• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERFORMA PUYUH PERIODE STARTER-GROWER YANG DIBERI RANSUM IMBUHAN MENGANDUNG BAWANG PUTIH (ALLIUM SATIVUM) DAN JINTAN (CUMINUM CYMINUM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERFORMA PUYUH PERIODE STARTER-GROWER YANG DIBERI RANSUM IMBUHAN MENGANDUNG BAWANG PUTIH (ALLIUM SATIVUM) DAN JINTAN (CUMINUM CYMINUM)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA PUYUH PERIODE STARTER-GROWER YANG DIBERI RANSUM IMBUHAN

MENGANDUNG BAWANG PUTIH (ALLIUM SATIVUM) DAN JINTAN (CUMINUM

CYMINUM)

THE PERFORMANCE OF QUAIL STARTER-GROWER WHO WERE RATIONS ADDITIONAL

CONTAINING GARLIC (ALLIUM SATIVUM) AND CARAWAY (CUMINUM CYMINUM)

B Florana1a, E Dihansih1, R Handarini1 1

Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Djuanda Bogor, Jl. Tol Ciawi No. 1,

Kotak Pos 35 Ciawi, Bogor 16720.

a

Korespondensi: Bella Florana, E-mail: bella.florana@yahoo.com

(Diterima oleh Dewan Redaksi: xx-xx-xxxx) (Dipublikasikan oleh Dewan Redaksi: xx-xx-xxxx )

ABSTRACT

Plants herbs widely used as a supplement in fodder to improve endurance and its productivity,

including garlic and caraway. This study attempts to test the influence of the combination level of

flour garlic and caraway performance against quail period of a starter up to the period grower.

Study was conducted on 11 February – 16 March 2017 in Assalam Slamet Quail Farm,

Sukabumi. This research was used 180 DOQ’s layer. Feed used were: commercial feed BR-1 for

stater and SP-2 for grower – layer, garlic flour and caraway flour. A complete randomized design

with four treatments and three replicates was used. Treatments consisted of P0 = feed

commercial (FC), P1 = PK + 2 % garlic flour (GF), P2 = PK + 2 % caraway flour (CF), P3 = PK +

1 % GF + 1 % CF. Research conducted in quail from 2 – 35 day. The variables were consumption,

body weight gain, feed convertion ratio and mortality. Data were analyzed by a Duncan test. The

results showed that non-significant differences on average body weight gain of stater in the first

week. The grower period showed that that non-significant differences on consumption and

significant differences increased on average body weight gain in P2 treatment and decreased on

feed convertion ratio in P1, P2 and P3. The conclusion showed the best research on supplement 2

% caraway flour to grower quails. This conclusion was recommended to add 2 % caraway flour in

quails feed.

Keywords: performance of quails, feed additive, garlic, cumin.

ABSTRAK

Tanaman herbal banyak digunakan sebagai suplemen dalam pakan ternak untuk meningkatkan

daya tahan tubuh dan produktivitasnya, termasuk bawang putih dan jintan. Penelitian ini bertujuan

untuk menguji pengaruh pemberian kombinasi level tepung bawang putih dan jintan terhadap

performa burung puyuh periode starter sampai dengan periode grower. Penelitian ini dilaksanakan

pada tanggal 11 Februari –16 Maret 2017 di Assalam Slamet Quail Farm, Sukabumi. Penelitian

ini menggunakan 180 ekor puyuh petelur. Pakan yang digunakan adalah pakan komersial BR-1

(starter) dan SP-2 (grower–layer), tepung bawang putih dan tepung jintan. Rancangan yang

digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan P0 =

Pakan komersial (PK), P1 = PK + 2 % tepung bawang putih (TBP), P2 = PK + 2 % tepung jintan

(TJ), P3 = PK+1% TBP + 1%TJ. Penelitian dilakukan pada puyuh yang berumur 2 – 35 hari.

Parameter yang diamati: konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan

mortalitas. Data dianalis ragam dan uji lanjut Duncan. Hasil penelitian menunjukkan tidak

berbeda nyata penurunan PBB burung puyuh periode starter pada minggu pertama. Pada periode

grower menunjukkan tidak beda nyata pada peubah konsumsi ransum dan berbeda nyata pada

peningkatan PBB pada perlakuan P2 dan penurunan konversi ransum pada perlakuan P1, P2 dan

P3. Kesimpulannya perlakuan terbaik adalah pemberian suplemen 2% tepung jintan dalam pakan

(2)

burung puyuh sampai fase grower. Direkomendasikan untuk menambahkan 2 % tepung jintan

dalam pakan burung puyuh.

