Redaksi: xx-xx-xxxx) (Dipublikasikan oleh Dewan Redaksi: xx-xx-xxxx )ABSTRACT
Plants herbs widely used as a supplement in fodder to improve endurance and its productivity,
including garlic and caraway. This study attempts to test the influence of the combination level of
flour garlic and caraway performance against quail period of a starter up to the period grower.
Study was conducted on 11 February – 16 March 2017 in Assalam Slamet Quail Farm,
Sukabumi. This research was used 180 DOQ’s layer. Feed used were: commercial feed BR-1 for
stater and SP-2 for grower – layer, garlic flour and caraway flour. A complete randomized design
with four treatments and three replicates was used. Treatments consisted of P0 = feed
commercial (FC), P1 = PK + 2 % garlic flour (GF), P2 = PK + 2 % caraway flour (CF), P3 = PK +
1 % GF + 1 % CF. Research conducted in quail from 2 – 35 day. The variables were consumption,
body weight gain, feed convertion ratio and mortality. Data were analyzed by a Duncan test. The
results showed that non-significant differences on average body weight gain of stater in the first
week. The grower period showed that that non-significant differences on consumption and
significant differences increased on average body weight gain in P2 treatment and decreased on
feed convertion ratio in P1, P2 and P3. The conclusion showed the best research on supplement 2
% caraway flour to grower quails. This conclusion was recommended to add 2 % caraway flour in
quails feed.
Keywords: performance of quails, feed additive, garlic, cumin.
ABSTRAK
Tanaman herbal banyak digunakan sebagai suplemen dalam pakan ternak untuk meningkatkan
daya tahan tubuh dan produktivitasnya, termasuk bawang putih dan jintan. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji pengaruh pemberian kombinasi level tepung bawang putih dan jintan terhadap
performa burung puyuh periode starter sampai dengan periode grower. Penelitian ini dilaksanakan
pada tanggal 11 Februari –16 Maret 2017 di Assalam Slamet Quail Farm, Sukabumi. Penelitian
ini menggunakan 180 ekor puyuh petelur. Pakan yang digunakan adalah pakan komersial BR-1
(starter) dan SP-2 (grower–layer), tepung bawang putih dan tepung jintan. Rancangan yang
digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan P0 =
Pakan komersial (PK), P1 = PK + 2 % tepung bawang putih (TBP), P2 = PK + 2 % tepung jintan
(TJ), P3 = PK+1% TBP + 1%TJ. Penelitian dilakukan pada puyuh yang berumur 2 – 35 hari.
Parameter yang diamati: konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan
mortalitas. Data dianalis ragam dan uji lanjut Duncan. Hasil penelitian menunjukkan tidak
berbeda nyata penurunan PBB burung puyuh periode starter pada minggu pertama. Pada periode
grower menunjukkan tidak beda nyata pada peubah konsumsi ransum dan berbeda nyata pada
peningkatan PBB pada perlakuan P2 dan penurunan konversi ransum pada perlakuan P1, P2 dan
P3. Kesimpulannya perlakuan terbaik adalah pemberian suplemen 2% tepung jintan dalam pakan
burung puyuh sampai fase grower. Direkomendasikan untuk menambahkan 2 % tepung jintan
dalam pakan burung puyuh.
Kata kunci: performa burung puyuh, pakan imbuhan, bawang putih, jintan.
B Florana, R Handarini, E Dihansih. 2017.
Performa Puyuh Periode Starter-Grower yang Diberi
Ransum Imbuhan Mengandung Bawang Putih (Allium sativum) dan Jintan (Cuminum
cyminum).
Jurnal Peternakan Nusantara 3(2): 95-102.PENDAHULUAN
Burung puyuh memang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Hewan ini merupakan binatang liar yang hidup di gunung-gunung. Namun beberapa puluh tahun terakhir, ternyata burung liar ini sudah bisa dijinakkan dan dibudidayakan, serta dikembangkan secara komersial (Listiyowati dan Roospitasari 2009). Pengembangan puyuh sangat cocok untuk usaha kecil, menengah hingga ke peternakan besar. Hal ini dikarenakan beberapa keunggulan yang dimiliki oleh ternak puyuh diantaranya kemampuan produksi telurnya cepat dan tinggi (Syariefa 2011). Untuk memelihara dan membuka usaha peternakan puyuh secara komersial tidak terlalu rumit perawatannya.
