• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANGKUMAN BAB I : IDENTITAS DAN INTEGRASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANGKUMAN BAB I : IDENTITAS DAN INTEGRASI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

RANGKUMAN

BAB I : IDENTITAS DAN INTEGRASI

Aristoteles, seorang filosof Yunani mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon, yang artinya manusia adalah makhluk yang berkelompok.

Kelompok persekutuan hidup manusia dimulai dari lingkungan terkecil, yakni keluarga. Selanjutnya mereka membentuk kelompok lebih besar lagi, seperti suku, masyarakat, dan bangsa. Bangsa adalah bentuk dari persekutuan hidup manusia. Negara merupakan suatu organisasi yang dibentuk oleh bangsa yang memiliki cita-cita bersatu, hidup dalam daerah tertentu, dan mempunyai pemerintahan yang sama.

Ciri khas sebuah bangsa merupakan identitas dari bangsa yang bersangkutan. Identitas – identitas yang disepakati dan diterima oleh bangsa menjadi identitas nasional. Identitas nasional dibutuhkan agar menjadi pengikat sekaligus pembeda dengan bangsa lainnya. Selain identitas, bangsa yang telah hidup bernegara memerlukan integrasi guna menjamin dan mempertahankan kesatuannya.

Kajian tentang identitas dan integrasi mencakup: A. Bangsa dan Identitas,

B. Identitas Nasional Bangsa, C. Negara Kebangsaan Indonesia, D. Integrasi Nasional,

E. Pengembangan Integrasi di Indonesia.

A. BANGSA DAN IDENTITAS

Kata identitas berasal dari bahasa inggris identity yang secara harafiah berarti jati diri, ciri-ciri, atau tanda-tanda yang melekat pada seseorang atau sesuatu sehingga mampu membedakannya dengan yang lain. Dalam terminologi antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri, atau komunitas sendiri.

1. Pengertian Bangsa

Istilah “bangsa” dalam bahasa Inggris disebut “nation”. Kata nation berasal dari kata “natio” (Latin) yang berarti “lahir”. Nation dapat berarti suatu kelahiran, suatu keturunan, suatu suku bangsa yang memiliki kesamaan keturunan, orang-orang yang sama keturunan. Kata “bangsa” sendiri berasal dari bahasa Sansekerta “wangsa” yang berarti orang-orang yang satu keturunan atau satu “trah” (Jawa). Secara etimologis bangsa berasal dari kata “wangsa” artinya orang-orang yang berasal dari satu keturunan.

Berdasarkan hal ini, disimpulkan bangsa menunjuk pada persekutuan hidup dari orang-orang atau kelompok manusia yang memiliki kesamaan keturunan.

(2)

Seturut dengan pengertian di atas, konsep bangsa memiliki dua (2) pengertian (Badri Yatim, 1999), yaitu bangsa dalam pengertian sosiologis antropologis dan bangsa dalam pengertian politis.

a. Bangsa Menurut Arti Sosiologis Antropologis

Bangsa dalam pengertian sosiologis antropologis adalah persekutuan hidup masyarakat yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, dan adat istiadat. Ikatan demikian disebut ikatan primordial. Misalnya, bangsa Indonesia terdiri dari berbagai bangsa yang tersebar dari Aceh sampai Irian Jaya, seperti Batak, Minangkabau, Sunda, Dayak, Banjar, dan sebagainya.

b. Bangsa Menurut Arti Politis

Bangsa dalam pengertian politik adalah suatu masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk kepada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam. Mereka diikat oleh suatu kekuasaan politik, yakni negara.

Jadi, bangsa dalam arti politis adalah bangsa yang sudah bernegara. Misalnya, kemunculan bangsa Indonesia (arti politis) setelah terciptanya negara Indonesia.

2. Cultural Unity dan Political Unity

Dengan pemahaman yang kurang lebih sama, AT Soegito (2004) dengan mengutip pendapat Jacobsen dan Lipman, menyatakan bangsa memiliki dua arti, yaitu bangsa dalam pengertian kebudayaan (cultural unity) dan bangsa dalam pengertian politik kenegaraan (political unity).