Kata kunci: performa burung puyuh, pakan imbuhan, bawang putih, jintan.

B Florana, R Handarini, E Dihansih. 2017.

Performa Puyuh Periode Starter-Grower yang Diberi

Ransum Imbuhan Mengandung Bawang Putih (Allium sativum) dan Jintan (Cuminum

cyminum).

Jurnal Peternakan Nusantara 3(2): 95-102.

PENDAHULUAN

Burung puyuh memang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Hewan ini merupakan binatang liar yang hidup di gunung-gunung. Namun beberapa puluh tahun terakhir, ternyata burung liar ini sudah bisa dijinakkan dan dibudidayakan, serta dikembangkan secara komersial (Listiyowati dan Roospitasari 2009). Pengembangan puyuh sangat cocok untuk usaha kecil, menengah hingga ke peternakan besar. Hal ini dikarenakan beberapa keunggulan yang dimiliki oleh ternak puyuh diantaranya kemampuan produksi telurnya cepat dan tinggi (Syariefa 2011). Untuk memelihara dan membuka usaha peternakan puyuh secara komersial tidak terlalu rumit perawatannya.

Pada saat ini pengetahuan konsumen juga

berkembang dimana konsumen tidak

sembarang mengkonsumsi produk dari

peternakan, saat ini konsumen lebih memilih produk yang bersifat natural atau yang tidak banyak mengandung bahan kimia yang dapat merusak kesehatan. Sehingga penggunaan bahan atau ramuan tradisional yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan dalam kesehatanlah yang paling tepat. Salah satu tanaman herbal yang dapat digunakan untuk pakan tambahan pada ternak yaitu bawang putih dan jintan. Unggas memiliki tingkat stress yang cukup tinggi sehingga dapat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh yang dapat mempengaruhi performa tersebut.

Bawang putih dan jintan sama-sama memiliki kandungan antibiotik yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Oleh sebab itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan bawang putih dan jintan dalam meningkatkan performa pada puyuh.

MATERI DAN METODE

Materi

Penelitian dilakukan pada tanggal 11 Februari – 16 Maret 2017. Bertempat di perusahaan pembibitan dan budidaya burung puyuh CV Slamet Quail Farm (CV SQF) yang berlokasi di Jl Pelabuhan II KM 19 KP Cilangkap RT/RW 02/05 Cikembar Sukabumi-Jawa Barat. Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 180 ekor burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) umur 2 hari, pakan komersial BR-1 dan SP-2 (PT Sinta Prima Feedmill) air, tepung bawang putih dan tepung jintan. Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu kandang, 16 unit sangkar dengan ukuran per unit 40 cm x 60 cm x 33 cm, tempat pakan berukuran 20 cm x 16 cm, tempat minum, papan triplek, kawat penutup tempat pakan, timbangan digital kapasitas 1 kg, lampu 15 watt, koran, kelereng, saringan pakan, plastik, karung, sendok dan alat tulis.

Perlakuan

Perlakuan dalam penelitian ini adalah: P0 = Pakan Konsentrat tanpa Bawang Putih dan

Jintan Putih 0%, P1 = Pakan Konsentrat +

Tepung Bawang Putih 2% + Jintan Putih 0%, P2= Pakan Konsentrat + Tepung Bawang Putih 0% + Jintan Putih 2%, P3= Pakan Konsentrat + Tepung Bawang Putih 1% + Jintan Putih 1%

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan metode

rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan tiga ulangan sehingga ada dua belas unit perlakuan, masing-masing unit terdiri atas 15 ekor burung puyuh.Sangkar yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebanyak 12 unit dari jumlah keseluruhan sebanyak 16 unit, dengan jumlah puyuh setiap unitnya sebanyak 15 ekor secara unsex dimulai pada puyuh yang berumur 2 hari

(3)

