KOAGULASI DAN FLOKULASI
Pengertian
Koagulasi adalah proses penggumpalan
partikel koloid karena penambahan bahan
kimia sehingga partikel-partikel tersebut
bersifat netral dan membentuk endapan
karena adanya gaya grafitasi.
LATAR BELAKANG (1)
Berbagai macam impuritis dalam air hadir
dalam bentuk koloidal yang tidak akan
bisa mengendap. Pemisahan koloid dapat
dilakukan dengan cara penggabungan
seluruh partikel-partikel koloid itu dalam
proses flokulasi yang menggunakan suatu
koagulan yang diikuti dengan sedimentasi.
Latar belakang (2)
Untuk ukuran partikel
yang terlalu kecil
mempunyai
kecepatan
mengendap yang
sangat rendah
sehingga pemesihan
dengan
menggunakan
sedimentasi menjadi
tidak layak.
Ukuran
partikel,µm
Kec.
Pengendap
an, m/jam
1000
6 x 10²
100
20
10
0,3
1
0,003
0,1
0,00005
0,01
0,0000007
Latar belakang (3)
Dispersi koloid dalam air secara
umum terbagi menjadi 2 (dua) yaitu :
1). Sifat hidrofilik (senang air) dan
2). Sifat hidrofobik (tidak senang air)
Sifat hidrofilik menyebabkan ikatan
koloid dengan air menjadi lebih kuat,
sehingga koloid akan lebih stabil dan
sulit dipisahkan dengan air.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
koagulasi (1)
1. Pemilihan bahan kimia
2. Penentuan jenis optimum koagulan 3. Penentuan pH optimum
Untuk melaksanakan pemilihan bahan kimia, perlu
pemeriksaan terhadap karakteristik air baku yang akan diolah yaitu : • S u h u • pH • Alkalinitas • Kekeruhan • W a r n a
1. Pemilihan bahan kimia
Untuk melaksanakan pemilihan bahan
kimia, perlu pemeriksaan terhadap
karakteristik air baku yang akan diolah
yaitu :
• S u h u
• pH
• Alkalinitas
• Kekeruhan
• W a r n a
Dampak faktor pH, alikalinitas,
kekeruhan dan warna terhadap
koagulasi
– pH Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh terhadap koagulasi. pH optimum bervariasi tergantung jenis koagulan yang digunakan.
– Alkalinitas yang rendah membatasi reaksi ini dan menghasilkan
koagulasi yang kurang baik, pada kasus demikian, mungkin
memerlukan penambahan alkalinitas ke dalam air, melalui penambahan bahan kimia alkali/basa ( kapur atau soda abu) – Makin rendah kekeruhan, makin sukar pembentukkan flok.Makin
sedikit partikel, makin jarang terjadi tumbukan antar partikel/flok, oleh sebab itu makin sedikit kesempatan flok berakumulasi.
– Warna berindikasi kepada senyawa organik, Warna dimana zat organik bereaksi dengan koagulan, menyebabkan proses
koagulasi terganggu selama zat organik tersbut berada di
2.Penentuan jenis optimum
koagulan
Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis
optimum koagulan harus ditentukan. Dosis
optimum mungkin bervariasi sesuai dengan
karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di
dalam air baku, tetapi biasanya dalam hal ini
fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat
tertentu dimana terjadi perubahan kekeruhan
yang drastis (waktu musim hujan/banjir) perlu
penentuan dosis optimum berulang-ulang.
3. Penentuan ph Optimum
Penentuan pH optimum
Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air, disebabkan oleh reaksi hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah diterangkan di atas. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan
berlangsung pada nilai pH tertentu.
Apabila muatan koloid dihilangkan, maka kestabilan koloid akan
berkurang dan dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Penghilangan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika elektrolit ditambahkan ke dalam sistem koloid. Apabila arus listrik dialirkan cukup lama ke dalam sel elektroforesis maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai elektrode. Jadi, koloid yang
bermuatan negatif akan digumpalkan di anode, sedangkan koloid yang bermuatan positif digumpalkan di katode.
Koagulan yang paling banyak digunakan dalam praktek di lapangan adalah alumunium sulfat [Al2(SO4)3], karena mudah diperoleh dan harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan jenis koagulan lain.