Pertama, bangsa adalah suatu cultural unity. Cultural unity terjadi karena suatu masyarakat sebagai persekutuan hidup itu merasa satu satuan dalam ras, bahasa, religi, sejarah, dan adat-istiadat. Roeslan Abdulgani menyebutnya sebagai culture-natio-theory, bahwa suatu natio atau bangsa itu adalah sekelompok manusia dengan persamaan culture atau kebudayaan. Dua, bangsa dalam arti politik (kenegaraan) adalah suatu political unity. Masing-masing anggota warga negara dalam political unity mungkin berbeda corak dan lapangan kehidupannya, adat-istiadat dan kebudayaannya, tetapi mereka menjadi satu bangsa, menurut pengertian politik menjadi penduduk (warga negara) yang berdiam di suatu daerah yang sama, dengan pemerintahan yang sama, dan tunduk pada kedaulatan negara sebagai kekuasaan tertinggi.

(3)

Secara umum dikenal adanya dua proses pembentukan bangsa-negara, yaitu model ortodoks dan model mutakhir (Ramlan Surbakti, 1999). Pertama, model ortodoks bermula dari adanya suatu bangsa terlebih dahulu untuk kemudian bangsa itu membentuk satu negara tersendiri. Contoh, bangsa Yahudi berupaya mendirikan negara Israel untuk satu bangsa Yahudi. Setelah bangsa-negara ini terbentuk maka rezim politik (penguasa) dirumuskan berdasar konstitusi Negara yang selanjutnya dikembangkan partisipasi warga negara dalam kehidupan politik bangsa-negara yang bersangkutan. Kedua, model mutakhir yang berawal dari adanya negara terlebih dahulu yang terbentuk melalui proses tersendiri, sedangkan penduduk negara merupakan sekumpulan suku bangsa dan ras. Contoh adalah kemunculan negara Amerika Serikat pada tahun 1776.

Kedua model ini berbeda dalam empat hal. Pertama, ada tidaknya perubahan unsur dalam masyarakat. Kedua, lamanya waktu yang diperlukan dalam proses pembentukan bangsa-negara. Ketiga, kesadaran politik masyarakat pada model ortodoks muncul setelah terbentuknya bangsa-negara, sedangkan dalam model mutakhir kesadaran politik warga muncul mendahului bahkan menjadi kondisi awal terbentuknya bangsa-negara. Keempat, derajat partisipasi politik dan rezim politik.

4. Identitas Kultural dan Identitas Nasional

a. Identitas Cultural Unity atau Identitas Kesukubangsaan

Cultural unity merujuk pada bangsa dalam pengertian kebudayaan atau bangsa dalam arti sosiologis antropologis. Cultural unity disatukan oleh adanya kesamaan dalam hal ras, suku, agama, adat dan budaya, keturunan (darah), dan daerah asal (homeland). Identitas ini, misalnya berwujud pada bahasa ibu, pakaian daerah, nama diri, falsafah hidup, dan tradisi.

Identitas yang dimiliki oleh sebuah cultural unity kurang lebih bersifat askriptif (sudah ada sejak lahir), bersifat alamiah (bawaan), primer, dan etnik. Misalnya, setia pada suku, agama, budaya, kerabat, daerah asal, dan pada bahasanya. Identitas demikian dapat pula disebut sebagai identitas primordial.

b. Identitas Political Unity atau Identitas Kebangsaan

Political unity merujuk pada bangsa dalam pengertian politik, yaitu bangsa-negara. Negara terbentuk dari satu bangsa dengan identitas primordial yang sama atau dapat dikatakan negara terbentuk dari faktor-faktor objektif bangsa.

Negara baru perlu menciptakan identitas yang baru pula untuk bangsanya. Identitas itu disebut identitas kebangsaan atau identitas nasional.

(4)

Kata nasional menunjuk pada kelompok-kelompok persekutuan hidup manusia yang lebih besar dari sekedar pengelompokan berdasarkan ras, agama, budaya, bahasa, dan sebagainya.

Identitas kebangsaan bersifat buatan, sekunder, etis, dan nasional. Beberapa bentuk identitas nasional adalah bahasa nasional, lambang nasional, semboyan nasional, bendera nasional, dan ideologi nasional.