Peubah yang Diamati

a. Konsumsi Ransum: Konsumsi ransum

dapat dihitung dengan pengurangan

jumlah ransum awal yang diberikan

dengan sisa ransum yang tidak termakan.

b. Pertambahan

Bobot

Badan:

Pertambahan bobot badan diukur dengan

menimbang bobot badan akhir dikurangi

bobot badan awal.

c. Konversi Ransum: Konversi ransum

dihitung berdasarkan jumlah ransum

yang

dikonsumsi

dibagi

dengan

pertambahan

bobot

badan

yang

dihasilkan selama penelitian.

d. Mortalitas:

Mortalitas

dihitung

berdasarkan: jumlah puyuh mati dibagi

jumlah puyuh awal x 100%

e. Deplesi: Deplesi dihitung berdasarkan

jumlah puyuh mati, sexing untuk puyuh

jantan, sakit, cacat dan afkir.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik

ragam

(ANOVA)

dan

jika

perlakuan

berpengaruh nyata terhadap peubah yang

diamati maka analisis dilanjutkan dengan uji

lanjut

jarak

ganda

Duncan

dengan

menggunakan bantuan piranti program SPSS

16.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Periode Starter

Konsumsi Ransum

Rataan konsumsi ransum puyuh dihitung mulai dari minggu pertama sampai dengan minggu ketiga (Tabel 1).

Rataan konsumsi ransum selama periode starter adalah 8,58 g/ekor/hari. Angka konsumsi tersebut dapat dipengaruhi oleh tingkat palabilitas burung puyuh pada pakan yang diberikan.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ransum imbuhan berupa tepung bawang putih dan tepung jintan pada periode starter tidak berbeda nyata (P>0,05). Besarnya rataan konsumsi ransum puyuh tersebut lebih

rendah dibandingkan dengan penelitian

Elfawati (2006) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum rata-rata harian puyuh periode starter berkisar antara 10,35 – 11,66

g/ekor/hari. Menurut Listyowati dan

Roospitasari (2005) puyuh periode starter mengkonsumsi pakan sebanyak 2 – 8 g/ekor/hari.

Pertambahan Bobot Badan

Rataan pertambahan bobot badan burung puyuh periode starter dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada minggu pertama pada P0 sampai dengan P3 memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05), tetapi jika dilihat rataan pertambahan bobot badan P1 sampai dengan P3 lebih rendah dibandingkan dengan rataan pertambahan bobot badan P0 hal ini dapat dimaklumi karena pada minggu awal tidak adanya adaptasi pakan sehingga menyebabkan konsumsi ransum rendah.

Rataan pertambahan bobot badan selama periode starter adalah 30,85 g/ekor/minggu. Angka rataan tersebut dikatakan rendah jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Fahmi et al. 2016) yang menyatakan

bahwa pertumbuhan bobot badan pada

periode

starter sebesar 40,8 gram/ ekor/minggu.

Konversi Ransum

Angka konversi ransum burung puyuh periode starter dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil analisis ragam menujukkan bahwa pada minggu pertama sampai dengan minggu ketiga selama periode starter perlakuan yang diberikan setiap unitnya mendapatkan hasil yang tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Angka rataan konversi yang didapat selama periode starter yaitu 1,89, angka tersebut dapat dikatakan sangat baik dibandingkan dengan angka konversi hasil penelitian Lukman Amin (2013) yang mendapatkan hasil angka konversi sebesar 6,02 selain itu menurut Kaselung et al. (2014) konversi ransum burung puyuh berkisar antara 2,32 sampai 2,48. Menurut North dan Bell (1990) konversi ransum adalah unit ransum yang diperlukan untuk menghasilkan unit pertambahan bobot badan. Dinyatakan juga bahwa dengan bertambahnya umur ternak, maka konversi ransum semakin meningkat.