Mekanisme (2)
Antara koloid-koloid ada gaya tolak
menolak dan gaya tarik massa (van der
Waals). Dengan adanya enersi interaksi
kedua gaya tersebut yang disebabkan
oleh gerakan Brownian, dihasilkan suatu
enersi kinetik. Jika kekuatan ionik di dalam
air cukup tinggi, maka gaya tolak menolak
memberi keuntungan kepada situasi
dimana tumbukan yang terjadi
Gaya partikel
Ada beberapa daya yang menyebabkan
stabilitas partikel, yaitu :
1). Gaya elektrostatik yaitu gaya tolak menolak
terjadi jika partikel-partikel mempunyai muatan
yang sejenis (negatif atau positif ).
2). Bergabung dengan molekul air (reaksi
hidrasi)
3). Stabilisasi yang disebabkan oleh molekul
besar yang diadsorpsi pada permukaan.
Gaya pada partikel
Mekanisme yang disebut diatas seringkali terjadi pada saat yang sama. Dalam suspensi yang keruh seringkali hanya ada partikel bermuatan negatip yang disebabkan oleh penggantian kation maupun adsorpsi zat anionik. Mineral seperti silika, tanah liat, oksida dan hidroksida seringkali selain mempunyai daya elektrostatik, juga ada hidrasi yang mampu untuk mengadsopsi zat penyebab stabilisasi.. Suspensi atau koloid bisa dikatakan stabil jika semua gaya tolak menolak antar partikel lebih besar dari gaya tarik massa, sehingga didalam waktu tertentu tidak terjadi agregasi.
Untuk menghilangkan kondisi stabil, harus merubah
gaya interaksi diantara partikel dengan pembubuhan zat kimia (sebagai donor muatan positip) supaya gaya tarik menarik menjadi lebih besar.
Destabilisasi partikel
Destabilisasi yang terjadi tergantung dari mekanime destabilisasi yang mana atau bisa saja hanya ada satu mekanisme yang menyebabkan agregasi atau kombinasi dari mekanisme yang lain (diantara yang tersebut
diatas). Untuk aplikasi praktis di IPA Instalasi pengolahan air) ada kombinasi dari beberapa
mekanisme destabilisasi yang disebabkan adanya kompresi lapisan ganda, tetapi hal ini biasanya tidak begitu penting untuk aplikasi praktis.
Secara garis besar (berdasarkan uraian di atas), mekanisme koagulasi dan flokulasi adalah :
(1) Destabilisasi muatan negatip partikel oleh muatan positip dari koagulan
(2) Tumbukan antar partikel (3) A d s o r p s i
Tumbukan antar partikel
Selain tumbukan antar partikel
terdestabilisasi/mikroflok yang bertujuan
membentuk flok dengan ukuran yang relatif
besar (makroflok), adsorpsi merupakan
mekanisme flokulasi diantaranya dilakukan oleh
Al(OH)3, aluminium hidroksida yaitu bentuk
hidroksida Al, hasil reaksi hidrolisa Al dengan
air. Senyawa ini berbentuk agar-agar (jelly) yang
mempunyai sifat “adsorpsi (menyerap di
permukaan), seperti terlihat pada gambar di
bawah ini.
Kekuatan ionik didalam air
Jika kekuatan ionik di dalam air cukup besar, maka keberadaan koloid di dalam air sudah dalam bentuk terdestabilisasi.
Destabilisasi disini disebabkan oleh ion monovalen (valensi 1) dan divalen (valensi 2) yang berada di dalam air. Kejadian ini dinamakan “Koagulasi elektrostatik”, sedangkan koagulasi kimiawi adalah suatu proses dimana zat kimia seperti garam Fe dan Al, ditambahkan ke dalam air untuk merubah bentuk (transformasi) zat-zat kotoran. Zat-zat tersebut akan bereaksi dengan hidrolisa garam-garam Fe atau Al menjadi flok dengan ukuran besar yang dapat dihilangkan secara mudah melalui sedimentasi dan filtrasi.
Pada sistem pengolahan air, koagulasi terjadi pada unit
pengadukan cepat (flash mixing), karena koagulan harus tersebar secara cepat dan reaksi hidrolisa hanya terjadi dalam beberapa detik, jadi destabilisasi muatan negatip oleh muatan positip harus dilakukan dalam perioda waktu hanya beberapa detik
Pengaruh kualitas air baku
terhadap efektifitas koagulan
Keefektifan koagulan atau flokulan akan berubah
apabila karakteristik air baku berubah.
Keefektifan bahan kimia koagulan/koagulan
pembantu, dapat pula berubah untuk alasan
yang tidak terlihat atau tidak diketahui, oleh
karena itu ada beberapa factor yang belum
diketahui yang dapat mempengaruhi koagulasi
–
flokulasi . Untuk masalah demikian Operator
harus memilih bahan kimia terlebih dahulu,
dengan menggunakan jar –test dengan variasi
bahan kimia, secara tunggal atau digabungkan
atau dikombinasikan.