B. IDENTITAS NASIONAL INDONESIA

1. Faktor Pembentukan Identitas Bersama

Faktor-faktor yang diperkirakan menjadi identitas bersama suatu bangsa meliputi: primordial, sakral, tokoh, bhinneka tunggal ika, sejarah, perkembangan ekonomi, dan kelembagaan (Ramlan Surbakti, 1999)

a. Primordial

Faktor-faktor primordial ini meliputi: ikatan kekerabatan (darah dan keluarga), kesamaan suku bangsa, daerah asal (homeland), bahasa, dan adat istiadat. Faktor primordial merupakan identitas yang menyatukan masyarakat sehingga mereka dapat membentuk bangsa-negara.

b. Sakral

Faktor sakral dapat berupa kesamaan agama yang dipeluk masyarakat atau ideologi doktriner yang diakui oleh masyarakat yang bersangkutan. Agama dan ideologi merupakan faktor sakral yang dapat membentuk bangsa-negara.

c. Tokoh

Kepemimpinan dari para tokoh yang disegani dan dihormati oleh masyarakat dapat pula menjadi faktor yang menyatukan bangsa-negara.

d. Bhinneka Tunggal Ika

Prinsip bhinneka tunggal ika pada dasarnya adalah kesediaan warga bangsa untuk bersatu dalam perbedaan. Yang disebut bersatu dalam perbedaan adalah kesediaan warga bangsa untuk setia pada lembaga yang disebut negara dan pemerintahnya, tanpa menghilangkan keterikatannya pada suku bangsa, adat, ras, dan agamanya.

e. Sejarah

Persepsi yang sama di antara warga masyarakat tentang sejarah mereka dapat menyatukan diri kedalam satu bangsa.

(5)

f. Perkembangan Ekonomi

Perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan melahirkan spesialisasi pekerjaan dan profesi sesuai dengan aneka kebutuhan masyarakat.

g. Kelembagaan

Faktor lain yang berperan dalam mempersatukan bangsa adalah lembaga-lembaga pemerintahan dan politik, seperti birokrasi, angkatan bersenjata, pengadilan, dan partai politik.

2. Identitas Nasional Indonesia

Identitas nasional bersifat buatan dan sekunder. Bersifat buatan karena identitas nasional itu dibuat, dibentuk, dan disepakati oleh warga bangsa sebagai identitasnya setelah mereka bernegara. Bersifat sekunder karena lahirnya identitas nasional setelah identitas kesukubangsaan yang memang telah dimiliki warga bangsa itu secara askriptif.

Beberapa bentuk identitas nasional Indonesia adalah sebagai berikut. a. Bahasa nasional atau bahasa persatuan, yaitu Bahasa Indonesia

b. Bendera negara, yaitu Sang Merah Putih c. Lagu kebangsaan, yaitu Indonesia Raya d. Lambang negara, yaitu Garuda Pancasila e. Semboyan negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika f. Dasar falsafah negara, yaitu Pancasila

g. Konstitusi (Hukum Dasar) negara, yaitu UUD 1945

h. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat i. Konsepsi Wawasan Nusantara

j. Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional

Menurut Sastrapratedja (2007) jati diri atau identitas bangsa adalah sebuah “konstruksi” yang selalu bisa didekonstruksikan dan dikonstruksikan kembali.

Oleh karena itu, identitas nasional Indonesia merupakan sesuatu yang terus perlu direkonstruksi kembali, dibangun, diwujudkan, dan dikembangkan.

3. Pancasila Sebagai Identitas Bangsa Indonesia

Pancasila dapat menjadi dasar dalam membangun identitas nasional

(Sastrapratedja, 2007: HAR Tilaar, 2000). Pancasila dapat menjalankan tugasnya sebagai identitas bangsa Indonesia (Eka Darmaputra, 1997).

Pancasila merupakan pernyataan jati diri bangsa Indonesia (Hardono Hadi,

1996) dan Pancasila sebagai identitas kultural (As’ad Said Ali, 2009).

Kaelan (2002) menyatakan jati diri bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang merupakan hasil buah pikiran dan gagasan dasar bangsa Indonesia

(6)

tentang kehidupan yang dianggap baik yang memberikan watak, corak, dan ciri masyarakat Indonesia. Nilai-nilai dasar itu dirumuskan sebagai nilai-nilai

Pancasila sehingga Pancasila dikatakan sebagai jati diri bangsa.