Mortalitas

Mortalitas atau kematian merupakan salah satu aspek yang mampu mempengaruhi keberhasilan suatu usaha peternakan. Tingkat kematian yang tinggi pada unggas khususnya puyuh sering terjadi pada periode awal (starter). Angka mortalitas diperoleh dari

(4)

pembagian jumlah ternak yang mati dengan jumlah ternak yang dipelihara (Lacy dan Vest 2000). Burung puyuh yang mati selama periode starter berjumlah 9 ekor. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah puyuh yang mati tertinggi pada perlakuan 2 diminggu ketiga yaitu sebanyak 3 ekor sedangkan untuk persentase mortalitas tertinggi pada periode starter yaitu pada perlakuan 2 sebesar 8,88% dan persentase dari total keseluruhan puyuh yang mati dibagi dengan jumlah total keseluruhan awal puyuh jika dipersentasekan yaitu sebesar 5%. Persentase mortalitas tersebut masih dikatakan cukup baik karena menurut (Reno 2015) angka mortalitas yang masih dapat ditoleransi kurang dari 5%. Pada periode starter, mortalitas disebabkan karena seringnya puyuh tercebur kedalam tempat minum, hal ini terjadi dikarenakan ukuran tubuh puyuh yang terlalu kecil dan daya tahan tubuh puyuh yang belum cukup stabil atau

dapat dikatakan daya tahan tubuhnya masih lemah.

Deplesi

Angka deplesi selama periode starter disajikan

pada Tabel 5 Pada minggu pertama sampai

dengan minggu ketiga (periode starter) angka

atau tingkat deplesi memiliki angka yang sama

dengan tingkat mortalitas. Hal itu dikarenakan

puyuh yang dikeluarkan dari populasi saat

pemeliharaan berlangsung merupakan puyuh

yang diakibatkan oleh kematian (mortalitas)

yang artinya selama periode ini tidak terdapat

puyuh yang sakit atau cacat. Dari ketiga

minggu tersebut total deplesi yang tertinggi

pada minggu ketiga yaitu sebanyak 5 ekor.

Deplesi merupakan penyusutan jumlah ternak

yang disebabkan dari beberapa faktor antara

lain kematian, afkir, sakit dan cacat.

Tabel 1 Rataan Konsumsi Ransum Burung Puyuh Periode Starter (g/ekor/hari)

Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan.

Tabel 2 Pertambahan Bobot Badan Puyuh Periode Starter (g/ekor/minggu)

Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan. Superscrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05).

Tabel 3 Konversi Ransum Burung Puyuh Periode Starter

Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan

Minggu Perlakuan (x±sd) Rataan

P0 P1 P2 P3

1. 4,46 ± 0,35 4,38 ± 0,21 3,99 ± 0,12 4,19 ± 0,27 4,25 ± 0,23 2. 8,63 ± 0,19 8,67 ± 0,30 8,47 ± 0,43 8,75 ± 0,18 8,63 ± 0,27 3. 13,01 ± 0,22 12,67 ± 0,27 12,47 ± 0,21 13,34 ± 1,24 12,87 ± 0,48 Rata-rata 8,70 ± 0,25 8,57 ± 0,26 8,31 ± 0,25 8,76 ± 0,56 8,58 ± 0,32

Minggu

Perlakuan

Rataan

P0

P1

P2

P3

1 18,44± 0,84b 15,33± 2,18ab 13,11± 3,67a 14,33± 0,67ab 15,30 ± 1,84 2 32,67± 2,33 28,11± 7,95 33,22± 1,25 32,55± 8,84 31,64 ± 5,09 3 51,44± 4,52 50,44± 14,48 41,11± 1,35 39,44± 6,86 45,61 ± 6,80 Rataan 34,18 ± 2,56 31,29 ± 8,20 29,14 ± 2,09 28,77 ± 5,45 30,85 ± 4,57

Minggu

Perlakuan

Rataan

P0

P1

P2

P3

1 1,45± 0,15 1,73± 0,22 1,92± 0,51 1,76± 0,15 1,71 ± 0,25 2 1,58± 0,19 2,27± 0,59 1,78± 0,14 1,97± 0,53 1,90 ± 0,36 3 1,77± 0,13 1,88± 0,65 2,22 ± 0,20 2,44± 0,63 2,07 ± 0,40 Rataan 1,60 ± 0,15 1,96 ± 0,48 1,97 ± 0,28 2,05 ± 0,43 1,89 ± 0,33

(5)

Tabel 4 Mortalitas Burung Puyuh Periode Starter (ekor)

Minggu

Perlakuan

Total

P0

P1

P2

P3

Minggu 1

1

1

0

0

2

Minggu 2

0

0

1

1

2

Minggu 3

1

0

3

1

5

Total

2 (4,44%)

1 (2,22%)

4 (8,88%)

2 (4,44%)

9 (5%)

Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan.