Jar-test
Jar–test secara subyektif masih
merupakan uji yang paling banyak
digunakan dalam mengontrol koagulasi
dan tergantung semata-mata kepada
penglihatan kita ( secara visuil ) untuk
mengevaluasi suatu interpretasi/tafsiran.
Selain itu seorang Operator juga harus
melakukan pengukuran pH, kekeruhan.
Penentuan dosis optimum
koagulan
Penentuan dosis optimum koagulan
Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis
optimum koagulan harus ditentukan. Dosis
optimum mungkin bervariasi sesuai dengan
karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di
dalam air baku, tetapi biasanya dalam hal ini
fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat
tertentu dimana terjadi perubahan kekeruhan
yang drastis (waktu musim hujan/banjir) perlu
penentuan dosis optimum berulang-ulang.
Jar-test
perlu diingat bahwa hasil jar-test tidak selalu sama dengan operasional di IPA, jadi harus dibuat koreksi dosis yang dihasilkan jar-test dengan aplikasi dosis di IPA.
Seorang operator perlu membuat suatu grafik hubungan antara nilai kekeruhan vs dosis koagulan, melalui
percobaan jar – test untuk variasi nilai kekeruhan (
rendah, sedang, tinggi ) selama periode waktu minimal satu tahun atau dari data – data yang lalu selama
beberapa tahun untuk sumber air baku yang sama. Sehingga dengan adanya grafik ini mempermudah penentuan dosis secara cepat jika ada perubahan kekeruhan secara tiba–tiba . Selanjutnya penentuan dosis dilanjutkan dengan melakukan jar-test.
3) Penentuan pH optimum
Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air, disebabkan oleh reaksi hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah diterangkan di atas. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan
berlangsung pada nilai pH tertentu (pH optimum),
dimana pH optimum harus ditetapkan dengan jar-test. Untuk kasus tertentu ( pada pH air baku rendah dan pada dosis koagulan yang relatif besar ) dan untuk
mempertahankan pH optimum, maka diperlukan koreksi pH pada proses koagulasi, dengan penambahan bahan alkali seperti : soda abu ( Na2CO3 ) , kapur ( CaO ) atau kapur hidrat { Ca(OH)2 }. Dilakukan penentuan dosis
Proses flokulasi (1)
Proses Flokulasi
Setelah proses koagulasi partikel-partikel terdestabilisasi dapat saling bertumbukan membentuk agregat sehingga terbentuk flok, tahap ini disebut ” Flokulasi “. Flokulasi adalah suatu proses aglomerasi (penggumpalan)
partikel-partikel terdestabilisasi menjadi flok dengan ukuran yang memungkinkan dapat dipisahkan oleh sedimentasi dan filtrasi. Dengan kata lain proses flokulasi adalah proses pertumbuhan flok (partikel terdestabilisasi atau mikroflok) menjadi flok dengan ukuran yang lebih besar (makroflok).
Jenis flokulasi
Terdapat 2 (dua) perbedaan pada proses
flokulasi yaitu :
1. Flokulasi Perikinetik adalah aglomerasi
partikel-partikel sampai ukuran μm dengan
mengandalkan gerakan Brownian. Biasanya
koagulan ditambahkan untuk meningkatkan
flokulasi perikinetik.
2. Flokulasi Ortokinetik adalah aglomerasi
partikel-partikel sampai ukuran di atas 1μm
dimana gerakan Brownian diabaikan pada
kecepatan tumbukan antar partikel, tetapi
Proses flokulasi (2)
setelah destabilisasi selesai mulai terbentuk agregasi partikel yang mana diameternya lebih kecil dari 1 mikrometer untuk sementara cuma bergerak berdasarkan difusi dan akan terjadi agregasi antar mereka. Dengan ukuran flok dan partikel yang semakin besar
semakin penting terjadi agregasi yang disebabkan oleh ortokinetik , maka perbedaan kecepatan diantara partikel semakin besar, akan terjadi pembentukan flok. Dilain pihak jika flok terlalu besar tidak bisa menahan tekanan abrasi didalam air, artinya dengan nilai
gradien kecepatan ( G value) yang semakin besar ukuran flok rata-rata akan menurun. Untuk mempertahankan nilai G yang
berhubungan dengan ukuran partikel, pada prakteknya dilakukan semacam pengadukan pendahuluan (premixing) dengan nilai G yang tinggi, kalau sudah terjadi flok, nilai G diturunkan.