Menurut Hardono Hadi (1994), Pancasila sebagai pernyataan jati diri bangsa mencakup tiga aspek, yakni Pancasila sebagai kepribadian bangsa, identitas bangsa, dan keunikan bangsa Indonesia. Pancasila sebagai kepribadian bangsa bahwa Pancasila itu mencerminkan kenyataan akan nilai-nilai yang telah ada sebagai hasil interaksi antar kebudayaan dan masyarakat ideologi sebagai pembentuknya. Maksud Pancasila sebagai identitas bangsa Indonesia adalah unsur-unsur dasar kebudayaan bangsa Indonesia menjadi ciri khas dari waktu ke waktu sepanjang hidup berbangsa Indonesia. Pancasila menjadi keunikan bangsa Indonesia ketika pendukung unsur kepribadian dan identitas itu bergaul dengan masyarakat dunia atau bangsa-bangsa lain di dunia. Secara singkat dikatakan Pancasila sebagai pernyataan jati diri, di satu pihak mempunyai dasarnya pada fakta empiris, di lain pihak dapat memberi orientasi kea rah cita-cita bangsa yang memang masih harus digulati terus-menerus.

C. NEGARA KEBANGSAAN INDONESIA

1. Hakikat Negara Kebangsaan Indonesia

Hakikat dari negara Indonesia adalah negara kebangsaan (nation state). Negara-bangsa (nation state) dibangun, dilandasi, dan diikat oleh semangat keNegara-bangsaan atau disebut nasionalisme. Nasionalisme diartikan sebagai tekad dari orang-orang yang ada di wilayah itu (masyarakat bangsa) untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat itu berbeda dalam rasa, etnik, agama, ataupun budaya bahkan dalam sejarah sekalipun.

Menurut Ir. Soekarno yang dimaksud bangsa Indonesia adalah seluruh manusia-manusia yang menurut wilayahnya telah ditentukan untuk tinggal secara bersama di wilayah Nusantara dari ujung Barat (Sabang) sampai ujung Timur (Merauke) yang memiliki “Le desir d’etre ensemble (kehendak akan bersatu)” (pendapat Ernest Renan) dan “Charaktergemeinschaft” (pendapat Otto Van Bauer). Tujuan dari paham kebangsaan (nasionalisme) sendiri adalah menciptakan negara bangsa yang wilayah dan batas-batasnya menyerupai atau mendekati makna bangsa.

Faktor-faktor penting bagi pembentukan bangsa Indonesia adalah:

a. Adanya persamaan nasib, yaitu penderitaan bersama di bawah penjajahan bangsa asing yang kurang lebih selama 350 tahun,

b. Adanya keinginan bersama untuk merdeka, melepaskan diri dari belenggu penjajahan,

(7)

c. Adanya kesatuan tempat tinggal, yaitu wilayah nusantara yang membentang dari Sabang sampai Merauke, dan

d. Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sebagai suatu bangsa.

Frans Magnis Suseno (1995) menyatakan bahwa kesatuan bangsa Indonesia tidak bersifat alamiah tetapi historis, persatuan bangsa Indonesia tidak bersifat etnik melainkan etis.

Bersifat historis karena bangsa Indonesia bersatu bukan karena kesatuan bahasa ibu, kesatuan suku, budaya, ataupun agama. Yang mempersatukan bangsa Indonesia adalah sejarah yang dialami bersama, yaitu sejarah penderitaan, penindasan, perjuangan, kemerdekaan, dan tekad untuk kehidupan bersama.

Jadi, hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan atau nasionalisme, yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya

2. Proses Terbentuknya Negara Indonesia

Secara teoritis, perkembangan terbentuknya negara Indonesia sebagai berikut. a. Terbentuknya negara tidak sekedar dimulai dari proklamasi, tetapi adanya

pengakuan akan hak setiap bangsa untuk memerdekakan dirinya. Bangsa Indonesia memiliki tekad kuat untuk menghapus segala penindasan dan penjajahan suatu bangsa atas bangsa lain. Ini menjadi sumber motivasi perjuangan. (Alenia I Pembukaan UUD 1945).