Tabel 5 Deplesi burung puyuh periode starter

Minggu

Perlakuan

Total

P0

P1

P2

P3

Minggu 1

1

1

0

0

2

Minggu 2

0

0

1

1

2

Minggu 3

1

0

3

1

5

Total

2 (4,44%)

1 (2,22%)

4 (8,88%)

2 (4,44%)

9 (5%)

Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan

.

Periode Grower

Pada periode grower dilakukan sexing untuk memisahkan puyuh jantan dan betina. Berikut ini hasil pengamatan yang dilakukan pada puyuh periode grower umur 22 – 35 hari.

Konsumsi Ransum

Angka rataan konsumsi selama periode grower disajikan pada Tabel 6. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung bawang putih dan tepung jintan pada ransum periode grower mendapatkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) atau tidak mempengaruhi konsumsi pakan setiap unit yang diberi perlakuan. Rataan konsumsi ransum pada

periode grower yaitu 18,33 gram/ekor/hari. Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumbawati (1992) yang menyatakan konsumsi burung puyuh sebesar 17,52 gram/ekor/hari tetapi lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Fransela et al. (2016) yang menyatakan konsumsi ransum burung puyuh sebesar 23,32 gram/ekor/hari. Sunarno (2004) menyatakan konsumsi ransum burung puyuh umur 21 sampai 55 hari sekitar 14 – 24 gram/ekor/hari. Puyuh akan mengkonsumsi ransum sampai kebutuhan energinya terpenuhi (Reno 2015).

Tabel 6 Konsumsi Ransum Burung Puyuh Periode Grower (g/ekor/hari)

Minggu

Perlakuan

Rataan

P0

P1

P2

P3

4

18,52 ± 0,63

18,71 ± 1,37

18,45 ± 1,96

17,78 ± 1,26

18,36 ± 1,30

5

17,93 ± 0,64

18,72 ± 0,07

19,10 ± 1,29

17,45 ± 2,72

18,30 ± 1,18

Rataan

18,22 ± 0,63

18,71 ± 0,72

18,77 ± 1,62

17,61 ± 1,99

18,33 ± 1,24

Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan.

(6)

Pertambahan Bobot Badan

Angka rataan pertambahan bobot badan periode grower dapat dilihat pada Tabel 7.

Analisis ragam menunjukkan bahwa

penambahan tepung bawang putih dan tepung jintan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) pada minggu kelima, dapat dilihat bahwa P0 berbeda nyata dengan P2 yang artinya pada perlakuan dua yang diberikan 2% tepung jintan memiliki rataan pertambahan bobot badan yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain terutama pada pakan kontrol (P0) yang memiliki rataan perbedaan pertambahan bobot badan yang cukup jauh lebih rendah.

Angka rataan pertambahan bobot badan yang diperoleh pada periode grower yaitu 20,03 gram/ekor/minggu. Angka rataan tersebut

dikatakan rendah dibandingan dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Fahmi et al. 2016) yang menyatakan bahwa pertambahan bobot badan pada periode grower yaitu 29,12 g/ekor/minggu. Pertambahan bobot badan merupakan pencerminan kemampuan puyuh dalam kecepatan pertumbuhannya.

Konversi Ransum

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ransum yang diberikan bawang putih dan jintan tidak memberikan pengaruh nyata pada minggu keempat (P>0,05) tetapi memberikan pengaruh nyata pada konversi ransum periode grower diminggu ke 5 (P<0,05). Dapat dilihat bahwa P0 berbeda nyata dengan P2 dan P3, angka konversi terendah terdapat pada P2 yang diberikan perlakuan 2% tepung jintan yaitu 5,87. Rataan konversi ransum setiap perlakuan berkisar antara 5,87 – 7,21 dengan nilai rataan keseluruhan selama periode grower yaitu 6,51. Angka konversi ransum tersebut dikatakan

sangat tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Sumbawati (1992) yang menyatakan bahwa konversi ransum periode grower yaitu 3,00-3,61 sedangkan menurut penelitian Widodo (2013) menyatakan angka konversi ransum burung puyuh periode grower sebesar 3,67. Nilai konversi ransum pada puyuh petelur umumnya berkisar antara 2,68 – 3,40 (Mardiansyah 2013). Konversi ransum dapat digunakan untuk mengukur keefisienan ransum, semakin rendah angka konversi ransum berarti efisiensi penggunaan ransum semakin tinggi dan sebaliknya semakin tinggi angka konversi ransum berarti tingkat efisiensi ransum

semakin rendah

.