Pada saat ini pengetahuan konsumen juga
berkembang dimana konsumen tidak
sembarang mengkonsumsi produk dari
peternakan, saat ini konsumen lebih memilih produk yang bersifat natural atau yang tidak banyak mengandung bahan kimia yang dapat merusak kesehatan. Sehingga penggunaan bahan atau ramuan tradisional yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan dalam kesehatanlah yang paling tepat. Salah satu tanaman herbal yang dapat digunakan untuk pakan tambahan pada ternak yaitu bawang putih dan jintan. Unggas memiliki tingkat stress yang cukup tinggi sehingga dapat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh yang dapat mempengaruhi performa tersebut.
Bawang putih dan jintan sama-sama memiliki kandungan antibiotik yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Oleh sebab itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan bawang putih dan jintan dalam meningkatkan performa pada puyuh.
MATERI DAN METODE
Materi
Penelitian dilakukan pada tanggal 11 Februari – 16 Maret 2017. Bertempat di perusahaan pembibitan dan budidaya burung puyuh CV Slamet Quail Farm (CV SQF) yang berlokasi di Jl Pelabuhan II KM 19 KP Cilangkap RT/RW 02/05 Cikembar Sukabumi-Jawa Barat. Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 180 ekor burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) umur 2 hari, pakan komersial BR-1 dan SP-2 (PT Sinta Prima Feedmill) air, tepung bawang putih dan tepung jintan. Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu kandang, 16 unit sangkar dengan ukuran per unit 40 cm x 60 cm x 33 cm, tempat pakan berukuran 20 cm x 16 cm, tempat minum, papan triplek, kawat penutup tempat pakan, timbangan digital kapasitas 1 kg, lampu 15 watt, koran, kelereng, saringan pakan, plastik, karung, sendok dan alat tulis.
Perlakuan
Perlakuan dalam penelitian ini adalah: P0 = Pakan Konsentrat tanpa Bawang Putih dan
Jintan Putih 0%, P1 = Pakan Konsentrat +
Tepung Bawang Putih 2% + Jintan Putih 0%, P2= Pakan Konsentrat + Tepung Bawang Putih 0% + Jintan Putih 2%, P3= Pakan Konsentrat + Tepung Bawang Putih 1% + Jintan Putih 1%
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan metode
rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan tiga ulangan sehingga ada dua belas unit perlakuan, masing-masing unit terdiri atas 15 ekor burung puyuh.Sangkar yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebanyak 12 unit dari jumlah keseluruhan sebanyak 16 unit, dengan jumlah puyuh setiap unitnya sebanyak 15 ekor secara unsex dimulai pada puyuh yang berumur 2 hari
Peubah yang Diamati
a. Konsumsi Ransum: Konsumsi ransum
dapat dihitung dengan pengurangan
jumlah ransum awal yang diberikan
dengan sisa ransum yang tidak termakan.
b. Pertambahan
Bobot
Badan:
Pertambahan bobot badan diukur dengan
menimbang bobot badan akhir dikurangi
bobot badan awal.
c. Konversi Ransum: Konversi ransum
dihitung berdasarkan jumlah ransum
yang
dikonsumsi
dibagi
dengan
pertambahan
bobot
badan
yang
dihasilkan selama penelitian.
d. Mortalitas:
Mortalitas
dihitung
berdasarkan: jumlah puyuh mati dibagi
jumlah puyuh awal x 100%
e. Deplesi: Deplesi dihitung berdasarkan
jumlah puyuh mati, sexing untuk puyuh
jantan, sakit, cacat dan afkir.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik
ragam
(ANOVA)
dan
jika
perlakuan
berpengaruh nyata terhadap peubah yang
diamati maka analisis dilanjutkan dengan uji
lanjut
jarak
ganda
Duncan
dengan
menggunakan bantuan piranti program SPSS
16.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Periode Starter
Konsumsi Ransum
Rataan konsumsi ransum puyuh dihitung mulai dari minggu pertama sampai dengan minggu ketiga (Tabel 1).
Rataan konsumsi ransum selama periode starter adalah 8,58 g/ekor/hari. Angka konsumsi tersebut dapat dipengaruhi oleh tingkat palabilitas burung puyuh pada pakan yang diberikan.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ransum imbuhan berupa tepung bawang putih dan tepung jintan pada periode starter tidak berbeda nyata (P>0,05). Besarnya rataan konsumsi ransum puyuh tersebut lebih
rendah dibandingkan dengan penelitian
Elfawati (2006) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum rata-rata harian puyuh periode starter berkisar antara 10,35 – 11,66
g/ekor/hari. Menurut Listyowati dan
Roospitasari (2005) puyuh periode starter mengkonsumsi pakan sebanyak 2 – 8 g/ekor/hari.