b. Adanya perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan. Perjuangan panjang bangsa Indonesia menghasilkan proklamasi. Proklamasi mengantarkan ke pintu gerbang kemerdekaan dan dengan proklamasi tidaklah selesai kita bernegara. Negara yang kita cita-citakan adalah menuju pada keadaan merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. (Alenia II Pembukaan UUD 1945).

c. Terbentuknya negara Indonesia adalah kehendak bersama seluruh bangsa Indonesia, sebagai suatu keinginan luhur bersama. Di samping itu, adalah kehendak dan atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Ini membuktikan bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius dan mengakui adanya motivasi spiritual. (Alenia III Pembukaan UUD 1945).

d. Negara Indonesia perlu menyusun alat-alat kelengkapan negara yang meliputi tujuan, bentuk, sistem pemerintahan, UUD, dan dasar negara.

(8)

Dengan demikian, semakin sempurna proses terbentuknya negara Indonesia. (Alenia IV Pembukaan UUD 1945).

3. Cita-Cita, Tujuan, dan Visi Negara Indonesia

Bangsa Indonesia bercita-cita mewujudkan negara yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Dengan rumusan yang singkat, negara Indonesia bercita-cita mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

Pancasila dan UUD 1945.

Tujuan negara Indonesia selanjutnya terjabar dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945. Secara rinci sebagai berikut.

a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. b. Memajukan kesejahteraan umum.

c. Mencerdaskan kehidupan bangsa.

d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Adapun visi bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, serta berdisiplin (Tap MPR RI No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan).

Selanjutnya berdasar Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2010-2014 (Perpres No. 5 Tahun 2010) disebutkan bahwa visi Pembangunan Nasional Tahun 2010-2014 adalah “terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan”.

Adapun penjelasannya sebagai berikut.

a. Kesejahteraan Rakyat, yaitu terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat, melalui pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada keunggulan daya saing, kekayaan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan budaya bangsa.

b. Demokrasi, yaitu terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang demokratis, berbudaya, bermartabat, dan menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung jawab, serta hak asasi manusia.

c. Keadilan, yaitu terwujudnya pembangunan yang adil dan merata, yang dilakukan oleh seluruh masyarakat secara aktif, yang hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia.

(9)

1. Pengertian Integrasi

Integrasi berasal dari bahasa Inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Integrasi memiliki 2 (dua) pengertian, yaitu (a) pengendalian terhadap konfik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu dan (b) membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata integrasi mempunyai arti pembauran atau penyatuan sehingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat. Berintegrasi artinya berpadu (bergabung agar menjadi kesatuan yang utuh). Kata “mengintegrasikan” berarti membuat untuk atau menyempurnakan dengan jalan menyatukan unsur-unsur yang semula terpisah pisah.

Safroedin Bahar (1997) menyatakan bahwa integrasi nasional adalah upaya menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan pemerintah dan wilayahnya. Menurut Howard Wriggins, integrasi bangsa berarti penyatuan bangsa-bangsa yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak menjadi satu bangsa. Jadi, integrasi bangsa dilihatnya sebagai peralihan dari banyak masyarakat kecil menjadi satu masyarakat besar (Yahya Muhaimin & Colin Mc Andrews, 1982).

Istilah integrasi nasional mempunyai dua macam pengertian, yaitu:

a. Secara politis, integrasi nasional adalah proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial ke dalam kesatuan wilayah nasional yang membentuk suatu identitas nasional, dan

b. Secara antropologis, integrasi nasional adalah proses penyesuaian di antara unsur-unsur kebudayaan yang berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam kehidupan bermasyarakat dan bangsa.

2. Jenis Integrasi

Myron Weiner dalam Yahya Muhaimin & Colin Mc Andrews (1982) membedakan 5 (lima) tipe atau jenis integrasi, yaitu integrasi bangsa, integrasi wilayah, integrasi nilai, integrasi elit-massa, dan integrasi tingkah laku (tindakan integratif).

a. Integrasi bangsa, yakni proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial ke dalam satu kesatuan wilayah dan pada pembentukan identitas nasional. Yang mana membangun rasa kebangsaan dalam suatu wilayah. Contoh: Bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam suku, agama, ras, dan golongan bersedia berintegrasi dalam satu negara, yakni negara Indonesia yang dilandasi semangat kebangsaan yang satu pula.