Mortalitas

Pada periode grower tingkat kematian burung puyuh sangat rendah dibandingkan

dengan periode starter, hal tersebut

menunjukkan bahwa daya tahan tubuh burung puyuh sudah meningkat dengan baik. Kematian yang disebabkan pada periode grower terjadi diakibatkan karena burung puyuh sering terinjak oleh burung puyuh lainnya yang mengakibatkan burung puyuh tersebut sulit untuk bernafas. Woodard et al (1973) menyatakan bahwa burung puyuh betina lebih banyak mati pada umur muda daripada jantan.

Deplesi

Dari total puyuh awal (180 ekor) yang tersisa pada periode starter yaitu sebanyak 171 ekor, dilakukan sexing terhadap puyuh jantan sebanyak 65 ekor. Pada minggu keempat perlakuan tiga (P3) terdapat puyuh yang mati 1 ekor sehingga angka deplesi menjadi 20 dan terdapat puyuh yang mati 2 ekor pada

perlakuan tiga (P3) diminggu kelima

.

Tabel 7 Pertambahan Bobot Badan Periode Grower (g/ekor/minggu)

Minggu

Perlakuan

Rataan

P0

P1

P2

P3

4 19,67± 3,22 19,22± 1,89 23,00 ± 1,44 23,22 ± 1,89 21,27 ± 2,11 5 16,22 ± 0,84a 18,44 ± 0,50ab 22,10 ± 2,87b 18,44 ± 3,23ab 18,80 ± 1,86 Rata-Rata 17,94 ± 2,03 18,83 ± 1,19 22,55 ± 2,15 20,83 ± 2,56 20,03 ± 1,98 Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan. Superscrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05).

(7)

Tabel 8 Konversi Ransum Periode Grower

Minggu

Perlakuan

Rataan

P0

P1

P2

P3

4 6,68± 0,80 6,89± 1,12 5,65± 0,91 5,36± 0,15 6,14 ± 0,74 5 7,74 ± 0,12c 7,10 ± 0,19bc 6,09 ± 0,58a 6,64 ± 0,46ab 6,89 ± 0,33 Rata-Rata 7,21 ± 0,46 6,99 ± 0,65 5,87 ± 0,74 6 ± 0,30 6,51 ± 0,53 Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan. Superscrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05

Tabel 9 Mortalitas Periode Grower (ekor)

Minggu

Perlakuan

Total

P0

P1

P2

P3

4

0

0

0

1

1

5

0

0

0

2

2

Total

0

0

0

3 (14,28%)

3 (2,88%)

Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan.

Tabel 10 Deplesi Burung Puyuh Periode Grower (ekor)

Minggu

Perlakuan

Total

P0

P1

P2

P3

Minggu 4

19

13

13

20

65

Minggu 5

0

0

0

2

2

Total

19 (79,16%)

13 (41,93%)

13 (46,42%)

20 (95,23%)

67 (64,42%)

Keterangan: P0 = Pakan Komersial Tanpa Penambahan (Kontrol), P1 = Pakan Komersial+2% Tepung Bawang Putih, P2 = Pakan Komersial+2% Tepung Jintan, P3 = Pakan Komersial+1% Tepung Bawang Putih + 1% Tepung Jintan

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

Kesimpulan

Puyuh periode starter yang diberi pakan imbuhan 2% tepung jintan hanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan minggu pertama. Puyuh yang diberikan pakan imbuhan 2% tepung jintan pada periode grower memiliki pertambahan bobot badan yang tinggi dan konversi ransum yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.

Implikasi

Sebaiknya memberikan suplementasi jintan 2% dalam pakan untuk pemeliharaan burung

puyuh pada periode grower. Perlu

memperpanjang waktu penelitian dengan perlakuan serupa sampai dengan periode layer (periode akhir) agar dapat mengetahui pengaruh pemberian tepung bawang putih dan tepung jintan.