Pertambahan Bobot Badan
Rataan pertambahan bobot badan burung puyuh periode starter dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada minggu pertama pada P0 sampai dengan P3 memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05), tetapi jika dilihat rataan pertambahan bobot badan P1 sampai dengan P3 lebih rendah dibandingkan dengan rataan pertambahan bobot badan P0 hal ini dapat dimaklumi karena pada minggu awal tidak adanya adaptasi pakan sehingga menyebabkan konsumsi ransum rendah.
Rataan pertambahan bobot badan selama periode starter adalah 30,85 g/ekor/minggu. Angka rataan tersebut dikatakan rendah jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Fahmi et al. 2016) yang menyatakan
bahwa pertumbuhan bobot badan pada
periode
starter sebesar 40,8 gram/ ekor/minggu.
Konversi Ransum
Angka konversi ransum burung puyuh periode starter dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil analisis ragam menujukkan bahwa pada minggu pertama sampai dengan minggu ketiga selama periode starter perlakuan yang diberikan setiap unitnya mendapatkan hasil yang tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Angka rataan konversi yang didapat selama periode starter yaitu 1,89, angka tersebut dapat dikatakan sangat baik dibandingkan dengan angka konversi hasil penelitian Lukman Amin (2013) yang mendapatkan hasil angka konversi sebesar 6,02 selain itu menurut Kaselung et al. (2014) konversi ransum burung puyuh berkisar antara 2,32 sampai 2,48. Menurut North dan Bell (1990) konversi ransum adalah unit ransum yang diperlukan untuk menghasilkan unit pertambahan bobot badan. Dinyatakan juga bahwa dengan bertambahnya umur ternak, maka konversi ransum semakin meningkat.
Mortalitas
Mortalitas atau kematian merupakan salah satu aspek yang mampu mempengaruhi keberhasilan suatu usaha peternakan. Tingkat kematian yang tinggi pada unggas khususnya puyuh sering terjadi pada periode awal (starter). Angka mortalitas diperoleh dari
pembagian jumlah ternak yang mati dengan jumlah ternak yang dipelihara (Lacy dan Vest 2000). Burung puyuh yang mati selama periode starter berjumlah 9 ekor. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah puyuh yang mati tertinggi pada perlakuan 2 diminggu ketiga yaitu sebanyak 3 ekor sedangkan untuk persentase mortalitas tertinggi pada periode starter yaitu pada perlakuan 2 sebesar 8,88% dan persentase dari total keseluruhan puyuh yang mati dibagi dengan jumlah total keseluruhan awal puyuh jika dipersentasekan yaitu sebesar 5%. Persentase mortalitas tersebut masih dikatakan cukup baik karena menurut (Reno 2015) angka mortalitas yang masih dapat ditoleransi kurang dari 5%. Pada periode starter, mortalitas disebabkan karena seringnya puyuh tercebur kedalam tempat minum, hal ini terjadi dikarenakan ukuran tubuh puyuh yang terlalu kecil dan daya tahan tubuh puyuh yang belum cukup stabil atau
dapat dikatakan daya tahan tubuhnya masih lemah.
Deplesi
Angka deplesi selama periode starter disajikan
pada Tabel 5 Pada minggu pertama sampai
dengan minggu ketiga (periode starter) angka
atau tingkat deplesi memiliki angka yang sama
dengan tingkat mortalitas. Hal itu dikarenakan
puyuh yang dikeluarkan dari populasi saat
pemeliharaan berlangsung merupakan puyuh
yang diakibatkan oleh kematian (mortalitas)
yang artinya selama periode ini tidak terdapat
puyuh yang sakit atau cacat. Dari ketiga
minggu tersebut total deplesi yang tertinggi
pada minggu ketiga yaitu sebanyak 5 ekor.
Deplesi merupakan penyusutan jumlah ternak
yang disebabkan dari beberapa faktor antara
lain kematian, afkir, sakit dan cacat.
Tabel 1 Rataan Konsumsi Ransum Burung Puyuh Periode Starter (g/ekor/hari)
Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan.
Tabel 2 Pertambahan Bobot Badan Puyuh Periode Starter (g/ekor/minggu)
Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan. Superscrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05).