(10)

b. Integrasi wilayah, yakni pembentukan wewenang kekuasaan nasional pusat di atas unit-unit atau wilayah-wilayah yang lebih kecil yang mungkin beranggotakan suatu kelompok budaya atau sosial tertentu.

Contoh: Negara Indonesia memiliki kedaulatan wilayah dari Sabang sampai Merauke, dengan batas-batas yang telah ditetapkan.

c. Integrasi nilai, yakni adanya konsensus atau persetujuan terhadap nilai-nilai bersama yang diperlukan untuk memelihara tertib sosial.

Contoh: Masyarakat Indonesia bersepakat bahwa Pancasila merupakan nilai bersama yang mampu menyatukan keragaman dan perbedaan.

d. Integrasi elit-massa, yakni kemampuan menghubungkan antara yang memerintah dengan yang diperintah, antara penguasa dengan rakyat atau antara elit dengan massa.

Contoh: Adanya komunikasi yang intensif antara kepala desa dengan warga desa.

e. Integrasi tingkah laku (tindakan integratif), yakni kemampuan orang-orang di dalam masyarakat untuk berorganisasi, bekerja sama demi mencapai tujuan bersama dan yang bermanfaat.

Contoh: Orang-orang yang mendirikan satu perusahaan lalu mereka bekerja bersama di bawah satu manajemen.

E. PENGEMBANGAN INTEGRASI DI INDONESIA

1. Integrasi di Indonesia

Dalam kajiannya tentang heterogenitas masyarakat di Indonesia, William Liddle dalam Nazaruddin Syamsudin (1989) mengidentifikasikan dua jenis halangan integrasi yang dihadapi negeri ini. Yang pertama adalah adanya apa yang disebut pembelahan horizontal yang berakar pada perbedaan suku, ras, agama, dan geografi. Hambatan kedua bersifat vertikal, yakni celah perbedaan antara elit dan masa. Latar belakang pendidikan kekotaan menyebabkan kaum elit berbeda dari masa yang berpandangan tradisional.

2. Pengembangan Integrasi

Howard Wriggins dalam Yahya Muhaimin & Collin McAndrew (1982) menyebut ada 5 pendekatan atau cara bagaimana bangsa dapat mengembangkan integrasinya. Kelima cara tersebut adalah:

a. Adanya Ancaman dari Luar

Adanya ancaman dari luar dapat menciptakan integrasi masyarakat. Masyarakat akan bersatu, meskipun berbeda suku, agama, dan ras ketika menghadapi musuh bersama. Contoh, ketika penjajah Belanda ingin kembali ke Indonesia, masyarakat Indonesia bersatu padu melawannya.

(11)

b. Gaya Politik Kepemimpinan

Pemimpin yang karismatik, dicintai rakyatnya, dan memiliki jasa-jasa besar umumnya menyatukan bangsanya yang sebelumnya tercerai berai. Misalnya, Nelson Mandela dari Afrika Selatan.

c. Kekuatan Lembaga-Lembaga Politik

Birokrasi yang satu dan padu dapat menciptakan sistem pelayanan yang sama, baik, dan diterima oleh masyarakat yang beragam.

d. Ideologi Nasional

Jika suatu masyarakat meskipun berbeda-beda tetapi dapat menerima satu ideologi yang sama maka memungkinkan masyarakat tersebut untuk bersatu.

Pancasila sebagai ideologi diterima oleh masyarakat Indonesia sehingga

mampu mengintegrasikan. Pancasila dapat menjadi sarana integrasi bangsa.

Pancasila adalah ligatur atau pemersatu bangsa (LPPKB, 2005).

e. Kesempatan Pembangunan Ekonomi

Jika pembangunan ekonomi berhasil dan menciptakan keadilan maka masyarakat bangsa tersebut dapat menerima sebagai satu kesatuan.

Sunyoto Usman (1998) menyatakan bahwa suatu kelompok masyarakat dapat terintegrasi apabila memenuhi 3 hal, yakni:

a. Masyarakat dapat menemukan dan menyepakati nilai-nilai fundamental yang dapat dijadikan rujukan bersama.

b. Masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus, memiliki “cross cutting affiliation” sehingga menghasilkan “cross cutting loyality”.

c. Masyarakat berada di atas saling ketergantungan di antara unit-unit sosial yang terhimpun di dalamnya dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi.