DAFTAR PUSTAKA

Amin L. 2013. Pengaruh Pemberian Jinten (Cuminum cyminum) dalam Pakan Terhadap Produksi Telur Puyuh. Program studi

Peternakan Fakultas Agroindustri

Universitas Mercu Buana. Yogyakarta.

Elfawati. 2006. Pengaruh Pemakaian Tepung Umbi Talas (Xanthosoma sagitifolium) dan Penambahan Metionin dalam Ransum Puyuh Periode Pertumbuhan. Jurnal Peternakan. Vol. 3(1): 10 – 17.

Fahmi M, Anang A, Sujana E. 2016. Kurva Pertumbuhan Puyuh (Coturnix Coturnix Japonica) Betina Umur 0-6 Minggu Galur Warna Cokelat Generasi 3. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran, Bandung. Fransela Ch, Sarajar LK, Montong MER, Najoan

M. 2017. Performans Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) yang Diberikan Tepung Keong Sawah (Pila ampullacea) Sebagai Pengganti Tepung Ikan dalam Ransum. Jurnal Zootek Vol. 37 (1): 62 – 69. Kaselung. P. S, M. E. K. Montong, C. L. K. Sarayar,

(8)

rimpang kunyit (curcuma domestica val), rimpang temulawak (curcuma xanthorriza roxb) dan rimpang temu putih (curcuma zedoaria rosc) dalam ransum komersial

terhadap performans burung puyuh

(Coturnix coturnix japonica). Jurnal Zootek Vol. 34(1): 114-123.

Lacy M, Vest LR. 2000. Improving feed conversion in broiler : a guide for growers. Springer Science and Business Media Inc, New York.

Listiyowati E and Roospitasari K. 2009. Beternak Puyuh Secara Komersial. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Reno S. 2015. Beternak Puyuh di Pekarangan Tanpa Bau. Yogyakarta: Arcitra.

Sumbawati. 1992. Penggunaan Beberapa Tingkat Zeolit Dengan Tingkat Protein Dalam Ransum Burung Puyuh Terhadap Produksi Telur, Indeks Putih Telur dan Indeks Kuning Telur. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sunarno. 2004. Potensi Burung Puyuh. Majalah Poultry indonesia Edisi Februari hal: 61. Syariefa. 2011.Ternak Puyuh.Jakarta : Trubus

Swadaya.

Widodo A.R, Setiawan H, Sudiyono, Sudibyo, Indreswari R. 2013. Kecernaan Nutrien dan

Performan Puyuh (Coturnix coturnix

japonica) Jantan yang Diberi Ampas Tahu Fermentasi dalam Ransum. Tropical Animal Husbandary Vol.2(1), 51-57 ISSN 2301-9921. Woodard AE, Ablanalp H, Wilson WO and Vohra

P. 1973. Japanese Quail Husbandry in the Laboratory. Univ. of California, Davis.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Konfigurasi teroptimal yang didapat yaitu tanpa menggunakan wind turbin dikarenakan selain biaya modal untuk membangun wind turbin yang lebih besar, penyebab lainnya

pembatasan kepemilikan, hak dan kewajiban individu dan korporasi dalam bidang politik, hukum, keamanan dan pemerintahan-NKRI (Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5) Undang-undang ini juga

Secara khusus, pada tanggal 23 November 2010 Ombudsman telah menyelenggarakan Rapat Koordinasi bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan dan

Puji syukur penulis panjatkan atas asung Kertha Wara Nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat Rahmat-Nya, skripsi yang berjudul “EKSISTENSI LEMBAGA

Dengan demikian penulis melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis dan self efficacy siswa antara pembelajaran berbasis masalah berbantuan

Perda-Perda berbasis syariah jika dihubungkan dengan negara dan agama dalam persfektif Pancasila dapat dilihat dari kembalinya bangsa Indonesia ke UUD 1945

Untuk mendapatkan alat pengering cepat kacang tanah polong yang lebih murah dan ter- jangkau daya beli penjual jasa Alsintan serta dapat membantu petani menyelamatkan

Pada dimensi psikologis kualitas hidup pasien GGK sebelum menjalani HD sebagian besar merasa cemas setiap akan dilakukan tin- dakan dialisis terutama responden yang masih