Tabel 3 Konversi Ransum Burung Puyuh Periode Starter
Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan
Minggu Perlakuan (x±sd) Rataan
P0 P1 P2 P3
1. 4,46 ± 0,35 4,38 ± 0,21 3,99 ± 0,12 4,19 ± 0,27 4,25 ± 0,23 2. 8,63 ± 0,19 8,67 ± 0,30 8,47 ± 0,43 8,75 ± 0,18 8,63 ± 0,27 3. 13,01 ± 0,22 12,67 ± 0,27 12,47 ± 0,21 13,34 ± 1,24 12,87 ± 0,48 Rata-rata 8,70 ± 0,25 8,57 ± 0,26 8,31 ± 0,25 8,76 ± 0,56 8,58 ± 0,32
Minggu
Perlakuan
Rataan
P0
P1
P2
P3
1 18,44± 0,84b 15,33± 2,18ab 13,11± 3,67a 14,33± 0,67ab 15,30 ± 1,84 2 32,67± 2,33 28,11± 7,95 33,22± 1,25 32,55± 8,84 31,64 ± 5,09 3 51,44± 4,52 50,44± 14,48 41,11± 1,35 39,44± 6,86 45,61 ± 6,80 Rataan 34,18 ± 2,56 31,29 ± 8,20 29,14 ± 2,09 28,77 ± 5,45 30,85 ± 4,57
Minggu
Perlakuan
Rataan
P0
P1
P2
P3
1 1,45± 0,15 1,73± 0,22 1,92± 0,51 1,76± 0,15 1,71 ± 0,25 2 1,58± 0,19 2,27± 0,59 1,78± 0,14 1,97± 0,53 1,90 ± 0,36 3 1,77± 0,13 1,88± 0,65 2,22 ± 0,20 2,44± 0,63 2,07 ± 0,40 Rataan 1,60 ± 0,15 1,96 ± 0,48 1,97 ± 0,28 2,05 ± 0,43 1,89 ± 0,33
Tabel 4 Mortalitas Burung Puyuh Periode Starter (ekor)
Minggu
Perlakuan
Total
P0
P1
P2
P3
Minggu 1
1
1
0
0
2
Minggu 2
0
0
1
1
2
Minggu 3
1
0
3
1
5
Total
2 (4,44%)
1 (2,22%)
4 (8,88%)
2 (4,44%)
9 (5%)
Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan.
Tabel 5 Deplesi burung puyuh periode starter
Minggu
Perlakuan
Total
P0
P1
P2
P3
Minggu 1
1
1
0
0
2
Minggu 2
0
0
1
1
2
Minggu 3
1
0
3
1
5
Total
2 (4,44%)
1 (2,22%)
4 (8,88%)
2 (4,44%)
9 (5%)
Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan
.
Periode Grower
Pada periode grower dilakukan sexing untuk memisahkan puyuh jantan dan betina. Berikut ini hasil pengamatan yang dilakukan pada puyuh periode grower umur 22 – 35 hari.
Konsumsi Ransum
Angka rataan konsumsi selama periode grower disajikan pada Tabel 6. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung bawang putih dan tepung jintan pada ransum periode grower mendapatkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) atau tidak mempengaruhi konsumsi pakan setiap unit yang diberi perlakuan. Rataan konsumsi ransum pada
periode grower yaitu 18,33 gram/ekor/hari. Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumbawati (1992) yang menyatakan konsumsi burung puyuh sebesar 17,52 gram/ekor/hari tetapi lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Fransela et al. (2016) yang menyatakan konsumsi ransum burung puyuh sebesar 23,32 gram/ekor/hari. Sunarno (2004) menyatakan konsumsi ransum burung puyuh umur 21 sampai 55 hari sekitar 14 – 24 gram/ekor/hari. Puyuh akan mengkonsumsi ransum sampai kebutuhan energinya terpenuhi (Reno 2015).
Tabel 6 Konsumsi Ransum Burung Puyuh Periode Grower (g/ekor/hari)
Minggu
Perlakuan
Rataan
P0
P1
P2
P3
4
18,52 ± 0,63
18,71 ± 1,37
18,45 ± 1,96
17,78 ± 1,26
18,36 ± 1,30
5
17,93 ± 0,64
18,72 ± 0,07
19,10 ± 1,29
17,45 ± 2,72
18,30 ± 1,18
Rataan
18,22 ± 0,63
18,71 ± 0,72
18,77 ± 1,62
17,61 ± 1,99
18,33 ± 1,24
Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan.Pertambahan Bobot Badan
Angka rataan pertambahan bobot badan periode grower dapat dilihat pada Tabel 7.