Pendapat lain menyebutkan, integrasi bangsa dapat dilakukan dengan 2 strategi kebijakan, yaitu “policy assimilasionis” dan “policy bhennika tunggal ika” (Nazarudin Zamsudin, 1989). Strategi pertama dengan cara penghapusan sifat-sifat kultural utama dari komunitas kecil yang berbeda menjadi semacam kebudayaan nasional. Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru.

Strategi kedua dengan cara penciptaan kesetiaan nasional tanpa menghapuskan kebudayaan lokal. Strategi ini mirip dengan pluralism sebagai paha yang menghargai terdapatnya perbedaan dalam masyarakat. Strategi pluralis dalam mewujudkan integrasi nasional berarti bahwa dalam mengupayakan integrasi nasional, negara memberi kesempatan kepada semua unsur perbedaan dalam negara untuk berkembang. Jadi integrasi nasional diwujudkan dengan tetap menghargai perbedaan-perbedaan dalam masyarakat.

Membangun integrasi nasional bagi suatu negara mencakup dua masalah pokok, yakni:

(12)

a. Bagaimana membuat rakyat mengakui dan patuh terhadap tuntutan-tuntutan negara, dan

b. Bagaimana meningkatkan konsensus normatif yang mampu mengatur perilaku politik setiap anggota masyarakat.

Indonesia memerlukan integrasi nasional setelah lepas dari penjajahan. Pertama, karena pemerintah kolonial tidak pernah memikirkan tentang perlunya kesetiaan nasional dan semangat kebangsaan pada rakyat jajahan, tetapi lebih pada penciptaan kesetiaan kelompok-kelompok masyarakat terhadap penguasa kolonial. Kedua, unsur-unsur awal yang membentuk negara-bangsa adalah kesatuan-kesatuan lokal yang bersifat primordial.

Clifford Geertz dalam Yahya Muhaimin dan Collin McAndrew (1982) memasukkan Indonesia sebagai negara bangsa baru yang memiliki dua jenis motif yang kuat dan saling memengaruhi, berbeda satu sama lain, dan seringkali bertentangan, yakni pertama, usaha mencari identitas (kepribadian) sebagai sesuatu yang penting untuk “menjadi seseorang di dunia” dan kedua, kehendak untuk menciptakan suatu negara yang efisien dan dinamis. Motif pertama, berkaitan dengan tuntutan identitas-identitas lokal dan primordial agar diakui sebagai identitas dalam sebuah negara bangsa, sedang motif kedua keinginan membentuk negara bangsa yang mengatasi identitas-identitas tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi dan aktivitas yang optimal dari sediaan gel ekstrak etanol daun melinjo (Gnetum gnemon L.) pada variasi konsentrasi

1) Memiliki pola piker global, yaitu dimaksudkan kecendrungan untuk melihat dunia dengan cara tertentu, sebuah jaringan yang apabila melaluinya kita dapat melihat

Analisis Semantik adalah proses setelah melewati proses scanning dan parsing. Pada tahap ini dilakukan pengecekan pada struktur akhir yang telah diperoleh dan diperiksa

Mengenai hal ini observer dari KB UKDI memberikan masukan bahwa akan lebih baik pada saat try out CBT soal diberikan sesuai dengan jumlah soal yang seharusnya,

Maka apabila amanah diabaikan dengan golongan yang tidak berkelayakkan diberi tempat untuk menguruskan hal ehwal masyarakat, atau golongan jahil diberi ruang untuk

Tampilan akses menuju laporan desain industri Pada pilihan laporan desain industri berdasarkan tahun pendaftaran, maka akan ditampilkan laman yang berisi grafik

Berdasarkan tabel 3 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan tentang breast care pada ibu hamil di BPS Kusni Sri Mawarti Dlingo Bantul Yogyakarta tahun 2015 dapat diketahui

Mengurutkan gambar melalui metode demonstrasi yang menggunakan gambar keluarga, merupakan strategi yang digunakan guru agar anak mengenal kata-kata dalam gambar dan juga