Proses flokulasi (3)
semakin lama agregat akan menumpuk semakin
banyak, tahap berikutnya nilai G diturunkan.
Dalam beberapa instalasi, misalnya dari nilai G
= 100/dt diturunkan menjadi 10/dt. Dengan
demikian ada kesempatan untuk menentukan
daya enersi yang akan dimasukkan ke dalam
masing-masing tahap sesuai dengan kondisi air
baku dan sesuai dengan sistem pemisahan
Proses flokulasi (4)
Jika ditinjau dari mekanisme tersebut di atas, maka pada proses flokulasi memerlukan waktu (yang dinyatakan
oleh waktu tinggal / detensi = td , dalam detik) yaitu
waktu untuk memberi kesempatan ukuran flok menjadi lebih besar dengan berbagai cara yang sudah
diterangkan di atas. Disamping memperhatikan waktu, pada proses flokulasi diperhatikan pula kecepatan
pengadukan (yang dinyatakan oleh gradien kecepatan = G , dalam dt−1). Kombinasi dari kedua hal penting
tersebut, yaitu nilai G x td merupakan kriteria penting
yang harus dipenuhi pada proses flokulasi. Nilai spesifik adalah : 104 − 105. Jika nilai spesifik G td dilampaui,
maka flok yang sudah terbentuk akan pecah kembali, sebaliknya jika kurang dari nilai spesifik, maka flok tidak akan terbentuk seperti yang diharapkan.
Proses flokulasi (5)
untuk menghasilkan flokulasi yang baik, maka perlu diperhatikan: Nilai G : 20 – 70 dt−1
Waktu tinggal (waktu ditensi) : 20 – 50 menit.
Karena proses flokulasi ini memerlukan waktu, dan kecepatan yang relatif rendah, maka flokulasi dilakukan pada unit yang disebut
“Pengadukan lambat” atau biasa disebut “Flokulator” dimana jenis pengadukan bisa berupa pengaduk mekanis atau hidraulik.
Dengan dosis koagulan/flokulan pembantu (+ 0,1 – 1 mg/l)
kestabilan flok bisa dipertahankan terhadap abrasi yang menjadi lebih besar dengan adanya flokulan pembantu. Penambahan
koagulan/flokulan pembantu yaitu jenis polimer, flok yang terbentuk akan lebih besar pada nilai G (gradien kecepatan) yang sama..
Harus ada selisih waktu antara pembubuhan koagulan/flokulan pembantu dengan pembubuhan koagulan (misalnya Al3+ atau
Fe3+). Pembubuhan koagulan/flokulan pembantu paling sedikit 30 dtk setelah pembubuhan koagulan.
Proses flokulasi (6)
jika polimer dibubuhkan terlalu awal, kebutuhannya bisa jauh lebih besar dibandingkan dengan adanya selisih
waktu diantara kedua pembubuhan tersebut di atas. Jika dicampur dengan efisien, pemakaian koagulan/flokulan pembantu akan lebih baik.
Jika ada flok yang besar yang terbentuk dengan
koagulan/flokulan pembantu polimer, setelah flok ini hancur maka tidak bisa dibentuk kembali (jadi bila digunakan koagulan/flokulan pembantu polimer tidak
boleh ada arus yang dapat menghancurkan flok sebelum terjadi sedimentasi atau proses separasi yang
Efesiensi proses flokulasi
• Efisiensi dari proses flokulasi pada prakteknya seringkali dapat dilihat dari kualitas air setelah dilakukan pemisahan flok secara mekanik. Dengan demikian, cara pemisahan zat padat atau flok sangat penting dan sangat dipengaruhi oleh bentuk flok yang ada, misalnya untuk melakukan flotasi diperlukan bentuk flok yang lain berbeda dengan flok untuk sedimentasi. Jika dipakai sedimentasi diperlukan flok dengan berat jenis dan diameter yang besar. Pada proses flotasi dibutuhkan flok yang lebih kecil dan mempunya berat jenis yang lebih ringan tetapi mempunyai sifat untuk bergabung
dengan gelembung udara. Untuk filtrasi dibutuhkan flok yang
kompak yang cukup homogen dengan struktur yang kuat terhadap abrasi dan dengan sifat mudah melekat diatas partikel media
penyaring (filter) untuk menjamin pemisahan yang efisien dan operasional penyaringan yang ekonomis.