Analisis ragam menunjukkan bahwa
penambahan tepung bawang putih dan tepung jintan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) pada minggu kelima, dapat dilihat bahwa P0 berbeda nyata dengan P2 yang artinya pada perlakuan dua yang diberikan 2% tepung jintan memiliki rataan pertambahan bobot badan yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain terutama pada pakan kontrol (P0) yang memiliki rataan perbedaan pertambahan bobot badan yang cukup jauh lebih rendah.
Angka rataan pertambahan bobot badan yang diperoleh pada periode grower yaitu 20,03 gram/ekor/minggu. Angka rataan tersebut
dikatakan rendah dibandingan dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Fahmi et al. 2016) yang menyatakan bahwa pertambahan bobot badan pada periode grower yaitu 29,12 g/ekor/minggu. Pertambahan bobot badan merupakan pencerminan kemampuan puyuh dalam kecepatan pertumbuhannya.
Konversi Ransum
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ransum yang diberikan bawang putih dan jintan tidak memberikan pengaruh nyata pada minggu keempat (P>0,05) tetapi memberikan pengaruh nyata pada konversi ransum periode grower diminggu ke 5 (P<0,05). Dapat dilihat bahwa P0 berbeda nyata dengan P2 dan P3, angka konversi terendah terdapat pada P2 yang diberikan perlakuan 2% tepung jintan yaitu 5,87. Rataan konversi ransum setiap perlakuan berkisar antara 5,87 – 7,21 dengan nilai rataan keseluruhan selama periode grower yaitu 6,51. Angka konversi ransum tersebut dikatakan
sangat tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Sumbawati (1992) yang menyatakan bahwa konversi ransum periode grower yaitu 3,00-3,61 sedangkan menurut penelitian Widodo (2013) menyatakan angka konversi ransum burung puyuh periode grower sebesar 3,67. Nilai konversi ransum pada puyuh petelur umumnya berkisar antara 2,68 – 3,40 (Mardiansyah 2013). Konversi ransum dapat digunakan untuk mengukur keefisienan ransum, semakin rendah angka konversi ransum berarti efisiensi penggunaan ransum semakin tinggi dan sebaliknya semakin tinggi angka konversi ransum berarti tingkat efisiensi ransum
semakin rendah
.
Mortalitas
Pada periode grower tingkat kematian burung puyuh sangat rendah dibandingkan
dengan periode starter, hal tersebut
menunjukkan bahwa daya tahan tubuh burung puyuh sudah meningkat dengan baik. Kematian yang disebabkan pada periode grower terjadi diakibatkan karena burung puyuh sering terinjak oleh burung puyuh lainnya yang mengakibatkan burung puyuh tersebut sulit untuk bernafas. Woodard et al (1973) menyatakan bahwa burung puyuh betina lebih banyak mati pada umur muda daripada jantan.
Deplesi
Dari total puyuh awal (180 ekor) yang tersisa pada periode starter yaitu sebanyak 171 ekor, dilakukan sexing terhadap puyuh jantan sebanyak 65 ekor. Pada minggu keempat perlakuan tiga (P3) terdapat puyuh yang mati 1 ekor sehingga angka deplesi menjadi 20 dan terdapat puyuh yang mati 2 ekor pada
perlakuan tiga (P3) diminggu kelima
.
Tabel 7 Pertambahan Bobot Badan Periode Grower (g/ekor/minggu)
Minggu
Perlakuan
Rataan
P0
P1
P2
P3
4 19,67± 3,22 19,22± 1,89 23,00 ± 1,44 23,22 ± 1,89 21,27 ± 2,11 5 16,22 ± 0,84a 18,44 ± 0,50ab 22,10 ± 2,87b 18,44 ± 3,23ab 18,80 ± 1,86 Rata-Rata 17,94 ± 2,03 18,83 ± 1,19 22,55 ± 2,15 20,83 ± 2,56 20,03 ± 1,98 Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan. Superscrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05).
Tabel 8 Konversi Ransum Periode Grower
Minggu
Perlakuan
Rataan
P0
P1
P2
P3
4 6,68± 0,80 6,89± 1,12 5,65± 0,91 5,36± 0,15 6,14 ± 0,74 5 7,74 ± 0,12c 7,10 ± 0,19bc 6,09 ± 0,58a 6,64 ± 0,46ab 6,89 ± 0,33 Rata-Rata 7,21 ± 0,46 6,99 ± 0,65 5,87 ± 0,74 6 ± 0,30 6,51 ± 0,53 Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan. Superscrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05
Tabel 9 Mortalitas Periode Grower (ekor)
Minggu
Perlakuan
Total
P0
P1
P2
P3
4
0
0
0
1
1
5
0
0
0
2
2
Total
0
0
0
3 (14,28%)
3 (2,88%)
Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan.
Tabel 10 Deplesi Burung Puyuh Periode Grower (ekor)
Minggu
Perlakuan
Total
P0
P1
P2
P3
Minggu 4
19
13
13
20
65
Minggu 5
0
0
0
2
2
Total
19 (79,16%)
13 (41,93%)
13 (46,42%)
20 (95,23%)
67 (64,42%)
Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung JintanKESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Kesimpulan
Puyuh periode starter yang diberi pakan imbuhan 2% tepung jintan hanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan minggu pertama. Puyuh yang diberikan pakan imbuhan 2% tepung jintan pada periode grower memiliki pertambahan bobot badan yang tinggi dan konversi ransum yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.
Implikasi
Sebaiknya memberikan suplementasi jintan 2% dalam pakan untuk pemeliharaan burung
puyuh pada periode grower. Perlu
memperpanjang waktu penelitian dengan perlakuan serupa sampai dengan periode layer (periode akhir) agar dapat mengetahui pengaruh pemberian tepung bawang putih dan tepung jintan.
DAFTAR PUSTAKA
Amin L. 2013. Pengaruh Pemberian Jinten (Cuminum cyminum) dalam Pakan Terhadap Produksi Telur Puyuh. Program studi
Peternakan Fakultas Agroindustri
Universitas Mercu Buana. Yogyakarta.
Elfawati. 2006. Pengaruh Pemakaian Tepung Umbi Talas (Xanthosoma sagitifolium) dan Penambahan Metionin dalam Ransum Puyuh Periode Pertumbuhan. Jurnal Peternakan. Vol. 3(1): 10 – 17.
Fahmi M, Anang A, Sujana E. 2016. Kurva Pertumbuhan Puyuh (Coturnix Coturnix Japonica) Betina Umur 0-6 Minggu Galur Warna Cokelat Generasi 3. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran, Bandung. Fransela Ch, Sarajar LK, Montong MER, Najoan
M. 2017. Performans Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) yang Diberikan Tepung Keong Sawah (Pila ampullacea) Sebagai Pengganti Tepung Ikan dalam Ransum. Jurnal Zootek Vol. 37 (1): 62 – 69. Kaselung. P. S, M. E. K. Montong, C. L. K. Sarayar,
rimpang kunyit (curcuma domestica val), rimpang temulawak (curcuma xanthorriza roxb) dan rimpang temu putih (curcuma zedoaria rosc) dalam ransum komersial
terhadap performans burung puyuh
(Coturnix coturnix japonica). Jurnal Zootek Vol. 34(1): 114-123.
Lacy M, Vest LR. 2000. Improving feed conversion in broiler : a guide for growers. Springer Science and Business Media Inc, New York.
Listiyowati E and Roospitasari K. 2009. Beternak Puyuh Secara Komersial. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Reno S. 2015. Beternak Puyuh di Pekarangan Tanpa Bau. Yogyakarta: Arcitra.
Sumbawati. 1992. Penggunaan Beberapa Tingkat Zeolit Dengan Tingkat Protein Dalam Ransum Burung Puyuh Terhadap Produksi Telur, Indeks Putih Telur dan Indeks Kuning Telur. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sunarno. 2004. Potensi Burung Puyuh. Majalah Poultry indonesia Edisi Februari hal: 61. Syariefa. 2011.Ternak Puyuh.Jakarta : Trubus
Swadaya.
Widodo A.R, Setiawan H, Sudiyono, Sudibyo, Indreswari R. 2013. Kecernaan Nutrien dan
Performan Puyuh (Coturnix coturnix
japonica) Jantan yang Diberi Ampas Tahu Fermentasi dalam Ransum. Tropical Animal Husbandary Vol.2(1), 51-57 ISSN 2301-9921. Woodard AE, Ablanalp H, Wilson WO and Vohra
P. 1973. Japanese Quail Husbandry in the Laboratory. Univ. of California, Davis.